Sayyidah Fatimah az-Zahra as bersabda:
من اصعد الى الله خالص عبادته اهبط الله اليه افضل مصلحته
“Barang siapa yang datang kepada Allah dengan sepenuh penghambaan, Allah akan menurunkan sebaik-baiknya kemaslahatan padanya”
Kita dengan menunggangi amal saleh
yang kita lakukan setiap hari, maka kita akan sampai kepada Allah SWT,
walau jalan untuk sampai kepadaNya masih membutuhkan petunjuk dan
pertolonganNya, namun untuk tahap selanjutnya pasti akan Ia urus.
Penjelasan sabda yang disampaikan oleh Sayyidah Fatimah as adalah sebagai berikut: Di
setiap perjalanan yang kita lakukan, kita membutuhkan perbekalan yang
memang khusus kita istimewakan untuk perjalanan tersebut. Oleh karena
itu perjalanan yang hendak kita lakukan melewati darat, laut atau udara,
perbekalan yang kita siapkan untuk setiap perjalanannya sangatlah
berbeda. Begitu pula jika kita ingin melakukan perjalanan untuk sampai
kepada Allah SWT, yang dalam istilah Mulla Sadra “perjalanan dari makhluk kepada yang maha haq”, kita membutuhkan perbekalan.
Nah sekarang bekal apa kira-kira
yang pantas untuk kita bawa dalam perjalanan ini? Bekal yang patut kita
bawa adalah sebuah bekal kelembutan yang sangat, sehingga kalau bukan
dengan itu, keadilan yang dipenuhi dengan kelembutan dan keindahannya
pun tidak dapat kita jadikan bekal untuk sampai kepada Allah SWT, dengan
kata lain keadilan pun tidak dapat menjadi tunggangan yang baik dalam
menempuh perjalanan ini (perjalanan untuk sampai kepada Allah SWT).
Karena keadilan adalah merupakan sebuah tangga seperti pesawat, yang
hanya dapat menyampaikan manusia menuju penyembahan (kedekatan) kepada
Allah SWT, tapi tidak memiliki seni mengangkat manusia adil untuk sampai
kepadaNya. Karena seorang yang adil adalah seorang yang mengamalkan
segala apa yang diperintah dan menjauhi segala apa yang dilarang,
walaupun pada akhirnya Allah menjanjikan ia masuk surga. Adapun metode
kita untuk sampai kepada Allah SWT, adalah seperti firman Allah SWT yang
berbunyi:
“ Sesungguhnya orang-orang
yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang
disenangi di sisi Tuhan yang berkuasa”. (QS, al-Qamar, 54-55).
Keadilan hanya dapat dijadikan
sebagai alat untuk itu, namun untuk sampai kepada Allah bukan dengan
keadilan, karena firman Allah SWT yang berbunyi:
“Berlaku adillah kalian, karena keadilan itu lebih dekat dengan ketakwaan”.(QS, al-Maidah,8) .
karena keadilan adalah jalan bukan tujuan, keadilan adalah alat bukan wasilah penyembahan.
Dari firman Allah diatas maka dapat disimpulkan bahwa keadilan adalah sebuah tangga yang menyampaikan
kita kepada ketaqwaan. Nah waktu itulah, ketika kita sampai pada
ketaqwaan, yang mana taqwa adalah sebaik-baiknya bekal.
Firman Allah:
تزودا فان خير الزاد التقوا
“Berbekallah kalian, karena sebaik-baiknya bekal adalah taqwa”(Surah Albaqarah 197).
Oleh karena itu sebaik-baiknya
bekal untuk sampai kepada Allah adalah takwa. Inilah isi kandungan kalam
dan sabda dari Sayyidah Fathimah Zahra as yang dengan amal saleh, kita
dapat sampai dan merasakan kehadirat Allah SWT. Ia yang akan memenuhi
segala kebutuhan dunia dan akherat.
Allah SWT menciptakan kita sebagaimana Ia menciptakan makhluk lainnya,
hanya saja penciptaan kita seperti Alquran, tidak seperti makhluk
lainnya, karena seluruh makhluk (selain manusia) diciptakan dan
diturunkan kebumi ini dengan cara dijatuhkan, seperti hujan, besi dan
lain-lainnya, kemudian diletakkan di dalam perut bumi. Adapun Alquran tidak dijatuhkan ke bumi akan tetapi digantungkan ke bumi, Allah berfirman:
انا انزلناه في ليلة القدر
Sesungguhnya kami turunkan alquran pada malam yang disebut dengan lailatul qadr (Surah Alqadr 1).
Alquran adalah merupakan sebuah
tali Allah yang kuat dan tambangNya yang kokoh, yang tak akan pernah
putus, yang pangkalnya ada di tangan Tuhan dan ujungnya ada di tangan
kita, manusia. Nah jiwa dan ruh kita pun sama seperti alquran, yaitu ruh
yang berada di badan kita, sifatnya bergantung, firman Allah:
و نفخت فيه من روحي
“Dan aku tiupkan ke dalam tubuhnya, sebagian dari ruhku” (Surah Alhijr 29. Surah shad 72).
Ini ruh, yang berada di dalam
tubuh kita, telah disandarkan dan dinisbatkan Allah padaNya, oleh karena
itu, ruh kita sifatnya peniupan dan bergantung, persis seperti alquran
yang senantiasa kekal dan abadi; dan dengan ruh ini, kita selalu, bahkan
senatiasa terus mengadakan kontak hubungan dengan Allah SWT. Dengan
demikian, seandainya kita mengetahui kadar dan hakikat makna dan arti
ruh penciptaan kita yang sebenarnya, maka saat itulah kita akan sadar
bahwa dengan siapakah sebenarnya kita mengadakan hubungan…..????!!!!!
Mengenai hal ini pun, Allah SWT dalam ayat lain berfirman:
وطهر بيتي
“Maka sucikanlah rumahku” (Surah Alhajj 26).
Allah
SWT menisbatkan dan menghiasi Ka’bah dengan huruf “Ya” yang seakan
menekankan bahwa ini rumah adalah rumahku, demikian pula hubungannya
dengan ruh yang berada pada jasad kita ini, karena Allah SWT juga
menisbatkan dan menghiasinya sama dengan “Ya” mutakalim, yang
posisinya sama dengan rumahku tadi. Dengan demikian tidak semestinya ruh
yang ada pada jasad kita ini, kita cemari dan hiasi dengan warna dan
corak apapun, selainNya, karena seindah-indahnya hiasan untuk ruh kita
adalah hubungan kita dengan Allah SWT. Dan hubungan ini sifatnya sangat
berbeda dengan seluruh makhluk, dimana pada setiap malam, Allah SWT
menarik dan mengambil ruh ini dan dibawa ke sisiNya, kemudian
mengembalikannya untuk kesekian kalinya ke badan kita. Dan inilah yang
disebut dengan kata bergantung dan berhubungan.
Firman Allah SWT:
هو الذي يتوفاكم باليل و يعلم ما جرحتم بالنهار
“Dialah yang mematikan kalian pada malam hari dan mengetahui apa yang kalian perbuat pada siang hari” (Surah Al-An’am 60).
Oleh karena itu, jangan sekali-kali kita anggap diri kita asing dari Tuhan, karena Tuhan telah menerima kita untuk menjadi hambaNya dan kita telah menerimaNya sebagai Tuhan. Ia selalu ada dalam diri
kita dan kita ada dalam pandangannya. Hubungan kita dengan Allah tidak
akan pernah putus dan akan tetap selalu ada. Sabda nabi saw dalam kitab
Nahjul Fasohah:
قلب مؤمن بين اسبعين من اسابع الرحمن
“Hati dan jiwa seorang mukmin berada diantara jemari Tuhan”
Ketika berada diantara jemari
Tuhan, dan bukan berada ditangan Tuhan, yang hal itu adalah salah satu
esensi penciptaan(*karena biasanya menciptakan dan membuat sesuatu itu
selalu dinisbatkan pada tangan bukan pada jari jemari.) Dan karena hati
dan jiwa kita adalah merupakan sebuah tempat yang lembut, yang hanya
dapat disentuh dengan jari, maka Allah pun memperlakukannya dengan
jari-jemari rahmatNya, dan hal yang demikian ini akan tetap selalu ada.
Oleh karena itu jika kita berusaha dekat dan taat kepadaNya dengan
melewati jalan yang lurus dengan baik, walaupun dalam perjalanan menuju
Allah kita kehilangan kunci, عنده مفاتيح الغيب itu
lebih baik, karena yang penting adalah kita tidak kehilangan pintu,
yang seandainya tanpa kunci pun kita duduk didepannya, pada akhirnya
pintu itu akan terbuka juga.
Dengan demikian tugas terpenting
yang harus kita lakukan dalam mengemban dan menjalankan amal sholeh
adalah: Di setiap tempat dan dimanapun kita berada, hendaknya kita kaji
dan pelajari kembali secara teliti dan cermat, bahwa pada setiap sudut dari apa yang ada di alam ini, terdapat rahasia dan hikmah Allah SWT.
Imam Shodiq as bersabda:
“Jika ada
seorang yang hadir dihadapanmu, dan kamu ada dihadapannya, pertama yang
kamu lakukan adalah melihatnya, setelah itu mengenalnya, baru kemudian
kamu memperhatikan dan mengamati sifat-sifatnya, karena sebelum mengenal
sifat-sifatnya, yang kamu kenal adalah sesuatu yang hadir
dihadapanmu(sesuatu yang tampak/dzahir). Adapun jika ia absent(ghaib) ,
pertama yang engkau kenal dan ketahui adalah sifat-sifatnya, kemudian
dengan jalan tersebut, engkau dapat mengetahui siapa pemilik
sifat-sifat itu, karena kita dapat mengetahui dan mengenal sesuatu yang
absent, setelah mengetahui terlebih dahulu sifat-sifatnya.”
Kemudian untuk memperjelas hadits
diatas Imam meneruskan sabdanya dengan mengambil sebuah contoh yang ada
dalam Alquran, dengan suatu peristiwa yang terjadi pada saudara-saudara
nabi Yusuf, Allah SWT berfirman: انك لانت يوسف setelah
mengalami kepedihan dan kepahitan, dengan apa yang terjadi, baru mereka
sadar dan mengetahui siapa sebenarnya tuan yang memberikan makanan
kepada mereka, dan dengan terperanjat mereka mengatakan: “Apakah anda
adalah yusuf yang kami kenal itu” yaitu mereka mengenal dan mengetahui Yusuf dari kata “anta” dengan kata lain dari kata “anta” kemudian mereka mengenal dan mengetahui siapa itu Yusuf. Bukan sebaliknya. Yaitu dari Yusuf kemudian ke “anta”.
Demikian pula kita sebagai
hambaNya, kita pun akan merasakan kelezatan dan kenikmatan ibadah, jika
kita juga melakukannya dengan metode yang demikian ini.
Jalan ini terbuka untuk semua
kalangan dan golongan, karena setiap malam kita adalah merupakan
tamu-tamu Allah SWT, oleh karena itu jika hari-hari yang kita miliki ini
dapat kita kendalikan, maka pada malamnya kita akan mengalami mimpi
yang indah. Dan jika suatu hari kita menjadi seorang yang memiliki
kedudukan dan tanggung jawab, jalan orang lain tidak kita tutup dan
tidak pula kita tersesat, kehilangan jalan.[]
(Disadur dari
ceramah Ayatullah Jawadi Amoli yang beliau sampaikan dalam acara
peringatan hari kelahiran sayyidah Fathimah Azzahra, yang dimuat pada
koran ufuq-e hauzeh. Dan artikel ini pernah juga dimuat dalam site islamalternatif.com)