Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Manusia. Show all posts
Showing posts with label Manusia. Show all posts

Ketika HAM Berubah Menjadi Hak Binatang


Berdasarkan ajaran Qurani, salah satu hikmah terpenting adalah pengutusan para nabi dan mengenalkan hak asasi manusia yang sejati.

Berdasarkan surah al-Baqarah ayat 213, “Sebelumnya, manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan akibat meluasnya kehidupan sosial), Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan kitab (samawi) bersama mereka dengan benar untuk memberikan keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Dan tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang-orang yang telah didatangkan kitab kepada mereka, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman dengan izin-Nya kepada (hakikat) kebenaran yang telah mereka perselisihkan itu. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”
 
Salah satu hikmah penting pengutusan para nabi dan kitab samawi adalah menjadi penengah dalam setiap pertikaian manusia. Dengan merujuk kepada para nabi, seluruh pertikaian manusia bisa teratasi dengan baik. Mungkin saja ada sebagian orang yang memang mengikuti hawa nafsu dengan dengan memoles klaim-klaim dengan lipstik ilmiah, mereka ingin memaksakan keyakinan mereka kepada masyarakat.
 
Salah satu masalah yang dipertentangkan oleh manusia adalah hak asasi manusia. Kesejahteraan kehidupan individual dan sosial manusia sangat bergantung kepada hak dan kewajiban yang ia miliki. Sebagian kelompok memandang manusia sebagai binatang dan dengan berlandaskan pada cara pandang ini menyusun hak-hak manusia.
 
Sekarang ini, HAM diperkenalkan kepada umat manusia dalam koridor prinsip-prinsip seperti kebebasan mutlak, ketelanjangan kaum wanita, berlomba dalam menyembah mode, kerusakan, kejahatan, pengrusakan, merampas modal orang lain, menginjak-injak hak-hak kalangan lemah. Mereka memperkenalkan semua ini dalam bentuk HAM yang harus dimiliki oleh setiap insan.
 
Setiap manusia berakal pasti mengakui bahwa hak-hak semacam sangat serupa dengan hak-hak binatang dan menginjak-injak jati diri manusia.
 
Berbeda dengan semua ajaran HAM modern ini, para nabi memandang manusia sebagai sebuah maujud malakuti yang lebih tinggi daripada binatang, dan bahkan lebih agung daripada para malaikat. Dengan cara pandang ini, mereka menyusun HAM bagi umat manusia. Dalam HAM ini, hak untuk mengembangkan spiritual menjadi salah satu acuan utama dan menghormati hak orang lain menjadi sebuah taklif Ilahi.

"Manusia 250 Tahun” Menurut Rahbar


“Manusia 250 Tahun” adalah judul sebuah buku yang mengupas perspektif Rahbar Revolusi Islam Iran tentang biografi politik dan teori sosial para manusia suci Ahlul Bait as.

Buku ini menggambarkan dengan baik kondisi sosial dan politik yang dialami oleh para imam Ahlul Bait as dari sejak Rasulullah saw wafat hingga periode kegaiban kubra.

Buku yang disusun dalam tujuh belas pasal ini juga melukiskan secara ringkas biografi kehidupan politik Rasulullah saw sebagai cermin seluruh sikap dan tindakan politik para imam Ahlul Bait as selama 250 tahun. Mengenal kondisi sosial dan politik terutama pasca peristiwa berdarah Karbala dapat membantu kita memahami sikap yang telah diambil oleh manusia 250 tahun dalam penggalan sejarah ini.

Buku ini termasuk kategori best seller. Hingga kini, buku panduan sikap politik dan sosial ini telah naik cetak ke-43 kali.

Buku dalam edisi Persia dapat didownload secara gratis dihttp://rahemah.samenblog.com/250sale/ atauhttp://www.farhangnews.ir/sites/default/files/content/attaches/story/92-07/29/issue_1378715907%281%29%20%281%29.pdf.

Thomas Alva Edison dengan menemukan listrik ia telah memberikan kontribusi terbaik kepada umat manusia; milyaran manusia memanfaatkan temuan tersebut. Akan tetapi seorang ruhani yang hanya membaca al-Qur’an di salah satu sudut masjid dan belajar Fikih ata






Terkadang orang-orang di luar berkata, misalnya, Thomas Alva Edison dengan menemukan listrik ia telah memberkan kontribusi terbaik dan terbesar kepada umat manusia; milyaran manusia memanfaatkan temuan tersebut. Akan tetapi seorang ruhani hanya dengan membaca al-Qur'an di salah satu sudut masjid dan belajar fikih atau filsafat atau menyampaikan pelajaran tafsir, apa pengaruhnya bagi masyarakat? Atau mereka berkata, seorang ruhani hanya duduk, menyampaikan pelajaran dan paling maksimal menulis sebuah risalah Fikih. Kontribusi apa yang telah ia lakukan untuk masyarakat? Namun lihatlah seorang pastor alangkah besarnya sumbangsih yang mereka lakukan untuk umat manusia. Alangkah banyaknya orang-orang sakit memperoleh kesembuhan dan masih banyak tindakan kemanusiaan lainnya. Kira-kira jawaban apa yang harus diberikan dalam menghadapi ucapan-ucapan seperti ini?

Jawaban Global:
Dalam klasifikasi ilmu, dari sudut pandang kedudukan dan tingkatan, tingkatan pertama adalah ilmu-ilmu Ilahi. Ilmu-ilmu Ilahi adalah ilmu-ilmu yang marak dipelajari di seminari-seminari dan hauzah-hauzah ilmiah. Kemudian setelah itu, giliran ilmu-ilmu lainnya.

Menurut hemat kami, pekerjaan-pekerjaan kaum ruhaniawan, dosen-dosen, guru-guru dan cendekiawan ilmu-ilmu humaniora tentu lebih tinggi kontribusinya (keilmuan) dari kontribusi yang hanya berdimensi material (meski pekerjaan mereka juga tetap mengandung nilai); karena kebutuhan-kebutuhan mental, psikologikal dan spiritual manusia lebih prioritas daripada kebutuhan-kebutuhan material.

Pekerjaan kaum ruhaniawan adalah mengerangka dan membangun dimensi mental dan spiritual manusia dan masyarakat. Apabila sebuah komunitas mengalami kemajuan yang sangat pesat dari sudut pandang material, namun pada sisi moral dan spiritual berada pada derajat sedimenter dan rendah, tentu sangat tidak berharga. Dan boleh jadi produk-produk material yang mereka ciptakan alih-alih mendatangkan manfaat malah menimbulkan bencana bagi masyarakat. Karena itu, jenis perkerjaan para alim dan cendekiawan tentu berbeda satu sama lain. Dan kita harus secara proporsional menilai mereka berdasarkan jenis pekerjaannya masing-masing.

Jawaban Detil:
Kebutuhan-kebutuhan manusia terdiri dari dua jenis, kebutuhan material dan kebutuhan spiritual. Setiap orang atau kelompok dengan memperhatikan kemampuan, minat dan bakatnnya, masing-masing memilih dua bidang kebutuhan ini. Dengan melakukan penelitian dan usaha dalam bidang tersebut mereka memberikan kontribusi kepada masyarakat.

Sebagaimana yang Anda ketahui bahwa dalam klasifikasi ilmu, dari sudut pandang kedudukan dan tingkatan, tingkatan pertama adalah ilmu-ilmu Ilahi. Ilmu-ilmu Ilahi adalah ilmu-ilmu yang marak dipelajari di seminari-seminari dan hauzah-hauzah ilmiah. Kemudian setelah itu, giliran ilmu-ilmu lainnya.

Menurut hemat kami, pekerjaan-pekerjaan kaum ruhaniawan, dosen-dosen, guru-guru dan cendekiawan ilmu-ilmu humaniora tentu lebih tinggi kontribusinya (keilmuan) dari kontribusi yang hanya berdimensi material (meski pekerjaan mereka juga tetap mengandung nilai); karena kebutuhan-kebutuhan mental, psikologikal dan spiritual manusia lebih prioritas daripada kebutuhan-kebutuhan material.

Apabila sebuah komunitas mengalami kemajuan yang sangat pesat dari sudut pandang material, namun pada sisi moral dan spiritual berada pada derajat sedimenter dan rendah, tentu tidak akan ada nilai dan harganya. Dan boleh jadi produk-produk material yang mereka ciptakan alih-alih mendatangkan manfaat malah menimbulkan bencana bagi masyarakat. Karena itu, jenis perkerjaan para alim dan cendekiawan tentu berbeda satu sama lain. . Dan kita harus secara proporsional menilai mereka berdasarkan jenis pekerjaannya masing-masing.

Sebagaimana yang Anda ketahui bahwa para nabi datang untuk mengobati pelbagai penyakit mental, moral dan spiritual masyarakat, "Nabi Saw adalah tabib yang berkelana yang telah menyiapkan obat-obatannya dan memanaskan peralatannya. Beliau menggunakannya bilamana timbul keperluan untuk menyembuhkan hati yang buta, telinga yang tuli, dan lidah yang kelu. Beliau menyelamatkan manusia dari kematian spiritual."[1]

Al-Qur'an dalam hal ini menyatakan, "Wa man ahyâha fakannama ahyânnâsa jami'ân." "Barang siapa yang memelihara kehidupan seseorang maka seolah-olah ia telah menghidupkan seluruh manusia." (Qs. Al-Maidah [5]:32).

Yang dimaksud dengan "menghidupkan" (ahyâ) pada ayat ini bukanlah, "menghidupkan satu manusia hidup atau menghidupkan seorang manusia yang telah mati, melainkan yang dimaksud adalah menghidupkan dalam kebiasaan orang-orang berakal. Tatkala dokter mengobati sebuah penyakit atau menyelamatkan seseorang supaya tidak tenggelam atau melepaskan seorang tawanan dari tangan musuh, orang-orang berakal berkata bahwa ia telah menghidupkan seseorang (atau berkata memberikan hak hidup kepadanya).

Allah Swt juga dalam firman-Nya menggunakan ungkapan-ungkapan misalnya membimbing kepada kebenaran sebagai "ahyâ" (menghidupkan) dan menyatakan,"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia." (Qs. Al-An'am [6]:122)[2]

Apabila demikian adanya sebagaimanya yang telah mengemuka dalam pertanyaan maka dapat diambil kesimpulan bahwa ayah dan ibu yang mendidik dan membesarkan anak-anaknya dengan baik, para guru dan dosen juga yang sibuk dengan ilmu-ilmu humaniora tentu mereka tidak melakukan pekerjaan baik dan memberikan kontribusi berharga kepada masyarakat. Orang-orang yang melakukan kebaikan dan memberikan kontribusi berharga hanyalah orang-orang yang mempersembahkan sesuatu dari sisi material saja dan mengabaikan sisi-sisi lainnya. Tentu saja penilaian seperti ini tidak dapat dibenarkan.

Karena itu, pekerjaan kaum ruhaniawan harus ditinjau dan dianalisa dari sisi risalah dan tugas kaum ruhaniawan, tidak seperti penilaian sebagian orang, karena kalau demikian adanya, harus dikatakan (naudzubillah) bahwa para nabi Ilahi, para imam, para guru, arif besar juga tidak melakukan pekerjaan positif dan tidak memberikan kontribusi berharga kepada masyarakat; karena mereka hanya membenahi sisi moral dan spiritual masyarakat.

Referensi:
[1]. Nahj al-Balâghah, hal. 156, Fitnah Bani Umayyah.
[2]. Sayid Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizân, terjemahan Persia oleh Sayid Musawi Hamadani, jil. 5, hal. 317, Intisyarat Islami, Qum.

Delapan Kelompok Makhluk Terburuk


ثَمَانِيَّةٌ أَبْغَضُ خَلِيقَةِ اللّهِ يَوْمَ القِيَامَةِ: ألسَّقَارُوْنَ ـ وَ هُمْ الكَذَّابُوْنَ وَ الخَيَّالُوْنَ ـ وَ هُمْ المُسْتَكبِرُوْنَ ـ وَ الَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ البَغْضَاءَ لِإِخْوَانِهِمْ فِي صُدُوْرِهِمْ فَإِذَا لَقُوْهُمْ تَخَلَّقُوْا لَهُمْ وَ الَّذِيْنَ إِذَا دُعُوْا إِلىَ اللّهِ وَ رَسُوْلِهِ كَانُوْا بِطَاءً وَ إِذَا دُعُوْا إِلَى الشَّيْطَانِ كَانُوْا سِرَاعًا وَ الَّذِيْنَ لَا يُشْرِفُ لَهُمْ طَمَعٌ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ اسْتَحَلُّوْهُ بِأَيْمَانِهِمْ وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ ذَلِكَ بِحَقِّ وَ المَشَّاؤُنَ بِالنَّمِيْمَةِ وَ المُفَرِّقُوْنَ بَيْنَ الأَحِبَّةِ وَ البَاغُوْنَ البَرَآءِ الدَّحَضَةَ أُوْلَئِكَ يَقْذَرُهُمْ الرَّحْمَنُ عَزَّ وَ جَلَّ.

Rasulullah Saw bersabda:

"Ada delapan kelompok yang paling buruk di hari kiamat di antara makhluk Allah: 
(1) Para pembohong, 
(2) orang-orang yang sombong, 
(3) mereka yang menyimpan permusuhan dalam hatinya terhadap saudaranya tapi ketika bertemu mereka menunjukkan muka ramah, 
(4) mereka yang ketika diseru menuju Allah Swt dan Rasul-Nya (Saw) berlambat-lambat namun bergegas ketika diseru menuju setan, 
(5) mereka yang ketika menginginkan ketamakan dunia dia akan bersumpah-sumpah (untuk mendapatkannya) meski bukan haknya, 
(6) para pengadu, 
(7) mereka yang memisahkan di antara teman-teman, 
(8) mereka yang mezalimi orang-orang papa, dan Allah Swt menilai mereka  semua kotor."*
*Nahjul Fasahah hal 272

Sumber: Zubdah Al-Ahadits, Ahmad Ebrahimi, tahun 1392 HS, Entesharat Bani Az-Zahra, Qom.

Untuk apa manusia diuji?


Tanya: Jika ada seorang manusia yang membuat dua buah kendi, yang satu memiliki dua pegangan dan yang lainnya hanya memiliki satu pegangan, maka ia tidak patut untuk mengomel dan memarahi kendi kedua serta berkata: “mengapa kamu hanya punya satu pegangan?” Ia sebagai pembuat kendi, jika misalkan ia telah menghancurkan kendinya, maka ia tetap mengetahui dan ingat bagaimana bentuk, warna serta ciri-ciri khas kendi yang telah ia hancurkan tersebut.

Misalkan ada seorang pelukis yang telah menciptakan sebuah lukisan pemandangan yang sangat indah. Dari awal goresan kuas sampai akhir pekerjaannya ia telah melakukan apa yang ia sukai. Dengan demikian ia benar-benar mengetahui lukisannya sendiri dan ia tidak cocok untuk berkata: “aku ingin tahu, apakah lukisan ini bagus atau jelek.” Maka seorang pencipta sesuatu tidak perlu lagi untuk bertanya-tanya dan memata-matai ciptaannya.

Adapun pertanyaan saya yang sebenarnya, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa Tuhan telah menciptakan semua yang ada di langit dan di bumi; dan Ia mengetahui dengan jelas segala yang ada di sana. Karena: pertama, Ia yang telah menciptakan semuanya; dan kedua, jika Ia tidak tahu, maka ia lemah. Padahal Tuhan bukan dzat yang maha lemah; dan maha suci Allah Swt dari segala kelemahan. Lalu mengapa Tuhan harus menguji umat manusia padahal Ia sendiri yang telah menciptakannya dan garis-garis kehidupan semua makhluk ciptaan-Nya ada di tangan-Nya?

Jawab: Pertanyaan mengenai ujian Ilahi terhadap umat manusia yang telah anda tanyakan, yang mana di akhir surat anda telah menyimpulkannya seperti ini: “… mengapa Tuhan harus menguji umat manusia padahal Ia sendiri yang telah menciptakannya dan garis-garis kehidupan semua makhluk ciptaan-Nya ada di tangan-Nya?”, sebelum menjawabnya kita harus mengetahui bahwa Allah Swt pernah menerangkan rahasia penciptaan-Nya dalam Al-Qur’an dalam dua bentuk keterangan berikut:
Pertama, Dia berbicara kepada umat manusia dengan logika dan bahasa yang mudah. Allah Swt menjelaskan bahwa Dia adalah Tuhan semesta alam dan memiliki kekuasaan yang sangat luas; Dia adalah sang pencipta yang mana semuanya adalah hamba-hamba-Nya. Dia menerangkan bahwa kehidupan duniawi umat manusia yang merupakan sebuah pendahuluan bagi dimulainya kehidupan abadi di akherat; oleh karenanya manusia harus berjalan sesuai dengan perintah dan hukum-hukum-Nya. Allah Swt menerangkan bahwa dengan dijalankannya hukum-hukum Ilahi, maka siapa pun pelakunya akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda di akherat. Dengan demikian jika kita melihat kehidupan duniawi manusia dari sudut pandang ini, maka kita akan menyadari bahwa kehidupan sekarang ini merupakan ujian Ilahi yang mana Tuhan adalah yang menguji. Dan ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan hal ini banyak sekali; sebagaimana Ia berfirman: “Setiap yang hidup pasti akan mati. Dan Kami menguji kalian dengan kebaikan dan keburukan ….”[1]
 
Kedua, Allah berbicaara dengan bahasa, logika murni dan ideologi yang sesungguhnya. Dari sudut pandang ini, Allah dan alam dengan segenap kejadian yang baik dan yang buruk, bagaikan seorang pelukis dan lukisannya; yang di dalam lukisan itu terdapat pemandangan yang baik dan buruk pula. Dengan demikian, tidak ada lagi istilah uji menguji. Hanya perlu diketahui bahwa dalam permisalan ini, gambar umat manusia yang berada di dalam lukisan itu adalah makhluk yang dapat bergerak dan hidup dengan kehendaknya sendiri; yakni gambar manusia dalam lukisan itu memang sengaja digambar sebagai makhluk yang dengan sendirinya mampu melakukan tindakan apa saja, dan nilai baik atau buruknya bergantung pada nilai baik dan buruk perbuatannya.


Rujuk:
[1] QS. Al-Anbiya’: 35.

Dari buku Islam, Dunia dan Manusia

Manusia tercipta dari Adam dan Hawa


Tanya: Ada sebuah pertanyaan yang sangat penting yang selalu diangkat oleh orang-orang terpelajar, sampai-sampai kebanyakan ahli agama juga kebingungan untuk menjawabnya. Pertanyaan tersebut adalah tentang asal muasal manusia.

Al-Qur’an dengan jelas menerangkan bahwa Adam adalah bapak pertama umat manusia yang telah diciptakan Allah dari tanah. Setelah melakukan berbagai macam riset dan penelitian, beberapa ilmuan mengutarakan banyak pendapat mengenai kejadian manusia yang secara umum bertentangan dengan keterangan Al-Qur’an. Berkat penelitian yang telah mereka lakukan terhadap manusia dan hewan, mereka mampu memberikan penjelasan-penjelasan seperti ini. Saya berharap Anda dapat menjelaskan permasalahan ini.

Jawab: Memang Al-Qur’an telah menerangkan bahwa umat manusia berasal dari dua orang manusia yang bernama Adam dan Hawa. Ayat-ayatnya dengan jelas telah menerangkan permasalahan ini dan kita tidak dapat menentangya begitu saja. Yang jelas, permasalahan ini telah kami jelaskan di Tafsir Al-Mizan pada awal pembahasan surah An-Nisa’.

Singkatnya, mereka berpendapat bahwa manusia terwujud dari kera, ikan atau maujud lainnya. Sebenarnya pendapat mereka hanya sebatas kemungkinan ilmiah belaka. Lagi pula dalil-dalil mereka hanya dapat menjadi alasan akan adanya keserupaan wujud manusia dengan wujud kera atau ikan. Dengan demikian, dalil mereka tidak dapat menjadi dasar kebenaran teori Evolusi.

Padahal penjelasan-penjelasan agamawi yang telah diberikan oleh Islam adalah penjelasan yang logis dan fitri. Adapun penjelasan mereka hanya terbatas pada logika perhitungan algorisma. Sebagaimana mereka sering mengatakan, “Di saat-saat tertentu, listrik dapat berubah menjadi gerak, panas, dan kekuatan magnetik … Begitu pula ketika suhu air telah mencapai seratus derajat, air akan mendidih dan menguap ….”
Ditemukannya fosil-fosil burumur jutaan tahun yang berada di kedalaman tanah tidak lantas menjadi alasan bahwa manusia yang ada di zaman itu adalah satu keturunan dengan manusia yang ada di zaman ini, karena mungkin saja bumi ini telah melewati beberapa periode yang mana dalam setiap periodenya terdapat satu keturunan manusia, kemudian pada suatu saat mereka punah dan tak lama kemudian keturunan manusia yang lain muncul kembali. Hal ini juga pernah dijelaskan dalam suatu riwayat yang menceritakan kepada kita bahwa umat manusia yang ada saat ini adalah umat yang hidup di periode kedelapan dari urutan periode-periode kehidupan manusia di muka bumi.

Dari buku Islam, Dunia dan Manusia

Mengenai Sebutan “Allah”


Pembahasan kata Allah ini pernah dimuat di rubik bahasa harian Kompas, oleh Syamsudin Berlian. Kata Allah, menurut sebagian ahli, berasal dari penggabungan dua kata Arab : Al dan Ilah. Ilah berarti suatu sembahan, yang dalam bahasa Inggris padanannya adalah kata god. Ilah biasanya berbentuk jamak karena memang ada banyak sekali ilah atau berhala yang disembah oleh manusia. Sedangkan Al adalah kata sandang yang jika digabungkan kepada kata Ilah tesebut akan menjadikan ilah tersebut sebagai ilah yang paling super ( supreme being ) dan satu-satunya ( monoteistic ), yang mengacu kepada Sang Pencipta segala sesuatu, sehingga gabungan kata Al Ilah tersebut menjadi kata Allah.

Padanan kata Allah yg mempunyai konotasi super dan monoteistik ini dalam bahasa Ibrani adalah Elohim, dalam bahasa  Yunani, Theos, atau Dieu dalam bahasa Perancis, Gott dalam bahsa Portugis dan God dalam bahasa Inggris.

Dipercayai bahwa kata Allah ini adalah suatu kata kuno yang sudah digunakan oleh orang-orang Kristen dan Yahudi yang berbahasa Arab sebelum jaman pra-Islam sebagai kata sebut kepada Tuhan Sang Pencipta yg Esa. Kemudian ternyata para penyembah berhala pada jaman pra-Islam di kota Mekah membajak kata ini dan menjadikannya nama diri bagi salah satu berhala mereka yang paling tinggi kedudukannya.

Pada waktu Muhammad, nabi bagi agama Islam, menaklukan Mekah dan membuang 360 berhala keluar dari dalam Kabah, kata Allah dijadikan kembali sebagai nama bagi Sang Pencipta. Namun kalau pada mulanya Allah adalah nama sebutan atau jabatan bagi Sang Pencipta maka sekarang ia berubah menjadi nama diri bagi Sang Pencipta. Dan sesungguhnya itulah perbedaan konsep di antara orang Islam dan orang Kristen mengenai kata Allah ini.

Umat Kristen menggunakan kata Allah sebagai kata sebut jabatan bagi Sang Pencipta, Tuhan satu-satunya yg disembah. Sedangkan umat Islam menggunakan kata Allah ini sebagai nama diri dari Tuhan, Sang Pencipta. Keduanya sama-sama menggunakan kata Allah untuk mengacu kepada oknum yang sama tetapi ada perbedaan dalam penggunaannya. Contoh : Presiden adalah kata sebut bagi orang yg menjadi kepala negara di Indonesia. Susilo Bambang Yudhoyono adalah nama diri dari kepala negara di Indonesia. Tetapi dalam perjalanan waktu Presiden bisa berubah menjadi nama diri kepala negara tsb.

Di Indonesia (dan Malaysia) kata Allah digunakan dalam pekabaran Injil para misionaris. karena bahasa Melayu atau bahasa Indonesia tidak mempunyai kata mempunyai makna yg cocok. Kata Arab Allah diserap ke dalam bahasa Melayu dan Indonesia sebagai acuan kepada Sang Pencipta. Tetapi dalam penggunaannya ada sedikit perbedaan di antara umat Islam dan umat Kristen di Indonesia seperti telah diterangkan di atas. Sehingga ada kamus yang mengatakan bahwa Allah adalah nama Tuhan bagi umat Islam, sedang kamus lain mengatakan bahwa Allah adalah kata sebutan bagi Tuhan Sang Pencipta.

Ruh; Dimensi Lain Manusia


Oleh: Abdullah Nasri

Sebuah pertanyaan yang sampai saat ini jawabannya belum mampu memuaskan manusia adalah, apakah hakikat wujud manusia? Apakah wujud manusia hanya sebongkah badan  materiel, atau juga membawa hakikat selain materi? Dengan kata lain, apakah al-Quran mengakui bahwa manusia adalah hakikat selain materi yang disebut dengan ruh atau menolaknya? Bila mengakui demikian, lalu bagaimana kitab suci ini menjelaskan hubungan ruh dengan badan? Apakah ruh ada setelah kejadian badan atau sebelumnya? Apakah al-Quran mengakui bahwa setelah kehancuran badan, ruh tetap ada atau tidak?

Sebenarnya al-Quran telah menyebutkan adanya dimensi selain materi pada manusia yang disebut dengan ruh. Sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat berikut ini:
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ruh-Nya ke dalamnya dan Dia menjadikan untuk kalian pendengaran, penglihatan dan hati tetapi sedikit sekali kalian  bersyukur.[1]

Kalimat “meniupkan ruh-Nya ke dalamnya” dalam ayat di atas menunjukkan adanya dimensi yang bernama ruh pada manusia. Setelah menjelaskan tentang ruh, ayat tersebut mengatakan bahwa Allah menciptakan untuk kalian telinga, mata dan hati, menurut pandangan sebagian para penafsir, meskipun membicarakan tentang anggota badan akan tetapi maksudnya adalah penggunaan dari anggota tersebut yaitu mendengar dan melihat.

Mungkin bisa juga diambil kesimpulan secara detil dari ayat di atas bahwa setelah menyebutkan tentang peniupan ruh kemudian menyebutkan tentang telinga, mata dan hati sebabnya adalah karena sumber asli perbuatan anggota tersebut adalah ruh. Yakni bila ruh tidak ada maka anggota tersebut tidak ada gunanya karena anggota tersebut hanya berperan sebagai perantara bagi ruh, tanpa ruh dengan sendirinya anggota tersebut tidak bisa berbuat apa-apa.

Dalam filsafat Islam telah terbukti bahwa badan berperan sebagai perantara bagi aktivitas ruh. Aktivitas yang dilakukan oleh anggota badan pada hakikatnya sumbernya adalah ruh. Yakni melihat, mendengar, mencium dan berbicara semuanya terkait dengan ruh. Mata, telinga, hidung dan lidah hanya sekedar perantara untuk mengetahui masalah-masalah ini. Misalnya sebuah kacamata. Orang yang penglihatannya lemah, ia menggunakan kacamata, lantas apakah kacamata itu sendiri yang melihat atau kacamata hanya sekedar perantara bagi mata? Jelas kacamata dengan sendirinya tidak bisa melihat akan tetapi ia harus diletakkan di depan mata sehingga mata yang kerjanya adalah melihat dengan menggunakan kacamata ia bisa melihat sesuatu. Pada hakikatnya mata dalam contoh tersebut sama seperti ruh, dan telinga, mata dan lidah seperti kacamata sebagai perantara. Ruh dengan perantara anggota badan bisa melakukan aktivitasnya.

Ayat lain yang mengisyaratkan adanya ruh pada manusia adalah ayat berikut ini:
Dan apabila Aku telah menyempurnakan  kejadiannya dan meniupkan ruh-Ku ke dalamnya maka tunduklah kalian kepadanya dengan bersujud.[2]

Dua poin penting yang ada dalam dua ayat di atas adalah Allah mengatakan,  “Aku meniupkan ruh-Ku”, apa maksud dari kalimat tersebut? Apakah maksudnya adalah Allah meniupkan sebagian ruh-Nya kepada manusia. Yakni sebagian ruh-Nya masuk ke dalam tubuh manusia atau ada maksud yang lain lagi?
Jelas Allah bukan ruh sehingga harus memasukkan sebagian ruh-Nya ke dalam tubuh manusia, akan tetapi yang dimaksud oleh al-Quran dengan penjelasan ini adalah kemuliaan dan ketinggian ruh itu sendiri. Yakni ruh begitu bernilai sehingga Allah menghubungkannya dengan diri-Nya dan mengatakan, “Aku meniupkan kepadanya ruh-Ku”. Bisa kita jelaskan dengan contoh lain seperti masjid adalah rumah Allah. Kita tahu bahwa masjid bukan rumah Allah, karena Dia bukan materi sehingga harus membutuhkan tempat tinggal, akan tetapi maksudnya adalah nilai dan pentingnya masjid sehingga disebut dengan rumah Allah. Contoh lain seperti majelis rakyat juga disebut sebagai rumah rakyat.

Ada ayat lain yang mengisyaratkan tentang wujudnya ruh:
Demi nafs (ruh, jiwa) dan penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan jalan kefasikan dan jalan ketakwaannya.[3]

Ayat di atas menceritakan tentang realitas ruh yang memiliki pemahaman. Ayat di atas mengatakan bahwa Allah telah mengilhamkan pemahaman baik dan buruk. Mengingat bahwa pada manusia  tidak terdapat anggota badan pun yang bisa memahami sesuatu,  maka yang layak memiliki pemahaman adalah kekuatan selain materi yang disebut oleh al-Quran dengan ruh atau nafs.

Di sini kita mengajukan dua argumentasi untuk membuktikan keberadaan ruh yang nonmateri:
1. Salah satu pembuktian ruh ialah cara manusia memperoleh konsep-konsep universal (intiza’-e mafahim-e kulli). Maksud dari universal di sini ialah bahwa konsep-konsep itu bisa diaplikasikan pada banyak objek.  Misalnya, manusia sebagai konsep universal. konsep manusia ini bisa diaplikasikan pada semua objek individualnya seperti Ali, Husan, Husein dan selain mereka. Kita juga tahu bahwa konsep-konsep universal ini tidak ada secara konkret di luar, karena segala yang ada di luar memiliki keadaan, kualitas dan kuantitas tertentu. Pertanyaannya, di manakah tempat konsep-konsep universal ini? Jelasnya, tempat mereka nonmateri, karena materi melazimkan bentuk tertentu, keadaan tertentu, batas ruang dan waktu tertentu, sementara konsep-konsep universal tidak memiliki satupun dari ciri-ciri ini. Dengan demikian, maka mesti ada suatu sisi selain materi dalam wujud manusia, sehingga konsep-konsep universal -yang tidak memiliki ciri-ciri materiel sedikit pun- itu bisa berada di dalamnya.

2. Salah satu dari ciri-ciri materi ialah adanya hubungan khas antara tempat dan penempat (yang menempati). Yakni, penempat tidak pernah lebih besar dari tempatnya; sesuatu yang lebih besar tidak bisa menempati ruang yang kecil. Manusia banyak menyaksikan benda-benda besar dan ia bisa menempatkan gambaran (konsep) benda-benda besar tersebut dalam pikirannya sesuai dengan ukurannya. Misalnya, ia bisa membayangkan gedung bertingkat dua puluh dalam pikirannya atau menggambarkan ratusan meter persegi gunung dalam pikirannya. Pertanyaannya, kalau benar bahwa penggambaran gedung bertingkat dua puluh ini bisa dilakukan oleh otak sebagai benda yang memiliki ukuran kecil, lantas bagaimana benda yang besar itu bisa menempati tempat yang kecil ini? Jelas, berdasarkan kaidah di atas (yakni hubungan khas antara tempat dan penempatnya) pasti ada satu hakikat nonmateri dalam diri manusia, sehingga ia bisa menempatkan sesuatu yang besar itu dalam dirinya sesuai dengan ukuran sebenarnya. Dan hakikat tempat tersebut ialah ruh (nafs). Karena ruh bukan materi, ia bisa ditempati oleh sesuatu yang besar.


Hubungan Ruh dengan Badan
Dalam pembahasan ruh (nafs) ada pertanyaan, “apa hubungan badan dengan ruh? Apa pendapat al-Quran dalam masalah ini? Apakah al-Quran mengakui bahwa ruh dan badan adalah dua hakikat yang berpisah di mana antara keduanya terdapat dualisme, atau al-Quran mengakui pendapat yang lainnya lagi?”
Dalam sejarah filsafat,  Descartes dan pendukungnya memaparkan teorinya bahwa ruh dan badan adalah  dua substansi yang berbeda. Yakni jasmani adalah sesuatu dan ruh adalah sesuatu yang lain lagi. Dan manusia adalah hakikat yang tersusun dari dua paduan yang berbeda. Decart mengatakan bahwa sifat aslinya badan adalah perpanjangan, perluasan. Dan sifat aslinya ruh adalah berpikir. Tentunya, Descartes mengakui bahwa antara badan dan ruh, terdapat suatu hubungan, dan yang menghubungkan keduanya adalah kelenjar (pineal gland) yang ada dalam otak.

Teori lain mengatakan bahwa hakikat wujud manusia adalah ruh itu sendiri. Wujud manusia bukan komposisi dari badan dan ruh. Yakni, wujud manusia adalah ruhnya itu sendiri, bukan ruh sebagai satu bagian dari wujud manusia. Oleh karenanya, berdasarkan teori ini, antara ruh dan badan ada sejenis hubungan yang disebut dengan hubungan taktis (ertebat-e tadbiri), yang di dalamnya badan sebagai alat dan ruh sebagai pengelola.

Ayat di bawah ini menunjukkan bahwa al-Quran mengakui bahwa wujud manusia sebagai ruh itu sendiri.
Katakanlah, Malaikat maut yang diserahi mencabut nyawamu akan mematikan kalian (yatawaffakum: mengambil kalian secara keseluruhan)  kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.[4]

Kata “tawaffa” artinya adalah mengambil, dan mengambil secara penuh. Ayat di atas mengatakan bahwa malaikat pencabut nyawa akan mengambil dasar wujud manusia. Kalau memang ruh adalah satu bagian dari wujud manusia, al-Quran tidak mengatakan: “yatawaffakum”, tetapi ia akan mengatakan: “yatawaffa ba’dhakum”. Mengambil sebagian dari kalian berbeda dengan mengambil kalian secara keseluruhan.
Maka dari itu, mengingat bahwa malaikat maut akan mengambil ruh manusia; bukan mengambil badannya. Dan ayat tersebut juga mengatakan bahwa malaikat akan mengambil kalian secara keseluruhan. maka itu jelas bahwa hakikat wujud manusia adalah ruh, bukan badan. Dengan melihat ayat berikut ini, akan kita dapatkan bahwa wujud manusia adalah ruh, bukan badan.


Jika kamu melihat orang-orang yang zalim berada dalam tekanan-tekanan maut dan para Malaikat merentangkan tangan-tangannya seraya berkata ‘keluarkanlah ruh kalian!’ di hari ini kalian akan dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan karena kalian selalu mengatakan terhadap Allah perkataan yang tidak benar dan kalian selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.[5]

Dua poin penting dalam ayat tersebut adalah kalimat “keluarkanlah ruh kalian” dan kalimat “hari ini kalian akan dibalas” (tujzauna), yang menunjukkan masa sekarang dan masa yang akan datang. Artinya, dan pembalasan siksa itu berlanjut, maka yang disiksa adalah ruh, karena badan manusia akan rusak dan binasa dengan kematian, ketika itu ia tidak menanggung siksa di alam barzakh.


Bagaimana Kejadian Ruh?
Terdapat banyak teori berkaitan dengan cara kejadian ruh. Hanya saja, di sini kami akan  membahas dua teori yang penting.
1. Teori Ruhaniyatul hudus ruhaniyatul baqa’. Pendukung teori ini menyatakan bahwa hakikat ruh terkait dengan alam malakut (metafisik). Yakni, sebelum kejadian badan, ruh berada di alam malakut. Setelah kejadian badan, ruh menjadi tawanan badan dalam jangka waktu tertentu. Dan setelah manusia mati, ruh kembali lagi ke asalnya, yaitu ke alam malakut.

2. Teori Jismaniyatul hudus ruhaniyatul baqa’. Penggagas teori ini adalah Mulla Shadra. Ia mengatakan bahwa ruh bukan materi, juga tidak turun dari alam malakut ke alam natural. Akan tetapi, ruh terjadi dari evolusi substansial materi (takamul-e jauhari-ye madeh). Dengan penjelasan lain, ruh manusia muncul dari gerak substansial yang disebut dengan nafs natiqah (ruh yang berakal) dan ia abadi dan tidak musnah sepeninggal badan. Oleh karenanya, ruh adalah hasil dari evolusi natural. Oleh karena itu, kejadian ruh demikian ini disebut dengan jismaniyatul hudus.

Di sini kita ingin mengetahui; mana dari dua teori ini yang diterima oleh al-Quran? Apakah dalam masalah ini ayat-ayat al-Quran juga memaparkan pendapatnya? Dengan mengkaji ayat di bawah ini, bisa dikatakan bahwa al-Quran menerima teori  ‘Jismaniyatul hudus ruhaniyatul baqa’. 

Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.[6]

Al-Quran melanjutkannya demikian:
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.[7] Pada tahapan penciptaan dalam ayat di atas digunakan lafazh ‘Fa’ dan ‘Tsumma’ yang artinya ‘kemudian’, di mana jika kita teliti maka akan memahami maksudnya dengan baik.
Penjelasannya adalah dua lafaz ini memiliki selisih yang sangat dekat sekali. Artinya, jika selisih antara tahapan hanya dari segi sifat atau selisih substansinya dekat sekali, seperti selisih antara tahapan gumpalan darah dengan gumpalan daging, dan gumpalan daging dengan tulang belulang maka yang digunakan adalah lafazd ‘Fa’.

Sedangkan selisih antara saripati tanah sampai mani dan mani sampai gumpalan darah maka selisih substansinya jauh.

Kalau al-Quran mengatakan ‘Tsumma Ansya’nahu Khalkan Akhar’, yaitu kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain, sebagai penguat makna tersebut di mana selisih tahapan ini dengan tahapan sebelumnya adalah jauh yaitu daging bercampur tulang belulang.

Kata ‘Ansya’ dalam sastra Arab artinya adalah menciptakan sesuatu yang belum terjadi sebelumnya.
Dalam tahapan penciptaan manusia yakni dari tanah sampai daging bercampur tulang belulang, al-Quran menggunakan kata ‘Khalaqa’ dan ‘Ja’ala’. Namun di akhir menggunakan kata ‘Ansya’ dan ‘Khalqan Akhar’ untuk menunjukkan bahwa pada tahapan akhir muncul sesuatu yang baru bagi manusia. Dengan kata lain setelah manusia menjalani tahapan materi ia sampai pada satu tahapan di mana Allah mewujudkan untuknya ciptaan yang lain.

Oleh karenanya, dengan melihat empat poin di bawah ini maka penyimpulan teori ‘Jismaniyatul hudus-nya ruh  bisa disandarkan pada ayat-ayat di atas:
1. Sekaitan dengan lafazd ‘Tsumma’ dan ‘Fa’. Lafazd Tsumma digunakan untuk tahapan penciptaan sebelum munculnya ruh. Sedangkan lafazd ‘Fa’ (menunjukkan selisih antara tahapan wujud) digunakan pada tahapan terakhir penciptaan manusia ketika ruh sudah bergabung dengan badan.
2. Penggunaan kata ‘Ansya’, menunjukkan penciptaan sesuatu yang belum terjadi sebelumnya.
3. Dalam penciptaan ruh menggunakan istilah ‘Khalkan Akhar’ artinya penciptaan lain.
4. Pada kata ‘Ansya’nahu’, zamir ‘Hu’ kembali kepada makhluk yang melewati beberapa tahapan dari gumpalan darah sampai daging yang menutupi tulang.


[1] . QS, As-Sajdah: 9.
[2] . QS, Al-Hijr: 29.
[3] . QS, As-Syams: 7-8.
[4] . QS, AS-Sajdah: 11.
[5] . QS, Al-An’am: 93.
[6] . QS, Al-Mukminun: 12-14.
[7] . QS, Al-Mukminun: 14.

Klasifikasi Manusia Menurut Ilmu Dan Pengetahuan

Apakah yang dimaksudkan dari ilmu dan pengetahuan yang menjadi landasan dan dasar klasifikasi ini?
Dengan melihat pada klasifikasi: “عالم ربانی”, “متعلم علی سبیل نجاة” dan “همج رعاع” dapat diketahui bahwa yang dimaksud dari ilmu adalah suatu ilmu yang diungkapkan oleh Imam Shadiq as dalam riwayat ‘Unwan Bashri dengan “nur” (cahaya):
“Ilmu bukan dengan pembelajaran akan tetapi adalah cahaya yang jatuh di hati orang yang dikehendaki oleh Allah swt untuk memberinya petunjuk maka bila Anda menginginkan ilmu, tuntutlah hakekat penyembahan (penghambaan) dalam dirimu terlebih dahulu.” (Biharul Anwar, jilid 1, hal. 225)
Setelah ‘Unwan bertanya tentang hakekat penyembahan atau penghambaan, Imam Shadiq as berkata:
Tiga hal: Hendaklah seorang hamba tidak melihat bagi dirinya terhadap apa yang telah diserahkan Allah sebagai kepemilikan, karena hamba tidak memiliki kepemilikan bagi diri sendiri, ia melihat harta sebagai harta Allah yang akan diletakkan sebagaimana yang Allah perintahkan, seorang hamba tidak mengatur untuk dirinya sendiri dan seluruh usahanya pada apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah swt.” (Ibid)
Sangat jelas bahwa hanya sekedar mengetahui ilmu-ilmu formal dan mengoleksi istilah-istilah saja tidak akan mengantarkan manusia ke tingkatan penghambaan atau penyembahan, kebahagiaan abadi dan kehidupan baik. Betapa banyak ilmuwan alam dan empiris dan bahkan penghafal istilah-istilah religius yang terhalang untuk mendapatkan hakekat ilmu.
Adapun penjelasan klasifikasi manusia kepada alim rabbani, artinya mereka telah mengenal Tuhan dengan sebenarnya dan mendidik manusia lain di jalan pengenalan Tuhan dan atau mereka berada di jalur pengenalan kepada Tuhan. Selain dua bentuk ini manusia keluar dari hakekat kemanusiaan, karena tujuan penciptaan adalah pengenalan Tuhan dan penghambaan kepada-Nya:

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adh-Dhariyat [51]: 56).
Dalam penafsiran ayat suci di atas disebutkan demikian: “li ya’rifun” (untuk mengenal-Ku). (Ibnu Jum’ah Huwaizi, Tafsir Nur Ats-Tsaqalain, jilid 5, hal. 132).
Orang-orang yang bukan alim dan juga muta’allim(penuntut ilmu) akan pergi dengan setiap hembusan angin ke suatu arah tanpa tujuan dan akan menambatkan hati ke setiap lantunan melodi; mereka inilah yang tidak dapat memanfaatkan kemanusiaan mereka.
Dari sinilah dalam sebagian riwayat disebutkan klasifikasi dengan format bipartidebukan tripartide:
Dari Abi Abdillah as: “Manusia ada dua (kelompok): ’Alimdan muta’allimsementara manusia yang lain adalah si busuk dan orang-orang busuk berada di dalam neraka.” (Biharul Anwar, jilid 1, hal. 187).
Berarti kelompok ketiga sama sekali tidak layak untuk diperhatikan, sehingga diletakkan sebuah bagian terpisah, meskipun mayoritas manusia berada dalam kelompok ini.
Menurut Syaikh Baha’i: Dua kelompok pertama disebutkan dengan kata tunggal (alim rabbani wa muta’allim ‘ala sabil najah) sementara kelompok ketiga berbentuk jamak (hamaj ra’aa’) memberikan isyarat kepada sebuah poin bahwa dua kelompok pertama lebih sedikit dan kelompok ketiga lebih banyak.” (Ibid, hal 190).
Adapun penjelasan masing-masing dari kelompok tersebut:
Kelompok pertama: عالم ربانی
Kata rabbanijuga disebutkan dalam al-Qur’an:

Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya al-kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi mereka (para nabi) berkata: “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani (yang mengenal dan menyembah Allah), karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 79).
ربانیdinisbatkan kepada ربsedangkan huruf alif dan nunditambahkan untuk mengindikasikan keagungan dan kebanyakan, sebagaimana seorang yang banyak لحیة(jenggot) disebut لحیانی; oleh karena itu, rabbaniadalah seorang yang hubungannya banyak dengan Tuhan dan penghambaan dan penyembahannya sangat banyak dan juga dikatakan rabbanibila seseorang memikul tanggung jawab pendidikan dengan pengaturan pada jalan penyembahan dan penghambaan kepada Allah swt. (Silahkan rujuk: Fadhl bin Hasan Thabarsi, Majma’ Al-Bayan, jilid 2, hal. 465; Jarullah Zamakhsyari, Al-Kasysyaf, jilid 1, hal. 378).
Dalam mengartikan kata rabbani, Ibnu Atsir berkata:
“Dan dalam hadis Ali as “Manusia ada tiga kelompok: عالم ربانی…” (rabbani) dinisbatkan kepada “الرب” dengan tambahan alifdan nununtuk mubalaghah(menunjukkan arti lebih) dan dikatakan berasal dari “الرب” dengan arti “التربیة” (pendidikan) maksudnya mereka mendidik para penuntut ilmu dengan ilmu-ilmu dasar sebelum ilmu-ilmu asli. Dan rabbaniadalah alim yang menguasai (rasikh) dalam ilmu dan agama atau yang mencari ridha Allah swt dengan ilmunya dan juga dikatakan bahwa rabbaniadalah alim yang beramal dan mengajarkan (ilmunya).”
Kelompok Kedua: متعلم علی سبیل نجاة
Para pencari jalan kebahagiaan dan keselamatan: Para penuntut ilmu yang mencari ilmu pada jalan kebahagiaan dan keselamatan. سبیل نجاة(Jalan keselamatan dan kebahagiaan) adalah shirat mustaqim(Jalan yang lurus) di antara berbagai jalan bercabang dan menyeleweng:

Dan bahwa inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am [6]: 153).
Muta’allim ‘ala sabil najahadalah seseorang yang menyerahkan hatinya kepada panggilan malakut Amirul Mukminin as yang mengatakan:
Ke manakah kalian akan dibawa oleh berbagai aliran (menyeleweng), disesatkan oleh kegelapan-kegelapan dan ditupu oleh kebohongan-kebohongan? Dari manakah kalian akan didatangkan? Bagaimana kalian bisa lalai? …maka dengarkanlah rabbani(pendidik Ilahi) kalian.” (Nahjul Balaghah, Khutbah ke-108).
Kelompok Ketiga: همج رعاع
Kelompok ketiga, karena kehinaan, kerendahan dan terjatuh dari kemanusiaan diekspressikan dengan همج رعاع; artinya nyamuk-nyamuk kecil yang rendah, hina dan tiada bernilai. همجberdasarkan nukilan Jauhari adalah kata jamak dari همجة, dengan artian nyamuk kecil yang hinggap di muka dan mata binatang-binatang berkaki empat. (Biharul Anwar, jilid 1, hal. 187).
Kriteria-kriteria lain kelompok ini beliau as jelaskan dalam empat kalimat:
اتباع کل نائق: Karena kedunguannya kelompok ini akan mengikuti setiap suara yan datang dari mana saja, tanpa meneliti kebenaran atau tidaknya; seperti sekumpulan kambing yang akan berjalan dengan melodi setiap penggembala dan menerima seruan setiap menyeru dengan tanpa merenung karena ketidaktetapan dalam akidah. (“النائق: Suara penggembala dengan kambingnya” (Biharul Anwar, jilid 1, hal 190).
یمیلون مع کل ریح: Mereka akan diombang-ambingkan gelombang dan angin prusak masyarakat, karena kegoyahan, ketiadaan kehendak dan kelemahan akidah, hari ini mereka membaiat, besok mengkhianatinya.
لم یستضیؤوا بنور العلم: Mereka tetap berada dalam kegelapan, kebodohan dan kedunguan dan mereka tidak beruasaha untuk keluar dari kegelapan kejahilan menuju ke suasana terang ilmu dan pengetahuan.
لم یلجؤوا الی رکن وثیق: Mereka tidak berteduh ke tempat perteduhan yang kokoh, artinya mereka tidak memiliki akidah yang kokoh dan kuat sehingga dapat menyelamatkan diri di hadapan serangan gelombang kejahilan, kerusakan dan kegelapan yang menakutkan.
c) Perbandingan Antara Ilmu Dan Harta
Imam Ali as dalam membandingkan antara ilmu dan kekayaan berkata: “Wahai Kumail! Ilmu lebih baik dari harta, karena: العلم یحرسک و انت تحرس المال (Ilmu akan menjagamu sedangkan kamu harus menjaga harta): Ilmu akan menjagamu dari bisikan-bisikan dan godaan-godaan setan sementara harta buakan hanya tidak menjagamu, akan tetapi engkau harus menjaga dan memelihanya. Permasalahan ini pun amat penting dan jelas bahwa hal-hal yang dapat menjaga manusia lebih baik baginya daripada ia harus menjaga hal-hal tersebut.
المال تنقصه النفقة و العلم یزکو علی الإنفاق (Harta menjadi berkurang bila dikeluarkan sedangkan ilmu akan bertambah bila disebarkan): Kekayaan dan kepemilikan akan berkurang dengan dikeluarkan dan diberikan kepada orang lain, sementara ilmu dan pengetahuan akan bertambah dengan penyebarannya atau karena penyebarannya akan bertambah.
Syaikh Baha’i ra berkata:
Kata علی dapat berartikan مع (bersama) sebagaimana yang mereka katakan dalam firman Allah swt:

Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai ampunan (yang luas) bagi manusia bersama kezaliman mereka.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 6).
Dan juga dapat berartikan sababiyah(sebab, karena, alasan) sebagaimana yang mereka katakan dalam firman Allah swt:

Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah karena petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185) (Biharul Anwar, jilid 1, hal. 190).
و صنیع المال یزول بزواله (Dan akibat harta akan lenyap dengan kelenyapannya): Yang terkumpul dari harta dan kekayaan akan lenyap tanpa bekas dengan lenyapnya harta atau pemilik harta; misalnya pemilik harta yang meninggal dunia maka ia tidak lagi mengambil manfaat dari peninggalan dan dampak hartanya, atau seseorang yang karena kehilangan harta, kekayaan dan kepemilikan terpaksa menjual kepemilikannya dan memberikan kepada para penagihnya, maka ia tidak lagi dapat memanfaatkan hartanya, sementara itu hal-hal yang didapat dari ilmu dan pengetahuan akan langgeng, baik manusia itu masih ada di dunia atau telah tiada.
معرفة العلم دین یدان به، به یکسب الانسان الطاعة فی حیاته و جمیل الاحدوثة بعد وفاته (Mengetahui ilmu adalah keniscayaan yang harus diterima, dengannya manusia dapat meraih ketaatan dalam kehidupannya dan keindahan sebutan setelah kematiannya): Mengetahui ilmu pengetahuan (ibarat) suatu keyakinan yang harus diterima dan atau harus diberi imbalan. Melalui perantaraan ilmu dan pengetahuan agamalah manusia dapat memperoleh ketaatan, artinya seseorang yang memiliki pengetahuan agama akan dapat mentaati Allah swt dan tanpa pengetahuan ini, ketaatan tidak akan terwujud. (Syaikh Thusi ra meriwayatkan demikian: “Wahai Kumail! Penyertaan orang alim adalah keyakinan yang harus diterima atau diberikan balasan, akan memberikan ketaatan dalam kehidupannya dan keindahan sebutan setelah wafatnya.” (Amali, jilid 1, hal. 19)).
Dalam hal ini al-Qur’an memfirmankan:

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir [35]: 28)
Karena ilmulah manusia meninggalkan nama baik dari dirinya.
Tidak satu pun dari keistimewaan-keistimewaan ini terdapat dalam harta dan kekayaan, artinya hal yang menyebabkan terbukanya jalan ketaatan kepada Allah swt dan yang menjadikan keharuman nama baik bagi manusia hanyalah ilmu dan pengetahuan agama bukan sekedar kepemilikan harta dan kekayaan.
العلم حاکم و المال محکوم علیه (Ilmu menjadi hakim dan harta yang dihakimi): Hal tersebut dengan anggapan bahwa setiap pemanfaatan yang benar dalam harta berdasar kepada ilmu dan pengetahuan, bahkan pembelanjaan harta dan pengeluaran dalam kehidupan sehari-hari juga harus sesuai dengan pengetahuan dan ilmu yang semestinya dan ilmu untuk mengatur kehidupan adalah salah satu di antara ilmu-ilmu yang tanpa menggunakannya kehidupan keseharian akan hancur; ilmu ini dalam riwayat diungkapkan dengan taqdir al-ma’isyah:
Dari Abi Ja’far as: Kesempurnaan dan totalitas kesempurnaan adalah memperdalam pengetahuan dalam agama, sabar atas musibah dan taqdir al-ma’isyah (pengaturan kehidupan).” (Muhammad bin Ya’qub Kulaini, Ushul Kafi, jilid 1, hal. 32)
Ahli hadis Kasyani berkata: “التفقه فی الدین(Memperdalam ilmu dalam agama) adalah memperoleh bashirah (pengetahuan) dalam ilmu-ilmu agama, النائبةadalah musibah atau bencana dan تقدیر المعیشةadalah menyeimbangkannya sehinggga tidak condong ke dua pihak israfdan kekikiran, akan tetapi harus pertengahan di antara itu sebagaimana yang difirmankan oleh Allah swt.” (Mulla Muhsen Faidh Kasyani, Al-Wafi, jilid 1, hal. 131)
 
d) Perbandingan Antara Ulama Dan Orang-orang Berharta[1]
Para pengumpul harta dalam kehidupan duniawi meskipun tampaknya hidup dan makan seperti binatang:
Dan mereka makan seperti makannya binatang.” (QS. Muhammad [47]: 12), 

akan tetapi pada hakekatnya adalah mati, karena mereka tidak memanfaatkan kehidupan thayyibahinsani disebabkan kelalaian dari sang Pencipta:
 
Mereka mati tidak hidup, dan mereka tidak mengetahui bilakah akan dibangkitkan.” (QS. An-Nahl [16]: 21)
Sementara itu, ulama Ilahi tetap hidup selama dunia masih ada meskipun badan mereka tidak lagi berada di tengah-tengah masyarakat, akan tetapi mereka selalu akan diingat dengan karya dan peninggalan mereka selalu dan untuk selamanya.
Beberapa riwayat lain telah dinukil dari Amirul Mukminin Ali as seperti penjelasan yang lalu dalam hikmah ke-147 dalam pembandingan antara ilmu dan harta, di antaranya:
Imam Ali as berkata: “Ilmu lebih utama dari harta dengan 7 perkara:
Pertama: Ilmu adalah peninggalan para nabi sementara harta dan kekayaan adalah peninggalan para Fir’aun.
Kedua: Ilmu tidak akan berkurang dengan penyebaran dan pemberian, sedangkan harta akan berkurang dengan pembelanjaan.
Ketiga: Harta butuh pada penjaga, sedangkan ilmu menjaga pemiliknya.
Keempat: Ilmu akan masuk ke dalam kafan dan harta akan tertinggal (artinya buah ilmu juga tetap bermanfaat setelah mati).
Kelima: Harta sampai ke tangan orang mukmin dan juga ke tangan orang kafir, akan tetapi ilmu hanya akan didapat oleh orang mukmin saja.
Keenam: Seluruh manusia butuh kepada pemilik ilmu (orang alim dan rabbani) dalam urusan agama mereka, sementara mereka tidak memerlukan pemilik harta.
Ketujuh: Ilmu memberikan kekuatan dan kemampuan kepada seseorang untuk melewati shirath, sementara itu harta akan menghalanginya. (Artinya harta yang tidak dibelanjakan dalam jalan yang benar akan menghalangi kehidupan thayyibukhrawi dan pergi ke surga). (Biharul Anwar, jilid 1, hal. 185).
Demikian juga telah dinukil dari Imam Ali as bahwa beliau berkata:
“Wahai manusia! Ketahuilah bahwa sesungguhnya kesempurnaan agama adalah menuntut ilmu dan mengamalkannya dan bahwa menuntut ilmu lebih wajib atas kalian daripada mencari harta. Bahwa harta itu akan dibagi-bagikan di antara kalian dan dijamin untuk kalian, Zat yang Maha adil akan membagikannya di antara kalian dan akan sampai kepada kalian, sedangkan ilmu akan dititipkan kepada kalian di sisi para pemiliknya, kalian telah diperintahkan untuk mencarinya dari mereka maka carilah. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya harta yang melimpah akan membahayakan agama dan mengeraskan hati, sementara limpahan ilmu dan amal dengannya menjadi maslahat (berguna) bagi agama dan sebab ke surga. Pembelanjaan mengurangi harta sementara ilmu akan bertambah bila dikeluarkan dan pengeluarannya adalah menyebarkannya kepada para penjaga dan perawinya.” (Ibnu Syu’bah Harrani, Tuhaf Al-‘Uqul, hal 199).
* Diterjemahkan oleh: Imam Ghozali dari buku berbahasa Persia: Ta’lim va Tarbiyat dar Nahjul Balagheh

[1]Perbandingan antara ulama dan orang-orang berharta juga adalah perbandingan antara ilmu dan harta.

Manusia yang Bersumber Daya


Oleh: Jusman Syafii Djamal

Lima tahun lalu , seorang sahabat sekaligus guru saya Prof.Mardi Hartanto Guru Besar Teknik Industri ITB, menulis buku tentang “human Resorces Development”, Pengembangan Sumber Daya Manusia. Dalam buku itu beliau menolak thesis klasik yang menyatakan bahwa manusia itu asset perusahaan, yang nilai nya bisa mulur mungkret, bisa naik turun karena harga pasar. Sebab melalui pendekatan karyawan atau manusia ayang bekerja dikategorikan sebagai asset yang  nilainya naik turun, maka biaya pengembangan SDM selalu dipandang sebagai Cost, atau Biaya.


Karena itu beliau merekomendasikan agar istilah Sumber Daya Manusia diganti menjadi Manusia Yang Bersumber Daya. Dengan istilah ini karyawan atau manusia selalui dipandang sebagai “center of excellence” atau pusat keunggulan perusahaan. Sehingga jika ada biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan keahlian, keterampilan dan kesamaptaan dari karyawan sebuah perusahaan, maka biaya yang dikeluarkan tidak dipandang sebagai Cost melainkan sebagai Investasi.

Pada Juli 1997, sahabat debat saya sekaligus Guru Besar di ITB Prof Iskandar Alisyahbana, yang kini sudah almarhum (semoga Allah Lapangkan jalan Ke SurgaNya), menceritakan fikirannya setelah membaca buku Blind Watchmaker karya Richard Dawkins.

Beliau kurang lebih bilang begini:”Manusia itu mengalami proses evolusi dalam dua hal, yang pertama Gene dan kedua Meme.  Genes yang berasal dari bahaya Greek berarti “born” atau lahir. Dalam bahasa Inggris disebut Gen yang diartikan sebagai “something that produce something”, dan dijelaskan lebih rinci dalam kata gene yangberarti :”unit of inheritance thats is carried on a chromossome, controls transmission of hereditary characters and consist of DNA or in some vuruses RNA (Penguin, English Dictionary). Gene adalah sifat dan karakter  alamiah yang dibawa secara turun temurun dari sejak lahir dalam DNA atau dalam virus RNA.

Sedang meme adalah “geist” atau mind and spirit atau akal budi yang selalu tercerahkan dan melahirkan hasil karya cipta dan karsa manusia  sebagai unsur budaya suatu bangsa, dimana Ilmu Pengetahuan dan Teknologi termasuk didalamnya.

Gene berkembang biak dan menyebar berpindah dari satu generasi melalui sperma dan telur. Sementara meme tumbuh berkembang, menyebar luas dari otak ke otak yang lain melalui proses yang disebut sebagai proses imitasi, mutasi, variasi dan seleksi. Sebagian dari meme aka musnah dan terlupakan, karena banyak manusia tidak percaya dan tidak dapat setuju dengan buah fikiran yang terkandul dalam meme tersebut. Sejak dahulu sudah berlaku bahwa fikiran fikiran yang berguna dan berkhasiat akan diteruskan dari orang tua kepada anak cucunya. Begitu kata Prof Alisyahbana. (tulisannya pernah dipresentasikan dalam Strategic Management Workshop Teknik Industri berjudul :”Human Resources Development and Human Geist).
Proses Evolusi Meme atau Human Geist atau bahasa Jerman dari  Mind and Spirit atau akal budi manusia sebagai hasil evolusi kebudayaan dan peradaban, terjadi dalam proses interaksi saling asih, asah dan asuh yang tumbuh dari rasa cinta orang tua, guru, dan para sahabat atau bahkan lawan tanding yang muncul dalam bentuk pengalaman hidup. Karenanya evolusi meme jauh lebih cepat dibanding evolusi gene.

Seorang insinyur yang merancang mesin berupaya dengan sungguh sungguh mendapatkan karya yang paling unggul dari ide yang muncul. Ada dua cara yang ia tempuh melalui proses tinkering atau trial and error atau mengotak atik  dengan membuat banyak mesin prototype yang beraneka ragam variasinya. Kemudian diseleksi untuk mendapatkan karya optimumnya. Tapi ada juga jalan yang ditempuh melalui proses “think” berfikir melalui proses iterasi dalam simulasi komputer untuk membuat pelbagai model matematika dan model rekayasa rancang bangun untuk kemudian diiterasi mendapatkan “the best among the goods” atau primus interpares, yang terunggul dari semua yang  terbaik.

Kedua proses tinkering dan “think” ini mempercepat proses evolusi meme atau buah karya cipta manusia sebagai hasil evolusi kebudayaan. Melalui proses tinkering atau trial and error dalam eksperimentasi serta “think” berfikir dalam proses riset pengembangan secara sistimatis berjenjang dan berkelanjutan dari  ruang laboratorium , iterasi dalam simulasi model komputer, pembuatan prototype yang dibimbing oleh iptek, telah mebawa kecepatan pertumbuhan evolusi meme. Ambil contoh pelbagai jenis teknologi yang dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas manusia pada awal tahun 60an berkembang setiap sepuluh tahun sekali, tahun 1986 “daur hidup” atau “life cycle technology” adalah setiap dua tahun sekali, kini di tahun 2012 setiap enam bulan sekali kita menemukan teknologi baru. Meme bervolusi lebih cepat dari gene. Kerana potensi kreatip manusia atau meme yang merupakan produk kebudayaan dan peradaban manusia tumbuh lebih cepat dari gen.

Hal inilah yang kurang lebih disebut sebagai Manusia Bersumber Daya oleh Prof. Mardi Hartanto. Manusia memiliki Geist atau Mind and Spirit sebagai sumber daya yang selalu mengalami proses nilai tambah dan terbarukan dalam proses evolusi kebudayaan. Kebudayaan suatu Bangsa selalu cendrung berorientasi menemukan yang terbaik dari potensi yang ada dalam jati diri melalui interaksi dengan semama warga bangsa dan dengan bangsa lain didunia.

Dengan kata lain Manusia Bersumber Daya dalam lingkungan perusahaan memerlukan ekosistem dalam bentuk budaya kerja yang bertransformasi sepanjang masa sesuai dengan perubahan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasainya.

Ketika tahun 2005 saya diminta pak Rachmat Gobel untuk bertemu dengan kel Konosuke Matsushita agar dapat disetujui menjadi Chairman Yayasan Matsushita Gobel, — yayasan yang didirikan dari dana pribadi alm Drs Thayeb Mohamad Gobel dan Konosuke Matsushita founding father Panasonic– saya diikenalkan dua konsep pengembangan industri Jepang, yakni Monozukuri dan Hitozukuri. Mono berarti product, dan Hito berarti people. Zukuri bermakna “producing” or “manufacturing”.

Kedua konsep in merupakan dua sisi dari mata uang yang sama, selalu berpasangan. Tak mungkin  satu perusahaan dapat memproduksi suatu barang jadi atau barang setengah jadi atau produk akhir yang unggul di pasar, jika perusahaan tersebut tidak mampu mengembangkan ekosistem tempat kerja dimana sesama karyawan saling asih, saling asuh dan saling asah. Hanya karyawan yang unggul dapat melahirkan produk unggul.People before product Concept.

Create Atmosphere to attract and produce good quality people first, before producing a good quality product. Man behind the gun is more important than a gun itself. Melahirkan dan memproduksi tenaga kerja berkualitas unggul perlu jadi prioritas utama sebelum memproduksi barang yang baik.

Tetapi produk yang unggul tak mungkin lahir jika cita rasa dan kebutuhan utama para pembeli atau pelanggan tidak dijadikan orientasi dari rekayasa, rancang bangun produk. Dalam hal ini Cost Quality and Delivery Time menjadi kata kunci atau pilar utama. Sebab pada akhirnyapenghargaan pelanggan yang mau membeli, menyimpan dan menggunakan serta memanfaatkan produk tersebut yang membuat suatu barang menjadi berharga atau bernilai. Nilai dalam bentuk dollar, yen atau rupiah ini kemudian masuk kedalam kas perusahaan dirubah menjadi revenue stream untuk digunakan sebgai modal selanjutnya untuk melahirkan produk yang lebih baik dimasa depan dan kesejahteraan karyawan serta pemegang saham, dan tentunya pajak bagi negara.

Dengan jalan fikiran demikian membangun industri tak identik dengan membangun pabrik.Pabrik adalah lokasi kerja dimana manusia bertemu bahan baku dan mesin pengolah bahan baku menjadi produk. Pabrik berorientasi pada tatacara memproduksi barang secepat cepatnya dan sebanyak banyaknya sesuai target ditetapkan dan beroientasi pada hasil semata berdasarkan “standard operating procedure”. Dalam miliu pabrik sumber daya manusia bisa mengalami “loneliness”.

Sementara Industri adalah sebuah wahana transformasi.  To transform dalam Penguin English Dictionary diterjemahkan sebagai :” to change something radically, e.g in structure, appearance or character”, atau “to change a current in potential , e.g from high voltage to low voltage (agar listrik dapat digunakan tanpa kesetrum) atau “to subject a configuration to a mathematical transformation”.

Dengan kata lain industri sebagai wahana transformasi dapat merubah secara drastis “gaya hidup” dan “gaya bekerja” dari bersifat individual , tak mengenal arti waste dan kualitas, tak tau “time line” atau delivery time dan efsiensi biaya atau bekerja asal asalan, serampangan tak kenal agenda dan check list, tak disiplin , ngawur ditransformasikan menjadi “gaya hidup” dan gaya kerja yang mengedepankan satu set nilai budaya berbasis perbaikan terus menerus atas tingkat produktivitas, efisiensi dan competitiveness. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin menjadi kultur kerja yang melekat.

Inilah yang dimaksud dengan Hitozukuri dan Monozukuri, producing a good people before producing good product. Industri menjadi wahana transformasi untuk merubah secara radikal karakter, struktur dan tampilan sebuah bahan baku atau raw material menjadi produk jadi yang berdaya guna tinggi.

Dan itu hanya mungkin dicapai oleh Manusia yang berSumber Daya. Setiap Manusia berSumber Daya memiliki tingkat kesamaptaan atau keterampilan atau skill yang bersifat unik, otentik  dan orisinal , sebagai buah dari tradisi keluarga, pendidikan masa kecil baik formal maupun informal. Sehingga ia dapat ditempatkan pada satu “job title”, dan job value tertentu yang tepat dan sesuai dengan tingkat kesamaptaannya.

Melalui suatu eksosistem yang mengedepankan proses “continuous improvement” dalam wadah “learning organization” akan tercipta ruang kebebasan bagi tiap Manusia Bersumber Daya menjadi dirinya sendiri, sehingga tiap diri dapat  eksis menonjol dan berdaya guna tinggi dalam setiap tantangan pekerjaan yang dihadapinya, dalam satu jaringan kerja dan mata rantai nilai tambah yang eksis dalam perusahaan.

Melalui jenjang pengalaman pekerjaan yang memiliki tingkat kesulitan dari sederhana hingga paling rumit, tia Manusia ber Sumber Daya secara bertahap , bertingkat dan berlanjut mendapatkan investasi tambahan berupa proses pelatihan, seminar, workshop, debat diskusi dialog, sehingga ia mampu meningkatkan “value added” individunya. Atau seperti kata Jean Paul Sartre, proses transformasi melalui pekerjaan akan menjadi wahana dimana tiap Eksistensi melahirkan Esensi.

Eksistensi yang terwujut dalam potensi keahlian yang dimilikiya secara orisinal atau Entre en Soi (eksistensi yang ada begitu saja yang berujut potensi) dapat ditransformasikan melalui kesulitan tantangan pekerjaan yang diberikan oleh mekanisme serta struktur organisasi dan sistem tata cara kerja  dalam perusahaan, sehingga diubah menjadi Entre pour soi (eksistensi yang terwujut dalam tingkat keahlian tertentu yang memiliki value dan ruang pilihan kebebasan profesional bagi dirinya sendiri).

Begitu kurang lebih kata Prof Mardi Hartanto. Dengan menggunakan istilah Manusia Bersumber Daya, Prof Mardi seolah  ingin menjelaskan konsep Indonesia Bersumber Daya, Jawa Bersumber Daya, Kalimantan Bersumber Daya, Sumatera Bersumber Daya, demikian juga Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara , Kepulauan Maluku dan Papua yang berSumber Daya.

Demikian catatan saya, mudah2an bermanfaat.


Ada teman fb yang minta agar istilah sumber daya manusia jang diubah ke manusia bersumber daya. Bikin tambah rancu, sebab istilah ini sudah baku digunakan. Sudah banyak kantor baik swasta maupun peerintah gunakan istilah ini. Sebetulnya saya hanya ingin menggunakan istilah manusia bersumber daya untuk ikuti kaidah Bahasa Indonesia menganut hukum DM, diterangkan menerangkan. Misal, kata Bandara Internasional merujuk dari fungsi Bandara, yakni terminal pesawat terbang untuk rute Internasional.


Kata Sumberdaya Manusia , dapat bermakna Manusia merupakan hanya salah satu sumber daya. Ia menjadi objek bukan subjek. Sebab yang diterangkan adalah Sumber Daya, yang menerangkan adalah kata Manusia. Sama seperti kata Sumber Daya Mineral, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Air dan Sumber Daya yang lain. Ada kehawtiran Prof Mardi Hartanto, penggunaan istilah sumber daya manusia sebagai terjemahan kata Human Capital atau Human Resources menyebabkan manusia atau tenaga kerja dipandang sebagai komoditi yang sama seperti air, mineral atau pepohonan. Bukan subjek melainkan objek eksplorasi dan ekpoitasi.Tidak ada keharusan untuk menempatkan manusia sebagai fokus perhatian.

Dalam perkataan Sumber Daya Mineral, fokusnya adalah Mineral, manusia tidak masuk kategori yang menjadi pusat perhatian. Demikian juga pada kata Sumber Daya Air, hanya air yang menjadi pusat unggulan. Begitu seterusnya.

Dengan pendekatan Manusia Bersumber Daya, terkandung harapan agar  manusia  Indonesia berkeahlian tinggi dalam proses eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral dapat ditonjolkan berkelas dunia. Sebab banya ahli perminyakan Indonesia yang menonjol dan berkelas internasional yang saya tau tersimpan dalam ruang sempit tanpa peran berarti, karena pertamina sudah berusia lebih  50 tahun. Yang merisaukan hingga kini, kita masih saja selalu mendengar penjelasan resmi, Indonesia ke kurangan ahli perminyakan. SDM nya masih perlu dilatih dan ditraining lagi, jika kita inginkan adanya kemampuan Bangsa Indonesia untuk mengolah sendiri secara mandiri semua potensi sumber daya mineralnya.

Akibatnya tekad Bangsa Indonesia untuk memiliki kemandirian selalu terbentur dalam dua hal : Capital dan SDM.Apa benar begitu wallahu alam. Sebab dalam bidang Manusia bersumber daya iptek perminyakan dan geologist saya lihat dan temui banyak teman yang memiliki keahlian luar biasa dan bekerja diladang ladang minyak di luar negeri. Di negara lain diapesiasi, didalam negeri sendiri tidak punya “playing field”

Dalam dunia perminyakan dan pertambangan, banyak sekali manusia Indonesia berkeahlian tinggi, kurang mendapatkan “spot light” atau titik utama perhatian pengambil kebijakan. Yang utama hanyalah bagaimana menggali dan menggali minyak sebagai komoditi yang makin hari makin langka dan harganya meningkat sehingga subsidinya menjadi persoalan. Akan tetapi yang menarik dalam tivi dan radio serta koran majalah yang mebahas soal minyak Indonesia adalahkalangan ahli ekonomi atau ahli ilmu sosial dan pengamat. Tetapi ahli perminyakan sendiri, tidak diberi ruang untuk bicara. What really happen we still do not know yet ?

Bung Karno sebetulnya pernah mengajukan konsepsi agar  Bangsa Indonesia berorientasi pada peningkatan keahlian dan kapasitas yang muncul dari dalam negeri, untuk tampil dalam arena internasional. Bung Karno seorang insinyur lulusan ITB. Ketika suatu pagi berjalan di bumi Parahyangan yang indah permai, ia bertemu seorang petani yang sejak subuh setelah shalat mencangkul tak kenal henti. Karena tertarik Bung Karno menyapa, apa yang engkau kerjakan. Mencangkul jawab petani. Apa ini sawahmu, kata Bung Karno, ya.

Berapa luasnya tanya Bung karno, kurang dari 0,3 hektar jawab petani. Apa itu cangkul mu ? ya saya pemiliki cangkul ini. Gubukitu, tunjuk bung Karno apa juga punya kamu, ya jawab petani. Kamu makan tiap hari ? Tidak kata petani, jika tidak panen aku sehari makan, sehari puasa.

Bung Karno kaget, lantas bertanya siapa namamu. Marhaen jawab petani sambil menatap matanya ke Bung Karno. Sejak itu Bung Karno mengenalkan istilah Marhaen sebagai ganti orang desa, petani dan nelayan. Bung Karno bilang Marhaen adalah Manusia Indonesia yang memiliki sumber daya terbatas. Ladang terbatas, sawah terbatas, cangkul satu gubuk satu. Jumlah kekayaan sumber daya yang dikuasainya tidak memiliki skala ekonomi untuk mencukupi kebutuhan hariannya. Ia tidak mampu berdiri diatas kakinya sendiri.

Dengan mengenalkan istilah Marhaen, sebagai pemilik kapital sangat kecil sehingga tak mampu berdiri diatas kakinya sendiri. Bung Karno merujuk pada para Petani yang hanya memiliki cangkul satu buah dan lahan kurang 0,3 hektare, jadi tak punya sumber daya untuk mengangkat harkat hidupnya dengan kekayaan yang dimilikinya. Demikian juga para Guru, para Pegawai Negeri dst, yang semuanya hanya  memiliki sumber daya yang dikuasainya sendiri tapi jumlahnya terlalu kecil untuk mampu di”leverage” menjadi kekuatan ekonomi mandiri yang menjadi sumber pemberi nafkah kehidupan pada anak isterinya. Karena itu mereka selalu kalah bersaing dengan pemiliki sumber daya yang lebih besar.

Sejak itu, Bung Karno kemudian tenggelam dalam perjuangan untuk membangun persatuan dan kesatuan Bangsa. Hanya dengan persatuan Bangsa kita bisa tegak sama tinggi dan duduk sama rendah dengan bangsa bangsa lain didunia. Kemudian Bung Karno ketemu Hatta, Sutan Syahrir, Ki Hadjar Dewantara, Wachid Hasyim, Sudirman dan semua tokoh founding father Republik Indonesia. Bung Hatta dan Bung Karno kemudian mengenalkan istilah sosio demokrasi, demokrasi politik dan demokrasi ekonomi melalui wahana Koperasi bersemangat Gotong Royong sebaai upaya untuk menyatukan kekuatan ekonomirakyat itu.

Dengan memflashback cerita Bung Karno ini, saya ingin mengatakan bahwa Manusia Bersumber Daya dari sejak Proklamasi menjadi titik sentral Proses Pembangunan Bangsa Indonesia. Melalui kemerdekaan Manusia Indonesia bersumber daya perlu diberi kesempatan untuk menguasaiIlmu Pengetahuan dan Teknologi. Mengelola alat dan peralatan utama produksi baik di bidang agraria maupun industri serta jasa.

Memiliki akses terhadap sumber daya berupa Man, Money,Machine and Management sehingga dapat dimanafaatkan sepenuh penuhnya untuk menjadi Bangsa yang mandiri. Upaya untuk membangun kemandirian Bangsa itu telah diperjuangkan sejak tahun 1945-1965 melalui Program Nation Character Building dalam Program Pembangunan Semesta. Kemudian dalam masa orde baru 1967-1998 PAk Harto melalui lima tahapan Pelita dikembangkan program sistimatis berkesinambungan, yang kemudian semuanya menjadi kadaluarsa ditelan karena KKN yang melahirkan krisis ekonomi berujung pada prosesn Reformasi tahun 1998.

Kemudian selama 12 tahun Prsiden Habibie, Presiden Gus Dur, Presiden Megawati dan Presiden SBY dengan sungguh sungguh dan kerja keras menyusun dan mengimplementasikan program untuk membalik arah pembangunan ekonomi (turn around and restructuring) dari yang tadinya bersifat terpusat atau sentralistik menjadi desentralisasi dengan otonomi daerah untuk membangkitkan kekuatan ekonomi lokal.

Beruntung ada proses konsolidasi demokratisasi dan desentralisasi yang secara bertahap dan berkesinambungan dilaksanakan secara estafeta oleh empat presiden dari kurun waktu 1998-2009. Yang kesemuanya membuka kesempatan lebih luas bagi Indonesia untuk tumbuh dan bekembang. Dibawah kepeimpinan SBY priode kedua 2009-2014 , kini Indonesia masuk dan naik kelas menjadi anggota klub elite dunia Negara G20 dan  kestabilan kebijakan ekonomi makro serta stabilitas politik , hukum dan ekamanannya telah menyebabkan Indonesia memiliki daya  tahan terhadap setiap  goncangan krisis finansial dunia.

Kita telah mampu memiliki ketahanan alamiah dan sistem recovery yang menyebabkan daya juang dan daya survival kita sebagai bangsa. telah teruji sepanjang sejarah kelahiran dan pembenutukannya.
Pertanyaanya kini dengan modal yang kuat itu, What Next ? Kemana kita hendak melangkah untuk mengembangkan Manusia Indonesia yang ber Sumber Daya IPTEK, agar masa depan Indonesia mampu tumbuh atas dasar inovasi dan proses pengolahan bahan mentah menjadi setengah jadi dan produk jadi, dalam proses transformasi nilai tambah. Baik disektor pertambangan mineral, gas dan minyak bumi. Maupun dalam sektor pertanian, perternakan dan kelautan. Atau sektor manufaktur dan industri padat teknologi lainnya.

Jika Manusia Indonesia tetap ber sumber daya dalam skala mikro.Jika Manusia Indonesia hanya Sumber Daya IPTEK terbatas dengan modal kapital yang juga pas pasan. Maka kita memiliki Keahlian dan keterampilan tapi tak punya peralatan dan laboratorium yang cukup untuk mengeksplorasi keahlian yang dimiliki. Lapangan kreatif kita menjadi ruang sempit. Petani Memiliki sawah tapi tak dapat diolah menjadi pusat produksi pangan yang baik, karena modal untuk membeli pupuk,pencegahan hama, bibit unggul tak dimiliki. Jadi semuanya berskala mikro dan tak memiliki “economic of scale” untuk mampu menjadi besar.

Karena itu sudah saatnya  kata Manusia Indonesia Bersumber Daya   ditonjolkan sebagai fokus utama kebijakan pembangunan Indonesia kedepan. Sehingga dimasa depan “formulasi kebijakan ekonomi” menjadi berorientasi pada :”People Centered Development”, Pembangunan Ekonomi dengan menempatkan Manusia Bersumber Daya sebagai aktor utama dan sekaligus tujuan utamanya. Growth with Equity. Setiap aktivitas ekononomi harus dijadikan wahana transformasi Manusia Bersumber Daya skala mikro menjadi Manusia Bersumber Daya skala Makro yang padat ilmu pengetahuan dan teknologi dan kapital.

Merubah Marhaen menjadi tuan rumah di negaranya sendiri. Kata Bung Karno. Dengan membangkitkan kembali semangat Gotong Royong seperti sering disampaikan oleh Presiden Megawati pada masa ia berkuasa.

Pendekatan Manusia Bersumber Daya kini mulai diimplementasikan dalam pembangunan enam koridor ekonomi dalam MP3EI. Tiap kawasan ekonomi pasti memiliki spesifikasi industri yang menjadi andalan dan unggulan daerahnya. Tiap industri memiliki variasi jobs title dan jobs value yang dapat diterjemahkan menjadi suatu “division of tasks and added value stream”, aliran dan diagram pembagian tugas dan nilai tambah tertentu dalam satu mata rantai proses transformasi bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan produk akhir. Jika kita percaya bahwa ditiap daerah ada Manusia Bersumber Daya iptek dengan tingkat keahlian tertentu maka dapat dirancang proses produksi yang memanfaatkan Manusia Bersumber Daya, yang berada disekitar kawasan untuk dimasukkan kedalam proses transformasi yang tersedia.

Insya Allah melalui program yang nyata dan revitalisasi infrastruktur ekonomi yang kini sedang berlangsung Bangsa Indonesia akan mampu memiliki modal spirit dan program nyata untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi yang lahir dari kebijakan dua kali kepeimpinan Presiden SBY. Di tahun 2014 momentum ini mudah mudahan akan tidak tergerus dengan proses politik selanjutnya.Kita berharap dimasa depan tercipta kondisi yang baik agar semua potensi Bangsa dapat dipusatkan pada upaya untuk membangun kekuatan inovasi dengan pembenahan dari semua kelemahan “mikro teknis” pada klaster industri yang ada saat ini. Program industrialisasi akan berjalan dengan kecepatan yang tinggi seperti terjadi di negara tetangga dan China.

*****

Terkait Berita: