Wahabi dan kelompok takfiri hakikatnya adalah musuh Ahlul Bait.
Mereka menggunakan semua kemampuan yang mereka punya, baik secara materi
maupun fisik untuk menghentikan laju dakwah Syiah yang semakin tidak
bisa terbendung belakangan ini.
Wasiat Imam Ali bagi Umat Islam
“Putraku Hasan! Engkau dan seluruh anakku serta seluruh yatim dan orang yang menerima pesan ini, aku memberikan wasiat kepada kalian: Bertakwalah kepada Allah Swt dan jangan melupakannya. Berusahalah mempertahankannya hingga kematian menjemputmu. Kalian seluruhnya bersama-sama bersandar pada tali Allah. Bersatulah dalam keimanan dan jangan bercerai-berai. RasulullahSaw bersabda, ‘Mendamaikan sesama manusia lebih utama dari shalat dan puasa tanpa henti. Dan sesuatu yang dikecam dan ditolak dalam agama adalah kerusakan dan perpecahan,”.
Penulis terkemuka Lebanon, Khalil Gibran berkata, “Ali bin
Abi Thalib syahid dengan keagungannya.Ia meninggal ketika menunaikan
shalat dan hatinya dipenuhi kecintaan kepada Tuhan.” Bahkan di akhir
hayatnya pun Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib masih menyebarkan
kebenaran ajaran Islam. Dalam wasiat yang disampaikan kepada putranya
Imam Hasan, Imam Ali berkata,“Putraku Hasan! Engkau dan seluruh
anakku serta seluruh yatim dan orang yang menerima pesan ini, aku
memberikan wasiat kepada kalian: Bertakwalah kepada Allah Swt
dan jangan melupakannya. Berusahalah mempertahankannya hingga kematian
menjemputmu. Kalian seluruhnya bersama-sama bersandar pada tali Allah.
Bersatulah dalam keimanan dan jangan bercerai-berai. RasulullahSaw
bersabda, ‘Mendamaikan sesama manusia lebih utama dari shalat dan puasa
tanpa henti. Dan sesuatu yang dikecam dan ditolak dalam agama adalah
kerusakan dan perpecahan,”.
Terkait penafsiran dari wasiat Imam Ali ini, Ayatullah
Makarim Shirazi menulis, “Sejak awal wasiat ini, Imam Ali menegaskan
keutamaan bertakwa kepada Allah yang merupakan jalan keselamatan
selamanya bagi manusia dalam perjalanan menuju akhirat, dan ukuran bagi
keutamaan manusia di sisi Allah Swt. Kemudian, Imam Ali dalam wasiatnya
menyinggung seluruh sistem keamanan sosial, ekonomi, politik dan ibadah
serta urusan yang berkaitan dengan keluarga serta pendidikan dan
pengajaran. Keabadiaan alam semesta ini ditentukan oleh sistem yang
telah ditetapkan oleh Allah Swt. Setiap masyarakat yang tidak
memilikinya, maka akan hancur dan setiap manusia yang memilih jalan di
luar yang ditetapkan maka tidak akan sampai kepada tujuannya, meskipun
memiliki potensi yang tinggi dan fasilitas yang besar.”
Berkaitan dengan wasiat Imam Ali bahwa mendamaikan sesama
manusia lebih tinggi dari shalat dan puasa, hal ini menunjukkan
perhatian besar Islam terhadap masalah kemanusiaan dan perdamaian. Islam
sangat mengutamakan persatuan dan membenci permusuhan. Terkait hal ini
Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada seorang pun, setelah
menjalankan kewajibannya, yang melakukan perbuatan lebih utama dari pada
mendamaikan sesama manusia, “.
Kelanjutan pesan Imam Ali ini mengenai masalah penting
seperti masalah sosial, ubudiyah serta akhlak, dan sebagiannya dimulai
dengan penegasan kalimat “Allah, Allah” yang menunjukkan betapa
pentingnya masalah tersebut. Imam Ali juga menegaskan perhatian terhadap
yatim. Beliau bersabda, “Allah, Allah! Kalian harus memperhatikan hak yatim, jangan sampai mereka kelaparan dan terhina di hadapanmu.”
Agama Islam sangat menekankan perhatian terhadap hak yatim
dan orang-orang yang tertindas dan membutuhkan pertolongan.Dalam kitab
al-Kafi disebutkan, “Suatu hari seseorang memberikan hadiah madu dan
buah tin kepada Imam Ali. Kemudian Amirul Mukminin memerintahkan
anak-anak yatim hadir. Lalu beliau menyuapkan madu itu dengan jarinya
kepada anak yatim itu satu persatu. Seseorang bertanya kepada Imam Ali,
‘Mengapa bukan mereka sendiri yang melakukannya?’. Imam Ali menjawab,
“Ali adalah ayah anak-anak yatim. Aku menyuapkan madu ini kepada mereka
seperti halnya para ayah menyuapi anak-anaknya.”
Mengenai dengan hak tetangga, Imam Ali dalam wasiatnya berkata, “Allah,
Allah! Kalian harus berbuat baik kepada para tetangga.Sebab Rasulullah
memerintahkan kita untuk bersikap baik terhadap mereka. Saking pentinya
berbuat baik kepada tetangga, bahkan Rasulullah bersabda [seolah] kita
saling mewarisi dengan para tetangga,”. Tetangga memiliki
penghormatan tinggi dalam Islam, sebab agama Islam memiliki perhatian
terhadap masalah sosial. Keluarga, kerabat, tetangga dan masyarakat,
masing-masing memiliki kedudukan khusus dalam agama samawi ini.
Di bagian lain wasiatnya, Imam Ali berkata, “Allah,
Allah. Kalian jangan melupakan hukum al-Quran, dan jangan sampai orang
lain lebih dahulu menjalankannya dari pada kalian.” Terkait wasiat ini, Ayatullah Makarim Shirazi menulis, “Perkataan
ini menegaskan bahwa kita jangan sampai hanya cukup dengan membaca
al-Quran disertai tajwidnya saja dan melupakan isinya, sedangkan
non-Muslim justru mengamalkan isinya. Misalnya mengenai jual beli di
pasar, al-Quran memerintahkan untuk jujur dan amanah, tapi kalian
melanggarnya. Mereka menuntut berbagai ilmu pengetahuan dan terorganisir
mengikuti sistem yang berlaku, tapi kalian tidak memperdulikannya dan
akan tertinggal,”. Amat disayangkan berbagai masalah tersebut justru menimpa umat Islam dewasa ini.
Mengenai shalat, Imam Ali dalam wasiatnya berkata, “Allah, Allah. Dirikanlah shalat, karena shalat merupakan tiang agama.”Shalat
menjadikan manusia terhubungan dengan Allah dan mengingat-Nya. Shalat
juga menghidupkan spirit takwa. Oleh karena itu, shalat menjauhkan
manusia dari kerusakan dan kemunkaran. Untuk sebabnya shalat disebut
sebagai tiang agama. Sebaliknya meninggalkan shalat akan “melupakan
Tuhan”, dan orang yang melupakan Tuhan cenderung mudah untuk melakukan
dosa dan kemaksiatan.
Di bagian lain wasiatnya, Imam Ali juga menyinggung mengenai haji. Beliau berkata, “Allah,
Allah!. Mengenai Kabah, baitullah, jangan sampai kalian meninggalkanya
dan kesempatan tidak akan diberikan lagi, dan orang lain akan
menggantikanmu.” Masalah ini bukan hanya memiliki dimensi ubudiyah
semata tapi lebih luas dalam aspek sosial dan politik. Salah seorang
perdana menteri Inggris di akhir abad 19 bernama William Gladstone
berkata, “Kaum Muslim membaca al-Quran dan bertawaf di Baitullah.
Nama Muhammad dikumandangkan setiap pagi dan sore oleh muadzin, maka
Kristen menghadapi ancaman besar. Untuk itu kalian harus membakar
al-Quran dan merusak Kabah serta menghapus nama Muhammad dari azan, “.Ucapan
orang-orang yang memusuhi Islam seperti William Gladstone ini
menunjukkan pentingnya al-Quran, shalat dan haji serta nama Nabi
Muhammad Saw yang harus dijaga oleh umat Islam.
Imam Ali dalam wasiat lainnya berkata, “Allah, Allah! Kalian jangan mengabaikan jihad dengan harta, jiwa dan lisanmu di jalan Allah”.
Maksud jihad dengan jiwa adalah maju ke medan perang demi membela Islam
dan negara-negara Islam dari serangan musuh. Sedangkan jihad dengan
harta adalah memberikan bantuan finansial untuk membantu pasukan Muslim,
dan dalam konteks kekinian adalah penggunaan media massa. Tapi perlu
diperhatikan bahwa penyalahgunaan kata jihad untuk menciptakan
perpecahan di tengah umat Islam dan pembantaian terhadap Muslim maupun
menunjukkan wajah buruk Islam seperti kejahatan anti-kemanusiaan yang
dilakukan kelompok-kelompok takfiri seperti ISIS berbeda dengan makna
Jihad sebenarnya dalam Islam.
Masalah ikatan persahabatan dan kasih sayang juga memiliki
kedudukan khusus dalam Islam. Menurut Imam shadiq, ketika dua orang
Muslim bermusuhan, maka setan bersuka cita, tapi ketika mereka berdamai,
setan tidak berdaya. Di bagian lain wasiatnya, Imam Ali memberikan
nasehat supaya umat Islam jangan sampai meninggalkan Amr Maruf dan Nahi
Munkar. Beliau berkata, “Amr maruf dan nahi Munkar jangan sampai
ditinggalkan, sebab kejahatan akan menguasai kalian dan ketika berdoa
tidak akan terkabul,”. Sejumlah riwayat menjelaskan bahwa salah satu penyebab doa tidak terkabul disebabkan mengabaikan Amr Maruf dan Nahi Munkar.
Di akhir kata, wasiat mulia Imam Ali bagi umat Islam ini
menunjukkan hakikat keagungan beliau sebagai Amirul Mukminin. Harus
diakui, jika wasiat Imam Ali ini dijalankan dengan baik oleh kaum
Muslimin saat ini, maka umat Islam akan hidup mulia di dunia dan
akhirat. Tapi amat disayangkan, wasiat yang diucapkan Imam Ali menjelang
kesyahidannya itu tidak diperdulikan oleh umat Islam.Inna lillahi wa inna ilahi rajiun.
Ayatullah al-Uzhma Nuri Hamadani dalam pertemuannya dengan
anggota Komite Penyiaran program siaran keagamaan dan dakwah stasiun TV
Ahlul Bait As sabru pagi [3/1] di kantor pribadinya mengatakan,
“Pekerjaan kalian betapa sangat mulia, penting dan insya Allah sangat
bermanfaat bagi umat.”
Ulama marja taklid tersebut selanjutnya menambahkan,
“Pemimpin keagamaan kita, yaitu para Maksumin As adalah pribadi-pribadi
yang maksum, yang dengan itu setiap perkataan dan perbuatannya adalah
hujjah bagi para pengikutnya. Yang itu mencakup dua dimensi, material
dan spiritual. Dua dimensi ini dibagi lagi dalam 10 unsur yaitu: aqidah,
ibadah, akhlak, masalah ekonomi, kebudayaan, kewarganegaraan, politik,
masalah hukum, peradilan, dan masalah jihad atau pertahanan.”
“Pekerjaan kalian sangat luas cakupannya, ketika tema yang
kalian bahas mengenai kehidupan Nabi Saw dan para Aimmah As, karena
kehidupan para Maksumin As tersebut mencakup kesemua sisi yang
dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupannya.” tambahnya lagi.
“Diantara tema penting yang harus lebih banyak mendapat
perhatian dan program yang lebih dikedepankan adalah membangun semangat
persatuan Islam. Sebab mempersatukan umat adalah diantara pekerjaan Nabi
yang paling penting. Beliau menyatukan kaum Arab yang sebelumnya
terjadi perang dan saling bantai antar kabilah. Demikian pula setiap
langkah dari Ahlul Bait adalah dalam rangka mewujudkan umat yang penuh
kedamaian. Imam Shadiq As diriwayatkan senantiasa memberikan bantuan
kepada kaum fakir, meskipun ia bukan syiah dan pengikut Ahlul Bait As.”
lanjut ulama besar Iran ini.
Ayatullah al-Uzhma Nuri Hamadni kembai melanjutkan, “Tema
yang berkenaan dengan Ahlul Bait tidak ada habis-habisnya, bisa digali
dari Al-Qur’an, Nahjul Balaghah dan Sahifah Sajjadiyah. Meskipun ini
memiliki tema yang sangat luas dan beragam, bukan berarti mudah untuk
dilakukan. Kalian harus tetap mampu menampilkan tayangan yang sebaik
mungkin, dan menggunakan riwayat-riwayat dan penukilan yang paling valid
dan diterima secara masyhur dikalangan ulama dan sejarahwan.”
“Pasca Revolusi Islam Iran, pihak musuh senantiasa berupaya
keras untuk memadamkan semangat kebangkitan itu. Termasuk mencegahnya
agar tidak menular dan mempengaruhi Negara-negara lain. Saya mendapat
kabar, 30 warga Syiah Mesir, ditangkap oleh pemerintah dengan alasan,
pergi ke Karbala pada saat Arbain tahun ini secara illegal.” lanjutnya.
“Inilah diantara upaya mereka, yang menunjukkan betapa
mereka khawatir dengan ajaran Ahlul Bait. Wahabi dan kelompok takfiri
hakikatnya adalah musuh Ahlul Bait. Mereka menggunakan semua kemampuan
yang mereka punya, baik secara materi maupun fisik untuk menghentikan
laju dakwah Syiah yang semakin tidak bisa terbendung belakangan ini.
Mereka tidak hanya melakukan agresi secara militer namun juga perang
pemikiran, dan tugas kalianlah diantaranya memberikan pemahaman dan
pengenalan yang sesungguhnya kepada masyarakat luas akan konspirasi ini.
Semoga yang kalian lakukan, selalu meningkat dalam keadaan yang lebih
baik.” pesannya.
“Takfiri merupakan sebuah musibah dan penyakit yang muncul
dalam masyarakat Islam. Jadi sebagaimana penyakit pada umumnya, maka
takfiri juga membutuhkan penyembuhan termasuk pencegahan.”
Ayatullah Ja’far Subhani dalam mejelis penutupan Kongres
Gerakan Ekstremisme dan Takfiri Dalam Pandangan Ulama Islam berkata,
“Sebagian karya ditulis untuk mendukung kemunculan Takfiri. Kita juga
mendengar ucapan mereka yang semua ini cenderung ke arah Takfiri, yang
mana para hadirin yang terhormati melalui forum ini telah menyampaikan
pengecaman dan mengutuknya. Masing-masing percaya bahwa Allah Swt tidak
ridha dengan apa yang mereka lakukan. Para ulama fikih Islam juga
mempunyai bukti tentang adanya konspiarsi ini. Mereka meyakini, bahwa
melalui pengadilan syariat saja seseorang dapat diklasifikasikan dan
divonis kafir.”
Setelah itu beliau menyampaikan sambutan dalam bahasa Arab
dengan menyatakan masalah Takfiri merupakan sebuah urusan yang dikecam
sepenuhnya dalam Islam dan tidak mendapatkan tempat dan hujjah oleh
nash-nash syariat, “Takfiri merupakan sebuah musibah dan penyakit yang
muncul dalam masyarakat Islam. Jadi sebagaimana penyakit pada umumnya,
maka takfiri juga membutuhkan penyembuhan termasuk pencegahan.”
Ayatullah Subhani kemudian menceritakan beberapa perkara
penting sebagai jalan penyelesaian krisis Takfiri yaitu tidak cukup
dengan hanya menulis artikel dan mengeluarkan fatwa, “Kita perlu
menyediakan langkah-langkah strategis untuk mencabut akar persoalan ini;
oleh karena itu, diusulkan untuk membuat membuat rencana-rencana
alternatif untuk menghadapi gerakan takfiri.”
Beliau juga menganggap tindakan menyadarkan masyarakat di
negara-negara Islam melalui media dan minbar-minbar masjid tentang
bahaya gerakan dan pemahaman Takfiri merupakan langkah strategis yang
cukup mampan demi menghadapi masalah Takfiri, “Sekiranya terdapat
kemungkaran dalam masyarakat, maka kita perlu berdiri menghadapinya.
Hari ini pengkafiran atas ahli kiblat yang juga menunaikan ibadah shalat
dan haji terkategori sebagai kemungkaran yang paling besar. Bahkan
lebih dari itu, dengan dalih kafir, mereka berlaku kejam atas saudara
seagama. Mereka membantai dan bertindak dengan tidak berprikemanusiaan.
Ini disebabkan kesalah pahaman atas nash-nash agama, yang justru memberi
keuntungan kepada pihak musuh.”
Ulama besar yang juga marja taklid terkenal di kota Qom ini
kembali berkata, memperkenalkan ajaran Islam yang sebenarnya adalah
langkah strategis kedua, yaitu Islam yang ramah dan pemberi rahmat
sesuai dengan tuntunan Nabi Saw. “Ajaran Islam yang sesungguhnya adalah
menyeru kepada ajakan yang memanusiakan manusia, untuk lebih
mengutamakan persaudaraan dan keharmonisan antara kalangan masyarakat
Islam.Anjuran untuk saling memuliakan bukan hanya untuk sesama muslim,
namun juga untuk penganut agama lain. Berdasarkan ajaran Islam ini, maka
secara tegas dikatakan, darah umat Islam haram hukumnya untuk
ditumpahkan. Namun takfiri dan gerakannya telah menodai ajaran Islam
ini, dengan menggunakan simbol-simbol Islam mereka memperkenalkan
kemasyarakat dunia bahwa Islam adalah ajaran teror dan penuh kekerasan.”
Ayatullah Subhani turut menerangkan beberapa langkah
efektif lain dalam menangani kemelut yang diciptakan kelompok takfiri,
“Demi merealisasikan misi tersebut, pertemuan-pertemuan seperti ini
perlu diteruskan dan digalakkan. Pertemuan yang dilakukan hendaklah
lahir dari keinginan dan tekad kuat bersama untuk menyelesaikan
persoalan ini. Sehingga yang hadir di pertemuan seperti ini, ketika
kembali ketengah-tengah masyarakatnya menceritakan apa yang sebenarnya
terjadi saat ini. Umat Islam tidak boleh dibiarkan lalai dari persoalan,
mereka tidak boleh dibiarkan buta dengan kondisi dunia Islam hari ini.
Ulama-ulama Islamlah yang paling bertanggungjawab untuk mengakhiri
episode tragis umat Islam.”
Mengenai langkah strategis keempat, Ayatullah Subhani
berkata, “”Tidak diragukan lagi, di kalangan umat Islam ada perbedaan
pandangan dalam bidang fikih termasuk sejumah entri dari bahasan akidah,
dan masing-masing pandangan memiliki hujjah yang kuat. Namun sekiranya
kita ingin mengenali sebuah mazhab, hendaklah kita melihat sumber-sumber
asli yang dipegang mazhab tersebut yaitu berdasarkan apa yang
dijelaskan oleh ulamanya. Salah satu argumen yang menjadi jurang pemisah
adalah kita tidak melihat sumber asli mazhab tersebut dan bagaimana
ulama yang paling berwenang dalam hal tersebut menjelaskannya.”
“Langkah selanjutnya, adalah membersihkan silabus materi
pelajaran Islam disekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan yang
mengandung unsur-unsur pemahaman takfiri, seperti pandangan yang
menyebutkan bertawassul kepada para Nabi hukumnya syirik, berziarah
kubur haram hukumnya dan sebagainya. Tidak dapat dipungkiri, materi
Islam yang diajarkan sekolah memberikan pengaruh besar terhadap generasi
muda Islam. Kita tidak bisa pungkiri, adanya peran agen-agen Barat
dalam penyusunan materi-materi kurikulum pelajaran Islam di
sekolah-sekolah. Dan ini harus mendapatkan langkah antisipasi yang
sifatnya segera dan mendesak.” tambahnya lagi.
Ayatullah Subhani menambahkan, “Akar dari pemahaman takfiri
adalah kesalahan dalam memaknai kufir, tauhid, syirik dan bid’ah. Ini
yang harus diluruskan.”
Di ujung penyampaiannya, Ayatullah Ja’far Subhani berkata,
“Hal yang sangat mengherankan adalah sikap Barat yang bermuka dua.
Disatu sisi mereka mengecam aksi terorisme dan menyebutnya sebagai aksi
yang menciderai Islam, namun disaat yang sama mereka memberikan dukungan
bahkan membiayai gerakan-gerakan terorisme di Negara-negara lain.”
“Kepada Allah Swt jualah akhirnya kita memohon agar para
hadirin dalam konferensi ini senantiasa mendapatkan kesehatan dan
keselamatan sehingga dapat menjalankan amanah-amanah dari pertemuan
ini.” tutupnya.
Konferensi Internasional Gerakan Ekstremisme Dan Takfiri
dalam Pandangan Ulama Islam telah terselenggara selama dua hari di kota
Qom pada 23 dan 24 November lalu yang diprakarsai Ayatullah Makarim
Syirazi dan Ayatullah Ja’far Subhani dengan kerjasama Majma’ Jahani
Ahlul Bait, Jamiatul Mustafa al-Alamiyah dan lembaga-lembaga Islam
lainnya dengan tujuan membincangkan akar krisis Takfiri serta mencari
jalan penyelesaiannya. Konferensi ini setidaknya dihadiri kurang lebih
350 ulama Sunni dan Syiah yang mewakili 80 negara.