Pesan Rahbar

Abu Fadhl Abbas

Written By Unknown on Tuesday, 3 February 2015 | 22:28:00


Oleh: Shaleh Al-Jufri

Imam al Hussein (as) berkata memandang jasad adiknya :
“Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, adikku.
Engkau telah berjuang di jalan Allah dengan sempurna.”
Aku akan membawakan satu girbah air untuk anak-anak itu
…..Salam alayka Ya Abdasshaalih..

 
Dalam riwayat disebutkan bahwa Abu Fadhl Abbas as adalah pria yang berperawakan tinggi, tegap,dan kekar. Dadanya bidang dan wajahnya putih berseri. Sedemikian elok dan rupawannya Fisik Abbas Ayah Abu Fadhl Abbas adalah Ali bin Abi Thalib as. Ibunya adalah Fatimah AlKilabi, wanita yang lebih dikenal dengan sebutan Ummul Banin. Isterinya adalah Lababah binti Ubaidillah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Lababah mempunyai empat orang putera bernama Ubaidillah, Fadhl, Hasan, dan Qasim, serta seorang puteri.


Abu Fadhl Abbas gugur diKarbala saat masih berusia 34 tahun, adik imam Husain as dari lain ibu ini tenar dengan julukan “Purnama Bani Hasyim” (Qamar bani Hasyim).   Dalam sejarah Abbas juga dikenal sebagai pemegang panji Karbala. Keberanian, kehebatan, dan kekuatannya saat itu tak tertandingi oleh siapapun. Sebagai manusia yang tumbuh besar di tengah binaan keluarga suci dan mulia, dia memiliki keteguhan dan kesetiaan yang luar biasa kepada kepemimpinan dalam untaian figur-figur utama Ahlul Bait as.

Perjuangan di Karbala telah menyematkan namanya dalam sejarah keislaman dan Ahlul Bait Rasul sebagai salah satu pahlawanyang sangat legendaris.   Tentang ini Imam Ali Zainal Abidin Assajjad as berkata, “Sesungguhnya di sisi Allah Abbas memiliki kedudukan (sedemikian tinggi) sehingga seluruh para syuhada cemburu menyaksikannya pada harikiamat.”   Imam Assajad as dalam doanya untuk Abbas as juga berucap, “Ya Allah, rahmatilah pamanku, Abbas.Sesungguhnya dia telah mengorbankan jiwanya untuk saudaranya.”

Sang Purnama Bani Hasyim adalah pria dewasa yang perasaannya dikenal sangat peka. Perasaannya sangat tersayat menakala dia mendengar ratapan kehausan dan tumpahnya darah para pahlawan Karbala. Saat itulah dia semakin merasakan tidak ada gunanya hidup bila tidak dia gunakan untukberjihad membela junjungan dan pemimpinnya, Imam Husain as. Namun, selama terjadi peperanganyang menggugurkan satu persatu dari sahabat dan kerabatnya, yang bisa dia nantikan hanyalah menantiinstruksi Sang Imam.

Dan saat dia mendapat instruksi itu, banyak diantara pasukan musuh yang harusbergelimpangan ditangannya untuk kemudian dia kirim ke neraka jahannam dengan harapan dapatmembalas kebejatan para musuh itu dengan sekuat tenaga.

Dalam penantian instruksi dari saudara sekaligus pemimpinnya itu, kata-kata yang dia ucapkan kepada beliau adalah:   “Kakakku, sudahkah engkau mengizinkan aku?” Pernyataan Sang Purnama ini membuat Sang Imam luluh sehingga menangis tersedu dan berkata: “Adikku, engkau adalah pengibar panjiku dan lambang pasukanku.”   Beliau juga mengatakan: “Engkaulah pemegang panjiku, namun cobalah engkau carikan seteguk air untuk anak-anak itu.”

Hazrat Abbas as lantas mendatangi kelompok Bani Umayyah dan mencoba menasihati mereka kendati Abbas tahu bahwa itu tidak akan mereka dengar. Setelah terbukti nasihat itu sia-sia, dia kembali menghadap Imam Husain as dan mendengar jerit tangis anak-anak kecil yang kehausan memintadibawakan air. Hati Abbas merintih. Sambil menatap langit, bibirnya berucap:   “Tuhanku, Junjunganku, aku berharap dapat memenuhi janjiku, aku akan membawakan satu girbah airuntuk anak-anak itu.”   Abbas kemudian meraih tombak dan memacu kudanya sambil membawa girbah (kantung air dari kulit) menuju sungai Elfrat yang seluruh tepi dijaga oleh sekitar empat ribu pasukan musuh. Begitu Abbas tiba di dekat sungai itu, pasukan musuh itu segera mengepungnya sambil memasang anak panah kebusurnya ke arah adik Imam Husain as tersebut.   Pemandangan seperti itu tak membuatnya gentar.

Begitu beberapa anak panah melesat, Abbas segera berkelit dan bergerak tangkas menyerang musuh.Sekali terjang, pedang Abbas berhasil membabat nyawa sejumlah pasukan. Kemanapun kuda Abbas bergerak, gerombalan musuh bubar dan porak poranda. Akibatnya, penjagaan sungai EFrat yang berlapis-lapis akhirnya jebol diterjang  Abbas.   Sambil menahan letih dan rasa haus yang mencekiknya, Abbas turun ke sungai dengan kudanya. Mula mula dia berusaha cepat-cepat mengisi girbahnya dengan air. Setelah itu dia meraih air dengan telapak tangannya untuk diminumnya. Namun, belum sempat air itu menyentuh bibirnya, Abbas teringatkepada Imam Husain as dan kerabatnya yang sedang kehausan menantikan kedatangannya. Air ditelapak tangannya langsung dia tumpahkan lagi sambil berucap:   “Demi Allah aku tidak akan meneguk air sementara junjunganku Husain sedang kehausan.”

Hazrat Abbas as kemudian berusaha kembali dengan menempuh jalur lain melalui tanah yang ditumbuhi pohon-pohon kurma agar air yang dibawanya tiba dengan selamat ke tangan Imam. Namun,perjalanan Abbas tetap dihadang musuh. Dia tidak diperkenankan membawa air itu kepada Ahlul Nabi tersebut. Kali ini pasukan Umar bin Sa’ad semakin garang. Abbas dikepung lagi. Pasukan yangmenghadang di depannya adalah pasukan pemanah yang sudah siap melepaskan sekian banyak anakpanah untuk mencabik-cabik tubuhnya. Namun, sebelum menjadi sarang benda-benda tajam beracunitu, dengan tangkasnya pedang Abbas menyambar musuh ada di depannya. Sejurus kemudiankep ungan musuh kembali porak-poranda diobrak-abrik Abbas.

Menyaksikan kehebatan Abbas yang tidak bisa dipatahkan dengan berhadapan langsung itu, beberapapasukan penunggang kuda ahli diperintahkan untuk bekerjasama menghabisi Abbas dengan caramenyelinap dan bersembunyi di balik pepohonan kurma. Saat Abbas lewat, dua pasukan musuh bernama Zaid bin Warqa dan Hakim bin Tufail yang juga bersembunyi di balik pohon segera munculsambil menghantamkan pedangnya ke tangan Abbas.   Tanpa ampun lagi, tangan kanan Abbas putus dan terpisah dari tubuhnya. Tangan kirinya segera menyambar girbah air dan pedangnya. Dengan satutangan dan sisa-sisa tenaga itu, Abbas masih bisa membalas beberapa orang pasukan hingga tewas.

Saat itu dia sempat berucap,   “Demi Allah, walaupun tangan kananku telah kalian potong aku tetap akan membela agamaku, membela Imam yang jujur, penuh keyakinan, dan cucu Nabi yang suci dan terpercaya.”   Hazrat Abbas as tetap berusaha bertahan dan menyerang walaupun badannya sudah lemah akibat pendarahan. Dalam kondisi yang nyaris tak berdaya itu, seseorang bernama Nufail Arzaq tiba-tiba muncul bak siluman dari balik pohon sambil mengayunkan pedangnya ke arah bahu Abbas. Abbas taksempat menghindar lagi.   Satu-satunya tangan yang diharapkan dapat membawakan air untuk anakketurunan Rasul yang sedang kehausan itu akhirnya putus.   Dalam keadaan tanpa tangan, adik Imam Husain ini mencoba meraihnya kantung air dengan menggigitnya.

Tapi kebrutalan hati musuh takkunjung reda. Kantung itu dipanah sehingga air yang diharapkan itu tumpah. Air itu pun mengucurhabis seiring dengan habisnya harapan Abbas. Aksi pembantaian ini berlanjut dengan tembusnya satulagi anak panah ke dada Abbas. Tak cukup dengan itu, Hakim bin Tufail datang lagi menghantamkan batangan besi ke ubun-ubun Abbas. Abbas pun terjungkal dari atas kuda sambil mengerang kesakitan dan berteriak :   “Hai kakakku, temuilah aku!”   Dengan sengalan nafas yang masih tersisa Abbas as berucap lagi untuk Imam Husain as:   “Salam atasmu dariku, wahai Abu Abdillah.”

Suara dan ratapan Abbas ini secara ajaib terdengar oleh Imam Husain as sehingga beliaupun beranjak ke arahnya sambil berteriak-teriak: “Dimanakah kamu?” Imam Husain as tiba-tiba dikejutkan oleh kuda Abu Fadhl Abbas yang diberi nama Dzul Janah itu. Secara ajaib kuda itu dapat berucap berucap: “Hai junjunganku, adakah engkau tidak melihat ke tanah?”   Imam lantas melihat ke tanah dan tampaklah di depan mata beliau dua pasang tangan tergeletak di atastanah. Tangan yang dikenalnya segera diraih dan dipeluknya. Tak jauh dari situ pula, Imam melihat tubuh adiknya yang tinggi besar itu tergeletak dalam keadaan penuh luka bersimbah darah. Imam pun tak kuasa menahan duka.

Beliau menangis tersedu dan meratap hingga mengiris hati seluruh hambasejati Allah di langit dan bumi.   “Kini tulang punggungku sudah patah, daya upayaku sudah menyurut, dan musuhku pun semakin mencaci maki diriku.”   Ratap putera Fatimah itu sambil memeluk Abbas, adiknya dari lain ibu. Ditengah isak tangisnya, Imam juga berucap kepada Abbas:   “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, adikku. Engkau telah berjuang di jalan Allah dengan sempurna.”   Jasad Abbas yang tak bertangan itu ternyata masih bernyawa. Mulutnya bergetar dan kemudian bersuara lirih,   “Kakakku, tolong jangan engkau bawa aku ke tenda sana. Sebab, selain aku telah gagal memenuhi janjiku untuk membawakan air kepada anak-anak kecil itu, aku adalah pemegang panji sayap tengah. Jika orang-orang di perkemahan sana tahu aku telah terbunuh, maka ketabahan mereka akan menipis.”

Imam Husain as kembali mendekap erat-erat kepada adiknya yang bersimbah darah itu. Air mata Abbas yang mengalir beliau usap.”Mengapa engkau menangis?” Tanya Imam.   Al Abbas menjawab lirih :   “Wahai kakakku, wahai pelipur mataku. Bagaimana aku tidak akan menangis saat aku melihatmumengangkat kepalaku dari tanah dan merebahkanku dalam pangkuanmu, sementara tak lama lagi tidak akan ada seorangpun yang akan meraih dan mendekap kepalamu, tidak ada seorangpun yang akanmembersihkan debu-debu dan tanah di wajahmu.”

Kata-kata Abbas ini semakin meluluhkan hati Imam Husain as sehingga beliau semakin terbawa derai sak dan tangis haru sambil bersimpuh di sisi adiknya tanpa mempedulikan sengat terik mentari yangmembakar. Dengan hati yang pilu Sang Imam mengucapkan salam perpisahan kepada tulang punggungpasukannya yang sudah tak berdaya itu lalu beranjak pergi dengan langkah kaki yang berat. Abbas pun gugur tergeletak bermandi darah, debu, dan air mata di bawah guyuran cahaya panas mentari sahara.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: