Berdasarkan ajaran Qurani, salah satu hikmah terpenting adalah pengutusan para nabi dan mengenalkan hak asasi manusia yang sejati.
Berdasarkan surah al-Baqarah ayat 213, “Sebelumnya, manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan akibat meluasnya kehidupan sosial), Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan kitab (samawi) bersama mereka dengan benar untuk memberikan keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Dan tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang-orang yang telah didatangkan kitab kepada mereka, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman dengan izin-Nya kepada (hakikat) kebenaran yang telah mereka perselisihkan itu. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”
Salah satu hikmah penting pengutusan para nabi dan kitab samawi adalah menjadi penengah dalam setiap pertikaian manusia. Dengan merujuk kepada para nabi, seluruh pertikaian manusia bisa teratasi dengan baik. Mungkin saja ada sebagian orang yang memang mengikuti hawa nafsu dengan dengan memoles klaim-klaim dengan lipstik ilmiah, mereka ingin memaksakan keyakinan mereka kepada masyarakat.
Salah satu masalah yang dipertentangkan oleh manusia adalah hak asasi manusia. Kesejahteraan kehidupan individual dan sosial manusia sangat bergantung kepada hak dan kewajiban yang ia miliki. Sebagian kelompok memandang manusia sebagai binatang dan dengan berlandaskan pada cara pandang ini menyusun hak-hak manusia.
Sekarang ini, HAM diperkenalkan kepada umat manusia dalam koridor prinsip-prinsip seperti kebebasan mutlak, ketelanjangan kaum wanita, berlomba dalam menyembah mode, kerusakan, kejahatan, pengrusakan, merampas modal orang lain, menginjak-injak hak-hak kalangan lemah. Mereka memperkenalkan semua ini dalam bentuk HAM yang harus dimiliki oleh setiap insan.
Setiap manusia berakal pasti mengakui bahwa hak-hak semacam sangat serupa dengan hak-hak binatang dan menginjak-injak jati diri manusia.
Berbeda dengan semua ajaran HAM modern ini, para nabi memandang manusia sebagai sebuah maujud malakuti yang lebih tinggi daripada binatang, dan bahkan lebih agung daripada para malaikat. Dengan cara pandang ini, mereka menyusun HAM bagi umat manusia. Dalam HAM ini, hak untuk mengembangkan spiritual menjadi salah satu acuan utama dan menghormati hak orang lain menjadi sebuah taklif Ilahi.
Post a Comment
mohon gunakan email