Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Kajian Ahlak. Show all posts
Showing posts with label Kajian Ahlak. Show all posts

Delapan Kelompok Makhluk Terburuk


ثَمَانِيَّةٌ أَبْغَضُ خَلِيقَةِ اللّهِ يَوْمَ القِيَامَةِ: ألسَّقَارُوْنَ ـ وَ هُمْ الكَذَّابُوْنَ وَ الخَيَّالُوْنَ ـ وَ هُمْ المُسْتَكبِرُوْنَ ـ وَ الَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ البَغْضَاءَ لِإِخْوَانِهِمْ فِي صُدُوْرِهِمْ فَإِذَا لَقُوْهُمْ تَخَلَّقُوْا لَهُمْ وَ الَّذِيْنَ إِذَا دُعُوْا إِلىَ اللّهِ وَ رَسُوْلِهِ كَانُوْا بِطَاءً وَ إِذَا دُعُوْا إِلَى الشَّيْطَانِ كَانُوْا سِرَاعًا وَ الَّذِيْنَ لَا يُشْرِفُ لَهُمْ طَمَعٌ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ اسْتَحَلُّوْهُ بِأَيْمَانِهِمْ وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ ذَلِكَ بِحَقِّ وَ المَشَّاؤُنَ بِالنَّمِيْمَةِ وَ المُفَرِّقُوْنَ بَيْنَ الأَحِبَّةِ وَ البَاغُوْنَ البَرَآءِ الدَّحَضَةَ أُوْلَئِكَ يَقْذَرُهُمْ الرَّحْمَنُ عَزَّ وَ جَلَّ.

Rasulullah Saw bersabda:

"Ada delapan kelompok yang paling buruk di hari kiamat di antara makhluk Allah: 
(1) Para pembohong, 
(2) orang-orang yang sombong, 
(3) mereka yang menyimpan permusuhan dalam hatinya terhadap saudaranya tapi ketika bertemu mereka menunjukkan muka ramah, 
(4) mereka yang ketika diseru menuju Allah Swt dan Rasul-Nya (Saw) berlambat-lambat namun bergegas ketika diseru menuju setan, 
(5) mereka yang ketika menginginkan ketamakan dunia dia akan bersumpah-sumpah (untuk mendapatkannya) meski bukan haknya, 
(6) para pengadu, 
(7) mereka yang memisahkan di antara teman-teman, 
(8) mereka yang mezalimi orang-orang papa, dan Allah Swt menilai mereka  semua kotor."*
*Nahjul Fasahah hal 272

Sumber: Zubdah Al-Ahadits, Ahmad Ebrahimi, tahun 1392 HS, Entesharat Bani Az-Zahra, Qom.

Banyak harta dan banyak bicara


Imam Ali as berkata:

طُوبَی لِمَن أَنفَقَ الفَضلَ مِن مَالِهِ وَ اَمسَکَ الفَضلَ مِن قَولِهِ.

“Beruntunglah orang yang menginfakkan hartanya yang berlebihan dan mencegah dirinya untuk berlebihan dalam berbicara.”
Wasâil Al-Syi’ah, jil. 15, hal. 284.

Segala sesuatu yang lebih dari apa yang dibutuhkan disebut berlebihan. Jika harta berlebihan dan tak diinfakkan, dapat membuat diri sendiri sibuk karenanya sehingga kita melupakan akherat.

Berbicara pun juga demikian, jika kita berbicara lebih dari perlu, itu adalah aib bukan kelebihan yang dapat dibanggakan.

Syi’ah Ambil Sanad Dari Keledai ??? Aurat Cuma Dua Lobang ???


Semalam, saya sempat tersenyum geli saat membaca satu riwayat. Dan mungkin, inilah hal yang paling menggelikan bagi saya saat membaca Hakekat.com pernah membuat tulisan sensasional  dengan judul “Ketika Keledai Telah Menjadi Perawi Hadis”.

wahabi membawakan hadis dalam kitab hadis mazhab Syiah yaitu Al Kafi dimana matannya menceritakan ada seekor keledai menyebutkan hadis keutamaan Nabi Muhammad [shallallahu ‘alaihi wasallam].

Orang-orang bodoh akan tertipu dan tanpa sadar mentertawakan kebcodohannya sendiri. Riwayat Al Kafi ini kedudukannya dhaif jika dipandang dari sisi keilmuan hadis Syiah karena ia diriwayatkan atau dinukil tanpa sanad dalam kitab Al Kafi. Maka orang yang objektif akan berpikir bagaimana mungkin mencela mazhab Syiah dengan riwayat yang dhaif di sisi mereka. Betapa banyak riwayat aneh, palsu, mungkar dalam kitab Ahlus Sunnah lantas bisakah riwayat ini dijadikan dasar mencela mazhab Ahlus Sunnah?

SYi’AH MENGAMBiL SANAD DARi KELEDAi ???
Wahabi menuding : “di kitab Al-Kafi itu ada yang periwayatnya adalah keledai bukan manusia, perawinya adalah binatang.. Jelas-jelas keledai yang berbicara itu terletak pada matan riwayat al kafi. Disebutkan dari Imam Ali kalau keledai itu mendapat kabar dari ayahnya dan seterusnya sampai ke Nabi Nuh…

“Sesungguhnya keledai itu berkata kepada Rasulullah : “Demi ayah dan ibuku, sesungguhnya ayahku telah menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari kakeknya, dari ayahnya.. Bahwasannya ia pernah bersama Nuuh di dalam perahu. Maka Nuuh bangkit berdiri dan mengusap pantatnya, kemudian bersabda : ‘Akan muncul dari tulang sulbi keledai ini seekor keledai yang akan ditunggangi oleh pemimpin dan penutup para Nabi’.

Jawaban :
Kalau mendengar bahwa kelompok syi’ah tidak pernah mengklaim sahih atas buku2 hadits mereka maka kelompok lain tidak merasa perlu untuk membuktikan sahih (sanad) atau tidaknya.. Jika hadits tsb sudah pernah distudi (dan menjadi ijma ulama syi’ah) bahwa hadits tsb tidak sahih, maka mestinya dengan mudah menjawabnya tuduhan kelompok lain.

Hadis ini menurut jumhur ulama syiah tidak shahih…Masalah ini sudah dibahas oleh banyak ulama syi’ah…riwayat itu dalam Al Kafi dhaif karena gak ada sanadnya?. Bukan hadis yang yang kami shahih.
sekedar info buat anda. Ibnu Katsir dalam Al Bidayah Wan Nihayah 6/150 membawakan “hadis keledai” diriwayatkan dari sahabat Abi Manzhur yaitu saat kemenangan Khaibar dimana Nabi SAW bertemu seekor keledai yang ketika ditanya Nabi siapa namanya. Keledai itu menjawab “Yazid bin Syihab” dan keledai itu menceritakan bahwa para leluhurnya itu telah dikendarai oleh para Nabi. maka Nabi SAW memberi nama keledai itu Ya’fur dan mengendarainya. Pernah denger tidak cerita ini.

Mari saya jelaskan rusaknya pikiran anda dan penulis salafy tersebut. Penulis salafy itu menganggap lucu bahwa seekor keledai menjadi perawi hadis lantas anda dengan bersemngat mengatakan periwayat di kitab Al kafi itu keledai. riwayat Al Kafi yang dikutip oleh penulis salafy itu adalah riwayat Al Kulaini berupa kesaksian Imam Ali kalau seekor keledai berbicara kepada Rasul SAW. Bukankah yang seharusnya dibahas oleh penulis salafy itu adalah bagaimana kedudukan riwayat Imam Ali tersebut di sisi Syiah, minimal silakan penulis salafy itu menyebutkan sanadnya. Dari Al Kulaini ke Imam Ali itu kan terpisah jarak yang jauh yang memungkinkan ada banyak perawi. Jadi kalau memang ada sanadnya disebutkan, kalau tidak bersanad maka bagaimana mungkin riwayat itu shahih. Disini saja diketahui kalau perkataan anda “periwayat Al Kafi itu adalah keledai” adalah salah sama sekali.

Dalam riwayat Imam Ali itu disebutkan kalau keledai tersebut berbicara kepada Nabi SAW. Isi pembicaraanya menerangkan tentang Kenabian Nabi Muhammad SAW yang telah dikabarkan oleh Nabi Nuh. Keledai itu mengatakan kalau ia mengetahuinya dari ayahnya keledai dan seterusnya sampai keledai Nabi Nuh. Jadi Keledai itu adalah keturunan dari keledai yang dijumpai Nabi Nuh.

riwayat Al-Kulaini ttg keledai apakah dia bersambung dgn sanad yg shahih sampai kepada Rasulullah saw? Berhubung sanadnya tidak shahih dan terkesan dibuat-buat karena keledainya hanya empat generasi, maka jelas itu adalah sesuatu yang dha’if…riwayat Al-Kulaini, di situ disebutkan bahwa keledai itu hanya empat generasi, berapa sih usia keledai sehingga jarak antara Nabi Muhammad dan Nabi Adam hanya empat generasi keledai?
GAWAT !!!!!!!!!!!!!!!

terus kalau di hadis sunni ada hadis yang tidak shahih maka itu dipalsukan oleh orang sunni…
Simak HR.Bukhari Ketika Sapi Dan Serigala Menasehati Manusia !!!!

Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Az Zanad dari Al A’raj dari Abi Salamah dari Abu Hurairah yang berkata “Rasulullah SAW mengerjakan shalat shubuh kemudian Beliau menghadap orang-orang dan berkata “suatu ketika seorang laki-laki menuntun seekor sapi, tiba-tiba ia menungganginya sambil memukulnya, maka [sapi] itu berkata “aku tidak diciptakan untuk ini tetapi aku diciptakan untuk membajak”. Orang-orang pun berkata “Subhanallah, sapi berbicara”. Nabi SAW berkata “aku beriman dengan hal ini begitu pula Abu Bakar dan Umar” [saat itu keduanya tidak berada disana]. Rasulullah SAW kemudian berkata “suatu ketika ada seorang lelaki menggembala binatang ternaknya, seekor serigala kemudian menyerang dan menangkap salah satu binatang ternaknya. Orang itu mengejar serigala seolah-olah menyelamatkan binatang ternaknya. Serigala itu berkata “kamu menyelamatkannya dariku tetapi siapa yang akan menyelamatkan mereka pada hari datangnya binatang buas yaitu hari dimana tidak ada penggembala mereka selain aku”. Orang-orang berkata “Subhanallah serigala berbicara”. Rasulullah SAW berkata “Aku beriman akan hal itu, begitu pula Abu Bakar dan Umar” dan saat itu keduanya tidak berada disana [Shahih Bukhari no 3284].

Dengan logika anda yang begitu maka hadis Bukhari di atas jadinya begini :Ali bin Abdullah-Sufyan-Abu Az Zanad-Al A’raj-Abi Salamah-Abu Hurairah-Rasulullah SAW-sapi- yang berkata “aku tidak diciptakan untuk ini tetapi aku diciptakan untuk membajak”. nah perkataan “aku tidak diciptakan untuk ini tetapi aku diciptakan untuk membajak” itulah matannya, tuh ngawur banget kan


AURAT CUMA DUA LOBANG ?????????
Seorang ustad salafi menyatakan : “dalam hadis agama syi’ah AURAT cuma dua lobang !!!” Ini hadis yang mereka pelintir ::::::

Abu Hasan a.s. berkata: “Aurat itu ada dua iaitu qubul (kemaluan) dan dubur,dubur ditutup oleh dua papan punggung, apabila telah ditutup kemaluan dan dua telurnya maka auratnya telahpun ditutup.” (Al-Furu’ min al-Kaafi j.6 hal.51, Tahzib al-Ahkam j.1 hal. 374).

Jawaban :
Ketika persoalan ini saya tanyakan kepada seorang murid SD Iran yang datang ke Indonesia, dia tertawa terbahak bahak !!!

Sebaiknya hadis itu anda baca secara lengkap, maksud hadis itu “AURAT YANG PALiNG BESAR ADALAH KEMALUAN DAN DUBUR, BUKAN BERARTi YANG LAiN BUKAN AURAT”

Kalau seperti itu anda baca hadis lalu bagaimana dengan ayat Al Quran yang memerintahkan wanita untuk menjulurkan baju hingga menutupi dada.. Apakah dada saja yang harus ditutupi sementara kemaluan, paha, pantat dan dubur tidak perlu ditutupi ??? Begitukah cara kalian memahami teks Al Quran atau hadis
Jika ada ayat Al Quran menyuruh kita menghadapkan wajah kearah kiblat !!! Apakah selain wajah tidak perlu kita hadapkan kearah kiblat !!! Berarti wajah saja dong sementara badan tidak perlu dihadapkan ?????

Anak SD Iran tertawa terpingkal.

(Source)

Sayyidah Fathimah Az Zahra as, Cahaya Mata Nabi saww


Oleh: Rohimat

Pada hari jumat, tanggal 20 Jumadits tsani, lima tahun setelah bi'tsah Rasulullah Saww, dikawasan Hijaz dan ditengah pegunungan tandus kota Makkah, dalam rumah wahyu yang pekarangannya diterngi kemilau cahaya ilahi yang memancar dari sosok Rasulullah Saww dengan bacaan Al-Quran dan didalam rumah teduh kenabian Rasul Saww dan Sayyidah Khadijah, terlahirlah putri kecintaan keduanya kealam kedunia ini. 

Ya, dialah Fathimah Az-Zahra sang pengharum risalah, pilihan kemaksuman umat manusia dikalangan wanita, beliau adalah istri kalimatullah dimuka bumi, penghulu kaum wanita semesta alam, namanya berasal dari sisi Allah SWT, beliau menjelmakan diri dalam wujud fisik yang begitu indah dan melampaui keelokan seluruh bidadari surgawi dan kelahirannya kedunia ini menjadikan aura kasih sayang yang menyelimuti rumah suci Rasulullah Saww.
 
Fathimah mungil ini bagaikan angin sepoi-sepoi yang menunjukan dan menebar kelembutan siang dan malam, demi menyapu kelelahan di wajah kedua orangtuanya, sekaligus pelipur lara mereka yang harus mengarungi detik-detik kehidupan yang berat dan menyakiti demi mengusung risalah. Sungguh, betapa mulianya beliau karena telah menghembuskan ketenangan dan ketentraman dalam lubuk hati penghulu para makhluk yaitu  Rasulullah Saww. Beliau pun bersabda tentang putrinya yang mulia itu: “Fathimah adalah bagian dariku dan dia adalah jiwaku dan ruhku yang berada diantara kedua sisiku.” Ini tidaklah mengherankan. Sebab, beliau termasuk sosok agung yang disebutkan dalam firman Allah dalam kitabnya yang mulia: '' Sesungguhnya aku hendak menghilangkan dosa dari kalian wahai Ahlul Bait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya.” 

Jelas, dalam diri sayyidah Fathimah, mewujud keberadaan Rasulullah saww yang agung. Karenanya kehidupan beliau senantiasa diliputi cahaya dan kasih sayang yang menjadikannya layak untuk menerima kemuliaan dari Allah SWT, dan Allah memilih beliau diantara seluruh wanita sepanjang sejarah, sebagai Jelmaan nilai dan kehormatan bagi kaum wanita. Keberadaan sayyidah Fathimah sendiri juga merupakan bukti paling nyata bagi keniscayaan kaum wanita untuk menggapai puncak maknawinya yang tertingi, yang tak mampu diraih kecuali oleh insan pilihan Allah SWT.  

Sudah umum diketahui bahwa sosok hakiki ayahanda Fathimah, Rasulullah Saww. Tak dapat dikenali. Beliau adalah Figur ayah yang disebut Tuhan sekalian alam dengan pemilik akhlak yang agung.” sementara Al-Quran menyebut :” dan Muhammad tidak berbicara atas hawa nafsunya, namun ia berbicara tak lain dari wahyu yang di wahyukan.” Dengan demikian, sayidah Fathimah hidup ditengah lingkungan yang bercahaya, dibawah naungan wahyu, dan dipangkuan ayah teladan yang ditugaskan Allah Swt membina dan membimbing  umat manusia di jalannya. Beliau hidup bersama ayahandanya selama dua tahun di tengah embargo ekonomi yang di lancarkan kaum kafir Quraisy, dan sekitar tiga tahun lamanya terkurung dilembah Abu Thalib bersama kedua orang tuanya dan segelintir muslimin, saat itu beliau juga mengalami kondisi yang sama, kelaparan dan terjepit perekonomian. 

Pada tahun kesepuluh kenabian, tak lama lolos dari ujian, sayyidah Fathimah harus mengalami kedukaan yang sangat dalam. Kali ini, ibunda beliau yang mulia dipanggil pulang kepangkuan ilahi setelah sebelumnya menghadap serangkaian tekanan hidup yang begitu panjang. Maka sejak saat itu beliau hidup tanpa didampingi seorang ibu. Walaupun sangat mengejutkan dan menyakitkan, namun kejadian itu justru menyebabkan beliau semakin dekat dan mendapat perhatian yang lebih dari Rasulullah Saww.  

Kecintaan dan hubungan yang sangat erat antara Rasulullah Saww dengan Sayyidah Fathimah, menjadikan hidup Sayyidah Fathimah bersinar terang dan semakin berharga dan terhormat. Kecintaan dan hubungan ini sangatlah erat, sampai-sampai melampaui batas pada umumnya. Karenanya boleh bilang hal ini termasuk kehidupan Rasulullah Saww yang sangat luar biasa. Bila ditinjau lebih mendalam lagi, maka akan diketahui bahwa sesungguhnya  Rasulullah Saww yang mulia merupakan manusia terbaik dan paling dekat dengan Allah Swt. Karenanya beliau menjadi tolok ukur kebenaran dan keadilan dalam segala aspeknya.

Dan sebagaimana sunnah beliau Saww yang berupa ucapan, perbuatan dan ketetapan -ketetapan sumber syariat islam, serta sudah menjadi  kelaziman bahwa Ahlul Bait dan Al-Quran adalah rujukan bagi semua umat hingga hari kiamat, sementara beliau tidak pernah berbicara berdasarkan hawa nafsunya, maka kita akan sampai pada pemahaman bahwa segenap apa yang dimiliki Sayyidah Fathimah. Termasuk kedudukan maknawi, maka tak dapat dipungkiri lagi bahwa beliau termasuk diantara kalangan maksumin dan termasuk lisan ilahi sebagaimana ayahandanya.  

Selain Sayyidah Fathimah, Rasulullah Saww juga memiliki anak-anak perempuan yang lain. Dalam hal itu Rasulullah Saww selalu memperhatikan sikap kasih sayang dan penghargaan yang luar biasa kepada mereka. Termasuk terhadap sanak saudara dan bahkan orang lain. Kendaki demikian, kecintaan beliau terhadap Sayyidah Fathimah sangat jauh berbeda dan teramat istimewa. Sikap ini sangat tampak dalam perlakuan beliau sehari-hari terhadap Sayyidah Fathimah. Bahkan Rasulullah Saww  acapkali menunjukkan kecintaan dan kedekatan hubungannya itu dalam berbagai kesempatan, sehingga sering disaksikan  banyak orang. Ini merupakan bukti kedekatan yang erat antara kehidupan Sayyidah Fathimah dengan Rasulullah Saww  sepanjang perjalanan agama islam. Karenanya, hubungan antara Sayyidah Fathimah dengan Rasulullah Saww bukan hanya hubungan antara ayah dengan putri mulianya. Melainkan juga terkait dengan masalah-masalah sosial dalam masyarakat maupun masa depan umatnya. Selain pula berhubungan dengan perkara-kara Tuhan yang menjadi basis bagi prinsip kepemimpinan kaum muslimin. 

Kalau kita berbicara tentang kepribadian Fathimah az-zahra as, penghulu kaum wanita, mustahil dibayangkan sehingga kita tidak akan pernah mampu melukiskannya. Beliau termasuk salah satu Figur maksumin. Selain itu, kecintaan dan berwilayah kepadanya. Juga kepada Ahlul baitnya, menjadi salah satu kewajiban  agama. Beliau adalah sosok wanita yang kemarahan dan ketidak relawannya merupakan kemarahan dan ketidak relaan Allah swt. Lantas, bagaimana kita melukiskan dimensi-dimensi maknawi kepribadiannya yang luar biasa melalui kata-kata kita sebagai penduduk bumi maha kecil dan serba terbatas ini?  

Oleh karena itu, kita wajib mengenal sayyidah Fathimah melalui ucapan para imam maksum as. 

Diriwayatkan dari Al-mufadhal yang berkata kepada imam Ja'far Ash-Shadiq as:” sampaikanlah kepadaku sabda Rasulullah saww yang berkenaan dengan Fathimah, bahwa beliau merupakan pengulu kaum wanita disemesta alam. Apakah beliau menjadi penghulu kaum wanita di zamannya? 
Lalu imam berkata'' itu adalah Maryam yang menjadi penghulu kaum wanita di zamannya. Adapun Fatimah merupakan penghulu kaum wanita di alam semesta, sejak awal hinga kelak .” 

Imam Ridho as juga meriwayatkan bahwa Rasulullah saww bersabdah:” Al-Hasan dan Al-Husain merupakan sebaik-baik penduduk bumi setelahku dan setelah ayah mereka dan ibu mereka menjadi wanita terbaik penduduk bumi. Bahkan shahih bukhari dan shahih muslim menukil sebuah riwayat dari Rasulullah saww yang bersabdah:” Fathimah adalah penghulu wanita penduduk syurga.” dan masih banyak lagi riwayat-riwayat yang berkaitan dengan kepribadian sayyidah Fathimah Az-zahra as yang agung ini. 

Samudra kecintaan dan kasih sayang Rasulullah saww terhadap sayyidah Fathimah as begitu luar biasa. Salah satu contoh, mana kala Rasulullah saww hendak bepergian, niscaya orang terakhir yang beliau temui adalah Fathimah, dan saat beliau kembali dari perjalanannya, maka orang pertama yang di temui beliau adalah sayyidah Fathimah. 

Diriwayatkan dari imam muhammad Al-Baqir as, bahwa Rasulullah Saww tidak akan tidur hingga mencium wajah Fathimah, lalu beliau menyadarkan wajah kedada Sayyidah Fathimah dan mendoakannya.  

Dan Rasulullah Saww bersabda: ''Fathimah adalah bagian dariku barangsiapa yang membuatnya gembira, berarti telah membuatku gembira, dan barangsiapa yang menyakitinya berarti telah menyakitiku. Sesungguhnya bagiku, Fathimah adalah manusia paling mulia. “ 

Namun kita lihat, manakala Rasulullah saww wafat. Sayyidah Fathimah acapkali menghadapi berbagai musibah dan ujian berat yang menyedihkan, sehingga kehidupan ini tanpak gelap dan terasa getir. Disatu sisi, ayahanda tercinta telah meninggalkannya. Sungguh beliau tak mampu menanggung beratnya beban perpisahan tersebut. Sementara disisi lain, tubuh dan jiwa beliau harus merasakan sakit yang luar biasa akibat perlakuan keji para pembangkang yang telah merebut hak imam 'Ali as. Dan hal ini merupakan hasil dari semua musibah, ujian dan rintangan yang beliau hadapi, sejarah pun mengukir kenyataan bahwa sayyidah Fathimah sepeninggal ayahnya terus menangis. Adakalanya beliau menziarai kubur ayahandanya seraya menangis keras. Hari demi hari bahkan menit demi menit beliau lewati dengan menangis dan merintih.

 Kesedihan dan ujian yang di alami beliau telah menggerogoti kesehatan  beliau. Akibatnya beliau pun jatuh sakit dan terbujur lemah di peraduannya. Akhirnya penghulu kaum wanita sepanjang masa ini wafat dengan menanggung semua musibah besar, tepat pada 13 jumadil awwal atau 3 jumadil tsani pada tahun ke-9 hijriyah. Persisnya, 75 atau 95 hari sejak wafatnya Rasulullah Saww. 

Semoga setiap kalbu pengikut dan pecintanya selalu bersedih atas kesyahidan beliau. Dan mensyafaati kita semua.  Amin Ya Rabb.....  

“Salam atasmu wahai Fathimah Az-Zahra, penghulu wanita seluruh alam... 
Kami berduka, kami terluka... 
Isyfa'i lana 'indallah...''


Referensi:  
1. Wanita suci putri nabi saww, karya M.Taufik Ali Yahya. 
2. Imam Ali dan Fathimah  Az-Zahra, karya Lajnah At-Harir li Thoriq Al-Haq.

Tasybih & Tajsim: Tauhidnya, Kejumudan: Syariatnya, Kekerasan & Kelicikan: Akhlaknya


Oleh: Muchtar Luthfi
 
[Dengan judul telah diubah suai. Kitab2 hadits referensi dari tulisan "Peringatan Nabi saw Tentang Munculnya Wahabi" dapat juga ditemui pada rujukan tulisan ini. Terimakasih - Administrator] 

AKHIR-AKHIR INI, di Tanah Air kita muncul banyak sekali kelompok-kelompok pengajian dan studi keislaman yang mengidentitaskan diri mereka sebagai pengikut dan penyebar ajaran para Salaf Saleh. Mereka sering mengatasnamakan diri mereka sebagai kelompok Salafi. Dengan didukung dana yang teramat besar dari negara donor, yang tidak lain adalah negara asal kelompok ini muncul, mereka menyebarkan akidah-akidah yang bertentangan dengan ajaran murni keislaman baik yang berlandaskan al-Quran, hadis, sirah dan konsensus para salaf maupun khalaf.  Dengan menggunakan ayat-ayat dan hadis yang diperuntukkan bagi orang-orang kafir, zindiq dan munafiq, mereka ubah tujuan teks-teks tersebut untuk menghantam para kaum muslimin yang tidak sepaham dengan akidah mereka. Mereka beranggapan, bahwa hanya akidah mereka saja yang mengajarkan ajaran murni monoteisme dalam tubuh Islam, sementara ajaran selainnya, masih bercampur syirik, bid’ah, khurafat dan takhayul yang harus dijauhi, karena sesat dan menyesatkan. Untuk itu, dalam makalah ringkas ini akan disinggung selintas tentang apa dan siapa mereka. Sehingga dengan begitu akan tersingkap kedok mereka selama ini, yang mengaku sebagai bagian dari Ahlusunnah dan penghidup ajaran Salaf Saleh.  

DEFINISI SALAFI Jika dilihat dari sisi bahasa, Salaf berarti yang telah lalu.[2] Sedang dari sisi istilah, salaf diterapkan untuk para sahabat Nabi, tabi’in dan tabi’ tabi’in yang hidup di abad-abad permulaan kemunculan Islam.[3] Jadi, salafi adalah kelompok yang ‘mengaku’ sebagai pengikut pemuka agama yang hidup dimasa lalu dari kalangan para sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in. Baik yang berkaitan dengan akidah, syariat dan prilaku keagamaan.[4] Bahkan sebagian menambahkan bahwa Salaf mencakup para Imam Mazhab, sehingga salafi adalah tergolong pengikut mereka dari sisi semua keyakinan keagamaannya.[5] Muhammad Abu Zuhrah menyatakan bahwa Salafi adalah kelompok yang muncul pada abad ke-empat hijriyah, yang mengikuti Imam Ahmad bin Hambal. Kemudian pada abad ketujuh hijriyah dihidupkan kembali oleh Ibnu Taimiyah.[6] Pada hakekatnya, kelompok yang mengaku sebagai salafi yang dapat kita temui di Tanah Air sekarang ini, mereka adalah golongan Wahabi yang telah diekspor oleh pamuka-pemukanya dari dataran Saudi Arabia. Dikarenakan istilah Wahabi begitu berkesan negatif, maka mereka mengatasnamakan diri mereka dengan istilah Salafi, terkhusus sewaktu ajaran tersebut diekspor keluar Saudi. 

Kesan negatif dari sebutan Wahabi buat kelompok itu bisa ditinjau dari beberapa hal, salah satunya adalah dikarenakan sejarah kemunculannya banyak dipenuhi dengan pertumpahan darah kaum muslimin, terkhusus pasca kemenangan keluarga Saud -yang membonceng seorang rohaniawan menyimpang bernama Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi- atas semua kabilah di jazirah Arab atas dukungan kolonialisme Inggris. Akhirnya keluarga Saud mampu berkuasa dan menamakan negaranya dengan nama keluarga tersebut. Inggris pun akhirnya dapat menghilangkan dahaga negaranya dengan menyedot sebagian kekayaan negara itu, terkhusus minyak bumi. Sedang pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab, resmi menjadi akidah negara tadi yang tidak bisa diganggu gugat. Selain menindak tegas penentang akidah tersebut, Muhammad bin Abdul Wahab juga terus melancarkan aksi ekspansinya ke segenap wilayah-wilayah lain diluar wilayah Saudi.[7] 

Sayyid Hasan bin Ali as-Saqqaf, salah satu ulama Ahlusunnah yang sangat getol mempertahankan serangan dan ekspansi kelompok wahabisme ke negara-negara muslim, dalam salah satu karyanya yang berjudul “as-Salafiyah al-Wahabiyah” menyatakan: “Tidak ada perbedaan antara salafiyah dan wahabiyah. Kedua istilah itu ibarat dua sisi pada sekeping mata uang. Mereka (kaum salafi dan wahabi) satu dari sisi keyakinan dan pemikiran. Sewaktu di Jazirah Arab mereka lebih dikenal dengan al-Wahhabiyah al-Hambaliyah. Namun, sewaktu diekspor keluar (Saudi), mereka mengatasnamakan dirinya sebagai Salafy”. Sayyid as-Saqqaf menambahkan: “Maka kelompok salafi adalah kelompok yang mengikuti Ibnu Taimiyah dan mengikuti ulama mazhab Hambali. Mereka semua telah menjadikan Ibnu Taimiyah sebagai imam, tempat rujukan (marja’), dan ketua. Ia (Ibnu Taimiyah) tergolong ulama mazhab Hambali. Sewaktu mazhab ini berada di luar Jazirah Arab, maka tidak disebut dengan Wahabi, karena sebutan itu terkesan celaan”. Dalam menyinggung masalah para pemuka kelompok itu, kembali Sayyid as-Saqqaf mengatakan: “Pada hakekatnya, Wahabiyah terlahir dari Salafiyah. Muhammad bin Abdul Wahab adalah seorang yang menyeru untuk mengikuti ajaran Ibnu Taimiyah dan para pendahulunya dari mazhab Hambali, yang mereka kemudian mengaku sebagai kelompok Salafiyah”.
Dalam menjelaskan secara global tentang ajaran dan keyakinan mereka, as-Saqqaf mengatakan: “Al-Wahabiyah atau as-Salafiyah adalah pengikut mazhab Hambali, walaupun dari beberapa hal pendapat mereka tidak sesuai lagi (dan bahkan bertentangan) dengan pendapat mazhab Hambali sendiri. Mereka sesuai (dengan mazhab Hambali) dari sisi keyakinan tentang at-Tasybih (Menyamakan Allah dengan makhluk-Nya), at-Tajsim (Allah berbentuk mirip manusia), dan an-Nashb yaitu membenci keluarga Rasul saw (Ahlul-Bait) dan tiada menghormati mereka”.[8] Jadi, menurut as-Saqqaf, kelompok yang mengaku Salafi adalah kelompok Wahabi yang memiliki sifat Nashibi (pembenci keluarga Nabi saw), mengikuti pelopornya, Ibnu Taimiyah.  

PELOPOR PEMIKIRAN “KEMBALI KE METODE AJARAN SALAF”.

Ahmad bin Hambal adalah sosok pemuka hadis yang memiliki karya terkenal, yaitu kitab “Musnad”. Selain sebagai pendiri mazhab Hambali, ia juga sebagai pribadi yang menggalakkan ajaran kembali kepada pemikiran Salaf Saleh. Secara umum, metode yang dipakai oleh Ahmad bin Hambal dalam pemikiran akidah dan hukum fikih, adalah menggunakan metode tekstual. Oleh karenanya, ia sangat keras sekali dalam menentang keikutsertaan dan penggunaan akal dalam memahami ajaran agama. Ia beranggapan, kemunculan pemikiran logika, filsafat, ilmu kalam (teologi) dan ajaran-ajaran lain –yang dianggap ajaran diluar Islam yang kemudian diadopsi oleh sebagian muslim- akan membahayakan nasib teks-teks agama.  Dari situ akhirnya ia menyerukan untuk berpegang teguh terhadap teks, dan mengingkari secara total penggunaan akal dalam memahami agama, termasuk proses takwil rasional terhadap teks. Ia beranggapan, bahwa metode itulah yang dipakai Salaf Saleh dalam memahami agama, dan metode tersebut tidak bisa diganggu gugat kebenaran dan legalitasnya.
Syahrastani yang bermazhab ‘Asyariyah dalam kitab “al-Milal wa an-Nihal” sewaktu menukil ungkapan Ahmad bin Hambal yang menyatakan: “Kita telah meriwayatkan (hadis) sebagaimana adanya, dan hal (sebagaimana adanya) itu pula yang kita yakini”.[9] Konsekwensi dari ungkapan Ahmad bin Hambal di atas itulah, akhirnya ia beserta banyak pengikutnya –termasuk Ibnu Taimiyah- terjerumus kedalam jurang kejumudan dan kaku dalam memahami teks agama. Salah satu dampak konkrit dari metode di atas tadi adalah, keyakinan akan tajsim (anthropomorphisme) dan tasybih dalam konsep ketuhanan, lebih lagi kelompok Salafi kontemporer, pendukung ajaran Ibnu Taimiyah al-Harrani yang kemudian tampuk kepemimpinannya dilanjutkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi.  

Suatu saat, datang seseorang kepada Ahmad bin Hambal. Lantas, ia bertanya tentang beberapa hadis. Hingga akhirnya, pertanyaan sampai pada hadis-hadis semisal: “Tuhan pada setiap malam turun ke langit Dunia”, “Tuhan bisa dilihat”, “Tuhan meletakkan kaki-Nya kedalam Neraka” dan hadis-hadis semisalnya. Lantas ia (Ahmad bin Hambal) menjawab: “Kita meyakini semua hadis-hadis tersebut. Kita membenarkan semua hadis tadi, tanpa perlu terhadap proses pentakwilan”.[10] Jelas metode semacam ini tidak sesuai dengan ajaran al-Quran dan as-Sunnah itu sendiri. Jika diperhatikan lebih dalam lagi, betapa al-Quran dalam ayat-ayatnya sangat menekankan penggunaan akal dan pikiran dalam bertindak.[11] Begitu juga hadis-hadis Nabi saw. Selain itu, pengingkaran secara mutlak campur tangan akal dan pikiran manusia dalam memahami ajaran agama akan mengakibatkan kesesatan dan bertentangan dengan ajaran al-Quran dan as-Sunnah itu sendiri. 

Dapat kita contohkan secara singkat penyimpangan yang terjadi akibat penerapan konsep tadi. Jika terdapat ayat semisal “Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arsy”,[12] atau seperti hadis yang menyatakan “Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada setiap malam”[13], lantas, disisi lain kita tidak boleh menggunakan akal dalam memahaminya, bahkan cukup menerima teks sebagaimana adanya, maka kita akan terbentur dengan ayat lain dalam al-Quran seperti ayat “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia”.[14] Apakah ayat dari surat Thoha tadi berartikan bahwa Allah bertengger di atas singgasana Arsy sebagaimana Ibnu Taimiyah duduk di atas mimbar, atau turun ke langit dunia sebagaimana Ibnu Taimiyah turun dari atas mimbarnya, yang itu semua berarti bertentangan dengan ayat dari surat as-Syuura di atas. Jadi akan terjadi kontradiksi dalam memahami hakekat ajaran agama Islam. Mungkinkah Islam sebagai agama paripurna akan terdapat kontradiksi? Semua kaum muslimin pasti akan menjawabnya dengan negatif, apalagi berkaitan dengan al-Quran sebagai sumber utama ajaran Islam. Melihat kelemahan metode dasar yang ditawarkan oleh Ahmad bin Hambal semacam ini, meniscayakan adanya pengeroposan ajaran-ajaran yang bertumpu pada metode tadi. Dalam masalah ini, kembali as-Sahrastani mengatakan: “Berbagai individu dari Salaf telah menetapkan sifat azali Tuhan, semisal; sifat Ilmu, Kemampuan (Qudrat)…dan mereka tidak membedakan antara sifat Dzati dan Fi’li. Sebagaimana mereka juga telah menetapkan sifat khabariyah buat Tuhan, seperti; dua tangan dan wajah Tuhan. Mereka tidak bersedia mentakwilnya, dan mengatakan: itu semua adalah sifat-sifat yang terdapat dalam teks-teks agama. Semua itu kita sebut sebagai sifat khabariyah”. 

Dalam kelanjutan dari penjelasan mengenai kelompok Salafi tadi, kembali as-Sahrastani mengatakan: “Para kelompok Salafi kontemporer meyakini lebih dari para kelompok Salaf itu sendiri. Mereka menyatakan, sifat-sifat khabari bukan hanya tidak boleh ditakwil, namun harus dimaknai secara zahir. Oleh karenanya, dari sisi ini, mereka telah terjerumus kedalam murni keyakinan tasybih. Tentu, permasalahan semacam ini bertentangan dengan apa yang diyakini oleh para salaf itu sendiri”.[15] 

Jadi sesuai dengan ungkapan Syahrastani, bahwa mayoritas para pengikut kelompok Salafi kontemporer telah menyimpang dari keyakinan para Salaf itu sendiri. Itu jika kita telaah secara global tentang konsep memahami teks. Akibatnya, mereka akan terjerumus kepada kesalahan fatal dalam mengenal Tuhan, juga dalam permasalahn-permasalahan lainnya. Padahal, masih banyak lagi permasalahan-permasalahan lain yang jelas-jelas para Salaf meyakininya, sedang pengaku pengikut salaf kontemporer (salafi) justru mengharamkan dengan alasan syirik, bidah, ataupun khurafat. Perlu ada tulisan tersendiri tentang hal-hal tadi, dengan disertai kritisi pendapat dan argumentasi para pendukung kelompok Wahabisme.[16] Itulah yang menjadi alasan bahwa para pengikut Salafi (kontemporer) itu sudah banyak menyimpang dari ajaran para Salaf itu sendiri, termasuk sebagian ajaran imam Ahmad bin Hambal sendiri.[17] 

FAKTOR MUNCULNYA KELOMPOK SALAFI.

Dalam melihat faktor kemunculan pemikiran untuk kembali kepada pendapat Salaf menurut Imam Ahmad bin Hambal dapat diperhatikan dari kekacauan zaman saat itu. Sejarah membuktikan, saat itu, dari satu sisi, kemunculan pemikiran liberalisme yang diboyong oleh pengikut Muktazilah yang meyakini keturutsertaan dan kebebasan akal secara ekstrim dan radikal dalam proses memahami agama. Sedang disisi lain, munculnya pemikiran filsafat yang banyak diadopsi dari budaya luar agama, menyebabkan munculnya rasa putus asa dari beberapa kelompok ulama Islam, termasuk Ahmad bin Hambal. Untuk lari dari pemikiran-pemikiran semacam itu, lantas Ahmad bin Hambal memutuskan untuk kembali kepada metode para Salaf dalam memahami agama, yaitu dengan cara tekstual.  

Syeikh Abdul Aziz ‘Izzuddin as-Sirwani dalam menjelaskan faktor kemunculan pemikiran kembali kepada metode Salaf, mengatakan: “Dikatakan bahwa penyebab utama untuk memegang erat metode itu –yang sangat nampak pada pribadi Ahmad bin Hambal- adalah dikarenakan pada zamannya banyak sekali dijumpai fitnah-fitnah, pertikaian dan perdebatan teologis. Dari sisi lain, berbagai pemikiran aneh, keyakinan-keyakinan yang bermacam-macam dan beraneka ragam budaya mulai bermunculan. Bagaimana mungkin semua itu bisa muncul di khasanah kelimuan Islam. Oleh karenanya, untuk menyelamatkan keyakinan-keyakinan Islam, maka ia menggunakan metode kembali kepemikiran Salaf”.[18] Hal semacam itu pula yang dinyatakan oleh as-Syahrastani dalam kitab al-Milal wa an-Nihal. 

Fenomena semacam ini juga bisa kita perhatikan dalam sejarah hidup Abu Hasan al-Asy’ari pendiri mazhab al-Asyariyah. Setelah ia mengumumkan diri keluar dari ajaran Muktazilah yang selama ini ia dapati dari ayah angkatnya, Abu Ali al-Juba’i seorang tokoh Muktazilah dizamannya. Al-Asy’ari dalam karyanya yang berjudul “al-Ibanah” dengan sangat jelas menggunakan metode mirip yang digunakan oleh Ahmad bin Hambal. Namun karena ia melihat bahwa metode semacam itu terlampau lemah, maka ia agak sedikit berganti haluan dengan mengakui otoritas akal dalam memahami ajaran agama, walau dengan batasan yang sangat sempit. Oleh karenanya, dalam karya lain yang diberi judul “al-Luma’ ” nampak sekali betapa ia masih mengakui campur tangan dan keturutsertaan akal dalam memahami ajaran agama, berbeda dengan metode Ahmad bin Hambal yang menolak total keikutsertaan akal dalam masalah itu. Dikarenakan al-Asy’ari hidup di pusat kebudayaan Islam kala itu, yaitu kota Baghdad, maka sebutan Ahlusunnah pun akhirnya didentikkan dengan mazhabnya. Sedang mazhab Thohawiyah dan Maturidiyah yang kemunculannya hampir bersamaan dengan mazhab Asyariyah dan memiliki kemiripan dengannya, menjadi kalah pamor dimata mayoritas kaum muslimin, apalagi ajaran Ahmad bin Hambal sudah tidak lagi dilirik oleh kebanyakan kaum muslimin. Lebih-lebih pada masa kejayaan Ahlusunnah, kemunculan kelompok Salafi kontemporer yang dipelopori oleh Ibnu Taimiyah yang sebagai sempalan dari mazhab imam Ahmad bin Hambal, pun tidak luput dari ketidaksimpatian kelompok mayoritas Ahlusunnah. Ditambah lagi dengan penyimpangan terhadap akidah Salaf yang dilakukan Salafi kontemporer (pengikut Ibnu Taimiyah) -yang dikomandoi oleh Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi- serta tindakan arogansi yang dilancarkan para pengikut Salafi tersebut terhadap kalompok lain yang dianggap tidak sependapat dengan pemikiran mereka.  

KECURANGAN KELOMPOK SALAFI.

Setiap golongan bukan hanya berusaha untuk selalu mempertahankan kelangsungan golongannya, namun mereka juga berusaha untuk menyebarkan ajarannya. Itu merupakan suatu hal yang wajar. Akan tetapi, tingkat kewajarannya bukan hanya bisa dinilai dari sisi itu saja, namun juga harus dilihat dari cara dan sarana yang dipakai untuk mempertahankan kelangsungan dan penyebaran ajaran golongan itu. Dari sisi ini, kelompok Salafi banyak melakukan kecurangan-kecurangan yang belum banyak diketahui oleh kelompok muslim lainnya. Selain kelompok Ahlusunnah biasa, kelompok Ahli Tasawwuf dari kalangan Ahlusunnah dan kelompok Syiah (di luar Ahlusunnah) merupakan kelompok-kelompok di luar Wahabi (Salafi) yang sangat gencar diserang oleh kelompok Salafi. Kelompok Salafi tidak segan-segan melakukan hal-hal yang tidak ‘gentle’ dalam menghadapi kelompok-kelompok selain Salafi, terkhusus Syiah. Menuduh kelompok lain dari saudara-saudaranya sesama muslim sebagai ahli bid’ah, ahli khurafat, musyrik adalah kebiasaan buruk kaum Salafi, walaupun kelompok tadi tergolong Ahlusunnah. Disisi lain, mereka sendiri terus berusaha untuk disebut dan masuk kategori kelompok Ahlusunnah. Berangkat dari sini, kaum Salafi selalu mempropagandakan bahwa Syiah adalah satu kelompok yang keluar dari Islam, dan sangat berbeda dengan pengikut Ahlusunnah. Mereka benci dengan usaha-usaha pendekatan dan persatuan Sunni-Syiah, apalagi melalui forum dialog ilmiah. Mereka berpikir bahwa dengan mengkafirkan kelompok Syiah, maka mereka akan dengan mudah duduk bersama dengan kelompok Ahlusunnah. Padahal realitanya tidaklah semacam itu. Karena mereka selalu menuduh kelompok Ahlusunnah sebagai pelaku Bid’ah, Khurafat, Takhayul dan Syirik. Mereka berpikir, sewaktu seorang pengikut Ahlusunnah melakukan ziarah kubur, tahlil, membaca shalawat dan pujian terhadap Nabi, istighotsah, bertawassul dan mengambil berkah (tabarruk) berarti ia telah masuk kategori pelaku syirik atau ahli bid’ah yang telah jelas konsekwensi hukumnya dalam ajaran Islam. 

Singkat kata, kebencian itu bukan hanya dilancarkan kepada Ahlusunnah, namun terlebih pada kelompok Syiah. Kebencian kaum Salafi terhadap Syiah, bahkan dilakukan dengan cara-cara tidak ilmiah bahkan cenderung arogan dan premanisme, sebagaimana yang dilakukannya di beberapa tempat. Mereka tahu bahwa kelompok Syiah sangat produktif dalam penerbitan buku-buku, terkhusus buku-buku agama. Karya-karya ulama Syiah mampu mengikuti perkembangan zaman dan dapat memberi masukan dalam menyelesaikan problem intelektual yang sedang dibutuhkan oleh masyarakat. Ulama Syiah mampu mengikuti wacana yang sedang berkembang, plus cara penyampaiannya pun dilakukan dengan cara ilmiah. Hal itulah yang menyebabkan kecemburuan kelompok Salafi terhadap Syiah kian menjadi. Akhirnya, sebagai contoh perbuatan licik yang mereka lakukan, sewaktu diadakan pameran Internasional Book-Fair di Mesir, dimana kelompok Syiah pun turut memeriahkan dengan membuka beberapa stand di pameran tersebut, melihat hal itu, kelompok Salafi (Wahabi) memborong semua kitab-kitab Syiah di stand-stand yang ada, yang kemudian membakar semua kitab yang dibelinya.[19]  Jika mereka berani bersaing dengan kelompok Syiah dari sisi keilmiahan, kenapa mereka melakukan hal itu? Perlakuan mereka semacam itu sebagai salah satu bukti kuat, bahwa mereka tidak terlalu memiliki basis ilmiah yang cukup mumpuni sehingga untuk menghadapi Syiah, mereka tidak memiliki jalan lain kecuali harus menggunakan cara-cara emosional yang terkadang cenderung arogan itu. Cara itu juga yang mereka lakukan terhadap para pengikut tasawuf dan tarekat yang banyak ditemui dalam tubuh Ahlusunnah sendiri, khususnya di Indonesia 

Segala bentuk makar dan kebohongan untuk mengahadapi rival akidahnya merupakan hal mubah dimata pengikut Salafi (Wahabi), karena kelompok Salafi masih terus beranggapan bahwa selain kelompoknya masih dapat dikategorikan pelaku syirik, bid’ah, khurafat dan takhayul. Perlakuan mereka terhadap kaum muslimin pada musim haji merupakan bukti yang tidak dapat diingkari. Yang lebih parah dari itu, para pendukung kelompok Salafi –yang didukung dana begitu besar- berani melakukan perubahan pada kitab-kitab standar Ahlusunnah, demi untuk menguatkan ajaran mereka, yang dengan jelas tidak memiliki akar sejarah dan argumentasi (tekstual dan rasional) yang kuat. Dengan melobi para pemilik percetakan buku-buku klasik agama yang menjadi standar ajaran –termasuk kitab-kitab hadis dan tafsir- mereka berani mengeluarkan dana yang sangat besar untuk merubah beberapa teks (hadis ataupun ungkapan para ulama) yang dianggap merugikan kelompok mereka. Kita ambil contoh apa yang diungkapkan oleh Syeikh Muhammad Nuri ad-Dirtsawi, beliau mengatakan: “Merubah dan menghapus hadis-hadis merupakan kebiasaan buruk kelompok Wahabi. Sebagai contoh, Nukman al-Alusi telah merubah tafsir yang ditulis oleh ayahnya, Syeikh Mahmud al-Alusi yang berjudul Ruh al-Ma’ani. Semua pembahasan yang membahayakan kelompok Wahabi telah dihapus. Jika tidak ada perubahan, niscaya tafsir beliau menjadi contoh buat kitab-kitab tafsir lainnya. Contoh lain, dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Qodamah al-Hambali, pembahasan tentang istighotsah telah dihapus, karena hal itu mereka anggap sebagai bagian dari perbuatan Syirik. Setelah melakukan perubahan tersebut, baru mereka mencetaknya kembali. Kitab Syarah Shohih Muslim pun (telah dirubah) dengan membuang hadis-hadis yang berkaitan dengan sifat-sifat (Allah), kemudian baru mereka mencetaknya kembali”.[20] 

Namun sayang, banyak saudara-saudara dari Ahlusunnah lalai dengan apa yang mereka lakukan selama ini. Perubahan-perubahan semacam itu, terkhusus mereka lakukan pada hadis-hadis yang berkaitan dengan keutamaan keluarga (Ahlul-Bait) Nabi. Padahal, salah satu sisi kesamaan antara Sunni-Syiah adalah pemberian penghormatan khusus terhadap keluarga Nabi. Dari sinilah akhirnya pribadi seperti sayyid Hasan bin Ali as-Saqqaf menyatakan bahwa mereka tergolong kelompok Nashibi (pembenci keluarga Rasul). Dalam kitab tafsir Jami’ al-Bayan, sewaktu menafsirkan ayat 214 dari surat as-Syu’ara: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabat-mu yang terdekat”, disitu, Rasulullah mengeluarkan pernyataan berupa satu hadis yang berkaitan dengan permulaan dakwah. Dalam hadis yang tercantum dalam kitab tafsir tersebut disebutkan, Rasul bersabda: “Siapakah diantara kalian yang mau menjadi wazir dan membantuku dalam perkara ini -risalah- maka akan menjadi saudaraku…(kadza…wa…kadza)…”. Padahal, jika kita membuka apa yang tercantum dalam tarikh at-Thabari kata “kadza wa kadza” (yang dalam penulisan buku berbahasa Indonesia, biasa digunakan titik-titik) sebagai ganti dari sabda Rasul yang berbunyi; “Washi (pengganti) dan Khalifah-ku”. Begitu pula hadis-hadis semisal, “Aku adalah kota ilmu, sedang Ali adalah pintunya” yang dulu tercantum dalam kitab Jaami’ al-Ushul karya Ibnu Atsir, kitab Tarikh al-Khulafa’ karya as-Suyuthi dan as-Showa’iq al-Muhriqoh karya Ibnu Hajar yang beliau nukil dari Shohih at-Turmudzi, kini telah mereka hapus. 

Melakukan peringkasan kitab-kitab standard, juga sebagai salah satu trik mereka untuk tujuan yang sama. Dan masih banyak usaha-usaha licik lain yang mereka lancarkan, demi mempertahankan ajaran mereka, terkhusus ajaran kebencian terhadap keluarga Nabi. Sementara sudah menjadi kesepakatan kaum muslimin, bahwa mencintai keluarga Nabi adalah suatu kewajiban, sebagaimana Syair yang pernah dibawakan oleh imam Syafi’i:
“Jika mencintai keluarga Muhammad adalah Rafidhi (Syiah), maka saksikanlah wahai ats-Tsaqolaan (jin dan manusia) bahwa aku adalah Rafidhi”.[21] 

SALAFI (WAHABI) DAN KHAWARIJ.

Tidak berlebihan kiranya jika sebagian orang beranggapan bahwa kaum Wahabi (Salafi) memiliki banyak kemiripan dengan kelompok Khawarij. Melihat, dari sejarah yang pernah ada, kelompok Khawarij adalah kelompok yang sangat mirip sepak terjang dan pemikirannya dengan kelompok Wahabi. Oleh karenanya, bisa dikatakan bahwa kelompok Wahabi adalah pengejawantahan kelompok Khawarij di masa sekarang ini.
Disini, secara singkat bisa disebutkan beberapa sisi kesamaan antara kelompok Wahabi dengan golongan Khawarij yang dicela melalui lisan suci Rasulullah saw, dimana Rasul memberi julukan golongan sesat itu (Khawarij) dengan sebutan “mariqiin”, yang berarti ‘lepas’ dari Islam sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya.[22]  

Paling tidak ada enam kesamaan antara dua golongan ini yang bisa disebutkan:
Pertama, sebagaimana kelompok Khawarij dengan mudah menuduh seorang muslim dengan sebutan kafir, kelompok Wahabi pun sangat mudah menuduh seorang muslim sebagai pelaku syirik, bid’ah, khurafat dan takhayul. Yang semua itu adalah ‘kata halus’ dari pengkafiran, walaupun dalam beberapa hal memiliki kesamaan dari konsekwensi hukumnya. Abdullah bin Umar dalam mensifati kelompok Khawarij mengatakan: “Mereka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir, lantas mereka terapkan untuk menyerang orang-orang beriman”.[23] Ciri-ciri semacam itu juga akan dengan mudah kita dapati pada pengikut kelompok Salafi (Wahabi) berkaitan dengan saudara-saudaranya sesama muslim. Bisa dilihat, betapa mudahnya para rohaniawan Wahabi (muthowi’) menuduh para jamaah haji sebagai pelaku syirik dan bid’ah dalam melakukan amalan yang dianggap tidak sesuai dengan akidah mereka. 

Kedua, sebagaimana kelompok Khawarij disifati sebagaimana yang tercantum dalam hadis Nabi: “Mereka membunuh pemeluk Islam, sedang para penyembah berhala mereka biarkan”,[24] maka sejarah telah membuktikan bahwa kelompok Wahabi pun telah melaksanakan prilaku keji semacam itu. Sebagaimana yang pernah dilakukan pada awal penyebaran Wahabisme oleh pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab. Pembantaian berbagai kabilah dari kaum muslimin mereka lakukan dibeberapa tempat, terkhusus diwilayah Hijaz dan Iraq kala itu. 

Ketiga, sebagaimana kelompok Khawarij memiliki banyak keyakinan yang aneh dan keluar dari kesepakatan kaum muslimin, seperti keyakinan bahwa pelaku dosa besar dihukumi kafir, kaum Wahabi pun memiliki kekhususan yang sama. 

Keempat, seperti kelompok Khawarij memiliki jiwa jumud (kaku), mempersulit diri dan mempersempit ruang lingkup pemahaman ajaran agama, maka kaum Wahabi pun mempunyai kendala yang sama. 
Kelima, kelompok Khawarij telah keluar dari Islam dikarenakan ajaran-ajaran yang menyimpang, maka Wahabi pun memiliki penyimpangan yang sama. Oleh karenanya, ada satu hadis tentang Khawarij yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya, yang dapat pula diterapkan pada kelompok Wahabi. Rasul bersabda: “Beberapa orang akan muncul dari belahan Bumi sebelah timur. Mereka membaca al-Quran, tetapi (bacaan tadi) tidak melebihi batas temggorokan. Mereka telah keluar dari agama (Islam), sebagaimana terkeluarnya (lepas) anak panah dari busurnya. Tanda-tanda mereka, suka mencukur habis rambut kepala”.[25] Al-Qistholani dalam mensyarahi hadis tadi mengatakan: “Dari belahan bumi sebelah timur” yaitu dari arah timur kota Madinah semisal daerah Najd.[26] Sedang dalam satu hadis disebutkan, dalam menjawab perihal kota an-Najd: “Di sana terdapat berbagai goncangan, dan dari sana pula muncul banyak fitnah”.[27] Atau dalam ungkapan lain yang menyebutkan: “Disana akan muncul qorn setan”. Dalam kamus bahasa Arab, kata qorn berartikan umat, pengikut ajaran seseorang, kaum atau kekuasaan.[28] Sedang kita tahu, kota Najd adalah tempat lahir dan tinggal Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi, pendiri Wahabi. Kota itu sekaligus sebagai pusat Wahabisme, dan dari situlah pemikiran Wahabisme disebarluaskan kesegala penjuru dunia. Banyak tanda zahir dari kelompok tersebut. Selain mengenakan celana atau gamis hingga betis, mencukur rambut kepala sedangkan jenggot dibiarkan bergelayutan tidak karuan adalah salah satu syiar dan tanda pengikut kelompok ini. 

Keenam, sebagaimana kelompok Khawarij meyakini bahwa “negara muslim” (Daar al-Salam) jika penduduknya banyak melakukan dosa besar, maka dapat dikategorikan “negara zona perang” (Daar al-Harb), kelompok radikal Wahabi pun meyakini hal tersebut. Sekarang ini dapat dilihat, bagaimana kelompok-kelompok radikal Wahabi –seperti al-Qaedah- melakukan aksi teror diberbagai tempat yang tidak jarang kaum muslimin juga sebagai korbannya. 

Tulisan ringkas ini mencoba untuk mengetahui tentang apa dan siapa kelompok Salafi (Wahabi). Semoga dengan pengenalan ringkas ini akan menjadi kejelasan akan kelompok yang disebut-sebut sebagai Salafi ini, yang mengaku penghidup kembali ajaran Salaf Saleh. Sehingga kita bisa lebih berhati-hati dan mawas diri terhadap aliran sesat dan menyesatkan yang telah menyimpang dari Islam Muhammadi tersebut.  
[Penulis: Adalah mahasiswa pasca sarjana Perbandingan Agama dan Mazhab di Universitas Imam Khomaini Qom, Republik Islam Iran.]  

Rujukan:
[2] Lisan al-Arab Jil:6 Hal:330
[3] As-Salafiyah Marhalah Zamaniyah Hal:9, karya Dr. M Said Ramadhan Buthi
[4] As-Shohwat al-Islamiyah Hal:25, karya al-Qordhowi
[5] Al-Aqoid as-Salafiyah Hal: 11, karya Ahmad bin Hajar Aali Abu Thomi
[6] Al-Madzahib al-Islamiyah Hal:331, karya Muhammad Abu Zuhrah
[7] Untuk lebih jelasnya, dapat ditelaah lebih lanjut kitab tebal karya penulis Arab al-Ustadz Nasir as-Sa’id tentang sejarah kerajaan Arab Saudi yang diberi judul “Tarikh aali Sa’ud”. Karya ini berulang kali dicetak. Disitu dijelaskan secara detail sejarah kemunculan keluarga Saud di Jazirah Arab hingga zaman kekuasaan raja Fahd. Dalam karya tersebut, as-Said menetapkan bahwa keluarga Saud (pendiri) kerajaan Arab Saudi masih memiliki hubungan darah dan emosional dengan Yahudi Arab.
[8] Selengkapnya silahkan lihat: As-Salafiyah al-Wahabiyah, karya Hasan bin Ali as-Saqqaf, cet: Daar al-Imam an-Nawawi, Amman-Yordania
[9] Al-Milal wa an-Nihal Jil:1 Hal:165, karya as-Syahrastani
[10] Fi ‘Aqo’id al-Islam Hal:155, karya Muhammad bin Abdul Wahab (dalam kumpulan risalah-nya)
[11] Ayat-ayat al-Quran yang bebunyi “afalaa ta’qiluun” (Apakah kalian tidak memakai akal) atau “Afalaa tatafakkarun” (Apakah kalian tidak berpikir) dan semisalnya akan sangat mudah kita dapati dalam al-Quran. Ini semua salah satu bukti konkrit bahwa al-Quran sangat menekankan penggunaan akal dan mengakui keturutsertaan akal dalam memahami kebenaran ajaran agama.
[12] Q S Thoha:5
[13] Al-Washiyah al-Kubra Hal:31 atau Naqdhu al-Mantiq Hal:119 karya Ibnu Taimiyah
[14] Q S as-Syura:11
[15] Al-Milal wa an-Nihal Jil:1 Hal:84
[16] Banyak hal yang terbukti dengan argumen teks yang mencakup ayat, riwayat, ungkapan dan sirah para sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in diperbolehkan, namun paea kelompok Salafi (Wahabi) mengharamkannya, seperti masalah; membangun dan memberi cahaya lampu pada kuburan, berdoa disamping makam para kekasih Ilahi (waliyullah), mengambil berkah dari makam kekasih Allah, menyeru atau meminta pertolongan dan syafaat dari para kekasih Allah pasca kematian mereka, bernazar atau sumpah atas nama para kekasih Allah, memperingati dan mengenang kelahiran atau kematian para kekasih Allah, bertawassul, dan melaksanakan tahlil (majlis fatehah)…semua merupakan hal yang diharamkan oleh para kelompok Salafi, padahal banyak ayat dan riwayat, juga prilaku para Salaf yang menunjukkan akan diperbolehkannya hal-hal tadi.
[17] Salah satu bentuk penyimpangan kelompok Wahabi terhadap ajaran imam Ahmad bin Hambal adalah pengingkaran Ibnu Taimiyah terhadap berbagai hadis berkaitan dengan keutamaan keluarga Rasul, yang Imam Ahmad sendiri meyakini keutamaan mereka dengan mencantumkannya dalam kitab musnadnya. Dari situ akhirnya Ibnu Taimiyah bukan hanya mengingkari hadis-hadis tersebut, bahkan melakukan pelecehan terhadap keluarga Rasul, terkhusus Ali bin Abi Thalib. (lihat: Minhaj as-Sunnah Jil:8 Hal:329) Dan terbukti, kekhilafahan Ali sempat “diragukan” oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya “Minhaj as-Sunnah” (lihat: Jil:4 Hal:682), dan ia termasuk orang yang menyebarluaskan keraguan itu. Padahal, semua kelompok Ahlusunnah “meyakini” akan kekhilafahan Ali. Lantas, masihkah layak Ibnu Taimiyah beserta pengikutnya mengaku sebagai pengikut Ahlussunnah?
[18] al-Aqidah li al-Imam Ahmad bin Hambal Hal:38
[19] As-Salafiyah baina Ahlusunnah wa al-Imamiyah Hal:680
[20] Rudud ‘ala Syubahaat as-Salafiyah Hal:249
[21] Diwan as-Syafi’i Hal:55
[22] Musnad Ahmad Jil:2 Hal:118
[23] Sohih Bukhari Jil:4 Hal:197
[24] Majmu’ al-Fatawa Jil:13 Hal:32, karya Ibnu Taimiyah
[25] Shahih Bukhari, kitab at-Tauhid Bab:57 Hadis ke-7123
[26] Irsyad as-Saari Jil:15 Hal:626
[27] Musnad Ahmad Jil:2 Hal:81 atau Jil:4 Hal:5
[28] Al-Qomuus Jil:3 Hal:382 kata: Qo-ro-na  

Al-Qasawah (Keras Hati)


Keras hati ialah adanya rasa tidak peduli terhadap kesusahan orang lain. Seseorang yang hatinya mengalami kondisi tersebut tidak merasakan kepedihan dan penderitaan orang lain. Sumber keras hati ini adalah karena ia dikalahkan oleh kekuatan buas hawa nafsunya.

Kebanyakan dari perbuatan-perbuatan yang tercela, seperti aniaya, menyakiti orang lain, tidak menjawab atau mengabulkan panggilan orang lain yang terzalimi, tidak membantu orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan bantuan, itu semua timbul dari sifat atau kondisi keras hati.


Mengobati penyakit hati seperti ini sangat sulit. Dan orang yang tertimpa penyakit seperti ini, hendaklah ia senantiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat membuat hatinya lunak kembali, agar jiwanya mempunyai potensi untuk menerima curahan sifat belas kasih sayang dari sumber rahmat Allah Swt, agar nantinya sifat dan kondisi keras hatinya tersebut dapat menjadi sirna.

Apabila seseorang yang tertimpa penyakit tersebut tidak berusaha mengobati dirinya, maka dia akan keluar dari daerah atau batasan manusia.
Allah Swt berfirman: “(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.” (Qs. Al Maidah:13).

Diriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Janganlah kalian memperbanyak ucapan selain berzikir kepada Allah Swt, karena banyak berbicara selain berzikir kepada Allah Swt, dapat mengakibatkan keras hati. Sesungguhnya paling jauhnya manusia dari Allah adalah orang yang hatinya keras”[1]

Diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As, beliau bersabda: “Tidak akan kering air mata,melainkan orang yang keras hati. Dan tidak akan keras hati melainkan orang yang banyak dosanya”[2]

Dalam riwayat yang lain Rasulullah Saw bersabda : “Ada tiga perkara yang akan membuat keras hati, yaitu mendengarkan sesuatu yang sia-sia, memburu binatang dan menghampiri pintu kerajaan”[3]

Diriwayatkan dari Al Masih binti Maryam Isa As, beliau bersabda: “Sesungguhnya binatang apabila tidak ditunggangi, tidak diuji dan tidak digunakan, maka nantinya ia akan menjadi sulit dan akan berubah sikapnya.Demikian pula hati manusia, apabila dia tidak dilembutkan dengan mengingat kematian dan tidak diikut sertakan dengan senantiasa beribadah, maka ia akan menjadi keras seperti batu”[4]

Penyair Sa’di Syirazi dalam sebuah syairnya berkata yang artinya:
Anak-anak Adam adalah anggota satu sama lainnya,
Mereka diciptakan dari mutiara yang satu
Apabila salah satu dari mereka tertimpa kesulitan suatu penyakit
Maka anggota-anggota yang lain akan merasakan penderitaan tersebut
Apabila engkau tidak mengambil faedah dari bencana orang lain
Maka ketahuilah, bahwa engkau tidak layak dinamakan sebagai anak Adam.

Dinukil dari: Syekh Abbas al Qummy.
________________________________________
[1]. Kanzul Ummal, hadist ke 1840 dan 18960.
[2].Biharul Anwar, J. 70, hal. 55.
[3]Biharul Anwar, J. 75, hal. 370.
[4]. Biharul Anwar, J. 14, hal. 309.

Tanda-Tanda Bagi Manusia


1. Apa tanda-tanda orang alim?
Imam ‘Ali as berkata : “Ilmu dibarengi dengan murah hati dan banyak diam.”(Munsyah al-Murid, hal 114)
2. Apa tanda Allah SWT mengabulkan doa hamba-Nya?
Imam Shadiq as berkata : “Kalau kulitmu sudah merinding, air matamu menetes dan hatimu tersentuh, maka doa itu sungguh telah meraihmu.” (Al-Khisal, hal 82) .
3. Apa tanda orang hasut (iri)?
Imam Shadiq as berkata : “Menggunjing dibelakangmu, menjilat dihadapanmu dan suka mengutuk.” (Al-Khisal, hal 121).
4. Apa tanda orang bodoh?
Imam Shadiq as berkata : “Menjawab sebelum mendengar, menyangkal sebelum paham dan menghukumi sebelum mengetahui.” (ad-Durrah al-Bahirah).
5. Apa tanda orang mukmin?
Imam Sajjad as berkata : “Menjauhi dunia saat menyendiri, bersedekah dan saat tidak berkecukupan, sabar dalam musibah, murah hati saat marah dan jujur saat takut.” (Al-Khisal, hal 269).
6. Apa tanda orang munafik?
Nabi SAWW bersabda : “Kalau dipercaya berkhianat, kalau berbicara suka bohong dan kalau berjanji tidak ditepati.” (Al-Kafi, jil 2, hal 290).
7. Apa tanda seorang mukmin saat akan meninggal?
Imam Baqir as berkata : “Sesungguhnya orang mukmin kalau ajalnya mendekat maka wajahnya akan lebih putih, lebih putih dari kulitnya, keningnya basah, mengalir dari ke 2 matanya semacam airmata. Itulah saat jiwanya keluar (dari tubuh).”.
8. Apa tanda orang yang suka pamer (riya)?
Imam ‘Ali as berkata : “Giat di depan orang banyak, malas jika lagi sendirian dan sukia memuji segala urusannya.”.
9. Apa tanda orang yang sesat?
Nabi SAWW bersabda : “Matanya cekung, hatinya keras, luarbiasa berambisi dalam mencari rezeki dan terus menerus berbuat dosa.” (Al-Khisal, hal 243).
10.Apa tanda ketuaan?
Imam Shadiq as berkata : “Penglihatan berkurang, punggung membungkuk dan kaki melemah.”…

“BAB  DOA”
1. Dalam kondisi seperti apa sebuah doa bisa terkabul?
Imam ‘Ali as berkata : “Saat membaca Al-Qur’an, saat adzan berkumandang, saat datang pertolongan, saat bertemu dua pedang menuju kesyahidan dan saat seseorang yang teraniaya (mazhlam) bermunajat.” (Amali ash-Shadiq, hal 97, hadis 7dan hal 218 hadis 3).
2. Doa apakah yang menyeluruh?
Imam Shadiq as berkata : “Pujian kepada Allah (Alhamdulillah), sebab semua orang yang sedang shalat pasti akan mengatakan ‘Allah mendengar orang yang memuja-Nya (sami ‘Allahu liman hamidah)’.”(‘Uddat ad-Da’i, hal 245).
3. Apa senjata orang Mukmin?
Nabi SAWW bersabda : “Sesungguhnya doa adalah senjata orang beriman.” (Tsawab al-A’mal, hal 45, hadis 1).
4. Siapakah orang paling lemah?
Nabi SAWW bersabda : “Orang yang malas berdoa.” (Amali ath-Thusi, jil 1, hal 87).
5. Seorang Atheis bertanya : Dalam Al-Qur’an Allah berfiman ‘Mintalah kepada-Ku, maka pasti akan Aku kabulkan’. Tapi mengapa doa orang yang sangat membutuhkan atau doa orang yang sangat teraniaya dan memerlukan pertolongan mendesak seringkali tak terjawab?
Imam Shadiq as berkata : “Tiada seorang pun yang meminta kepada-Nya kecuali Allah SWT mengabulkannya atau menyingkirkan bencana tanpa sepengetahuan mahkluk-Nya atau menyimpankan untuknya ganjaran yang akan sangat dibutuhkannya suatu hari kelak.
Jika permintaan seorang hamba berakibat buruk untuknya, Allah akan menangguhkan pengabulannya. Seorang mukmin yang mengenal Allah kadang enggan meminta sesuatu yang dia tidak ketahui pasti kebaikan atau keburukan akibatnya. Sebab, bisa jadi seorang hamba meminta sesuatu yang dampaknya adalah kecelakaan tak berkesudahan seperti orang yang meminta hujan turun disaat hujan akan membawa petaka, karena sesungguhnya Dia lebih mengetahui bagaimana mengatur ciptaan-Nya. Banyak kondisi semacam ini, maka pahamilah.” (Al-Ihtijaj, jil 2 hal 87).
6. Ada 3 golongan yang doanya tak akan pernah dikabulkan. Siapa saja mereka?
Imam Shadiq as berkata : “Orang yang menginginkan rezeki namun hanya duduk dan meminta ‘Ya Allah berikanlah aku rezeki’. Maka Allah akan menajwab ‘Bukankah telah Kuberikan padamu jalan untuk mencarinya?’
Seorang suami yang istrinya berperangai buruk dan dia meminta ‘Ya Allah, lepaskanlah aku darinya’, Maka Allah akan menjawab ‘Bukankah telah Kujadikan urusannya berada di tanganmu (berupa perceraian)?’
Dan orang yang menitipkan uang kepada orang lain tanpa saksi, kemudian dia berdoa setelah terjadi perselisihan, maka Allah mengatakan ‘Aku telah mengingatkanmu tenatng persaksian tapi kau abaikan’.” (Kanz al-Karajki, jil 2, hal 198).
7. 4 golongan yang jika berdoa pintu langit akan terbuka dan takkan ditolak doanya, siapa mereka?
Nabi SAWW bersabda : “Doa seorang ayah untuk anaknya, doa orang yang teraniaya untuk yang menganiayanya, doa orang yang sedang berpergian hingga dia kembali dan doa orang yang berpuasa sampai dia berbuka (ifthar).” (Amali ash-Shaduq, hal 218, hadis 4).

Tanda-Tanda Penyakit Hati.

Pertama, kehilangan cinta yang tulus. Orang yang mengidap penyakit hati tidak akan bisa mencintai orang lain dengan benar. Dia tidak mampu mencintai keluarganya dengan ikhlas. Orang seperti itu agak sulit untuk mencintai Nabi, apalagi mencintai Tuhan yang lebih abstrak. Karena ia tidak bisa mencintai dengan tulus, dia juga tidak akan mendapat kecintaan yang tulus dari orang lain. Sekiranya ada yang mencintainya dengan tulus, ia akan curiga akan kecintaan itu.

Dalam kitab Matsnawi, Rumi mengisahkan suatu negeri yang mengalami kekeringan yang panjang. Orang-orang salih dan para ulama berkumpul untuk melakukan salat istisqa namun hujan tidak turun juga. Karena hujan tidak turun, akhirnya para pendosa pun turut berkumpul di tanah lapang. Sebagai ahli maksiat, mereka tidak tahu bagaimana cara salat istisqa. Mereka hanya memukul genderang sambil mengucapkan puji- pujian dalam bahasa Persia yang terjemahannya berbunyi: Titik-titik hujan sangat indah untuk para pendosa. Begitu juga kasih sayang Tuhan sangat indah untuk orang-orang durhaka. Mereka hanya mengulang-ulang kata-kata itu.

Tiba-tiba, tanpa diduga, hujan turun dengan lebat. Hal ini terjadi karena orang-orang salih berdoa dengan seluruh zikir dan tasbihnya, sementara para pendosa berdoa dengan seluruh penyesalannya, dengan segala perasaan rendah diri di hadapan keagungan Tuhan. Para pentasbih menyentuh kemahabesaran Tuhan sementara para pendosa menyentuh kasih sayang Tuhan.

Kedua, kehilangan ketentraman dan ketenangan batin.
Ketiga, memiliki hati dan mata yang keras. Pengidap penyakit hati mempunyai mata yang sukar terharu dan hati yang sulit tersentuh.
Keempat, kehilangan kekhusyukan dalam ibadat.
Kelima, malas beribadat atau beramal.
Keenam, senang melakukan dosa. Orang yang berpenyakit hati merasakan kebahagiaan dalam melakukan dosa. Tidak ada perasaan bersalah yang mengganggu dirinya sama sekali. Sebuah doa dari Nabi saw berbunyi: “Ya Allah, jadikanlah aku orang yang apabila berbuat baik aku berbahagia dan apabila aku berbuat dosa, aku cepat-cepat beristighfar.”

Di antara taubat yang tidak diterima Allah ialah taubat orang yang tidak pernah merasa perlu untuk bertaubat karena tak merasa berbuat dosa. Kali pertama seseorang melakukan dosa, ia akan merasa bersalah. Tetapi saat ia mengulanginya untuk kedua kali, rasa bersalah itu akan berkurang. Setelah ia berulang kali melakukan maksiat, ia akan mulai menyenangi kemaksiatan itu. Bahkan ia menjadi ketagihan untuk berbuat maksiat terus menerus. Ini menandakan orang tersebut sudah berada dalam kategori firman Allah: “Dalam hatinya ada penyakit lalu Allah tambahkan penyakitnya.” (QS. Al-Baqarah: 10).

Penyakit Hati : Dengki & Bakhil

Dalam hadis Qudsi lain, Tuhan berkata: “Hai anak Adam, Aku telah menciptakan taman bagimu, dan sebelum kamu bisa masuk ke taman ciptaan-Ku, Aku usir setan dari dalamnya. Dan dalam dirimu ada hati, yang seharusnya menjadi taman yang engkau sediakan bagi-Ku.”

Hadis ini menunjukkan bahwa fungsi hati adalah untuk mengenal Tuhan, mencintai Tuhan, menemui Tuhan, dan pada tingkat tertentu, melihat Tuhan atau berjumpa dengan-Nya. Hati yang berpenyakit ditandai dengan tertutupnya mata batin kita dari penglihatan-penglihatan ruhaniah. Ada hubungan antara penyakit jiwa dengan penyakit fisik. Sebagai contoh, penyakit jiwa yang paling populer pada masyarakat modern adalah stres. Stres pada penyakit jiwa adalah seperti sakit flu pada penyakit fisik.

Dari beberapa penelitian ilmiah, diketahui bahwa orang-orang yang stres mengalami gangguan pada sistem immune atau sistem kekebalan dalam tubuhnya. Orang yang banyak mengalami stres cenderung gampang sekali terkena penyakit. Ini menunjukkan bahwa penyakit jiwa amat berpengaruh dalam menimbulkan gangguan fisik. Demikian pula sebaliknya, penyakit fisik dapat menimbulkan gangguan jiwa. Orang yang sakit terus menerus, sudah berobat ke mana-mana, tetapi belum sembuh, juga bisa mengalami penyakit jiwa. Orang tersebut boleh jadi cepat tersinggung, mudah marah, dan sebagainya.

Penyakit hati menimbukan gangguan psikologis dan gangguan psikologis berpengaruh pada kesehatan fisik. Contoh penyakit hati adalah dengki, iri hati, dan dendam kepada orang lain. Dendam adalah rasa marah yang kita simpan jauh di dalam hati kita sehingga menggerogoti hati kita. Akibat dari menyimpan dendam, kita menjadi stres berkepanjangan. Adapun akibat dari iri hati ialah kehilangan perasaan tentram. Orang yang iri hati tidak bisa menikmati kehidupan yang normal karena hatinya tidak pernah bisa tenang sebelum melihat orang lain mengalami kesulitan. Dia melakukan berbagai hal untuk memuaskan rasa iri hatinya. Bila ia gagal, ia akan jatuh kepada frustrasi.

Imam Ali berkata, “Tidak ada orang zalim yang menzalimi orang lain sambil sekaligus menzalimi dirinya sendiri, selain orang yang dengki.”

Selain menyakiti orang lain, orang yang dengki juga akan menyakiti dirinya sendiri. Ada penyakit hati yang langsung berpengaruh kepada gangguan fisik. Bakhil, misalnya. Bakhil adalah penyakit hati yang bersumber dari keinginan yang egois. Keinginan untuk menyenangkan diri secara berlebihan akan melahirkan kebakhilan. Penyakit bakhil berpengaruh langsung pada gangguan fisik.

Pernah ada orang datang kepada Imam Ja’far as. Dia mengadukan sakit yang diderita seluruh anggota keluarganya, yang berjumlah sepuluh orang. Imam Ja’far berkata dengan menyebutkan sabda Nabi saw, “Sembuhkanlah orang-orang yang sakit di antara kamu dengan banyak bersedekah.”
Dalam hadis lain disebutkan, “Di antara ciri-ciri orang bakhil adalah banyaknya penyakit.

Tetap SEMANGAT Tetap SHALAWAT

~♥~اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ~♥~


PHOTO USTAD BERBUAT ASUSILA MEREMAS PAYUDARA SANTRINYA


Sidoarjo – Warga Sidoarjo geger lantaran ustadz yang mestinya menjadi pelindung serta mengajarkan kebaikan moral terhadap para santrinya, justru berkelakuan bejat. Hal ini terungkap setelah beberapa santriwati yang mengaku digerayangi payudaranya melaporkan sang ustadz, guru mereka, ke Polsek Jabon yang segera dilimpahkan ke Polres Sidoarjo.

Berdasarkan informasi, perbuatan cabul sang ustadz yang juga dipangil warga sekitar sebagai kyai haji itu, diduga telah berlangsung lama. Modus operandinya dilakukan saat para santriwati lelap tertidur, dengan cara berkeliling dari ruang ke ruang santriwati. Sebenarnya kelakuan cabul sang ustadz yang mengerayangi tubuh santriwatinya ini pernah kepergok santriwati yang terbangun saat digerayangi payudarnya, namun sang santriwati terus saja berpura-pura lelap ini takut untuk melaporkan kelakuan sang ustadz.

Namun, kelakuan cabul sang ustadz terpaksa harus berakhir, menyusul semakin banyaknya korban yang terjahili membangkitkan keberanian mereka untuk melaporkan kasus asusila ini kepihak berwajib. Menurut informasi, keberanian melaporkan sang ustadz ini tidak serta merta datang begitu saja. Mereka, para korban setelah saling berbagi cerita tanpa disadari menumbuhkan rasa keberanian, sepakat melaporkan perbuatan cabul guru mereka ke kepolisian.

Proses yang dilakukan para santri untuk melaporkan sang ustadz, ternyata juga cukup hati-hati serta cerdik. Mula-mula para korban santriwati melaporkan kelakuan sang ustadz ke para santri putra yang kemudian melakukan pembuktian dengan cara mengintip gerak-gerik sang ustadz saat malam hari. Proses ini mereka tidak lakukan begitu saja. Saat memata-matai kelakuan bejat sang ustadz yang mengerayangi payudara santriwatinya sendiri dimalam hari itu juga diikuti dengan cara merekam video melalui kamera untuk pembuktian laporan mereka.

Kasatreskrim Polres Sidoarjo AKP Andi Sinjaya saat dikonfirmasi wartawan pada Kamis (5/7/2012), tidak membantah. Dia mengatakan pelaku saat ini sudah diamankan karena terbukti melakukan pencabulan terhadap santrinya.

Sumber : http://kriminalm.blogspot.com/2012/11/photo-ustadz-remas-payudara-santrinya.html#ixzz2Ci1JAW2b

Nafsu Itu Apa Sih.. ??

Terkadang ketika kita mendengar kata nafsu pikiran kita mengarah  bahwa yang dimaksud dengan nafsu itu hanya nafsu birahi(syahwat) antara laki2 dan perempuan padahal jika kita teliti kembali sebenarnya nafsu itu terbagi atas tiga bagian. 
 
     Bagian pertama  yaitu nafsu seksual antara laki-laki terhadap perempuan atau sebaliknya.  Bagian kedua nafsu makan yaitu nafsu  atau keinginan kita yang berlebihan pada makanan,  masalah kedua ini mengajak kita untuk selalu makan, walaupun  terkadang perut kita sudah kenyang tetapi masih ada keinginan untuk makan. 

     Dan bagian yang ketiga adalah nafsu untuk berbicara, nafsu yang kitiga ini kebanyakan disandang oleh kaum hawa, karna merekalah yang biasanya melakukan pekerjaan seperti ngerumpi, qibah (membicarakan kejelekan orang lain) dan menyakiti hati orang lain  serta masih banyak lagi pekerjaan yang di lakukan oleh mulut kita kaum hawa yang  semua pekerjaan  itu dapat mengarahkan kita pada perbuatan dosa.

     Pernahkah kita berpikir kalau seandainya nafsu kita berlebihan apakah yang akan terjadi pada kita?. Dan disini saya ingin membahas satu persatu dari permasalah diatas:  
     Partama: Nafsu seksual (syahwat) antara laki-laki dan perempuan.Tujuan asli Allah swt menciptakan nafsu seksual (syahwat)  pada makluknya baik itu manusia atau hewan adalah memperbanyak keturunan. Namun jika nafsu seksual itu tidak di kontrol oleh akal dan keluar dari batas-batas yang sudah di tentukan maka permasalahan ini sesuatu hal yang dapat menghancurkan manusia. Keinginan seksual ketika keluar dari batas-batas yang telah di tentukan atau telah condong pada perbuatan yang berlebihan atau kekurangan (ifrot dan tafrid), mengenai kedua  hal ini secara ringkas akan kita bahas. 

Berlabihan (ifrot) dalam masalah seksual:
     Berlebihan (ifrot) dalam masalah seksual kadang bisa mengakibatakan hawa nafsu mengalahkan kemaslahatan agama,  dan mengakibatkan seorang manusia melakukan hal-hal yang  yang tidak diinginkan,  dan sikap semacam itu adalah perwujudan dari perbuatan hewan, yang mendahulukan syahwatnya dari pada akalnya. Dalam keadaan semacam ini ada dua pilihan, akal kita hilang atau secara global akal itu berada dibawah kendali hawa nafsu. Padahal akal itu diciptakan untuk mengontrol dan memerintah bukan untuk menerima perintah dari hawa nafsu. Dan jika  hawa nafsu  telah melebihi batas, solusinya adalah rasa lapar, puasa dan pernikahan. Kehilangan (tafrid)dalam masalah seksual: Hilangnya keinginan dalam masalah seksual kemungkinan karna dua penyebab yang pertama adalah kerendahan diri yang berlebihan sehingga dia tidak bisa bergau l(komunikasi) dengan orang lain. Dan yang kedua  adalah lemah dalam hubungan dengan lawan jenisnya. Jika orang sudah hilang atau lemah dalam nafsunya maka hal ini tidak berbeda dengan orang yang berlebihan (ifrot) sebab kedua-duanya sudah keluar dari batas-batas yang telah di tentukan. Dan sebaik-baiknya manusia adalah orang yang mengontrol  atau menetapkan segala sesuatunya pada tempatnya dan tidak(ifrot dan taprid)  

       Kedua: Nafsu  pada makanan (rakus)      Pernahkah kita berpikir bahwa kalau kita makan melebihi batas apa yang akan terjadi pada diri kita?  Terkadang perut yang kenyang bisa mengarahkan kita untuk melakukan perbuatan dosa seperti berlabihan dalam masalah seksual, Iri(hasad), ingin dilihat orang (riya), sombong (takabur) , benci, bermusuhan dan masih banyak hal yang lainnya.Sifat rakus menurut riwayat: Nabi muhammad (Saw)bersabda:Seseorang yang perutnya selalu kenyang tidak akan sampai pada tingkat maknawi”[1] 
Dan di lain tempat beliau bersabda: “Gagasan atau pendapat adalah sebagian dari ibadat dan sedikit makan adalah ibadah”[2] 
Beliau juga bersabda: “Jangan  kamu matikan hati-hatimu dengan banyak makan dan minum, karna sesungguhnya hati itu seperti ladang yang akan rusak jika kebanyakan air.[3] 
Dan dalam riwayat yang lain  beliau bersabda: “Sesungguhnya setan  itu seperti darah yang mengalir dalam tubuh manusia, maka sempitkanlah jalan atau pelintasannya dengan haus dan lapar[4]. 
Imam Shadiq(as): “Perut yang penuh karna kerakusan pada makanan akan mengakibatkan suatau kebanjiran,waktu yang paling tepat untuk mendekatkan diri pada Allah SWT adalah disaat perut kita dalam keadaan kosong, akan tetapi  disaat perut kita penuh dan kenyang bisa mengakibatkan kita lupa pada Allah SWT”[5] 
Dan  dalam hadis yang lain beliau berkata: “Manusia tidak ada jalan lain kecuali dia  terpaksa untuk makan  agar bisa meneruskan kehidupanya,tetapi  saat dia makan 1/3 dari perut untuk makanan, 1/3 lagi  husus untuk minuman ,dan 1/3 yang lainya untuk bernafas dan janganlah seperti babi tidak ada pekerjaan lain kecuali makan sehingga badanya jadi gemuk[6] 
Imam Bagir (as) barsabda: “Tidak ada sesuatu  yang lebih dibenci oleh Allah SWT  dari perut kekenyangan” 

      Ada beberapa manfaat yang akan kita dapatkan, jika disaat kita makan sesuai dengan kebutuhan, contohnya adalah:
    1.      Pandangan menjadi  tajam, Rasulallah (saw) bersabda :barang siapa menjaga perutnya agar selalu dalam keadaan lapar pikiranya akan tajam dan hatinya pun akan selalu cerah [7].
    2.      Kebanyakan makan akan menyebabkan hati kita keras,dan manusia keras hati tidak akan merasakan kelezatan berzikir,dan segala munajat yang dia panjatkan tidak akan berpengaruh,dengan demikian memperingan perut dari makanan akan menyebakan cerah hati dan memberikan kelapangan dada. Kalau seandainya hati telah cerah dan dada telah lapang akan megakibatkan manusia mudah terpengaruh segala muanajat yang dia panjatkan dan hatinya dipenuhi dengan cahaya sehingga merasakan kelezatan berzikir.
   3.      Faidah lain dari perut kosong dan lapar adalah kita bisa merasakan penderitan orang yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, selain itu kita akan selalu ingan akan  azabjahanam dan penderitaan disana.Sedangkan  seorang manusia yang perutnya selalu dalam keadaan kenyang,dia tidak akan mererasan penderitaan orang-orang yang kelaparan, dan dia akan lupa dengan pendiritaan orang-orang  yang ada di sekitarnya..
   4.      Modal asli seorang manusia hidup di dunia ini adalah waktu dan umur, dengan syarat kedua modal tersebut dipakai dengan baik dan benar. Dalam pandangan Alquran bahwa sesungguhnya manusia itu tenggelam dalam kerugian hanya amal sholehlah yang bisa menyelamatkan dia dari ketenggelaman tersebut. Amal sholeh  yang dilakukan dalam keadaan sadar lebih bermanfaat.Dan   dengan sedikitnya tidur maka akan memperbanyak kesempatan bagi kita  untuk beribadah dan berusaha.
    5.      Akar segala penyakit adalah banyak mengkonsumsi makanan. Rasulallah (saw) bersabda: Perut adalah tempat segala penyakit dan menghindarinya  adalah akar segala kesembuhan”.[8]
 
     Oleh karena itu, salah satu manfaat sedikit makan adalah menjaga keselamatan, karena suatu penyakit, dapat mengakibatkan seorang manusia mengalami depresi dan  tidak membiarkan ia memiliki kesempatan berpikir dan beribadah.Oleh karna itu tugas kita adalah sebisa mungkin menjaga perut kita agar tidak mengkonsumsi makanan secara berlebihan, sebab hal tersebut termasuk hawa nafsu yang tidak terpuji. Adapun mengenai nafsu bagian yang ketiga(nafsu berbicara) akan  dibahas pada tulisan yang akan datang. Insya Allah.
 


[1] Tazkiratul maudhuat hal 151
[2] Mizan alhikmah jilid satu hal 89
[3] Bahirul anwar jilid 63 hal 331
[4] Bahirul anwar jilid 63 hal 332
[5] Wasoil al-syiah jilid 24 hal 239
[6] Wasoil al-syiah jilid 24 hal 240
[7] Majmak Al-bahrin jilid 1 hal 431
[8] Biharul anwar jilid 62 hal 123    

Terkait Berita: