Dalam al-Quran disebutkan bahwa “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu ia tidur.” (Qs. Al-Zumar [39]:42).
Allah Swt dalam ayat ini, pencabutan nyawa diperkenalkan sebagai perbuatan-Nya dan apabila musnad ilaihi (yang disandarkan kepadanya) Allah lebih dahulu disebutkan atas musnad yatawaffa (pada ayat di atas) maka hal itu dimaksudkan sebagai hashr (pembatasan), artinya pencabutan ruh itu hanya merupakan perbuatan Tuhan bukan yang lain.[1]
Bagaimanapun terdapat ayat lain yang dapat disimpulkan bahwa Allah Swt
mengatur alam semesta ini dengan perantara sekelompok malaikat
sebagiamana pada ayat 5 surah Naziat, Allah Swt menyatakan, “Dan demi para malaikat yang mengatur urusan (dunia).”
Sunnah Ilahi mengharuskan urusan-urusan dan perbuatan-perbuatan di alam
semesta ini dilakukan melalui kanal sebab-sebab. Karena itu, sekelompok
malaikat yang bertugas untuk mencabut nyawa dan yang paling top[2] di antara mereka adalah malaikat maut.[3]
Al-Quran dalam hal ini berkata, “Katakanlah, ‘Malaikat
maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu;
kemudian hanya kepada Tuhan-mulah kamu akan dikembalikan.’” (Qs. Al-Sajdah [32]:11) dan “Sehingga
apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu,
malaikat-malaikat Kami mewafatkannya, dan malaikat-malaikat Kami itu
tidak melalaikan kewajibannya.” (Qs. Al-An’am [6]:61).
Apabila dua ayat ini kita letakkan di samping ayat pertama maka dapat
disimpulkan bahwa pengambilan nyawa pada prinsipnya dilakukan oleh Allah
Swt bukan selain-Nya. Dengan izin Allah, malaikat maut dapat menunaikan
tugasnya dan dengan perantara malaikat maut, pekerjaan pembantu
malaikat maut yang merupakan para malaikat Tuhan dapat menjalankan tugas
membantu malaikat maut dalam mencabut nyawa.[4]
Pada prinsipnya, seluruh pekerjaan di alam semesta berada di tangan
Tuhan dan para malaikat adalah para pelaksana pekerjaan ini.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Seseorang bertanya kepada Imam Shadiq tentang ayat ini dimana Allah Swt berfirman,
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya.” (Qs. Al-Zumar [39]:42).
Dan di tempat lain berfirman,
“Katakanlah,
‘Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan
kamu; kemudian hanya kepada Tuhan-mulah kamu akan dikembalikan.” (Qs. Al-Sajdah [32]:11).
demikian juga pada ayat lainnya,
“(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat.” (Qs.
Al-Nahl [16]:32).
mengingat bahwa dalam satu jam di dunia ini terdapat
ribuan orang yang meninggal yang jumlah persisnya hanya Allah yang tahu,
lalu bagaimana hal ini dapat dilakukan para malaikat atau malaikat maut
pada saat yang bersamaan mencabut ruh semua orang yang meninggal itu?
Imam As dalam menjawab pertanyaan ini berkata, “Allah Swt menempatkan
para pembantu dan malaikat untuk malaikat maut yang berposisi sebagai
komando untuk mereka dan mengirim mereka utuk menunaikan tugas-tugasnya
masing-masing. Karena itu, para malaikat (pembantu) yang mencabut ruh
dan juga malaikat maut lalu Allah Swt mengambil ruh-ruh itu dari
malaikat maut.”[5]
Seorang ateis datang kepada Amirul Mukminin Ali As. Katanya, “Dalam
al-Quran terdapat ayat-ayat yang bertentangan satu sama lain. Karena
pada satu tempat disebutkan “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya.”.
Namun pada ayat lain disebutkan malaikat maut yang melakukan hal ini.
Dan ditempat lainnya disandarkan pada sebagian malaikat?” Dalam menjawab
pertanyaan ini Amirul Mukminin As berkata, “Malaikat maut memiliki
pembantu dari kalangan malaikat rahmat dan azab yang perkerjaannya sama
dengan pekerjaan malaikat maut (mencabut ruh) dan apa pun yang mereka
lakukan maka perbuatan itu disandarkan kepada malaikat maut dan
perbuatan malaikat maut itu adalah perbuatan Allah karena Allah yang
mengambil jiwa setiap orang yang dikehendakinya, dan perbuatan-perbuatan
lainnya seperti memberikan atau menahan, memberikan ganjaran atau azab,
diserahkan kepada siapa pun yang dikehendaki dan sesungguhnya pekerjaan
para petugas-Nya adalah perbuatan Allah Swt sendiri sebagaimana dalam
al-Quran menyatakan, “Dan kamu tidak dapat berhendak kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Tuhan semesta alam.” dan Al-Takwir [81]:20).
Dengan kata lain, tatkala malaikat maut tidak secara langsung mengambil
jiwa juga dapat disandarkan pada malaikat maut dan kepada Tuhan karena
seluruh sebab, kekuatan, dan kodratnya bersumber dari Allah Swt dan
berada di bawah pengurusan Ilahi. Demikian juga perantara-perantara lain
selain malaikat maut yang tergolong sebagai bala tentara malaikat maut
dan sebagiamana pekerjaan ini dapat disandarkan secara langsung, juga
dapat disandarkan dengan perantara medium dan perantara puncak
sebagiamana penaklukan dan kemenangan pada perang yang sejatinya yang
secara hakiki disandarkan pada prajurit, rakyat, panglima dan panglima
besar.
Dengan pendahuluan ini kami akan menjawab pertanyaan Anda siapakah yang
melakukan pencabutan nyawa makhluk-makhluk hidup selain manusia? Amirul
Mukminin As dalam sebuah riwayat, “...Cukup bagimu engkau tahu Allah
yang menghidupkan dan mematikan. Dia mencabut nyawa siapa saja yang
dikehendaki, dengan perantara malaikat atau tanpa perantara malaikat.”[6]
Karena itu penting untuk kita ketahui bahwa Allah Swt yang melakukan
perbuatan ini dan Dia juga melakukannya dengan perantara, entah
perbuatan mencabut nyawa ini dengan perantara malaikat maut atau tanpa
malaikat maut.
Benar dalam riwayat lain disebutkan, “Sewaktu mikraj, Nabi Saw bertanya
kepada malaikat maut, “Apakah jiwa orang-orang yang mati dan akan mati
engkau yang mengambilnya?” Dia berkata, “Benar... seluruh dunia dan apa
yang ditundukkan Tuhan bagiku di sisiku laksana sebuah koin di tangan
seseorang yang dapat dipermainkan dan aku mendatangi seluruh rumah di
dunia lima kali sehari (untuk melihat apakah ia mengerjakan salatnya
tepat waktu atau tidak?)”[7]
Dari kemutlakan riwayat ini kemungkinan ini dapat dikuatkan bahwa
malaikat maut yang mengambil jiwa seluruh makhluk hidup.
Indeks Terkait:
-
Pertanyaan 96, Indeks: Tidur dan Kematian Jiwa Manusia
-
Pertanyaan 849, Setan dan Kematian
Referensi:
[1]. Muhammad Husain Thabathabai, Tafsir al-Mizân (Terjemahan Persia), jil. 17, hal. 407.
[2].
Karena tingkatan eksistensial para malaikat berbeda satu sama lain.
Dalam hal ini, tingkatan eksistensial Izrail (malaikat maut) lebih
tinggi dari para malaikat yang membantu untuk mencabut nyawa.
[3]. Makarim Syirazi, Tafsir Nemenuh, jil. 17, hal. 140.
[4]. Muhammad Husain Thabathabai, Tafsir al-Mizān (Terjemahan Persia), jil. 17, hal. 407.
[5]. Syaikh Shaduq, Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih, jil 1, hal. 136.
[6]. Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hadis 6, hal. 143.
[7]. Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 2, hadis 2, hal. 141.