Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Neraka. Show all posts
Showing posts with label Neraka. Show all posts

Nasihat Imam Husein as: Jangan Menisbatkan Dosamu Kepada Allah


Jangan Menisbatkan Dosamu Kepada Allah

Imam Husein as berkata:

"Setiap orang yang menisbatkan perbuatan dosanya kepada Allah Swt, berarti ia telah melakukan kebohongan besar tentang Allah." (Mohammad bin Mohsen Alam al-Huda Kashani, Ma'adin al-Hikmah, Qom, Jameeh Modarresin, 1407 Hq, cet 2, jilid 2, hal 45, hadis 103)

Sebagian manusia setiap kali melakukan perbuatan dosa, jiwanya tersiksa dan untuk membebaskan dirinya dari ketersiksaan ini, mereka menisbatkan dosa dan perbuatannya yang salah kepada alam. Mereka menyebut dosa yang dilakukannya sudah merupakan hukum alam. Orang-orang seperti ini terkadang menisbatkan dosa-dosa yang dilakukannya kepada Allah Swt. Mereka mengatakan bahwa kondisi kehidupan yang membuat mereka melakukan dosa dan kesalahan.

Bila orang-orang seperti ini mau sedikit saja berpikir, mereka pasti sampai pada satu kesimpulan bahwa manusia diciptakan bebas berkehendak. Yakni, ia bebas menentukan untuk melakukan satu pekerjaan atau tidak. Oleh karenanya, kondisi sulit kehidupan yang dihadapinya tidak pernah menafikan ikhtiar dari dirinya. Ia dalam kondisi paling sulitpun dapat melindungi dirinya dari perbuatan dosa. Karena tidak benar bahwa manusia terpaksa dalam melaksanakan pekerjaannya. Bila manusia terpaksa dalam perbuatannya, maka tidak bermakna Hari Kiamat, surga dan neraka.

Dengan melihat kenyataan ini, Imam Husein as menasihati agar jangan ada orang yang menisbatkan perbuatan dosanya kepada Allah. Seakan-akan yang menggerakkannya untuk berbuat dosa adalah Allah. Padahal dengan melihat ke dalam dirinya, dengan mudah ia mengetahui dirinya bebas berlaku. Itulah mengapa Imam Husein as mengatakan bahwa menisbatkan dosa kepada Allah merupakan kebohongan paling besar.

Sumber: Pandha-ye Emam Hossein.

Imam Ali as dan Taubat

 

Sumber :
Buku : taubat dalam naungan kasih sayang 
Karya : Ayatullah Husein Ansariyan 

Dengan mengingat pengaruh dan efek besar yang terdapat dari taubat, seperti : meraih ampunan dan rahmat Ilahi, meraih kelayakan untuk masuk ke surga, selamat dari siksa api neraka, terjauhkan dari jalan yang menyimpang, berada dalam rel yang lurus, dan bersih dari dosa-dosa dan kegelapan, maka kita bisa simpulkan bahwa aktifitas taubat bukan merupakan sebuah kegiatan yang kecil dan biasa, akan tetapi taubat merupakan sebuah aktifitas besar, luar biasa  dan sangat penting. 

Taubat tidak akan terealisasi apabila seseorang hanya mengucapkan “astaghfirullah” (aku mohon ampun kepada Allah Swt) dengan disertai rasa malu dalam dirinya dan tetesan air mata, karena banyak orang yang bertaubat dengan cara seperti ini, namun selang beberapa waktu, mereka kembali lagi jatuh ke dalam dosa yang sama.

“Kembali jatuh ke dalam dosa” merupakan bukti yang paling jelas bahwa taubat yang hakiki belum terealisasi. Taubat yang hakiki merupakan hal yang sangat penting dan agung, oleh karena itu, banyak dari ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis yang menyinggung persoalan tersebut. 

Taubat Hakiki Menurut Imam Ali as 
Suatu saat seseorang di hadapan Imam Ali as, mengucapkan "Astaghfirulloh" (Aku memohon Ampunan kepada Allah ), maka Imam Ali as berkata kepadanya, "Semoga ibumu meratapi kematianmu. Tahukah kamu, apakah Istighfar itu? Istighfar adalah derajat orang-orang yang tinggi kedudukannya. Ia adalah nama yang berlaku pada enam makna:
Pertama, penyesalan yang telah lalu. 
Kedua, bertekad untuk tidak kembali pada perbuatan dosa itu selamanya. 
Ketiga, mengembalikan hak orang lain yang telah diambilnya (tanpa hak) sehingga kamu berjumpa dengan Allah dalam keadaan terlepas dari tuntutan seorang pun. 
Keempat, hendaklah kamu memperhatikan setiap kewajiban atasmu yang sebelumnya telah kamu sia-siakan sehingga kamu dapat memenuhi kewajiban itu. 
Kelima, hendaklah kamu perhatikan daging yang telah tumbuh dari hasil yang haram, lalu kamu kuruskan ia dengan kesedihan sehingga kulit menempel pada tulang, lalu tumbuh di antaranya daging yang baru  (dari hasil yang halal). 
Keenam, hendaklah kamu rasakan badanmu dengan sakitnya ketaatan, sebagaimana kamu telah merasakannya dengan manisnya kemaksiatan. Maka, ketika itulah, kamu layak mengucapkan "Astaghfirulloh"

Dinukil dari buku taubat dalam naungan kasih sayang, karya Ayatullah Husein Ansariyan.

Apakah Kita akan Dibakar di Neraka?


Seorang wanita kota Madinah mendatangi Sayidah Fathimah as dan berkata, “Wahai putri Rasulullah! Suamiku yang mengutusku untuk menemuimu agar kutanyatakan kepadamu apa kami termasuk Syiahmu atau tidak?”

Sayidah Fathimah as menjawab, “Bila melakukan segala perintah kami secara keseluruhan, niscaya kalian termasuk dari Syiah kami dan sebaliknya, maka kalian tidak akan pernah!”

Wanita itu kemudian kembali menemui suaminya dan menyampaikan apa yang didengarnya. Setelah mendengarkan penjelasan istrinya, raut muka suami wanita itu tampak kusut dan berkata kepada dirinya, “Aku tidak akan pernah mampu melakukan perintah keluarga Nabi Saw secara sempurna. Dalam sebagian perintah, aku jelas bermalas-malasan dalam mengamalkan perintah mereka. Kemalasan telah menjadi penghalang untuk melaksanakan seluruh perintah mereka... Celakalah aku bakal dibakar di neraka.”

Wanita itu menyaksikan kecemasan di wajah suaminya dan untuk kedua kalinya ia pergi menemui Sayidah Fathimah as dan menyampaikan apa yang dilihatnya dari perubahan raut wajah suaminya.

Sayidah Fathimah as berkata, “Sampaikan ucapanku ini kepada suamimu dan katakan kepadanya agar tidak perlu khawatir. Syiah kami merupakan penduduk terbaik surga dan semua pecinta kami, pecinta pecinta kami dan musuh dari musuh-musuh kami semuanya akan berada di surga.”

Setelah itu beliau menambahkan, “Barangsiapa yang hati dan lisannya pasrah dan tunduk kepada kami, tapi tidak mengamalkan perintah kami tentu saja tidak termasuk Syiah hakiki, sekalipun orang-orang seperti ini setelah menanggung siksa di Hari Kiamat dan merasakan azab kemudian bersih dari dosa akan dibawa ke surga. Benar, kami akan menyelamatkan mereka dikarenakan kecintaannya kepada kami.”.

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Sayidah Fathimah Zahra as

Pahlawan Neraka


Suatu hari satu pertempuran telah berlaku di antara pihak Islam dengan pihak Musyrik. Kedua-dua belah pihak berjuang dengan hebat untuk mengalahkan antara satu sama lain. Tiba saat pertempuran itu diberhentikan seketika dan kedua-dua pihak pulang ke markas masing-masing.

Di sana Nabi Muhammad S.A.W dan para sahabat telah berkumpul membincangkan tentang pertempuran yang telah berlaku itu. Peristiwa yang baru mereka alami itu masih terbayang-bayang di ruang mata. Dalam perbincangan itu, mereka begitu kagum dengan salah seorang dari sahabat mereka iaitu, Qotzman. Semasa bertempur dengan musuh, dia kelihatan seperti seekor singa yang lapar membaham mangsanya. Dengan keberaniannya itu, dia telah menjadi buah mulut ketika itu.

“Tidak seorang pun di antara kita yang dapat menandingi kehebatan Qotzman,” kata salah seorang sahabat.
Mendengar perkataan itu, Rasulullah pun menjawab, “Sebenarnya dia itu adalah golongan penduduk neraka.”

Para sahabat menjadi hairan mendengar jawapan Rasulullah itu. Bagaimana seorang yang telah berjuang dengan begitu gagah menegakkan Islam boleh masuk dalam neraka. Para sahabat berpandangan antara satu sama lain apabila mendengar jawapan Rasulullah itu.

Rasulullah sedar para sahabatnya tidak begitu percaya dengan ceritanya, lantas baginda berkata, “Semasa Qotzman dan Aktsam keluar ke medan perang bersama-sama, Qotzman telah mengalami luka parah akibat ditikam oleh pihak musuh. Badannya dipenuhi dengan darah. Dengan segera Qotzman meletakkan pedangnya ke atas tanah, manakala mata pedang itu pula dihadapkan ke dadanya. Lalu dia terus membenamkan mata pedang itu ke dalam dadanya.”

“Dia melakukan perbuatan itu adalah kerana dia tidak tahan menanggung kesakitan akibat dari luka yang dialaminya. Akhirnya dia mati bukan kerana berlawan dengan musuhnya, tetapi membunuh dirinya sendiri. Melihatkan keadaannya yang parah, ramai orang menyangka yang dia akan masuk syurga. Tetapi dia telah menunjukkan dirinya sebagai penduduk neraka.”

Menurut Rasulullah S.A.W lagi, sebelum dia mati, Qotzman ada mengatakan, katanya, “Demi Allah aku berperang bukan kerana agama tetapi hanya sekadar menjaga kehormatan kota Madinah supaya tidak dihancurkan oleh kaum Quraisy. Aku berperang hanyalah untuk membela kehormatan kaumku. Kalau tidak kerana itu, aku tidak akan berperang.”

Riwayat ini telah dirawikan oleh Luqman Hakim.

Imam Ali as. Penentu Surga Dan Neraka


Dalam banya hadis, Nabi saw. bersabda bahwa Ali ibn Abi Thalib as. adalah pemilah antara penghuni surga dan neraka. Allah SWT akan memberi kehormatan bagi Imam Ali as. untuk melakukan prosesi pemilahan antara penghuni surga dan penghuni neraka. Ali as. akan mengatakan kepada surga, ‘Orang-orang ini adalah bagianmu.’ Dan berkata kepada neraka, ‘Orang-orang itu bagianmu.’

Hadis tentangnya telah diriwayatkan para ulama hadis Sunni dari banyak jalur dan mereka abadikan dalam berbagai kitab berharga karya meraka dan tidak sedikit dari jalur-jalurnya adalah shahih.

Di bawah ini saya akan sebutkan beberapa darinya.


Ibnu Hajar Al Haitami dalam ash Shawâiq-nya menyebutkan riwayat ad Dâruquthni bahwa Ali as. berkata kepada enam anggota dewan formatur yang bertugas menunjuk Khalifah bentukan Khalifah Umar, di antaranya Ali berkata, “Aku meminta kejujuran kalian atas nama Allah, adakah seorang dari kalian –selain aku- yang Nabi saw. bersabda kepadanya:

يا عَلِيُّ، أنْتَ قسِيْمُ الْجَنَّةِ و النارِ.

“Hai Ali, engkau adalah pembagi surga dan neraka.”

Dan mereka pun menjawab, ‘Tidak ada.’”

Kemudian Ibnu Hajar melanjutkan menerangkan makna hadis di atas dengan mengutip riwayat dari Imam Ali ar Ridha as. (Imam Ketujuh Syi’ah Imamiyah Ja’fariyah), “Dan adalah apa yang diriwayatkan ‘Antarah dari Ali ar Ridha, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda kepada Ali ra.:

أنْتَ قسِيْمُ الْجَنَّةِ و النارِ، فيوم القيامة تقول للنار هذا لِي ، وهذا لكِ.

“Hai Ali, engkau adalah pembagi surga dan neraka, engkau kelak di hari kiamat berkata kepada neraka, ini milikku dan itu milikmu..”

Setelahnya ia mendukung kesahahihan hadis di atas dengan sebuah riwayat yang sangat masyhur di kalangan para ahli hadis, yaitu sabda Nabi saw. dari riwayat Abu Bakar, ‘Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

لاَ يَجُوزُ أحَدٌ الصراطَ إلاَّ مَنْ كتَبَ لَهُ عَلِيٌّ الْجَوَازَ.

“Tiada akan melewati shirath/jembatan pemeriksaan kecuali seorang yang memiliki surat jalan dari Ali.” [1]

Hadis riwayat ad Dâruquthni tentang permintaan Imam Ali as. kepada anggota dewan Syura (formatus) bentukan Khalifah Umar di atas adalah ia ambil secara sepotong dari riwayat ad Dâruquthni yang dimuat Ibnu ‘Asâkir dalam tarikh Damasqus-nya, “Ali berkata, ‘Aku akan berhujjah kepada mereka dengan sesuatu yang tidak seorang pun baik dari bangga Arab maupun ajam (non Arab) yang mampu membantahnya… (kemudian ia menyebutkan secara lengkap riwayat tersebut).

Hadis di atas juga diriwayatkan dalam kitab al Ishâbah; Ibnu Hajar al Asqallani.

Ibnu Al Maghâzili meriwayatkan dalam kitab Manâqib-nya dengan sanad bersambung kepada Imam Ali as., melalui para imam suci dari keturunan beliau, beliau berkata, “Rasulullah saw. bersabda:

إنّكَ قسِيْمُ النارِ، وَ إنّكَ تقْرَعُ بابَ الْجَنَّةِ و تدخُلُها بغَيرِ حِسَابٍ.

“Sesungguhnya engkau adalah pembagi neraka. Engkau akan mengetuk pintu surga dan memasukinya tanpa hisab.”[2]

Hadis di atas, dengan redaksi dan sanad yang sama telah diriwauaykan oleh Syeikhul Islam Al Hamawaini al Juwaini dalam kitab Farâid as Simthain,1/325, bab 59 hadis no.253 dan al Khawârizmi dalam kitab Manâqib-nya:209, Pasal 19 hadis no.3.

Sabda Nabi saw. sering disampaikan berulang-ulang oleh Imam Ali as. sebagai peringatan akan agung dan mulianya maqam beliau di sisi Allah SWT di hari kiamat! Selain tentunya sebagai bukti keutamaan beliau di atas semua sahabat yang karenanya ia lebih berhak memangku jabatan sebagai Khalifah menggantikan Nabi dalam mengurus umat!

Ibnu ‘Asâkir dalam Târîkh Damasqus-nya telah merangkum riwayat-riwayat pernytaan Imam Ali as. yang menegaskan maqam mulia beliau di atas. Demikian juga dengan para ulama besar Ahlusunnah lainnya, seperti al Kinji dalam Kifâyah ath Thâlib, Qadhi ‘Iyâdh dalam Syifâ’-nya dan Syeikh al Khaffâji dalam Syarah Syifâ’nya, Ibnu Abil Hadid al Mu’tazili asy Syafi’i dalam Syarah Nahjul Balâghah-nya dan banyak lainnya, seperti akan diketahui dari pemaparan beberapa contoh di bawah ini.

Ibnu ‘Asâkir meriwayatkan dengan sanad bersambung kepada A’masy (seorang ulama dan ahli hadis agung di masanya) dari Musa ibn Tahrîf dari ‘Ubâayah dari Ali ibn Abi Thalib ra., bahwa berkata:

أنا قسِيْمُ النارِ يومَ القيامةِ، أقول: خذِي ذا ، و ذرِي ذا.

“Aku adalah pembagi neraka pada hari kkiamat. Aku katakan, ‘Ambillah ini dan tinggalkan yang ini!.” [3]

Dalam redaksi lain disebutkan:

أنا قسِيْمُ النارِ يومَ القيامةِ، أقول: هذا لِيْ، و هذا لكِ.

“Aku adalah pembagi neraka pada hari kiamat. Aku katakan, ‘Ini untukku dan itu untukmu.”[4]

Dalam redaksi ketiga:

أنا قسِيْمُ النارِ إذا كان يومُ القيامة ِقلتُ: هذا لكِ و هذا لِيْ.

“Aku adalah pembagi neraka kelah ketika kiamat tiba, aku berkata, ‘Ini untukmu dan itu untukku.”[5]

Hadis dengan redaksi ini juga dapat Anda temukan dalam Farâid as Simthain,1326 hadis no.254.

Hadis Tersebut Dalam Riwayat Para Sahabat Selain Ali as.

Hadis tersebut periwayatannya tidak terbatas pada Imam Ali as. seorang, -kendati riwayat dari beliau as. seorang sudah cukup!- Para ulama, di antaranya ad Dâruquthni telah meriwayatkan hadis di atas dari jalur Yazid ibn Syarîk dari sahabat Abu Dzarr al Ghiffâri ar., ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda:

“Ali adalah pembagi neraka, ia memasukkan para pecintanya (yang mengakui kepemimpinannya) ke dalam surga dan memasukkan musuh-musuhnya ke dalam api neraka.”[6]

Hadis serupa juga diriwayatkan ad Dailami dalam Firdaus al Akhbâr dari sahabat Hudzaifah.[7]

Keberatan Sebagian Pihak Atas Hadis Di atas.

Tentunya, sebagian pihak yang tidak menginginkan hadis-hadis keutamaan Imam Ali as. tersebar luas berusaha menghalang-halangi dengan segala cara licik agar hadis ini tidak didengar dan atau diterima keshahihannya oleh kalangan umat Islam secara meluas. Seperti biasanya, mereka berusaha mencacat keshahihan hadis keutamaan Imam Ali dan Ahlulbait as. secara umum dengan mengatakan bahwa hadis-hadis itu adalah produk palsu kaum Syi’ah! Hadis ini atau itu menyebarkan aroma kultus Ali dan Ahlulbait as. atau hadis ini atau itu bertolak belakang dengan doqma mazhab resmi penguasa atau alasan-alasan lain yang tidak seharusnya dilibatkan dalam pertimbangan analisa kualitas hadis!

Hadis di atas adalah salah satu di antara yang mendapat penentangan keras dari sebagian pihak. A’masy dikecam habis karena bersikeras menyampaikan sabda Nabi saw. dan penegasan Imam Ali as.

Hasan ibn Rabî’ menuturkan, “Abu Mu’awiyah berkata, “Kami berkata kepada A’masy, ‘Jangan engkau sampaikan hadis-hadis ini!’[8] A’masy menjawab, ‘Mereka bertanya, lalu apa yang dapat aku perbuat. Terkadang aku lupa[9], jadi jika mereka bertanya kepadaku dan aku lupa, maka ingatkan aku!.’

Lalu pada suatu hari, ketika kami berada di sisinya, datanglah seorang kemudian bertanya kepadanya tentang hadis: qasîmun Nâr. Aku (Abu Mu’awiyah) berkata, ‘Maka aku berdehem (sebagai tanda peringatan). Maka A’masy berkata, “Orang-orang Murjiah ini tidak membiar aku menyampaikan hadis-hadis kautamaan Ali ra. Keluarkan mereka dari masjid agar aku bisa menyampaikannya!,”[10]

Dari kisah di atas terlihat jelas sekali bagaimana sebagian pihak melarang para ulama Islam untuk menyampaikan hadis-hadis keutamaan Imam Ali as., bahkan sampai-sampai mereka menyebarkan mata-mata untuk memantau setiap gerak-gerik para penyebar hadis-hadis keutamaan Imam Ali as. tersebut.

Mereka sangat keberatan hadis-hadis keutamaan Imam Ali as. itu disebar-luaskan karena dalam hemat mereka hadis-hadis seperti itu akan menguatkan hujjah Syi’ah… Jadi agar kaum Syi’ah dapat dilucuti dari senjata mereka maka hadis-hadis Nabi saw. tentang Imam Ali as. harus dimusnahkan!

Mereka tidak berhenti memaksa A’masy untuk tidak menyebarkan hadis-hadis keutamaan Imam Ali as. Isa ibn Yunus berkata, ’Aku tidak pernah menyaksikan A’masy tunduk melainkan hanya sakali saja. Ia menyampaikan hadis ini, bahwa Ali berkata, ‘Aku adalah pembagi neraka.’ Lalu berita itu sampai kepada (ulama) Ahlusunnah, maka mereka mendatanginya (ramai-ramai) dan berkata, ‘Mengapakah engkau masih menyampaikan hadis-hadis yang membuat kuat kaum Rafidhah[11], Zaidiyah dan Syi’ah?!’ A’masy menajwab, ‘Aku mendengar hadis itu maka aku sampaikan.’ Mereka berkata, ‘Apakah semua yang engkau dengar engkau sampaikan?! Perawi (Isa ibn Yunus) berkata, ‘Maka aku melihat dia tunduk hari itu.”[12]

Tidak berhenti sampai di sini usaha ngotot sebagian pihak yang tidak suka tersebarnya hadis-hadis keutamaan Imam Ali as… Mereka kembali mendatangi A’masy. Tetapi kali ini ketika A’masy berada di atas tempat tidurnya, di saat-saat akhir menjelang wafatnya. Mereka memaksa A’masy agar bertaubat karena telah menyebarkan hadis-hadis keutamaan Imam Ali as.

Al Hiskani meriwayatkan dengan sanad bersambung kepada Syarîk ibn Abdillah, ia berkata, “Aku berada di sisi A’masy ketika beliau sakit. Maka Abu hanifah, Ibnu Syubramah dan Ibnu Abi Lalâ masuk menemuinya lalu berkata kepadanya, ‘Hai Abu Muhammad, sesungguhnya engkau sekarang sedang berada di akhir kehidupan dunia dan awal kehidupan akhirat. Engkau dahulu telah menyampaikan hadis-hadis tentang keutamaan Ali ibn Abi Thalib, maka bertaubatlah darinya! Maka A’masy berkata, ‘Duduk dan sandarkan aku!’ setelah disandarkan ia berkata, ‘Abu Mutawakkil an Nâji menyampaikan hadis kepadaku dari Abu Sa’id al Khudri, ia berkata, ‘Rasulullah saw. bersbada:

“Kelak ketika hari kiamat tiba, Allah berfirman kepadaku dan kepada Ali, “Lemparkan ke dalam api neraka Jahannam setiap orang yang membenci kalian berdua. Dan masukkan ke dalam surga setiap orang yang mencintai kelian berdua. Itulah firman Allah:

ألْقِيا فِي جَهَنَّمَ كُلَّ كَفَّارٍ عَنِيْدٍ.

“Allah berfirman; Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka jahannam semua orang yang sangat ingkar (kafir) lagi keras kepalaa.” (QS. Qâf [50];23)

Maka Abu Hanifah berkata kepada teman-temanya, ‘Pergilah dari sini, jangan sampai ia mendatangkan yang lebih keras lagi dari hadis ini!.”

Tentang tafsir ayat di atas dari riwayat sahabat Abu Said al Khudri, al Hiskâni telah meriwayatkan dengan empat sanad; hadis no.895 (hadis di atas)-898.[13]

Ulama Hadis Sunni Menshahihkan hadis Di Atas!

Memang banyak pihak yang sangat keberatan dengan hadis keutamaan Imam Ali di atas bahwa beliau adalah Qasîmul Jannati wan Nâri. Akan tetapi keberatan mereka itu tidak berdasar mengingat hadis itu telah diriwayatkan melalui jalur-jalur yang tidak sedikit dan banyak darinya shahih berdasarkan kaidah yang dibangun ulama Ahlusunnah sendiri. Banyak ulama yang menegaskan keshahihan hadis tersebut. Imam Ahmad menegaskan keshahihannya!

Al Kinji dalam Kifâyah ath Thalib-nya:22 meriwayatkan, “Berkata Muhammad ibn Manshur ath Thusi, “Kami berada di sisi Ahmad ibn Hanbal, lalu ada seorang berkata, ‘Wahai Abu Abdillah, apa pendapatmu mengenai hadis yang diriwayatkan bahwa Ali berkata, ‘Aku adalah pemilah neraka?’ Maka Ahmad berkata, ‘Apa yang kalian ingkari darinya? Bukankah kita meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda kepada Ali, “Tidak mencintaimu melainkan mukmin dan tidak membencimu melainkan orang munafik.’? Kami berkata, ‘Benar.’ Ahmad berkata, ‘Orang Mukmin di mana tenpatnya?’ Kami berkata, ‘Di surga.’ Ia berkata lagi, ‘Orang munafik di mana tenpatnya? Kami berkata, ‘Di neraka.’ Maka Ahmad berkata, ‘Jadi Ali adalah pemilah antara surga dan neraka.’”

Pernyataan Imam Ahmad di atas juga dapat Anda baca dalam kitab Thabaqât Hanâbilah; Ibnu Abi Ya’lâ an Nahafi,1/320 dan Manâqib Ali ibn Abi Thalib; al Kilâbi dicetak dibagian akhir kitab Manâqib; Ibnu Maghâzili:427 hadis no. 3.

Ibnu Abil Hadid al Mu’tazili asy Syafi’i menyebut hadis tersebut sebagai khabar mustafîdh (berita/hadis yang sangat tersohor). Ketika menerangkan hikmah ke 154 Imam Ali as. yang berbunyi: ‘Kamilah Syi’âr (pribadi-pribadi terdekat Rasulullah saw.), kamliah sahabat-sahabat, kamilah penjaga dan kamilah pintu-pintu.’ ia menerangkan, “Bisa jadi yang maksud dengannya adalah penjaga surga dan neraka. Maksudnya taiada seoranf diperkenankan memasuki surga melainkan yang datang dengan membaca keyakinan akan wilayah (kepemimpinan ilahi) kami (Ahlulbait as.). telah datang tentang Ali hadis yang tersebar dan tersohor bahwa beliau adalah pembagi surga dan neraka. Abu Ubaid al harawi berkata dalam kitab al Jam’u baina al Gharîbain bahwa para pakar bahasa Arab telah menafsirkan hadis itu dengan: Karena pecinta beliau adalah penghuni surga dan pembenci beliaau adalah penghuni neraka, maka dari sisi ini beliau addalah pembagi surga dan neraka. Abu Ubaid, ‘Dan yang lainnya menafsirkan demikian: bahwa Ali benar-benar akan membagi umat manusia menjadi dua kelompok, ia memasukkan sebagian mereka ke dalam surga dan sebagian lainnya ke dalam neraka.’ Setelahnya Ibnu Abil Hadid menegaskan, “Dan pendapat teraikhir yag disebutkan Abu Ubaid ini yang sesuai dengan hadis-hadis yang datang bahwa Ali berkata kepada neraka, ‘Ini bagianku dan itu bagiannmu.’”[14]

Jika demikian adanya, lalu apa bayangan kita tentang nasib pembenci Imam Ali as., yang memusuhinya, memeranginya, memaksa umat Islam melaknatinya setiap shalat jum’at dan pada kesempatan-kesempatan pertemuan umum lainnya?! Akankah Ali as. akan mempersilahkan mereka ke dalam surga Allah? Bukankah surga Allah hanya untuk orang-orang beriman? Bukankah pembenci Ali adalah munafik? Lalu mungkinkah kaum munafik berpindah tempat dari kerak neraka ke kenikmatan surga Allah? Pantaskkah kaum munafik bergabung dengan para nabi, para rasul, para shalihin, para syuhada’, dan kaum mukminin? Bukankah mereka pastas digabungkan bersama kaum kafir, Yahudi, Nashrani dan musykirun?

Dari keterangan di atas dan berdasarkan hadis-hadis shahih dapat ditegaskan bahwa kekasih Ali adalah kekasih Allah dan Rasul-Nya dan musuh Ali adalah musuh Alllah dan Rasul-Nya!


Rujuk:
[1] Ash Shawâiq,126, BabIX, Pasal II tentang keutamaan Imam Ali as.
[2] Manâqib,67 hadis no.97.
[3] Biografi Imam Ali as. dalam Tarikh Damasqus (dengan tahqiq Syeikh Muhammad Baqir al Mahmudi),2/243-244 hadis no.761
[4] Ibid. hadis no.672.
[5] Ibid. hadis no.763.
[6] Al ‘Ilal; ad Dâruquthni,6/273, pertanyaan no.1132.
[7] Firdaus al Akhbâr,3/90 hadis no.3999.
[8]Tentang keutamaan Imam Ali as. yang akan membuat repot ulama dalam mempertahankan doqma mazhab resmi.
[9]Sepertinya sebelumnya A’masy telah ditegur oleh rekan-rekannya agar tidak menyampaikan hadis-hadis keutamaan Imam Ali as. dan Ahlulbait as.
[10] Biografi Imam Ali as. dalam Tarikh Damasqus (dengan tahqiq Syeikh Muhammad Baqir al Mahmudi),2/243-244 hadis no.765.
[11] Data di atas mebuktikan betapa rancu konsep sebagian ulama Sunni dalam mendefenisikan apa itu Syi’ah dan apa itu Rafidhah! Sebab –dalam banyak kali mereka mencampur adukkan antara keduanya seakan tidak berbeda-.
[12] Ibid. hadis no.767. Di hadapan desakan para ulama yang datang ramai-ramai mengeroyok dan menghujat A’masy, sepertinya A’masy harus mengalah untuk sementara waktu…. Tapi yang penting bagi kita adalah bagaimana kita mampu menarik pelajaran dan ibrah dari kejadian yang menimpa A’masy, bahwa memang ada kesungguh-sungguhan dari sebagai ulama yang mengatas-namakan Ahlusunnah dalam memberantas hadis-hadis keutamaan Imam Ali as., seakan mengagungkan dan memuliakan Imam Ali as. bukan bagian dari stuktur ajaran Ahlusunnah wal Jama’ah…. Semantara kenyataan tidak demikian! Ahlusunnah sangat menghormati Imam Ali dan Ahlulbait Nabi as., akan tetapi tidak jarang oknum ulama atau umara’ atau pemuka masyarakat atau bahkan kaum awam Sunni yang kurang simpatik atau bahkan menampakkan kebenciannya terhadap Imam Ali dan Ahlulbait Nabi as. Dan sangat disayangkan suaradan pemikiran mereka seringkali dalam kondisi tertentu lebih mendominasi pemikiran mayoritas penganutnya.
[13] Syawâhid at Tanzîl,2/189-191.
[14] Syarah Nahjul Balaghah,9/165, dan ketika menerangkan hikmah no. 35 ia juga menyebutkan hadis tentangnya.

Apakah Muslim Syiah tidak akan masuk neraka?




Pertanyaan: Ada sebuah riwayat dari Imam Ali as: “Umat Islam Syiah tidak akan masuk neraka.” Begitu juga aku membaca dalam sebuah buku bahwa tingkat pertama neraka Jahanam adalah khusus untuk umat Islam (umat nabi) yang pendosa! Mana yang benar?

Jawaban Global:
Tolak ukur perhitungan di hari kiamat untuk menentukan apakah sesorang layak memasuki surga atu neraka berdasar pada kaidah-kaidah yang telah dijelaskan oleh Allah swt dalam ayat-ayat suci-Nya. Tuhan tidak mempedulikan faktor perbedaan kelompok, keturunan, dan bangsa dalam hal ini. Tolak ukur utama adalah amal perbuatan manusia; yakni kenikmatan surga adalah balasan dari iman dan amal saleh, sedangkan neraka adalah balasan kekufuran dan dosa.

Jawaban Detil:
Sepanjang sejarah banyak yang membahas masalah umat yang bakal selamat di akhirat (firqah najiah). Pembahasan tersebut kurang lebih bertumpu pada sebuah hadits yang diaku dari nabi, yang dikenal dengan hadits iftiraq. Para penulis buku-buku sekte dan mazhab-mazhab berusaha mengkategorikan sekte-sekte yang ada sebisa mungkin agar susuai dengan hadits tersebut. Dalam riwayat itu dijelaskan bahwa akan hanya ada satu kelompok yang selamat dan masuk surga. Akhirnya setiap sekte dan mazhab berusaha untuk menyebut dirinya sebagai kelompok yang benar itu dan layak memasuki surga. Al-Qur’an dalam menyinggung masalah kebahagiaan sejati akhirat sering kali menjelaskan adanya beberapa kelompok yang tak hanya menganggap diri mereka yang layak masuk surga, namun juga berkeyakinan bahwa selain mereka tidak berhak masuk ke dalam surga. Begitu juga dalam riwayat-riwayat Ahlu Sunah dan Syiah banyak sekali ditemukan hadits tentang pahala dan siksa akhirat, dan terkadang setiap salah satu dari mereka memberikan tolak ukur tertentu untuk permasalahan tersebut. Dengan memahami pendahuluan singkat tersebut, kini perlu dijelaskan dua hal:

Pertama: Apakah Tuhan telah menjelaskan toak ukur orang-orang yang berhak masuk surga dan neraka? Atau tidak?
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang sebagian kaum yang menyatakan diri merekalah yang paling berhak untuk masuk surga. Mereka mengira bahwa adzab neraka hanya akan mereka rasakan selama beberapa hari saja, lalu akhirnya mereka akan mendapatkan tempat di surga. Dalam menanggapi keyakinan seperti itu, Allah swt berfirman: “Katakanlah: “Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?”” (QS. al-Baqarah [2]:80).

Setelah itu Allah swt menjelaskan kaidah umum untuk menentukan siapakah yang berhak masuk surga atau neraka. Ya, orang-orang yang melakukan dosa, lalu dampak dosa itu meliputi dirinya, maka orang seperti itu adalah penduduk neraka, dan mereka kekal di sana. Adapun mereka yang beriman dan melakukan amal perbuatan baik, mereka adalah penduduk surga dan untuk selamanya mereka di sana.[1]

Begitu pula sebagian berkeyakinan bahwa hanya Yahudi dan Nashrani saja yang akan masuk surga. Lalu Al-Qur’an menepis pengakuan mereka dan menyatakan bahwa perkataan mereka tidak memiliki bukti, menganggap semua itu hanyalah mimpi dan khayalan mereka saja. Lalu Al-Qur’an menjelaskan tolak ukur sebenarnya dengan berfirman: “…bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah [2]:112).

Ayat suci itu menyatakan bahwa sebab utama masuk surga adalah penyerahan diri kepada perintah Tuhan dan perbuatan baik. Yakni surga tidak akan diberikan kepada orang yang hanya mengaku-aku saja, namun diperlukan iman dan amal saleh. Oleh karena itu, Al-Qur’an menjadikan amal perbuatan sebagai tolak ukur berhaknya seseorang untuk masuk surga atau neraka. Meski juga ada kelompok ketiga yang berada di antara mereka, yang mana Al-Qur’an menjelaskan mereka adalah orang-orang yang memiliki harapan terhadap Tuhannya; namun hanya Ia yang tahu entah mereka dimaafkan atau disiksa.[2]

Kedua: Siapakah yang dimaksud orang-orang Syiah yang dijanjikan masuk surga itu?
Di antara riwayat-riwayat Syiah, juga ada hadits-hadits dari nabi dan para imam maksum yang menjelaskan tentang bahwa umat Syiah akan masuk surga. Kata-kata “Syiah” dalam hadits tersebut membuat kita terdorong untuk mengkaji lebih matang siapakah yang dimaksud dengan “Syiah” dalam hadits-hadits itu? Baru setelah itu kita akan membahas masalah-maslaah lain yang berkaitan dengannya.

Makna Leksikal Syiah.
Para ahli bahasa menyebutkan banyak makna untuk kata “Syiah”. Misalnya: kelompok, umat, para penyerta, para pengikut, para sahabat, para penolong, kelompok yang berkumpul pada satu perkara.[3]

Makna Istilah Syiah.
Syiah dalam istilah adalah orang-orang yang meyakini bahwa hak kepenggantian nabi ada pada keluarga risalah, dan dalam menerima makrifat-makrifat Islami mereka mengikuti Ahlul Bait as, yakni para imam Syiah as.[4]

Kata Syiah sepanjang sejarah mengalami berbagai perubahan dalam maknanya. Misalnya terkadang diartikan sebagai kelompok politik, terkadang pecinta, atau juga pengikut aliran pemikiran yang berprilaku mengikuti para imam suci as.

Syiah Menurut Para Imam Maksum as.
Dari beberapa riwayat yang dinukil dari kalangan Ahlul Bait as dapat difahami bahwa yang dimaksud dengan Syiah adalah orang-orang khusus yang tidak hanya mengaku sebagai pengikut saja. Namun para Imam suci menekankan adanya sifat-sifat khas yang dimiliki mereka, seperti mengikuti para Imam dalam amal dan perilaku. Oleh karena itu sering kali para Imam menegaskan kepada sebagian orang yang mengaku Syiah untuk berprilaku sebagaimana yang diakuinya. Untuk lebih jelasnya mari kita membaca beberapa riwayat yang akan kami sebutkan.

Ada banyak riwayat dari para Imam maksum as yang sampai ke tangan kita tentang siapa Syiah sejati yang sebenarnya. Tak hanya itu, bahkan ada celaan terhadap sebagian orang yang berkeyakinan bahwa diri mereka tidak akan masuk neraka karena Syiah, lalu mereka disebut sebagai Syiah paslu.

Seseorang berkata: “Aku berkata kepada Imam Shadiq as: “Sebagian dari pengikutmu melakukan dosa-dosa dan berkata: “Kami memiliki harapan.” Lalu Imam as berkata: “Mereka berbohong. Mereka bukanlah kawan kami. Mereka adalah orang-orang yang membawa harapannya kesana kemari, yang mana ketika mereka mengharap sesuatu, mereka mengejarnya, lalu jika mereka takut akan sesuatu, mereka lari.”.”[5]

Imam Shadiq as pernah berkata: “Bukanlah Syiah (pengikut) kami orang yang mengaku dengan lisannya namun berperilaku bertentangan dengan kami. Syiah adalah orang yang hati dan lidahnya sejalan dengan kami, begitu pula perilaku dan amal perbuatannya mengikuti kami; merekalah Syiah kami.”[6]

Para Imam as sering kali menyebutkan kriteria-kriteria Syiah sejati. Misalnya anda dapat membaca dua riwayat di bawah ini:
Imam Baqir as berkata: “Wahai Jabir, apakah cukup bagi pengkut kami untuk hanya mengaku sebagai Syiah? Demi Tuhan, Syiah kami adalah orang-orang  yang bertakwa dan takut akan Tuhannya, menjalankan perintah-perintah-Nya. Mereka (Syiah) tidak dikenal kecuali sebagai orang yang rendah hati, khusyu’, banyak mengingat Tuhan, berpuasa, shalat, beramah-tamah dengan tetangga yang miskin, orang yang butuh, para pemilik hutang, anak-anak yatim, serta berkata jujur, sering membaca Al-Qur’an, menjaga lidahnya terhadap sesamanya, dan juga orang yang dipercaya oleh keluarganya.”[7]

Imam Ja’far Shadiq as berkata: “Syiah kami adalah orang yang bertakwa, setia, zuhud, ahli ibadah, dan orang yang di malam hari shalat sebanyak lima puluh satu rakaat, dan berpuasa di siang hari, menunaikan zakat hartanya, menjalankan ibadah haji, dan meninggalkan perbuatan-perbuatan haram.”[8]

Jika tidak dijelaskan apa maksud Syiah sejati yang sebenarnya, maka artinya perbuatan buruk diperbolehkan untuk dilakukan oleh sekelompok orang. Di sepanjang sejarah kita pun menyaksikan sebagian kelompok yang mengaku Syiah namun tidak menjalankan perintah-perintah agama, lalu berdalih dengan riwayat-riwayat tersebut seraya menekankan bahwa “agama adalah mengenal Imam”[9], dan mereka pun terus-terusan sembarangan melakukan dosa dan kemunkaran. Akhirnya fenomena tersebut sangat merugikan ke-Syiahan yang sebenarnya yang mana tak dapat terbayar dengan mudah.

Sebagaimana sebelumnya telah dijelaskan bahwa kadar pahala dan siksa seseorang bergantung pada sikapnya terhadap agama. Fakta ini tidak berbeda antara satu kalangan dengan kalangan lainnya. Kelompok, aliran atau apapun tidak akan mendekatkan diri seseorang kepada Tuhan dan tak dapat dijadikan alat untuk lari dari siksaan neraka. Allah swt berfirman: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat [49]:13).

Imam Ridha as berkata kepada saudaranya yang dikenal dengan sebutan Zaida al-Nar: “Wahai Zaid, apakah perkataan para pedagang pasar: “Fathimah telah menjaga dirinya dan Allah mengharamkan api neraka terhadapnya dan juga anak-anaknya.” telah membuatmu sombong? Demi Tuhan bahwa hal itu hanya berlaku untuk Hasan dan Husain serta anak yang lahir dari rahimnya. Apakah bisa Imam Musa bin Ja’far as mentaati Tuhan, berpuasa di siang hari, bertahajud di malam hari dan shalat malam, lalu engkau dengan seenaknya bermaksiat kemudian di akhiran tanti engkau berada di derajat yang sama dengannya? Atau lebih mulia darinya?!”[10]

Salah satu misi agama adalah mengantarkan manusia baik secara individu maupun bersama kepada kesempurnaan. Tujuan itu tidak akan mungkin tercapai tanpa ketaatan akan perintah-perintah Tuhan. Atas dasar itu, agama ini tidak mungkin memberikan jalan bagi suatu kelompok untuk berjalan di luar jalur yang telah ditunjukkan lalu menempatkan mereka di tempat yang sama atau lebih tinggi dari selainnya di akhirat nanti. Hal ini bertentangan dengan tujuan penciptaan yang sebenarnya. Jika yang dimaksud denga Syiah adalah apa yang telah dijelaskan oleh para Imam, maka tidak heran jika orang-orang dengan kriteria seperti itu bakal mendapatkan tempat di surga. Adapun orang-orang yang hanya sekedar mengaku sebagai Syiah, jelas mereka tidak akan mendapatkan apa yang dijanjikan kepada Syiah sejati.

Adapun tentang riwayat yang menjelaskan bahwa tingkat pertama neraka jahanam adalah khusus untuk umat Islam yang pendosa, perlu dikatakan bahwa tolak ukur surga dan neraka menurut Al-Qur’an adalah amal manusia. Hanya sebutan Muslim saja tidak cukup, karena antara Islam dan Iman sangat jauh perbedaannya. Tuhan semesta alam dalam hal ini berfirman kepada orang-orang yang mengaku beriman: “Jangan katakan kami telah beriman, katakan kami telah Muslim.” (QS. Al-Hujurat [49]:14).

Ketika seseorang mengucapkan dua syahadat, maka orang itu telah menjadi Muslim; dan hal ini hanya berkaitan dengan kehidupan duniawi dan status sosial saja. Adapun surga dan balasan di dalamnya, adalah untuk orang-orang yang lebih dari sekedar menjadi Muslim saja; yakni sebagaimana yang telah dijelaskan, untuk memasuki surga, seseorang harus menjadi Muslim (menyerahkan diri) dan juga memiliki keimanan di hati, serta melakukan amal saleh dengan raga. Oleh karena itu tolak ukur kelayakan masuk surga atau neraka sangat jelas sekali dalam Al-Qur’an, dan hanya sekedar mengaku sebagai Syiah, atau Islam, tidak akan menghindarkan seorangpun dari siksa api neraka atau memasukkanya ke surga.

Kesimpulannya, amal perbuatan adalah tolak ukur utama, bukan pengakuan sebagai Muslim, Syiah, atau selainnya. Berdasarkan penjelasan Al-Qur’an dan riwayat-riwayat, orang Islam dan Syiah yang tidak menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya pasti tidak akan mendapatkan rahmat Tuhan dan layak untuk disiksa di neraka. Adapun apakah adzab di neraka itu kekal abadi ataukah tidak, lain lagi permasalahannya. Selain itu juga ada masalah Syafa’at yang masih perlu dibahas terkait dengan hal itu di kesempatan lainnya.

Untuk kami ingatkan, maksud kami bukan berarti ke-Syiah-an seseorang sama sekali tak ada gunanya. Namun tak dapat diingkari bahwa pemikiran (atau iman) dan amal perbuatan adalah dua sayap bagi manusia untuk terbang menuju kesempurnaan. Untuk mengkaji lebih jauh, seilahkan merujuk: Turkhan, Qasim, Negaresh i Erfani, Falsafai wa Kalami be Syakhsiyat va Qiyam e Emam Husain as, hal. 440-447. [islamquest]


[1] QS. Al-Baqarah [2]:81-82.
[2] QS. At-Taubah [9]:106.
[3] Ibnu Mandzur, Jamaluddin, Lisan Al-Arab, jil. 8, hal. 188, Dar Shadir, Birut, cetakan pertama, 1410 H.
[4] Thabathabai, Sayid Muhammad Husain, Syi’e dar Esalam, hal. 25-26, Ketabkhane e Bozorg e Eslami, Tehran, 1354 HS.
[5] Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, Al-Kafi, jil. 2, hal. 68, Darul Kutub Islamiah, Tehran, cetakan keempat, 1365 HS.
[6] Majlisi, Muhammad Baqir, Biharl Al-Anwar, jil. 65, hal. 164, Muasasah Al-Wafa’, Beirut, Lebanon, cetakan keempat, 1404 H.
[7] Shaduq, Muhammad bin Ali, Al-Amali, terjemahan Kamrei, hal. 626, Islamiah, Tehran, cetakan keenam, 1376 HS.
[8] Majlisi, Muhammad Baqir, Bihar Al-Anwar, jil. 65, hal. 164, Muasasah Al-Wafa’, Beirut, Lebanon, cetakan keempat, 1404 H.
[9] Man La Yahdhuruhul Faqih, jil. 4, hal. 545, Muasasah Nasyr Islami, Qom, cetakan ketiga, 1413 H.
[10] Majlisi, Muhammad Baqir, Bihar Al-Anwar, jil. 43, hal. 230, Muasasah Al-Wafa’, Beirut, Lebanon, cetakan keempat, 1404 H.

Bebas Dari Neraka

Diambil dari Catatan Al Ustad Abdullah Muhammad Som.


Terkutuklah neraka dan penghuni di dalamnya. Neraka tempat kebencian dan permusuhan terjadi. Mungkin saja neraka ada di tempat yang sangat dekat.
Yaitu di dalam rumah kita.

Allah memperingatkan orang yang beriman agar menjaga diri dan keluarganya dari neraka. Tempat orang berkumpul tanpa kasih sayang, tanpa kepercayaan, tempat penindasan dan caci maki terjadi. Tiada ucapan syukur dan terimakasih atas segala yang dilakukan, hanya teriakan suami kepada istri atau sebaliknya, orang tua kepada anaknya atau sebaliknya.

Allah berfirman tentang penghuni neraka adalah mereka yang "Setiap satu golongan masuk kedalamnya, maka melaknat saudaranya" .

Malam lailatul qadr kita membaca doa Jausyan Kabir, dan kita sampaikan "Maha suci Engkau, tiada tuhan selain Engkau, bebaskan kami dari neraka" .

Semoga Allah menghadiahkan rumah sebagai surga bagi mukminin. Rumah yg dipenuhi kasih dan sayang, di dalamnya berlarian anak-anak dengan riang, sebagaimana firman mengatakan "Mereka duduk bersandar diatas permadani, berlarian disekitarnya putra-putra surga" .

Selamat menikmati kebahagian dalam surga rumah tangga.

Terkait Berita: