Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Ayat. Show all posts
Showing posts with label Ayat. Show all posts

Nabi Saw: Ketahuilah, Surat Al-Lail Diturunkan Kepada Ali


Hari itu, setelah menunaikan shalat Ashar, seorang lelaki mendekati Imam Ali as dan berkata, "Wahai Ali! Ada yang ingin saya sampaikan kepadamu dan saya berharap engkau sudi memenuhinya."

Imam Ali as melihatnya dan berkata, "Katakan apa yang engkau mau."

Lelaki menjelaskan, "Tetangga dekat rumah saya memiliki pohon kurma di rumahnya. Waktu itu ada angin kencang dan burung, lalu buah kurmanya terjatuh di halaman rumah kami. Saya dan anak-anak memungutnya dan memakannya. Suatu hari saya mendatanginya dan meminta agar ia menghalalkan kurma yang kami makan, tapi ia tidak rela. Sudikah engkau menjadi perantara antara kami dengannya untuk mendapatkan kehalalan dari kurma yang kami makan itu?"

Imam Ali as tidak pernah menolak untuk melakukan perbuatan baik. Tanpa banyak berpikir, beliau langsung mengikuti lelaki itu dan menemui pemilik pohon kurma. Ketika Imam Ali as melihat pemilik pohon kurma, beliau berkata, "Sudikah anda merelakan tetanggamu yang telah memakan buah kurma yang terjatuh? Semoga Allah Swt juga rela kepadamu."

Tetangga lelaki itu menolak permintaan Imam Ali as. Tapi Imam Ali as tidak berputus asa. Untuk kedua kalinya beliau mengulangi permintaan yang sama. Tapi pria itu tetap menolak. Untuk yang ketiga kalinya, Imam Ali as berkata, "Bila engkau merelakan tetanggamu, Demi Allah, saya akan menjadi jaminan dari Rasulullah Saw bahwa Allah Swt akan menganugerahimu sebuah kebun di surga."

Aneh, orang itu tidak menerimanya!

Imam Ali as kembali berkata, "Apakah engkau mau menukar rumahmu dengan satu dari kebun milikku?"

Pria itu menjawab, "Iya, saya mau menukar rumahku dengan kebunmu."

Imam Ali as memandang lelaki yang memintanya sebagai perantara guna menyelesaikan masalahnya dan berkata, "Sejak saat ini, rumah ini juga menjadi milikmu. Allah Swt memberkatimu dan rumah ini halal bagimu."

Keesokan harinya, setelah menunaikan shalat Subuh di masjid, Nabi Muhammad Saw menghadap para jamaah shalat dan berkata, "Tadi malam, siapa di antara kalian yang melakuan perbuatan baik?"

Karena tidak ada yang menjawab, Nabi Saw kembali berkata, "Kalian akan mengucapkannya, atau aku yang mengatakan?"

Ali as berkata, "Wahai Rasulullah! Silahkan anda yang mengatakan."

Nabi Muhammad Saw berkata, "Saat ini Jibril mendatangi aku dan berkata, ‘Tadi malam Ali melakukan perbuatan baik.' Saya bertanya kepadanya, ‘Apa yang dilakukannya?' Sebagai jawabannya, Jibril membawakan surat al-Lail kepadaku."

Setelah itu Nabi Saw berkata, "Wahai Ali! Engkau membenarkan surga dan mengganti kebunmu dengan rumah dan memberikan rumah itu kepada lelaki itu?"

Dengan wajah gembira Imam Ali as berkata, "Benar, wahai Rasulullah!"

Nabi Saw Bersabda, "Ketahuilah bahwa surat al-Lail diturunkan dengan sebab perbuatan baik yang engkau lakukan."

Setelah itu Nabi Saw mencium dahi Ali as dan berkata, "Saya adalah saudaramu dan engkau adalah saudaraku."

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ali as

Turunnya Surah Al-Rum


Dimanakah surah Al-Rum itu diturunkan? Di Mekkah atau di Madinah?
Pertanyaan:
Mengapa surah Al-Rum disebut sebagai surah Makkiyah? Sementara dalam Sunan Al-Tirmidzi disebutkan bahwa surah ini diturunkan setelah hijrah Rasulullah Saw ke Madinah?
Jawaban Global:
Kebanyakan mufasir dan ulama Ulum al-Qur’an baik dari kalangan Sunni dan Syiah meyakini bahwa surah Al-Rum itu adalah surah Makkiyah (diturunkan di Mekkah)[1]  kecuali ayat 17 dan 18 surah ini  yang diturunkan di Madinah.[2]

Adapun riwayat yang disinggung dalam pertanyaan disebutkan di salah satu kitab sahih Ahlusunnah yang menyatakan bahwa surah Al-Rum adalah surah Madaniyah.

Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Said:
“Tatkala kaum Muslim ikut serta dalam perang Badar pasukan Romawi juga menang atas pasukan Persia. Kemudian orang-orang beriman takjub lalu turunlah ayat yang menyatakan: الم غلبَتِ الرُّوم (Alif Lâm Mîm. Telah dikalahkan bangsa Romawi) hingga بِنَصْرِ اللَّهِ “(karena pertolongan Allah).”[3]

Selanjutnya Tirmidzi berkata: “Nashr bin Ali membaca awal surah Al-Rum dengan “ghalabat” (dalam bentuk aktif [ma’lum]). “
Demikian juga Tirmidzi menilai hadis ini sebagai hadis gharib dan hasan.[4]

Riwayat yang dalam pandangan Tirmidzi sendiri merupakan gharib; bersumber dari perbedaan bacaan yang dibaca dalam bentuk aktif yang dalam hal ini menjelaskan kemenangan orang-orang Roma setelah hijrah bukan kekalahan mereka sebelum hijrah!
Namun riwayat ini tidak begitu banyak memiliki pendukung. Ibnu Asyur – salah seorang mufasir Ahlusunnah pada abad keempat belas  - berkata:
“Hal  demikian, adalah ucapan yang tidak  ada seorang pun yang mengikutinya.[5] Demikian juga tiada seorang pun mufasir Ahlusunah yang menerima ucapan ini.”[6]

Atas dasar itu, sesuai dengan riwayat dan bacaan masyhur yang memandang ayat “ghulibat”  - dibaca secara passif – dapat disimpulkan bahwa surah Al-Rum adalah surah Makkiyah dan sejalan dengan peristiwa-peristiwa sejarah.

[1]. Muhammad bin Hasan, Syaikh Thusi, al-Tibyân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 8, hal. 227, Beirut, Dar al-Ihya al-Turats al-‘Arabi, Tanpa Tahun; Fadhl bin Hasan Thabarsi, Majma’ al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 8, hal. 459, Nasir Khusruw, Cetakan Ketiga, Tehran, 1372 S; Muhammad bin Umar Fakhrrurazi, Mafâtih al-Ghaib, jil. 25, hal. 79, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Cetakan Ketiga, Beirut 1420; Sayid Mahmud Alusi, Ruh al-Ma’âni fi Tafsir al-Qur’ân al-Azhim, jil. 11, hal. 18, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Cetakan Pertama, Beirut, 1414 H; Abul Qasim Muhammad bin Muhammad Nuwairi, Syarh Thayyibah al-Nasyr fi al-Qirâ’ah, jil. 2, hal. 503, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Cetakan Pertama, Beirut, 1424 H.
[2]. Al-Tibyân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 8, hal. 227; Majma’ al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 8, hal. 459; Abdullah bin Umar Baidhawi, Anwâr al-Tanzil wa Asrâr al-Ta’wil, jil. 4, hal. 201, Dar Ihya al-Turats al-Arabi, Cetakan Pertama, Beirut, 1418 H.  
[3].  “Alif Lâm Mîm. Telah dikalahkan bangsa Romawi. Di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka kalah dan menang itu). Dan di hari itu orang-orang yang beriman bergembira (lantaran suatu kemenangan yang lain). Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.”  (Qs. Al-Rum [30]:1-5)  Muhammad bin Isa Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Riset dan annotasi: Ahmad Muhammad Syakir, Muhammad Fuad Abdul Baqi, jil. 5, hal. 343, Syarkah Maktabah wa Mathba’ Mustafa al-Babi al-Halabi, Cetakan Kedua, Mesir, 1395. Silahkan lihat, Abdur-Rahman, Ibn Abi Hatim, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Riset oleh: As’ad Muhammad al-Thayyib, jil. 9, hal. 3087, Maktabah Nizar Mustafa al-Baz, Cetakan Ketiga, Arab Saudi, 1419 H.

«عَنْ أَبِی سَعِیدٍ، قَالَ: لَمَّا کَانَ یَوْمُ بَدْرٍ ظَهَرَتِ الرُّومُ عَلَى فَارِسَ فَأَعْجَبَ ذَلِکَ المُؤْمِنِینَ فَنَزَلَتْ: "الم غُلِبَتِ الرُّومُ" - إِلَى قَوْلِهِ – "یَفْرَحُ المُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ" قَالَ: فَفَرِحَ المُؤْمِنُونَ بِظُهُورِ الرُّومِ عَلَى فَارِسَ».
[4]. Ibid.

«هَذَا حَدِیثٌ حَسَنٌ غَرِیبٌ مِنْ هَذَا الوَجْهِ، کَذَا قَرَأَ نَصْرُ بْنُ عَلِیٍّ "غَلَبَتِ الرُّومُ"»  
[5]. Muhammad bin Thahir, Ibnu Asyur, al-Tahrir wa al-Tanwir, jil. 9, hal. 5, Muassaah al-Tarikh, Cetakan Pertama, Tanpa Tahun.

«و هذا قول لم یتابعه أحد».

[6]. Silahkan lihat, Muhammad Tsanaullah Mazhhari, al-Tafsir al-Mazhhari, jil. 7, hal. 221, Maktabah Rusydiyah, Pakistan, 1412 H.

Menyentuh ayat Qur’an, nama Allah, nabi dan para imam


SOAL 1:
Apa hukumnya menyentuh kata ganti yang merujuk kepada Allah, Maha Pencipta, seperti dalam kalimat “Dengan namaNya” ( bismhi ta’ala)?

JAWAB:
Hukum kata “Allah” (lafdzul jalalah) tidak berlaku atas kata gantinya.

SOAL 2:
Biasanya nama “Allah” ditulis dengan “A …” ( Alif dan tiga titik), seperti tulisan “ayat A…” atau dengan “Ilah” (Alif, Lam dan Ha’). Apa hukumnya menyentuh
kedua tulisan tersebut (Alif dan Ilah yang menggantikan kata Allah) bagi orang yang tidak berwudhu ?

JAWAB:
Hukum kata “Allah” (lafdzul jalalah) tidak berlaku atas huruf Hamzah dan titik-titik (A…), maka dari itu boleh menyentuh kata tersebut (A…) tanpa wudhu’.

SOAL 3:
Saya bekerja di sebuah tempat dimana kata “Allah” ditulis dengan “A…” (Hamzah dan tiga titik) dalam korespondensi mereka, apakah benar secara syar’iy
menulis dengan cara demikian sebagai ganti dari lafdzul jalalah yang telah kami sebutkan?

JAWAB:
Secara syar’iy, tidak ada halangan.

SOAL 4:
Apakah boleh menghindari penulisan lafdzul jalalah (Allah) atau menulisnya “A…” (Hamzah dan tiga titik) hanya karena kemungkinan disentuh oleh tangan
orang yang tidak berwudhu?

JAWAB:
Tidak ada larangan.
SOAL 5:
Paratunanetra meyentuh dengan jari-jari huruf timbul (breile) untuk tujuan membaca dan menulis. Apakah orang-orang buta diharuskan dalam keadaan
berwudhu (suci) ketika sedang belajar membaca Al-Qur’an Al-Karim dan ketika menyentuh nama-nama suci yang tertulis dengan huruf timbul ataukah
tidak?

JAWAB:
Huruf-huruf timbul yang merupakan simbol dari huruf-huruf asli, secara hukum, tidak seperti huruf-huruf yang asli. Dan menyentuh huruf-huruf timbul yang
digunakan sebagai simbol-simbol bagi huruf-huruf Al-Qur’an Al-Karim dan nama-nama suci tidak memerlukan thaharah (kesucian) dari hadats.

SOAL 6:
Apa hukum menyentuh nama-nama orang , seperti Abdullah dan Habibullah oleh orang yang tidak berwudhu?

JAWAB:
Orang yang tidak suci tidak diperkenankan menyentuh lafdzul jalalah, meskipun merupakan bagian sebuah kata majmuk.

SOAL 153:
Apakah boleh bagi wanita haaidh (dalam keadaan haidh) memakai kalung dengan ukiran nama nabi SAW?

JAWAB:
Tidak masalah mengalungkannya. Namun wajib bahwa nama tersebut tidak menyentuh tubuh.

SOAL 154:
Apakah hukum haram menyentuh tulisan Al-Qur’an tanpa wudhu (thaharah) hanya berlaku ketika tertera dalam Al-Mushaf asy-Syarif, ataukah mencakup
yang berada di kitab lain, papan tulis atau di tembok dan yang lainnya?

JAWAB:
Tidak hanya berlaku atas tulisan Al-Qur’an yang ada dalam Al-Mushaf Asy-Syarif, namun mencakup semua kata dan ayat Al-Qur’an, meskipun dalam kitab
lain, suratkabar, majalah, papan tulis atau terukir pada dinding dan lain sebagainya.

SOAL 155:
Ada keluarga yang menggunakan tempat makan nasi yang ditulisi dengan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti ayat kursi dengan tujuan memperoleh kebaikan dan
berkah. Apakah ada masalah dengan hal itu ataukah tidak?

JAWAB:
Tidak ada masalah, namun bagi yang tidak berwudhu diwajibkan tidak menyentuh ayat-ayat Al-Qur’an tersebut.

SOAL 156:
Apakah orang-orang yang menulis ismul jalalah, ayat-ayat Al-Qur’an dan nama-nama para ma’shum dengan alat tulis wajib berwudhu ketika menulisnya?

JAWAB:
Tidak disyaratkan thaharah, namun mereka tidak diperbolehkan menyentuh tulisan itu bila tidak bersuci.

SOAL 157:
Apakah lambang Republik Islam Iran dianggap sebagai ismul jalalah ataukah tidak? Apakah hukum mencetaknya pada surat-surat kantor dan
menggunakannya untuk korespondensi dan lainnya?

JAWAB:
Tidak ada masalah menulis dan mencetak lafdzul jalalah atau lambang Republik Islam Iran dalam surat-menyurat. Jika lambang Republik Islam Iran
tergolong lafdhul Jalalah menurut pandangan umum masyarakat (‘urf) maka haram menyentuhnya tanpa thaharah.

SOAL 158:
Apa hukum mencetak lambang R I I di bagian atas surat-surat resmi di instansi-instansi peerintah? Dan apa hukum mempergunakannya dalam surat-
menyurat dan lainnya?

JAWAB:
Menulis dan mencetak lafdzul jalalah dan lambang RII tidak bermasalah. Berdasarkan ihitiyath wajib hendaknya hukum lafdzul jalalah diberlakukan pada
lambang RII.

SOAL 159:
Apa hukum menggunakan perangko yang memuat tulisan ayat-ayat suci Al -Qur’an dan mencetak lafdzul jalalah, nama-nama Allah, ayat-ayat Al-Qur’an dan
lambang lembaga-lembaga yang memuat ayat-ayat Al-Qur’an dalam surat kabar, majalah dan edaran-edaran tiap hari.

JAWAB:
Diperbolehakan mencetak dan menyebarkan ayat-ayat Al-Qur’an, ismul jalalah dan sebagainya, namun wajib atas yang menerimanya memperhatikan
hukum-hukum syari’ah berkenaan dengan masalah ini, seperti tidak meremehkan dan menajiskannya, dan tidak menyentuhnya tanpa thaharah.

SOAL 160:
Pada sebagian surat kabar tertulis lafdhul jalalah atau ayt Al-Qur’an. Apakah hukum membungkus makanan dengannya, menjadikannya sebagai alas
makanan, tempat duduk atau membuangnya ke tempat sampah, padahal sulit bagi kami untukmendapatkan cara yang lain?

JAWAB:
Tidak boleh hukumnya menggunakan koran-koran seperti tersebut di atas untuk keperluan yang oleh pandangan umum (‘urf) dianggap sebagai pelecehan
dan penghinaan. Adapun penggunaan yang tidak dianggap sebagai pelecehan dan penghinaan , maka tidak ada masalah.

SOAL 161:
Apakah boleh menyentuh tulisan yang terukir pada cincin?

JAWAB:
Jika tulisan itu termasuk yang hanya boleh disentuh dengan thaharah, maka tidak diperbolehkan menyentuhnya tanpa dengannya.

SOAL 162:
Apa hukum melemparkan dan membuang sesuatu benda yang memuat nama-nama Allah SWT di sungai dan parit? Dan apakah hal itu tergolong
penghinaan?

JAWAB:
Tidak ada larangan membuangnya ke sungai atau ke parit selama menurut pandangan umum tidak termasuk penghinaan.

SOAL 163:
Apakah disyaratkan ketika membuang kertas-kertas ujian ke tempat sampah atau membakarnya memastikan tidak ada nama-nama Tuhan dan para ma’
shum di dalamnya? Dan apakah membuang kertas yang kosong termasuk pemborosan (israf) ataukah tidak?

JAWAB:
Tidak wajib memeriksa. Jika tidak menemukan nama Allah dalam kertas tersebut, maka tidak masalah membuangnya ke tempat sampah, adapun
membuang dan membakar kertas-kertas yang pada bagiannya belum digunakan untuk menulis dan masih dapat digunakan untuk menulis atau bisa
digunakan untuk membuat kotak karton termasuk dalam kemungkinan pemborosan (tabdzir) dan tidak bebas dari masalah (la yakhlu min isykal).

SOAL 164:
Nama-nama mulia apakah yang wajib dihormati dan haram disentuh tanpa wudhu?

JAWAB:
Tidak diperbolehkan menyentuh nama-nama Allah dan nama sifat-sifat khusus Allah SWT tanpa wudhu. Dan, berdasarkan ahwath, memasukkan nama
nabi-nabi yang agung dan para imam ma’shum dalam nama-nama Allah SWT dalam hukum tersebut.

SOAL 165:
Apa cara-cara yang syar’iy untuk menghapus nama-nama mulia dan ayat-ayat Al-Qur’an saat diperlukan? Dan apa hukum membakar kertas-kertas yang
bertuliskan ismul jalalah dan ayat-ayat Al-Qur’an jika terdapat alasan mendesak untuk menghapusnya demi menjaga rahasia?

JAWAB:
Tidak masalah menanamnya dalam tanah atau merubahnya menjadi adonan dengan air, sedangkan membakarnya ada masalah ( musykil), dan jika hal itu
termasuk tindak pelecehan, maka tidak diperbolehkan, kecuali apabila terdesak oleh keadaan darurat dan tidak leluasa memotong ayat-ayat Al-Qur’an dan
nama-nama mulia darinya.

SOAL 166:
Apa hukum memotong-motong nama-nama mulia dan ayat-ayat Al-Qur’an dalam jumlah yang banyak sehingga tidak ada dua huruf yang bersambungan
dan tidak bisa lagi dibaca. Apakah cukup menghapus dan menggugurkan hukum-hukumnya dengan merubah bentuk tulisannya dengan cara merangkainya
dengan huruf-huruf lain atau dengan membuang sebagian hurufnya.

JAWAB:
Tidak cukup memotong-motongnya apabila tidak sampai menghapus tulisan lafdzul jalalah dan ayat-ayat Al-Qur’an, begitu juga tidak cukup merubah bentuk
tulisan untuk menghilangkan hukum yang berlaku atas huruf-huruf yang ditorehkan dengan tujuan menulis lafdzul jalalah. Meski demikian, merubah bentuk
huruf bisa menggugurkan hukum dengan menganggapnya sebagai penghapusan, meskipun, berdasarkan ahwath, tetap dianjurkan (dimustahabkan) untuk menghindarinya.

Terkait Berita: