Ya Nabi SAW Puterimu Di Zalimi !
Umar menendang pintu dan pintu, Fatimah jatuh tertimpa pintu, -tanpa patah tulang- Fatimah mendorong pintu agar menghalangi mereka masuk, Umar menendang pintu hingga terlepas dan mengenai perut Fatimah hingga Muhsin gugur dari perut ibunya. (Multaqal Bahrain hal 81, Al Jannah Al Ashimah hal 251).
Umar menggunakan pedang dan cambuk tanpa menyentuh pintu. Fatimah berteriak Wahai Ayahku, Wahai Rasulullah, lalu Umar mengangkat pedang yang masih di sarungnya dan memukul perut Fatimah, lalu Fatimah berteriak lagi, wahai ayahku, lalu Umar mencambuk tangan Fatimah, Fatimah memanggil Wahai Rasulullah, betapa buruk penggantimu, Abubakar dan Umar. Ali melompat dan mencengkeram baju Umar dan membantingnya, dan memukul hidung serta lehernya. Ali berniat membunuh Umar tetapi dia teringat wasiat Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam. (Kitab Sulaim bin Qais , jilid 3 hal 538).
Fatimah didorong di pintu, tanpa ditendang, tanpa pedang, cambuk atau paku Al Mas’udi, seorang ahli sejarah mengatakan : Amirul Mu’minin Ali tinggal di rumahnya beserta beberapa pengikutnya, seperti yang dipesankan oleh Rasulullah, lalu mereka menuju rumah Ali dan menyerbunya, membakar pintu rumah dan memaksa orang yang di dalamnya untuk keluar, mereka mendorong Fatimah di pintu hingga janinnya gugur, mereka memaksa Ali untuk berbaiat dan Ali menolak, dan mengatakan : aku tidak mau, mereka mengatakan : kalau begitu kami akan membunuhmu, Ali mengatakan: jika kalian membunuhku maka aku adalah Hamba Allah dan saudara RasulNya. Lihat Itsbatul Washiyyah hal 123. Umar menyerbu rumah Ali bersama tiga ratus orang. Diriwayatkan mengenai penyebab wafatnya Fatimah : Umar bin Khattab menyerang rumah Ali dan Fatimah bersama tiga ratus orang. (Lihat dalam kitab Al Awalim jilid 2 hal 58).
Umar memukul Fatimah di jalan, bukan di rumah Fatimah berhasil meminta surat dari Abubakar yang berisi pengembalian tanah Fadak pada Fatimah, ketika di jalan Fatimah bertemu Umar dan kemudian Umar bertanya: wahai putri Muhammad, surat apa yang ada di tanganmu? Fatimah menjawab: surat dari Abubakar tentang pengembalian tanah Fadak, Umar berkata lagi : bawa sini surat itu, Fatimah menolak menyerahkan surat itu, lalu Umar menendang Fatimah Amali Mufid hal 38, juga kitab Al Ikhtishash Fatimah dicambuk. Yang disesalkan adalah mereka memukul Fatimah Alaihassalam, telah diriwayatkan bahwa mereka memukulnya dengan cambuk. (Talkhis Syafi jilid 3 hal 156 ).
Punggungnya dicambuk dan dipukul dengan pedang. Lalu Miqdad berdiri dan mengatakan : putri Nabi hampir meninggal dunia, sedang darah mengalir di punggung dan rusuknya karena kalian mencambuknya dan memukulnya dengan pedang, sedangkan di mata kalian aku lebih hina dibanding Ali dan Fatimah. (Ahwal Saqifah/ Kamil Al Baha’I, Hasan bin Ali bin Muhamamd bin Ali bin Hasan At Thabari yang dikenal dengan nama Imadudin At Thabari, jilid 1 hal 312.).
perbedaan yang banyak di antara sesama empat mazhab membuat anda pasti bingung kan ?
“Bukankah Anda mengetahui bahwa mazhab yang empat (madzâhibul arba’ah) itu saling bertentangan satu sama lainnya dalam banyak masalah, dan dalam hal ini mereka tidak berlandaskan pada dalil yang kuat atau keterangan yang jelas dan nyata bahwa ialah yang benar, bukan yang lainnya? Orang yang terikat dengan salah satu mazhab dari empat mazhab tersebut hanyalah menyebutkan dalil-dalil yang tidak ada penopangnya. Sebab, ia tidak semuanya bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Ia seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.
Misalnya, seandainya Anda tanyakan kepada seseorang yang
bennazhab Hanafi, ‘Mengapa engkau memilih mazhab Hanafi, bukan yang
lainnya? Dan mengapa engkau memilih Abu Hanifah sebagai imam untuk
dirimu setelah seribu tahun dari kematiannya?
Niscaya orang tersebut tidak akan memberikan jawaban yang
memuaskan hatimu. Demikian juga jika Anda menanyakan hal yang sama
kepada seseorang yang mengikuti mazhab asy-Syafi’i, Maliki, atau
Hanbali.
Rahasia di balik itu adalah setiap imam dari empat mazhab tersebut bukanlah seorang nabi atau washiyy (orang
yang menerima wasiat untuk meneruskan kepemimpinan nabi). Mereka tidak
mendapatkan wahyu ataupun mendapatkan ilham, mereka hanya seperti ulama
yang lain, dan orang yang seperti mereka amatlah banyak.
Kemudian mereka bukanlah sahabat Nabi Saw, kebanyakan
mereka atau bahkan keseluruhan mereka tidak menjumpai Nabi Saw dan tidak
pula menjumpai para sahabat Nabi Saw. Setiap orang dari mereka (imam
mazhab yang empat) membuat mazhab untuk dirinya sendiri, ia mengikuti
mazhabnya itu dan mempunyai pendapat-pendapat tersendiri, yang boleh
jadi terdapat kesalahan atau kelalaian di dalamnya.
Dan setiap dari mereka mempunyai pendapat yang
bermacam-macam, yang satu sama lainnya saling bertentangan. Akal sehat
tidak akan dapat menerima hal itu, demikian pula hati yang bersih.
Sebab, ia tidak berdasarkan pada dalil yang tegas dan kuat, yaitu
al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw.
Maka, orang yang berpegangan atau mengikuti salah satu dari
mazhab yang empat tersebut tidak mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat
kelak di hadapan Allah pada Hari Perhitungan. Sesungguhnya kepunyaan
Allah-lah hujah yang jelas lagi kuat itu. Seandainya Allah menanyakan
kepada orang yang mengikuti salah satu dari mazhab yang empat itu pada
hari kiamat, dengan dalil apa engkau mengikuti mazhabmu ini? Tentu saja
ia tidak mempunyai jawaban kecuali ucapannya,“ Dan
Demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan
pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di
negeri itu berkata: “Sesungguhnya Kami mendapati bapak- bapak Kami
menganut suatu agama dan Sesungguhnya Kami adalah pengikut jejak-jejak
mereka”. (Qs. Az-Zukhruf [43]:23)
Atau, ia berkata,
“Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah
mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar Kami, lalu mereka
menyesatkan Kami dari jalan (yang benar). (Qs. Al-Azhab [33]:67)
“Adapun kami yang mengikuti wilâyah (kepemimpinan) al-’itrah ath-thâhirah (keturunan
yang suci), Ahlulbait Nabi Saw yang telah disucikan Allah
sesuci-sucinya dari segala dosa, dan kami beribadah kepada Allah Swt
dengan mengikuti fiqih al-Ja’fari, kami akan berkata kelak pada Hari
Perhitungan, ketika kami berdiri di hadapan Allah Swt.”
‘Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memerintahkan
kami dengan hal itu karena sesungguhnya Engkau telah berfirman di dalam
Kitab-Mu, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (Qs. Al-Hasyr [59]:7).
Dan Nabi-Mu, Muhammad Saw, telah bersabda, sebagaimana yang
telah disepakati kaum Muslim, “Sesungguhnya aku telah meninggalkan
kepada kalian dua pusaka yang sangar berharga (ats-tsaqalain), yaitu Kitabullâh dan Itrah
Ahlulbaitku; selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, niscaya
kalian tidak akan tersesat selamanya, dan sesungguhnya keduanya tidak
akan berpisah sehingga menjumpaiku di Haudh.”
Dan Nabi-Mu juga telah bersabda, “Perumpamaan Ahlu/ Bairku
di rengah-rengah kalian seperti bahrera Nuh barang siapa menaikinya,
niscaya dia akan selamat; dan barangsiapa yang tertinggal darinya,
niscaya dia akan tenggelam dan binasa.”
Dan tidak diragukan lagi bahwa Imam Ja’far ash-Shadiq As adalah dari al-i’trah ath-thâhirah (keturunan
yang suci), yaitu Ahlulbait Nabi Saw yang telah disucikan Allah
sesuci-sucinya dari segala dosa. llmunya adalah ilmu ayahnya, ilmu
ayahnya adalah ilmu kakeknya, yaitu Rasulullah Saw, sedangkan ilmu
Rasulullah Saw bersumber dari Allah.
Selain itu, semua kaum Muslim telah sepakat akan kejujuran
dan keutamaan Imam Ja’far Ash-Shiidiq As: Sesungguhnya ia (Imam Ja’far
Ash-Shiidiq As) adalah seorang washiyy keenam dan Imam Maksum,
sesuai keyakinan segolongan besar kaum Muslim, yaitu para pengikut
mazhab Ahlubait, mazhab yang hak. Dan sesungguhnya ia adalah hujah Allah
atas makhluk-Nya.
Imam Ja’far Ash-Shadiq As meriwayatkan hadis dari ayah dan
datuknya yang suci, dan ia tidak berfatwa dengan pendapatnya sendiri.
Hadisnya adalah “hadis ayahku dan datukku”. Sebab, mereka adalah sumber
ilmu dan hikmah.
Mazhab Imam Ja’far ash-Shadiq As adalah mazhab ayahnya, dan
mazhab kakeknya bersumber dari wahyu, yang tidak akan pernah berpaling
sedikit pun darinya. Bukan dari hasil ijtihad, seperti lainnya yang
berijtihad.
Oleh karena itu, orang yang mengikuti mazhab Ja’far bin
Muhammad ash-Shadiq As dan mazhab kakek-kakeknya, berarti ia telah
mengikuti mazhab yang benar dan berpegang teguh pada Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah Saw.
Setelah aku kemukakan dalil-dalil yang jelas dan kuat,
Syaikh al-Azhar tersebut mengucapkan banyak terima kasih kepadaku dan ia
pun sangat memuliakan kedudukanku.
Kemudian ia menanyakan tentang pandangan Syi’ah terhadap
para sahabat Rasulullah Saw. Lalu, aku jelaskan kepadanya bahwa Syi’ah
tidak menecela sahabat Rasulullah Saw secara keseluruhan. Akan tetapi,
Syi’ah meletakkan mereka sesuai kedudukan mereka. Sebab, di antara
mereka ada yang adil dan ada pula yang tidak adil, di antara mereka ada
yang pandai dan ada pula yang bodoh, dan di antara mereka ada yang baik
dan ada pula yang jahat.
Bukankah Anda tahu apa yang telah mereka lakukan pada hari Saqifah?
Mereka telah meninggalkan jenazah Nabi mereka dalam keadaan terbujur
kaku di atas tempat tidumya, mereka berlomba-lomba memperebutkan
kekhalifahan. Setiap orang dari mereka beranggapan bahwa ialah yang
berhak menjadi khalifah, seakan-akan ia adalah barang dagangan yang
dapat diperoleh bagi siapa saja yang lebih dahulu mendapatkannya.
Padahal mereka telah mendengar nash-nash yang tegas yang telah
disampaikan oleh Nabi Saw tentang kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib As,
baik sejak awal dakwahnya maupun hadis Ghadir Khum yang terkenal itu.
Selain itu, mengurusi jenazah Rasulullah Saw lebih penting
daripada urusan kekhalifahan. Bahkan, seandainya saja Rasulullah Saw
tidak mewasiatkan seseorang untuk menjadi khalifahnya (Rasulullah Saw.
secara tegas telah menunjuk ‘Ali untuk menjadi khalifahnya), maka wajib
bagi mereka untuk mengurusi jenazah Rasulullah Saw terlebih dahulu.
Kemudian setelah selesai mengurusi jenazah Rasulullah Saw,
seyogyanya mereka menyatakan belasungkawa kepada keluarga beliau,
seandainya saja mereka adalah orang-orang yang adi!.
Akan tetapi, dimanakah keadilan dan perasaan hati mereka,
dimanakah keluhuran akhlak, dan dimanakah ketulusan dan kecintaan? Dan
yang lebih menyakitkan lagi di dalam hati adalah penyerbuan mereka ke
rumah belahan jiwa Rasulullah Saw, Fatimah az-Zahra As, yang dilakukan oleh sekitar lima puluh orang pria.
Mereka telah mengumpulkan kayu bakar untuk membakar rumah
Fatimah dan semua orang yang di dalamnya. Sehingga ada seseorang yang
berkata kepada ‘Umar, “Sesungguhnya di dalam rumah tersebut terdapat
al-Hasan, al-Husain, dan Fatimah.”
Akan tetapi, ‘Umar berkata, “Walaupun (di dalam rumah tersebut ada mereka).”
Peristiwa ini banyak disebutkan oleh sejarawan Ahlus Sunnah,[3] apalagi para sejarawan Syi’ah.
Semua orang tahu, baik orang yang berbakti maupun orang yang jahat, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Fatimah
adalah belahan jiwaku. Barang siapa yang menyakitinya, maka ia telah
menyakitiku; barang siapa yang membuatnya murka, maka ia telah membuatku
murka; barang siapa yang membuatku murka, maka ia teah membuat Allah
murka; dan barang siapa membuat Allah murka, maka Allah akan
menyungkurkan kedua lubang hidungnya ke dalam neraka. “
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada para sahabat Nabi Saw
secara jelas menunjukkan bahwa tidak semua sahabat itu adil. Silakan
Anda merujuk ke Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh al-Muslim tentang hadis Haudh, niscaya Anda akan mendapatkan kebenaran pendapat Syi’ah tentang penilaian mereka terhadap para sahabat Nabi Saw.
Jika demikian adanya, maka dosa apakah bagi mereka (Syi’ah)
jika mereka berpendapat bahwa banyak di antara sahabat Nabi Saw yang
tidak adil, sedangkan banyak dari mereka sendiri (para sahabat Nabi
Saw.) yang menunjukkan jati diri mereka sendiri.
Perang Jamal dan Perang Shiffin adalah dalil dan bukti yang
paling jelas terhadap kebenaran pendapat mereka (Syi’ah). Dan al-Qur’an
telah menyingkapkan banyak keburukan perbuatan di antara mereka (para
sahabat Nabi Saw).
Bukankah Anda juga tahu apa yang telah dilakukan oleh
Mu’awiyah, ‘Amru bin ‘Ash, Marwan bin Hakam, Ziyad dan anaknya, Mughirah
bin Syu’bah, ‘Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash, Thalhah dan Zubair, yang
keduanya telah memberikan baiat kepada Amirul Mukminin ‘Ali As, tetapi
keduanya kemudian melanggar baiatnya dan memerangi Imam mereka (‘Ali bin
Abi Thalib As) bersama ‘A’isyah di Basrah, yang sebelumnya mereka telah
melakukan kejahatan-kejahatan di kota tersebut (Basrah) yang tidak
pantas dilakukan oleh seseorang yang mempunyai jiwa satria.
Selain itu, selama keberadaan Nabi Saw di tengah-tengah
mereka (para sahabat beliau), banyak di antara mereka yang melakukan
perbuatan nifâk (munafik), apakah kemudian setelah Nabi Saw menemui Tuhannya (wafat), mereka lantas menjadi adil semuanya?
Kita sama sekali tidak pernah mendengar bahwa ada salah
seorang nabi di antara nabi-nabi yang diutus kepada umatnya, lalu semua
umatnya menjadi adil. Bahkan, yang terjadi adalah sebaliknya. Al-Qur’an dan Sunnah telah menjelaskan kepada kita tentang hal itu.
Perhatikanlah dengan seksama dan sungguh-sungguh terhadap semua yang telah kami sebutkan yaitu hujjah dan keterangan yang jelas, dengan begitu niscaya akan tersingkap kebenaran yang hakiki bagi Anda dan akan memudahkan jalan bagi siapa saja yang hendak menempuh jalan kebenaran. Yaitu, orang-orang yang mengikhlaskan niatnya dan menjauhkan dirinya dari fanatisme mazhab yang membutakan hati dan pikiran sehat dan membinasakan.
Orang yang bersikeras dalam fanatismenya, tidak akan berguna riwayat, walaupun jumlahnya sangat banyak dan telah dikemukakan baginya seribu dalil.
Adapun orang yang mempunyai pikiran yang jemih dan akal yang cerdas, maka yang telah kami persembahkan, dalil-dalil al-Qur’an dan Sunnah, telah memadai baginya karena dalil-dalil tersebut adalah riwayat-riwayat yang sahih yang telah disepakati kebenarannya, baik di kalangan Sunni maupun Syi’ah.
Selain itu, orang yang bersikeras di dalam kefanatikannya, bahkan seandainya Nabi Saw sendiri yang datang kepadanya dan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia tetap akan berada di dalam sikap keras kepalanya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang di antara mereka, yang keras kepala, kepada saudaraku “Seandainya Jibril turun, dan ikut bersamanya Muhammad dan ‘Ali, aku tetap tidak akan membenarkan ucapanmu.”
Sesungguhnya manusia itu bermacam-macam. Dan merupakan hal yang sulit mendapatkan kerelaan seluruh manusia, bahkan itu merupakan suatu hal yang mustahil diraih.
Semoga Allah Swt. mencurahkan rahmat-Nya kepada ‘Ali al-Kailani, seorang pujangga berkebangsaan Palestina yang berkata,
Jika Tuhannya makhluk tidak meridhai makhluk-Nya,
Maka bagaimana mungkin makhluk dapat diharapkan keridhaannya.
[1] . Allah membukakan hatinya untuk menerima dan mengikuti mazhab yang benar yaitu mazhab Ahlulbait al-Ja’fari.
[2] . Silahkan Anda rujuk pada bagian ketiga dari buku ini.
[3] . Lihat al-Imâmah was Siyâsah. Ar-Riyadhun Nadhrah, Murujudz Dzahab, Ansâbul Asyrâf, al-Imâm ‘Ali, karya ‘Abdul Fattah ‘Abdul Maqshud, Syarh Nahjul Balâghah, karya Ibn Abil Hadid, dan kitab-kitab lainnya yang ditulis
oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Anda akan mendapatkan bahwa
mereka menyebutkan peristiwa yang menyedihkan dan memilukan hati ini.
Adapun Syi’ah, para sejarawan mereka telah menyebutkan peristiwa yang
menyakitkan hati ini berikut nama-nama mereka yang melakukan tindakan
kejahatan ini. Mereka menyatakan bahwa perirstiwa penyerbuan ke rumah
Fatimah As tersebut dipimpin oleh ‘Umar “seorang pahlawan yang gagah
berani” tetapi gagah berani bukan di medan perang.
Post a Comment
mohon gunakan email