Pada
masa belia, saya mendengar bahwa Rasulullah Saw mati diracun (syahid).
Belakangan saya membaca sebuah artikel yang menegaskan masalah ini.
Namun hal ini tidak membuat saya puas. Saya ingin mencari tahu benar
tidaknya masalah ini?
Jawaban Global:
Banyak dalil yang termaktub dalam kitab-kitab hadis dan sejarah, baik
Syiah atau pun Sunni yang menegaskan ihwal kesyahidan Nabi Saw akibat
diracun. Namun poin berikut ini juga harus diperhatikan bahwa apabila
kesyahidan kita definisikan yang bermakna terbunuh di jalan Allah dan
rasul sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur'an, maka akan menjadi
jelas bahwa kedudukan dan derajat pribadi Rasulullah Saw yang terbunuh
di jalan ketaatan adalah kesyahidan, dimana derajat ini tentu akan lebih
tinggi dari derajat dan kedudukan para syuhada. Meski insan Ilahi ini
wafat dengan kematian yang wajar.
Jawaban Detil:
Pertanyaan Anda dapat ditelisik dalam dua pandangan:
1. Apakah dapat dijumpai dalil yang dapat diandalkan dalam kitab
Syiah dan Sunni yang menyatakan kesyahidan Nabi Saw? Di samping itu,
kalau memang dinyatakan bahwa Nabi Saw syahid lalu bagaimana beliau
syahid?
2. Apakah asumsi yang menyatakan bahwa Nabi Saw tidak syahid,
akan mengurangi kedekatan dan ketinggian derajat beliau di sisi Allah?!
Atas alasan ini, kita akan mengkaji dua permasalahan ini sebagai berikut:
1. Dalam kaitannya dengan bagian pertama, harus dikatakan bahwa
terdapat banyak dalil yang menegaskan kesyahidan Nabi Saw akibat
diracun. Dalil-dalil dan riwayat-riwayat ini memiliki makna tawatur di
dalamnya. Artinya kendati lafaz-lafaz dan sifat-sifat dalil dan riwayat
tersebut sama sekali tidak serupa dengan yang lain, namun secara
keseluruhan, permasalahan yang menjadi obyek pembahasan dapat
ditetapkan. Di sini kita akan menyebutkan sebagian riwayat ini dengan
bersandar pada kitab-kitab dua mazhab:
a. Kitab-kitab Syiah:
Riwayat pertama: Imam Shadiq bersabda: "Karena Nabi Saw menyukai
bagian kaki depan kambing, seorang wanita Yahudi dengan berbekal
informasi ini, membubuhkan racun pada bagian kambing tersebut."[1]
Dalam
riwayat ini, ditegaskan bahwa Nabi Saw diracun, namun tidak disebutkan
bahwa apakah Rasulullah Saw syahid lantaran racun ini?
Riwayat kedua: Imam Shadiq As bersabda: "Nabi Saw dalam perang
Khaibar keracunan dan tatkala beliau wafat bersabda bahwa potongan
daging yang beliau santap tatkala di Khaibar, kini mengoyak badanku dan
tiada nabi dan khalifah nabi kecuali mereka syahid meninggalkan dunia
ini."[2]
Dalam riwayat ini di samping ditegaskan bahwa Nabi Saw
keracunan dan kesyahidan beliau akibat racun, juga menyebutkan kaidah
universal bahwa kematian seluruh nabi dan para washi (baca: khalifah)
diakhiri dengan syahadah. Dan tidak satu pun dari mereka meninggalkan
dunia ini dengan wajar! Terdapat riwayat-riwayat lain yang menguatkan
kaidah universal ini.[3]
Kebanyakan ulama Syiah dengan memanfaatkan
kaidah universal ini, sehingga tidak merasa perlu lagi mencari dan
menelusuri satu demi satu riwayat yang berkaitan dengan syahadah para
maksum As.[4] Atas dasar ini, kendati tidak ditunjukkan dalil kokoh atas
kesyahidan Nabi Saw, namun kita kembali dapat meyakini bahwa wafatnya
Rasulullah Saw bukanlah kematian yang wajar!
b. Kitab-kitab Sunni:
Dalam masalah ini, tidak hanya Syiah yang meyakini ihwal kesyahidan
Rasulullah Saw, namun terdapat banyak riwayat dalam kitab-kitab Sihah
Sunni dan kitab lainnya yang menegaskan masalah ini. Dimana sebagai
contoh kami akan menyebutkan dua riwayat di sini sebagai contoh:
Riwayat pertama: Dari kitab paling standar Sunni dinukil bahwa
Rasulullah Saw dalam sakitnya berujung pada wafatnya beliau, bersabda
kepada istrinya Aisya: "Aku senantiasa merasakan sakit pada badanku
akibat makanan beracun yang aku santap di Khabiar dan kini nampaknya
tiba saatnya racun tersebut mengakhiri hidupku."[5]
Masalah ini juga dijelaskan pada Sunan Dairami, di samping itu dalam
kitab ini disebutkan kesyahidan sebagian sahabat Nabi Saw akibat
santapan makanan beracun tersebut."[6]
Riwayat kedua: Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya mengisahkan sebuah
peristiwa dimana sebagai kelanjutan dari peristiwa ini seorang wanita
bernama Ummu Mubasyir dimana putranya syahid karena menyantap makanan
beracun di samping Rasulullah Saw. Pada hari-hari sakit Rasulullah Saw
sang ibu datang membesuknya dan mengungkapkan bahwa kemungkinan besar
penyakit Anda bersumber dari makanan beracun yang membuat putra saya
syahid lantaran meyantap makanan tersebut!
Rasulullah Saw bersabda bahwa
saya tidak melihat alasan lain dari sakitku kecuali karena keracunan
dan nampaknya racun tersebut yang akan mengakhiri hidupku."[7]
Allamah Majlisi dengan menukil sebuah riwayat; kurang-lebihnya serupa
dengan riwayat ini bahwa atas alasan ini kaum Muslimin meyakininya, di
samping keutamaan kenabian yang menuntun mereka kepada Nabi Saw, mereka
juga meyakini bahwa Rasulullah Saw meraih kemenangan dengan
syahadah."[8]
Riwayat ketiga: Muhammad bin Sa'ad yang merupakan salah seorang
sejarawan tertua kaum Muslimin menuturkan peristiwa keracunannya
Rasulullah Saw: Tatkala Rasulullah Saw menaklukkan Khaibar dan kondisi
kembali kepada kondisi normal, seorang wanita Yahudi bernama Zainab yang
merupakan kemenakan Mirhab yang tewas pada peperangan Khaibar. Wanita
tersebut di sana-sini mencari tahu bahwa bagian kambing yang mana yang
paling digemari Nabi Saw?
Dan wanita tersebut mendengar jawaban bahwa
Nabi Saw paling menyukai kedua paha bagian depan. Kemudian wanita
tersebut memotong seekor kambing dan memotong-motongnya. Setelah
bermusyawarah dengan orang-orang Yahudi tentang jenis racun, mereka
memilih racun yang diyakini sebagai racun mematikan dan tiada seorang
pun yang akan selamat dari racun mematikan tersebut.
Kemudian potongan daging tersebut ia berikan racun dan potongan
terbesarnya yaitu bagian paha depan (kambing tersebut) yang paling
banyak dibubuhi racun. Tatkala matahari tenggelam Nabi Saw menunaikan
shalat secara berjamaah. Ketika pulang Nabi Saw melihat wanita Yahudi
tersebut sedang duduk!
Nabi Saw bertanya mengapa ia duduk di tempat itu
dan wanita tersebut berkata bahwa ia membawa sebuah hadiah untuk Nabi
Saw! Nabi Saw menerima hadiah tersebut dan duduk di atas suprah disertai
beberapa orang sahabat kemudian menyantap makanan tersebut. Tidak lama
berselang, Rasulullah Saw berseru, "Tahan!"
Nampaknya kambing ini telah
dibubuhi racun!
Kemudian pengarang kitab menyimpulkan bahwa kesyahidan
Nabi Saw lantaran makanan beracun ini![9]
Dengan demikian dari keseluruhan riwayat yang dinukil dari kitab
Syiah dan Sunni, menguatkan teori tentang kesyahidan Nabi Saw akibat
keracunan dimana hampir seluruh riwayat ini, masa keracunan dijelaskan
bersamaan dengan perang Khaibar dan dilakukan oleh seorang wanita
Yahudi.
Namun tentu saja terdapat sebagian riwayat lemah lainnya menjelaskan
bagaimana Nabi Saw syahid dan faktor kesyahidan beliau. Riwayat-riwayat
semacam ini tidak tersedia dalam kitab-kitab standar. Dan atas alasan
ini, riwayat-riwayat tersebut tidak dapat dijadikan sandaran.
2. Namun dengan adanya riwayat semacam ini, harus kita ketahui bahwa
masalah kesyahidan Nabi Saw bukan merupakan ushuluddin atau hal-hal yang
gamblang tentangnya sehingga harus diyakini dan diimani. Dan
pengingkaran terhadapnya tidak akan menyebabkan keluarnya seseorang dari
agama Islam alias murtad. Atas alasan ini juga, sebagian kecil kaum
Muslimin meragukan kesyahidan Rasulullah Saw dan berpandangan bahwa
wafatnya Nabi Saw dikarenakan faktor natural. Seperti mengidap penyakit
radang selaput dada (dzat al-janb) atau panas tinggi.[10]
Meski Nabi Saw
menegaskan bahwa sekali-kali beliau tidak akan pernah mengidap penyakit
semacam ini![11]
Bagaimanapun; apakah insan agung Ilahi ini syahid atau wafat secara
wajar kita harus tahu bahwa kedudukan dan derajatnya, sangat tinggi dan
unggul dari para syahid biasa. Karena Allah Swt dalam al-Qur'an,
Pertama, "Menjelaskan kedudukan para nabi lebih tinggi dari kedudukan
para syuhada.[12]
Kedua, syuhada mengorbankan jiwanya di jalan ketaatan
kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw, mereka meraih kedudukan dan
kedekatan di sisi Allah Swt. Adalah jelas bahwa apabila Tuhan
menganugerahkan rahmat tak-terbatas kepada para syuhada lantaran
kepatuhan mereka kepada Rasulullah Saw. Maka tentu saja Nabi Saw sendiri
memiliki kedudukan dan derajat yang sangat tinggi melebihi mereka.
Karena itu, nabi kita (yang menghabiskan seluruh hidupnya di jalan Allah
sehingga para muridnya memiliki kedudukan sedemikian tinggi di sisi
Allah Swt), bukan hanya tidak mendapatkan kedudukan namun beliau meraih
derajat dan kedudukan yang sangat tinggi melebihi para syuhada.[]
Rujukan:
[1]. Muhammad Ya'qub Kulaini, al-Kâfi, jil. 6, hal. 315, hadits ke-3, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.
[1]. Muhammad Ya'qub Kulaini, al-Kâfi, jil. 6, hal. 315, hadits ke-3, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.
[2]. Muhammad bin Hasan bin Furukh Shafar, Bashâir al-Darâjât, jil. 1, hal. 503, Kitab Khane Ayatullah Mar'asyi, Qum, 1404 H.
[3]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 27, hal. 216,
hadits ke-18, dan jil. 44, hal. 271, riwayat ke-4, Muassasah al-Wafa,
Beirut, 1404 H.
[4]. Ibid.
[5]. Shahih Bukhâri, jil. 5, hal. 137, Dar al-Fikr, Beirut, 1401 H.
[6]. Sunan Dairami, jil. 1, hal. 33, Mathbaqat al-I'tidal, Damsyq.
[7]. Musnad Ahmad bin Hanbal, jil. 6, hal. 18, Dar Shadir, Beirut.
[8]. Bihâr al-Anwâr, jil. 21, hal. 7
[9]. Muhammad bin Sa'ad, al-Thabaqât al-Kubrâ, jil. 2, hal. 201-202, Dar Shadir, Beirut. [9]
[10]. Ibnu Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balâgha, jil. 10, hal. 266, Kitab Khane Ayatullah Mar'asyi, Qum, 1404.
[11]. Ibid.
[12]. "Dan barang siapa yang menaati Allah dan rasul-(Nya), mereka
itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh
Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid,
dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."
(Qs. Al-Nisa [4]:69). Silahkan lihat, terjemahan al-Mizan, jil. 4, hal.
652. Tafsir Nemune, jil. 3, hal. 460.