Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Cahaya. Show all posts
Showing posts with label Cahaya. Show all posts

Sayyidah Fathimah Az Zahra as, Cahaya Mata Nabi saww


Oleh: Rohimat

Pada hari jumat, tanggal 20 Jumadits tsani, lima tahun setelah bi'tsah Rasulullah Saww, dikawasan Hijaz dan ditengah pegunungan tandus kota Makkah, dalam rumah wahyu yang pekarangannya diterngi kemilau cahaya ilahi yang memancar dari sosok Rasulullah Saww dengan bacaan Al-Quran dan didalam rumah teduh kenabian Rasul Saww dan Sayyidah Khadijah, terlahirlah putri kecintaan keduanya kealam kedunia ini. 

Ya, dialah Fathimah Az-Zahra sang pengharum risalah, pilihan kemaksuman umat manusia dikalangan wanita, beliau adalah istri kalimatullah dimuka bumi, penghulu kaum wanita semesta alam, namanya berasal dari sisi Allah SWT, beliau menjelmakan diri dalam wujud fisik yang begitu indah dan melampaui keelokan seluruh bidadari surgawi dan kelahirannya kedunia ini menjadikan aura kasih sayang yang menyelimuti rumah suci Rasulullah Saww.
 
Fathimah mungil ini bagaikan angin sepoi-sepoi yang menunjukan dan menebar kelembutan siang dan malam, demi menyapu kelelahan di wajah kedua orangtuanya, sekaligus pelipur lara mereka yang harus mengarungi detik-detik kehidupan yang berat dan menyakiti demi mengusung risalah. Sungguh, betapa mulianya beliau karena telah menghembuskan ketenangan dan ketentraman dalam lubuk hati penghulu para makhluk yaitu  Rasulullah Saww. Beliau pun bersabda tentang putrinya yang mulia itu: “Fathimah adalah bagian dariku dan dia adalah jiwaku dan ruhku yang berada diantara kedua sisiku.” Ini tidaklah mengherankan. Sebab, beliau termasuk sosok agung yang disebutkan dalam firman Allah dalam kitabnya yang mulia: '' Sesungguhnya aku hendak menghilangkan dosa dari kalian wahai Ahlul Bait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya.” 

Jelas, dalam diri sayyidah Fathimah, mewujud keberadaan Rasulullah saww yang agung. Karenanya kehidupan beliau senantiasa diliputi cahaya dan kasih sayang yang menjadikannya layak untuk menerima kemuliaan dari Allah SWT, dan Allah memilih beliau diantara seluruh wanita sepanjang sejarah, sebagai Jelmaan nilai dan kehormatan bagi kaum wanita. Keberadaan sayyidah Fathimah sendiri juga merupakan bukti paling nyata bagi keniscayaan kaum wanita untuk menggapai puncak maknawinya yang tertingi, yang tak mampu diraih kecuali oleh insan pilihan Allah SWT.  

Sudah umum diketahui bahwa sosok hakiki ayahanda Fathimah, Rasulullah Saww. Tak dapat dikenali. Beliau adalah Figur ayah yang disebut Tuhan sekalian alam dengan pemilik akhlak yang agung.” sementara Al-Quran menyebut :” dan Muhammad tidak berbicara atas hawa nafsunya, namun ia berbicara tak lain dari wahyu yang di wahyukan.” Dengan demikian, sayidah Fathimah hidup ditengah lingkungan yang bercahaya, dibawah naungan wahyu, dan dipangkuan ayah teladan yang ditugaskan Allah Swt membina dan membimbing  umat manusia di jalannya. Beliau hidup bersama ayahandanya selama dua tahun di tengah embargo ekonomi yang di lancarkan kaum kafir Quraisy, dan sekitar tiga tahun lamanya terkurung dilembah Abu Thalib bersama kedua orang tuanya dan segelintir muslimin, saat itu beliau juga mengalami kondisi yang sama, kelaparan dan terjepit perekonomian. 

Pada tahun kesepuluh kenabian, tak lama lolos dari ujian, sayyidah Fathimah harus mengalami kedukaan yang sangat dalam. Kali ini, ibunda beliau yang mulia dipanggil pulang kepangkuan ilahi setelah sebelumnya menghadap serangkaian tekanan hidup yang begitu panjang. Maka sejak saat itu beliau hidup tanpa didampingi seorang ibu. Walaupun sangat mengejutkan dan menyakitkan, namun kejadian itu justru menyebabkan beliau semakin dekat dan mendapat perhatian yang lebih dari Rasulullah Saww.  

Kecintaan dan hubungan yang sangat erat antara Rasulullah Saww dengan Sayyidah Fathimah, menjadikan hidup Sayyidah Fathimah bersinar terang dan semakin berharga dan terhormat. Kecintaan dan hubungan ini sangatlah erat, sampai-sampai melampaui batas pada umumnya. Karenanya boleh bilang hal ini termasuk kehidupan Rasulullah Saww yang sangat luar biasa. Bila ditinjau lebih mendalam lagi, maka akan diketahui bahwa sesungguhnya  Rasulullah Saww yang mulia merupakan manusia terbaik dan paling dekat dengan Allah Swt. Karenanya beliau menjadi tolok ukur kebenaran dan keadilan dalam segala aspeknya.

Dan sebagaimana sunnah beliau Saww yang berupa ucapan, perbuatan dan ketetapan -ketetapan sumber syariat islam, serta sudah menjadi  kelaziman bahwa Ahlul Bait dan Al-Quran adalah rujukan bagi semua umat hingga hari kiamat, sementara beliau tidak pernah berbicara berdasarkan hawa nafsunya, maka kita akan sampai pada pemahaman bahwa segenap apa yang dimiliki Sayyidah Fathimah. Termasuk kedudukan maknawi, maka tak dapat dipungkiri lagi bahwa beliau termasuk diantara kalangan maksumin dan termasuk lisan ilahi sebagaimana ayahandanya.  

Selain Sayyidah Fathimah, Rasulullah Saww juga memiliki anak-anak perempuan yang lain. Dalam hal itu Rasulullah Saww selalu memperhatikan sikap kasih sayang dan penghargaan yang luar biasa kepada mereka. Termasuk terhadap sanak saudara dan bahkan orang lain. Kendaki demikian, kecintaan beliau terhadap Sayyidah Fathimah sangat jauh berbeda dan teramat istimewa. Sikap ini sangat tampak dalam perlakuan beliau sehari-hari terhadap Sayyidah Fathimah. Bahkan Rasulullah Saww  acapkali menunjukkan kecintaan dan kedekatan hubungannya itu dalam berbagai kesempatan, sehingga sering disaksikan  banyak orang. Ini merupakan bukti kedekatan yang erat antara kehidupan Sayyidah Fathimah dengan Rasulullah Saww  sepanjang perjalanan agama islam. Karenanya, hubungan antara Sayyidah Fathimah dengan Rasulullah Saww bukan hanya hubungan antara ayah dengan putri mulianya. Melainkan juga terkait dengan masalah-masalah sosial dalam masyarakat maupun masa depan umatnya. Selain pula berhubungan dengan perkara-kara Tuhan yang menjadi basis bagi prinsip kepemimpinan kaum muslimin. 

Kalau kita berbicara tentang kepribadian Fathimah az-zahra as, penghulu kaum wanita, mustahil dibayangkan sehingga kita tidak akan pernah mampu melukiskannya. Beliau termasuk salah satu Figur maksumin. Selain itu, kecintaan dan berwilayah kepadanya. Juga kepada Ahlul baitnya, menjadi salah satu kewajiban  agama. Beliau adalah sosok wanita yang kemarahan dan ketidak relawannya merupakan kemarahan dan ketidak relaan Allah swt. Lantas, bagaimana kita melukiskan dimensi-dimensi maknawi kepribadiannya yang luar biasa melalui kata-kata kita sebagai penduduk bumi maha kecil dan serba terbatas ini?  

Oleh karena itu, kita wajib mengenal sayyidah Fathimah melalui ucapan para imam maksum as. 

Diriwayatkan dari Al-mufadhal yang berkata kepada imam Ja'far Ash-Shadiq as:” sampaikanlah kepadaku sabda Rasulullah saww yang berkenaan dengan Fathimah, bahwa beliau merupakan pengulu kaum wanita disemesta alam. Apakah beliau menjadi penghulu kaum wanita di zamannya? 
Lalu imam berkata'' itu adalah Maryam yang menjadi penghulu kaum wanita di zamannya. Adapun Fatimah merupakan penghulu kaum wanita di alam semesta, sejak awal hinga kelak .” 

Imam Ridho as juga meriwayatkan bahwa Rasulullah saww bersabdah:” Al-Hasan dan Al-Husain merupakan sebaik-baik penduduk bumi setelahku dan setelah ayah mereka dan ibu mereka menjadi wanita terbaik penduduk bumi. Bahkan shahih bukhari dan shahih muslim menukil sebuah riwayat dari Rasulullah saww yang bersabdah:” Fathimah adalah penghulu wanita penduduk syurga.” dan masih banyak lagi riwayat-riwayat yang berkaitan dengan kepribadian sayyidah Fathimah Az-zahra as yang agung ini. 

Samudra kecintaan dan kasih sayang Rasulullah saww terhadap sayyidah Fathimah as begitu luar biasa. Salah satu contoh, mana kala Rasulullah saww hendak bepergian, niscaya orang terakhir yang beliau temui adalah Fathimah, dan saat beliau kembali dari perjalanannya, maka orang pertama yang di temui beliau adalah sayyidah Fathimah. 

Diriwayatkan dari imam muhammad Al-Baqir as, bahwa Rasulullah Saww tidak akan tidur hingga mencium wajah Fathimah, lalu beliau menyadarkan wajah kedada Sayyidah Fathimah dan mendoakannya.  

Dan Rasulullah Saww bersabda: ''Fathimah adalah bagian dariku barangsiapa yang membuatnya gembira, berarti telah membuatku gembira, dan barangsiapa yang menyakitinya berarti telah menyakitiku. Sesungguhnya bagiku, Fathimah adalah manusia paling mulia. “ 

Namun kita lihat, manakala Rasulullah saww wafat. Sayyidah Fathimah acapkali menghadapi berbagai musibah dan ujian berat yang menyedihkan, sehingga kehidupan ini tanpak gelap dan terasa getir. Disatu sisi, ayahanda tercinta telah meninggalkannya. Sungguh beliau tak mampu menanggung beratnya beban perpisahan tersebut. Sementara disisi lain, tubuh dan jiwa beliau harus merasakan sakit yang luar biasa akibat perlakuan keji para pembangkang yang telah merebut hak imam 'Ali as. Dan hal ini merupakan hasil dari semua musibah, ujian dan rintangan yang beliau hadapi, sejarah pun mengukir kenyataan bahwa sayyidah Fathimah sepeninggal ayahnya terus menangis. Adakalanya beliau menziarai kubur ayahandanya seraya menangis keras. Hari demi hari bahkan menit demi menit beliau lewati dengan menangis dan merintih.

 Kesedihan dan ujian yang di alami beliau telah menggerogoti kesehatan  beliau. Akibatnya beliau pun jatuh sakit dan terbujur lemah di peraduannya. Akhirnya penghulu kaum wanita sepanjang masa ini wafat dengan menanggung semua musibah besar, tepat pada 13 jumadil awwal atau 3 jumadil tsani pada tahun ke-9 hijriyah. Persisnya, 75 atau 95 hari sejak wafatnya Rasulullah Saww. 

Semoga setiap kalbu pengikut dan pecintanya selalu bersedih atas kesyahidan beliau. Dan mensyafaati kita semua.  Amin Ya Rabb.....  

“Salam atasmu wahai Fathimah Az-Zahra, penghulu wanita seluruh alam... 
Kami berduka, kami terluka... 
Isyfa'i lana 'indallah...''


Referensi:  
1. Wanita suci putri nabi saww, karya M.Taufik Ali Yahya. 
2. Imam Ali dan Fathimah  Az-Zahra, karya Lajnah At-Harir li Thoriq Al-Haq.

Akal dalam Cahaya Wahyu dan Hadis Maksumin As

Judul: Akal dalam Cahaya Wahyu dan Hadis Maksumin As
Penulis: Ruhullah Syams



"Akal juga dalam riwayat merupakan maujud yang paling dicintai Tuhan dan menjadi parameter untuk pahala dan dosa anak-anak Adam, serta merupakan hujjah bathin bagi manusia. Abu Abdillah As berkata: "Ketika Tuhan menciptakan akal, Tuhan berkata padanya: menghadaplah, maka akal menghadap, kemudian berkata padanya: membelakanglah, maka akal membelakang, kemudian Tuhan berkata: "Demi kemuliaanku dan keagunganku, tidak aku ciptakan makhluk yang lebih aku cintai darimu, denganmu Aku mengambil, denganmu Aku memberi, dan denganmu Aku mengumpulkan (membangkitkan)."

Kitab Al-Quran adalah suatu kitab suci yang sangat memberi penekanan dan kontribusi besar bagi akal dalam berbagai lapangan pengetahuan dan kehidupan.

Dalam agama islam menerima keyakinan agama harus lewat pemikiran dan perenungan akal, dan Al-Qur'an dalam hal ini senantiasa mengajak untuk berpikir, bertadabbur, dan menjauhi taqlid buta dalam berbagai masalah akidah dan keyakinan, serta memandang sangat buruk orang-orang yang tidak menggunakan akalnya (Q.S : Yunus :100).

Akal juga dalam riwayat merupakan maujud yang paling dicintai Tuhan dan menjadi parameter untuk pahala dan dosa anak-anak Adam, serta merupakan hujjah bathin bagi manusia. Abu Abdillah As berkata: "Ketika Tuhan menciptakan akal, Tuhan berkata padanya: menghadaplah, maka akal menghadap, kemudian berkata padanya: membelakanglah, maka akal membelakang, kemudian Tuhan berkata: "Demi kemuliaanku dan keagunganku, tidak aku ciptakan makhluk yang lebih aku cintai darimu, denganmu Aku mengambil, denganmu Aku memberi, dan denganmu Aku mengumpulkan (membangkitkan) (Bihâr al-Anwâr Juz 1\96)

Demikian pentingnya fungsi akal bagi manusia, maka Al-Qur'an menekankan pada manusia untuk memanpaatkan nikmat besar Tuhan ini dengan cara mengajak manusia menghilangkan dan menghancurkan berhala-berhala yang menjadi penghalang penggunaan akal supaya akal mampu mengutarakan argumen-argumen rasional.

Adapun hal-hal yang bisa menghalangi manusia menggunakan akal rasionalnya menurut Al-Qur'an :

1. Berpandangan empirisme;

2. Taqlid buta;

3. Mengikuti hawa nafsu.



1. Berpandangan empirisisme

Ayat-ayat suci Al-Qur'an yang berbicara tentang masalah-masalah ini seperti: "Dan berkata orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami (hari akhirat), mengapa tidak diturunkan atas kami malaikat atau kami melihat (dengan mata lahiriah) Tuhan kami…"(Q.S: Al-Furqan :21). Dan ayat yang serupa dalam (Q.S : Al-Baqarah :55) : "Dan ingatlah ketika kamu (Bani Israil) berkata wahai Musa! kami tidak akan beriman padamu hingga kami melihat Allah secara jelas(dengan mata lahiriah)…". Jadi orang-orang seperti ini berpandangan empirisme, menolak pandangan-pandangan yang tidak dijangkau oleh panca indera dan pengalaman empirik, yakni mereka tidak meyakini adanya wujud-wujud non materi dan gaib dari panca indera.

Dunia kita dewasa ini dipenuhi orang-orang yang berpandangan seperti ini, terutama peradaban barat yang dikuasai pandangan dunia materialisme dan filsafat materialisme, serta orang-orang timur (termasuk kaum muslimin) yang dipengaruhi oleh pandangan barat dan kebarat-baratan (Westernisasi).


2. Taqlid buta

Dan adapun ayat-ayat Al-Qur'an yang berkenan mencela taqlid buta dan melarang manusia dari perbuatan tersebut seperti: "Atau Kami mendatangkan kitab pada mereka sebelumnya dan mereka berpegang? Bahkan mereka berkata sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami dalam satu ummah (tradisi, budaya, kepercayaan), dan sesungguhnya kami juga mendapat petunjuk untuk mengikuti mereka. Dan demikian tidak Kami mengutus dari sebelum kamu dalam suatu Qaryah (daerah) dari seorang pengingat kecuali berkata orang-orang kaya diantara mereka sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami dalam suatu ummah dan sesungguhnya kami melaksanakan (melanjutkan) peninggalan-peninggalan mereka. (Nabi-nabi mereka) berkata : apakah jika aku membawa petunjuk yang lebih memberi hidayah padamu dari apa yang kamu dapati dari bapak-bapak kamu (kamu juga akan tetap mengingkari)? Mereka berkata (ya!) sesungguhnya kami dengan apa yang kamu diutus dengannya adalah kafir" (Q.S As-Zukhruf : 21-24). Orang-orang seperti ini tidak lagi menggunakan logika dan rasio akalnya, tetapi mereka hanya mencukupkan diri dengan apa yang mereka dapatkan dalam bentuk budaya, tradisi, dan kepercayaan dari nenek-nenek moyang mereka, meskipun pada dasarnya tradisi dan budaya tersebut sangat bertolak belakang dengan akal sehat mereka.

Tapi perlu juga kami kemukakan di sini bahwa taqlid yang dicela oleh agama adalah taqlid buta yang tak berdasar, yang tak memiliki manpaat memperbaiki kehidupan individu dan masyarakat. Sebab tak bisa dipungkiri bahwa dalam kehidupan kita, taqlid itu sendiri banyak memiliki peran dalam menyelesaikan berbagai masalah. Dan merupakan tabiat manusia bahwa taqlid dari orang jahil kepada orang berilmu merupakan keharusan, dan sesuai dengan logika serta akal. Misalnya taqlid orang sakit pada dokter, taqlid orang yang membutuhkan bangunan rumah pada arsitektur, dan dalam konteks agama taqlid orang-orang yang tak belajar fiqhi secara khusus dan mendalam (sampai maqam mujtahid) pada marja taqlid (fuqaha). Model dan cara taqlid seperti ini tidak dicela oleh akal, bahkan akal menjadi dasar logis bertaqlid dalam konteks tersebut.


3. Mengikuti hawa nafsu

Al-Qur'an juga melarang manusia mengikuti hawa nafsu, sebab dengan mengikutinya akal dan rasio menjadi tertutup. Ayat-ayat yang berkenan masalah ini seperti: " Tapi orang-orang dzalim dengan tanpa ilmu mengikuti hawa nafsu mereka, maka siapa yang dapat memberi petunjuk pada orang yang Allah telah sesatkan? Dan bagi mereka tidak ada lagi penolong" (Q.S Ar-Rum :29). Dan ayat: "Maka jika mereka tidak mengijabah kamu (menerima usulan kamu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanya mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dan tidak menerima petunjuk dan hidayah Tuhan? Dan sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk pada orang-orang dzalim" (Q.S : Al-Qishas :50). Pada dasarnya sangat banyak orang-orang yang dengan pikiran dan akalnya mengetahui prinsip-prinsip kebenaran dan kebaikan yang dibawa oleh para Nabi-nabi Tuhan as, tetapi karena kepentingan dan kecenderungan mereka untuk mengikuti hawa nafsu mereka, maka kebenaran dan kebaikan yang cahayanya seterang mentari disiang hari yang tak bermega ini ditolak dan diabaikan.

Dan adapun pekerjaan akal dalam hal kemampuan berargumen dan berdalil, terdapat ayat-ayat Al-Qur'an dalam masalah-masalah tersebut, misalnya kemampuan akal memberi pendekatan yang sipatnya rasio dengan sipat yang inderawi dengan permisalan dan penganalogian. Ayat yang berkenan hal ini seperti: "Kemudian hati-hati kamu sesudah itu keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi, sebab sesungguhnya sebagian dari pada batu, ada yang terbelah dan darinya mengalir sungai-sungai, dan sesungguhnya sebagian lagi dari pada batu, ada yang terpecah dan keluar darinya air, dan sebagian lagi terjatuh dan terjerembab karena takutnya pada Tuhan , (dan adapun hati-hati kamu sama sekali tidak pernah bergetar karena takut pada Tuhan, dan juga tidak pernah menjadi sumber ilmu, pengetahuan dan kasih sayang kemanusiaan), dan Allah tidak pernah lalai dari apa yang kamu lakukan" (Q.S : Al-Baqarah: 74).

Juga terdapat ayat-ayat Al-Qur'an yang mengajak berdalil dan berargumen akal dengan cara memperlihatkan kelemahan dan kekurangan apa yang diperbuat manusia dalam masalah dan subyek tersebut. Seperti ayat: "Katakanlah siapakah Tuhan langit dan bumi? Katakanlah Allah! (kemudian) Katakanlah apakah kamu mengambil auliya (wali-wali atau tuhan-tuhan) selain Tuhan, yang mana mereka itu tidak memiliki manpaat dan darar (mudharat) bagi diri mereka sendiri (sehingga bagaimana hal itu bisa sampai padamu?!) Katakanlah apakah sama orang buta dengan orang melihat? Ataukah sama kegelapan dan cahaya? Apakah mereka menjadikan untuk Allah sekutu-sekutu dikarenakan mereka (sekutu-sekutu tersebut) seperti Tuhan mempunyai suatu ciptaan, dan ciptaan ini serupa mereka?! Katakanlah Allah pencipta segala sesuatu dan Dia adalah Esa serta maha menang" (Q.S : Ar-Ra'd:16). Dan mari kita simak ayat lain yang serupa tentang hal ini dalam kisah nabi Ibrahim As: " Berkata mereka siapa yang melakukan ini pada tuhan-tuhan kami? Sesungguhnya dia niscaya orang-orang zalim. Kami dengar seorang pemuda yang dia menyebut tentang berhala-berhala, disebut padanya (namanya) Ibrahim. Berkata mereka datangkanlah dia disaksikan masyarakat, sehingga mereka menyaksikan. Berkata mereka apakah engkau yang melakukan ini pada tuhan-tuhan kami wahai Ibrahim? Berkata(nabi Ibrahim a.s) yang melakukannya adalah yang paling besar diantara mereka ini, maka bertanyalah kamu pada mereka jika mereka berbicara? Maka merujuk mereka dalam diri mereka, maka berkata mereka sesungguhnya kamu orang-orang zalim. Kemudian mereka berbalik atas kepala-kepala mereka (menarik kembali pendapatnya, dan melupakan secara keseluruhan kata hatinya ) pada hakikatnya kamu tahu bahwa mereka ini tidak berbicara. Baerkata (Ibrahim a.s) apakah kamu menyembah selain Allah yang tidak memberi manpaat pada kamu sedikitpun dan juga tidak memberi mudharat pada kamu? Uffi atas kamu, dan mengapa kamu menyembah selain Allah, apakah kamu tidak berakal? (Q.S: Al-Anbiyaa:59-67). Yakni apa yang diperbuat manusia dalam masalah ini tidak lain karena akal dan logika sehat mereka tidak bekerja dan berfungsi, sehingga mengambil sekutu untuk Tuhan yang mana sekutu tersebut sendiri tidak mampu memberikan manpaat pada diri mereka sendiri dan juga tidak mampu membuat mudharat pada diri mereka sendiri, apatah lagi pada manusia dan makhluk-makhluk Tuhan lainnya.

Dan salah satu diantaranya lagi cara Al-Qur'an untuk membangunkan akal manusia supaya befungsi dan berpikir logis serta berargumen untuk menundukkan pihak lawan adalah menukar dalil sebelumnya dengan dalil lainnya sesuai starata pihak yang dihadapi, dan cara ini dapat kita saksikan contohnya dalam ayat: "Apakah tidak kamu lihat kepada orang yang berhujjah (Namrud) dengan nabi Ibrahim tentang Tuhannya? Sebab Tuhan telah memberikan padanya mulk (kekuasaan) (dan karenanya dia menjadi congkak dan takabbur), ketika berkata Ibrahim as Tuhanku adalah yang menghidupkan dan mematikan, berkata (Namrud) aku menghidupkan dan mematikan ( dan untuk membuktikan ucapannya dia memerintahkan pada pengawalnya untuk mengeluarkan dua orang narapidananya, satu diantaranya dia bebaskan dan biarkan hidup dan satu lagi dia tidak biarkan hidup dan dibunuhnya), Nabi Ibrahim as berkata sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari ufuk Timur (dan jika benar apa yang kamu katakana bahwa kamu adalah hakim alam eksistensi dan Tuhan), maka terbitkanlah kamu matahari itu dari ufuk Barat, (dalam keadaan ini) Namrud yang kafir tersebut tinggal dalam keadaan terperanjat, dan Allah tidak memberi petunjuk pada kaum yang dzalim" (Q.S:Al-Baqarah:258). Tapi meskipun ayat-ayat Al-Qur'an telah memberikan hidayahnya dan petunjuknya pada akal manusia, namun jika manusianya itu sendiri tidak mau menuruti dan mengikuti pikiran dan renungan akalnya, dia selamanya akan tetap dalam kegelapan dan kedzaliman, sebab manusia sendiri yang mempunyai kemampuan untuk merubah nasibnya dengan ikhtiyar dan pilihannya.

Masih banyak masalah-masalah dimana ayat Al-Qur'an mencahayai akal manusia supaya manusia mau mengikuti akal dan rasio sehatnya yang dapat membawanya pada kebenaran hakiki dan kesempurnaan akhir. Namun tentu pembahasan ini tidak akan sedemikian luasnya, sebab pembahasan kita ini terbatas dan bukan proporsi bahasan seluas masalah-masalah tersebut.

Dan diakhir pembahasan ini kami membawakan beberapa hadits ma'sumin berkenan tentang akal dan kebaikannya. Seseorang bertanya pada Abu Abdillah a.s, dia berkata:" Aku berkata padanya (Abu Abdillah a.s) apakah akal itu"? Beliau menjawab: "Apa yang dengannya Rahman (Tuhan maha Rahman) disembah dan apa yang dengannya jinan (jamaknya surga) diusahakan" (Al-Kâfi, 1\11) Dan juga hadits dari Nabi saww. beliau bersabda: "Tegaknya seseorang adalah akalnya, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal" (Bihâr al-Anwâr, juz 1\94). Barkata imam Shadiq as: "Barang siapa yang berakal maka baginya agama, dan barang siapa punya agama maka masuk surga" (Bihâr al-Anwâr, 1\91).

Dari cahaya sabda dan perkataan ma'sumin a.s tersebut di atas, maka dapat kita pahami bahwa dasar dan landasan untuk menerima agama dan parameter kebenaran suatu keyakinan dan akidah agama, tidak lain adalah akal yang merupakan anugerah termulia Tuhan pada manusia.[]

Terkait Berita: