Diterjemahkan dari Al-Imam al-Mahdi: The Just Leader of Humanity Karya Ibrahim Amini
Terbitan Ansariyan Publication, Teheran, Iran
Cetakan Pertama, tahun 1417/1997
________________________________
Penerjemah: Arif Mulyadi & R. Hikmat Danaatmaja, S.Pd.
Penyunting: Arif Mulyadi
________________________________
Desain Sampul: Eja Ass.
Tata Letak: Pay Ahmed
________________________________
Diterbitkan oleh:
Islamic Center Jakarta
Penerbit Al-Huda
P.O. Box 7335 JKSPM 12073
e-mail: info@icc-jakarta.com
Cetakan II: Maret 2005/Shafar 1426 H
Hak terjemahan dilindungi undang-undang
All rights reserved
1
IMAM MAHDI
DAFTAR ISI
" Pedoman Transliterasi
" Pengantar Penerbit Cetakan II
" Prakata Penerjemah
" Imam Mahdi: Pemimpin Manusia yang Adil
" Mukadimah
" Bab 1 : Asal Usul Kepercayaan terhadap Imam Mahdi
" Bab 2 : Mahdi-mahdi Palsu
" Bab 3 : Mahdiisme, Kaum Yahudi, dan Bangsa Iran
" Bab 4 : Alam Gaib dan Imam Zaman
" Bab 5 : Siapakah Imam Setelah Hasan Al-Askari?
" Bab 6 : Mungkinkah Seorang Bocah Lima Tahun Menjadi Imam?
" Bab 7 : Mengapa Kegaiban Sempurna Tidak Terjadi Sejak Awal?
" Bab 8 : Ciri-ciri Imam Al-Mahdi dalam Kitab-kitab Sunni
" Bab 9 : Penelitian Tentang Umur Panjang
" Bab 10 : Kediaman Imam Keduabelas
" Bab 11 : Tingkat Kesempurnaan Akal Manusia Menjelang Kemunculan Imam Mahdi
" Bab 12 : Pengetahuan Imam Mahdi Tentang Saat Kemunculannya
" Bab 13 : Penelitian Lebih Lanjut Tentang Hadis-hadis
" Bab 14 : Tanda-tanda Kemunculan (Zhuhûr) Imam Mahdi
2
IMAM MAHDI
Pengantar Penerbit Cetakan II
Pada mulanya kami merasa tidak percaya diri untuk menerbitkan buku
bertajuk Imam Mahdi: Penerus Kepemimpinan Ilahi mengingat bobot
kandungannya yang cukup berat dan melawan arus dalam konteks Indonesia.
Akan tetapi, materi yang disajikan oleh seorang ulama yang kepiawaiannya
sangat diakui di ranah keislaman ini mengalahkan segalanya. Di dunia
yang serba tidak tentu ini masyarakat Muslim di Indonesia dan di manapun
justru membutuhkan kepastian terutama yang terkait dengan
pandangan-dunianya yang akan memengaruhi dunia-akhiratnya, Atas dasar
itulah, Penerbit Al-Huda menyajikan buku ini kepada Muslimin Indonesia.
Jauh dari sangkaan kami, buku ini disambut luas oleh pembaca Indonesia.
Mereka meminta kami untuk menerbitkan ulang buku tersebut. Atas desakan
dan permintaan mereka, akhirnya Penerbit Al-Huda mencetak ulang buku
bertemakan Imam Mahdi ini dengan perbaikan di sana-sini. Termasuk dengan
menerbitkannya dalam edisi hard-cover yang menawan.
Kepada
Syekh Ibrahim Amini, Penerbit Al-Huda mengucapkan terima kasih banyak
atas keberkahan ilmunya yang mencerahkan seluruh Muslimin dunia. Kepada
para pembaca Indonesia, terima kasih atas segala apresiasi dan
dorongannya terhadap buku ini.
Jakarta, Maret 2005/Shafar 2006
Penerbit Al-Huda
Prakata Penerjemah
Kepemimpinan (imamah) dalam Islam-setidaknya eksplisit dalam Islam
Syi'ah, dan "malu-malu" dalam Islam Sunni-diakui sebagai poras utama
kehidupan beragama dan bermasyarakat. Dalam hal pertama, seseorang tidak
bisa menjalankan praktik beragamanya tanpa melibatkan dalam dirinya
kehadiran seorang pemimpin (imam).
Kehadiran seorang imam amat
substantif bagi umatnya mengingat dialah-apalagi dalam teologi
Syi'ah-yang berperan menjaga kandungan agama dan wahyu yang telah
disampaikan Nabi saw. Dialah yang menerangkan makna lahir maupun batin
sebuah nas.
Dalam konteks ini, Imam merupakan perwujudan Logos
dimana akal manusia pada praktiknya berasal dari pantulan Imam. Tidak
ada hikmah dan kesucian tanpa karunia dari Sang Imam, sekalipun Sang
Imam Gaib (baca: Imam Mahdi). Mengenal Tuhan berarti mengenal-Nya
melalui Imam karen a semua pengetahuan berasal dari akal (Schuon, 1998).
Dalam hal kedua, ini lebih jelas lagi karena tidaklah kafilah manusia
berevolusi dan bergerak kepada suatu arah dan tujuan melainkan niscaya
dipandu pemimpinnya. Ini hukum universal, yang bisa dijumpai di manapun
di dunia. Ketiadaan seorang pemimpin umat (Imam) hanyalah akan
melahirkan chaos semata. Maka, peneguhan atas ken is cayaan hadirnya
seorang Imam bukan semata-mata bersandar pada nas (al-Quran dan Hadis)
tapi juga ditopang dengan keniscayaan rasional.
Kemuliaan
istimewa para imam, termasuk Fathimah, terletak pada penggabungan
antara, katakanlah, substansi Ilahi mereka dan kesucian pribadi mereka.
Kekudusan mewujud secara efektif dalam diri Imam Keduabelas, yang
menarik dirinya dari lingkungan manusia (okultasi) dan akan muncul
kembali sebagai Mahdi menjelang Hari Kiamat (ibid., hal. 111).
Eksistensi Imam Terakhir ini merupakan paku buwana (poros semesta).
Artinya, dalam tatanan kosmos, ketiadaannya akan berakibat pada
kehancuran alam semesta itu per se (kiamat).
Pembuktian
eksistensi Imam Mahdi melalui dalil tekstual dan rasional dalam buku ini
malah semakin mengukuhkan pendapat bahwa hanya dalam Islam Syi 'ah-lah
hubungan antara manusia dan Allah Sang Pencipta tetap terpelihara
melalui mediasi Imam Mahdi sebagai Imam Keduabelas. Ini tak terlihat
dalam agama Yahudi yang hubungannya dengan Tuhan [seolah] terputus
setelah wafatnya Musa as; dalam agama Kristen setelah diangkatnya Isa as
ke langit; ataupun dalam Islam Sunnah setelah wafatnya Nabi saw.
Eksistensi Imam Mahdi dalam kegaiban yang panjang tidak mengurangi
signifikansinya sebagai "kutub" alam semesta. Dengan paradigma Mahdiisme
ini harapan akan masa depan yang lebih baik justru tidak bersifat
pesimistik. Bagaimanapun, optimisme terhadap masa depan dunia yang lebih
baik di bawah naungan pemerintahan Imam Terakhir ini tentu saja mesti
dibarengi peran-peran efektif dan sinergis dari umat manusia sendiri.
Terutama dari para pengikutnya. Inilah yang disebut dengan penantian
yang membangun atau penantian positif.
Karenanya, daripada
"duduk berpangku tangan, putus asa, dan terkoyak-koyak oleh angan-angan
sendiri, seraya berkata bahwa usia dunia ini sudah berakhir, manusia
sudah menggali kuburannya sendiri, dan masa kebahagiaan sudah harus
selesai, adalah wajib bagi kita untuk menanamkan dan menumbuhkan
harapan-harapan baik yang kita miliki, lalu berkata, 'Kemenangan ini,
seperti yang telah dialami oleh umat manusia di masa-masa lalu, tidak
akan muncul sebelum kita melewati berbagai kesulitan. Kemudahan selalu
muncul sesudah kesulitan, dan kilat selamanya memancar di kegelapan
awan.'" (Muthahhari, 1995).
Pendek kata, tetap ada obligasi moral-sosial bagi umat Islam dalam menantikan (secara aktif) pemerintahannya.
Terkait dengan masalah pemerintahan Islam selama menunggu kehadiran
Imam Mahdi, Imam Khomeini (2002: 56) menulis, "Sekarang, walaupun kita
berada pada masa kegaiban Imam Mahdi as, namun masih tetap diperlukan
terpelihara dan terjaganya aturan-aturan Islam yang berhubungan dengan
pemerintahan, yang dapat mencegah terjadinya anarki." Menurut Ayatullah
Amini, tidaklah mungkin kewajiban-kewajiban religi diabaikan begitu saja
hanya karena alasan penerus kepemimpinan Ilahi sedang gaib. Iman
terhadap keberadaan Imam Mahdi yang gaib menuntut tanggung jawab sosial
dan itu-saat ini-dipikul oleh faqih yang kompeten. Karena Imam telah
menjadikan faqih sebagai wakil "umumnya" [pasca-kegaiban besarnya], maka
faqih adalah ia yang paling memenuhi syarat di antara umat Imamiyah
untuk menerapkan kewajiban "memajukan kebajikan dan mencegah
kemungkaran" dalam posisinya sebagai salah seorang dari ulu al- 'amr."
(Sihbudi, 1996).
Menyangkut pemerintahan faqih (wildyat
al-faqih), Imam Khomeini (2002) menyandarkan otoritasnya pada riwayat
dari Imam Husain as dimana tugas wilayat al-faqih dan tugas-tugas fuqaha
adalah untuk "melawan para penindas dan pemerintahan tiran [serta]
untuk menegakkan pemerintahan Islam serta melaksanakan hukum-hukum
Islam." Oleh sebab itu, pelembagaan wildyat al-faqih merupakan ken is
cayaan rasional dan syar ' i.
Adapun, tugas dan fungsi seorang
wali al-faqih, di antaranya-dengan meminjam ungkapan Sayid Baqir
ash-Shadr (2001:108-9)-adalah: (i) menjadi pembawa obor Islam bagi
seluruh pelosok dunia; (ii) mendukung kebenaran dan keadilan dan
mewujudkannya dalam pemerintahan Islam yang ideal dalam urusan luar
negeri dan politik; dan (iii) memerangi imperialisme dan penindasan
serta mendukung masalah bangsa-bangsa yang serba-kekurangan dan
tertindas di mana pun di seluruh dunia.Meski tidak dikupas tuntas,
dengan alasan ruang yang tidak memadai, singgungan wilayat al-faqih oleh
Ibrahim Amini dalam buku ini telah memberikan hal yang berharga
sekaitan dengan tema penantian aktif.
Buku Imam Mahdi: Penerus
Kepemimpinan Ilahi yang hadir di tangan pembaca ini berupaya mendedah
dan memerikan setiap lapis persoalan yang menyelimuti eksistensi,
jatidiri, dan fungsi-fungsi efektif yang diemban oleh Imam Mahdi,
pemimpin dunia yang ditunggutunggu. Pengupasan ayat dan riwayat oleh
penulis prolifik ini akan mendekonstruksi citra-citra negatif perihal
keberadaan Imam Keduabelas yang boleh jadi bagi sebagian kalangan
merupakan tokoh mitologi yang disusupkan dalam batang tubuh Islam.
Motivasi penerjemahan buku ini tidak terlepas dari keinginan untuk
berbagi informasi kepada pembaca perihal eksistensi Imam Mahdi yang
masih diselimuti misteri. Lebih-lebih, karena buku ini disajikan secara
berimbang dengan merujuk kepada dua jalur Islam (Sunnah dan Sviah) maka
tentunya nilai dan mutu akademisnya bisa dipertanggungjawabkan.
Kami berdua mengucapkan terima kasih atas kesediaan Islamic Center
Jakarta Al-Huda untuk menerbitkan naskah terjemahan kami. Semoga buku
ini bisa memenuhi tujuan yang dimaksud. Amin.
Bogor, 29 Agustus 2002
Arif Mulyadi
R. Hikmat Danaatmaja, S.Pd.
3
IMAM MAHDI
Imam Mahdi: Pemimpin Manusia yang Adil
Dr. Abdulaziz A. Sachedina
(*
Beliau adalah Profesor Kajian Keagamaan di Universitas Virginia, AS.
Penerjemah buku yang aslinya berbahasa Persia ini lahir di Tanzania, 12
Mei 1942.)
Dengan Nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang
Saya merasa sangat bahagia karena mendapat kepercayaan untuk
menerjemahkan buku mengenai Imam Keduabelas yang menjadi keyakinan
pribadi saya.
Semula tugas ini diserahkan secara pribadi oleh
penulis bukunya, yakni Ayatullah Ibrahim Amini selama kunjungan saya di
Teheran di musim panas tahun 1993. Namun saya harus menundanya lantaran
tugas mengajar dan tugas administratif saya selaku Direktur Studi Timur
Tengah di Universitas Virginia dan mencari waktu yang tepat untuk
memulai terjemahan yang sangat berharga ini. Permohonan Ayatullah
Ibrahim Amini tidak hanya mencerminkan keyakinannya pada kemampuan saya
dalam menerjemahkan karya besar menyangkut akidah Syi`ah Duabelas Imam
ini secara akurat ke dalam bahasa Inggris, tapi juga menyatakan
keyakinannya kepada keimanan pribadi saya terhadap Imam Keduabelas.
Musim panas tahun 1993 juga merupakan saat yang penuh dengan karunia
Allah karena beberapa alasan penting. Dalam wawancara dengan editor
Kayhan-i Farhangi di Qum, saya mendapat kesempatan menerangkan studi
akademis agama berdasarkan perspektif studi saya sendiri ihwal
kepemimpinan Islam di masa depan dan perbedaannya dengan metode
penelitian yang dilakukan di pusat studi Islam tradisional. Seluruh
wawancara tersebut, yang telah ditulis dalam bahasa Inggris dan Prancis,
bisa menjadi contoh baik untuk dialog ilmiah antara lembaga pendidikan
tinggi tradisional dan modern.
Saya terpacu menerjemahkan buku
ini karena ingin merespon orang-orang yang mengaitkan saya dengan
kesalahan yang bukan keyakinan saya dan bukan pula bagian dari riset
akademi saya. Dalam perampungan karya ilmiah yang senada dengan buku
ini, saya merujuk pada referensi Syi`ah Duabelas Imam (Syî` ah Imâmiyyah
Itsnâ' Asyariah). Saya meneliti dokumen yang menjadi acuan riset saya
secara cermat dan kritis berasaskan al-Quran dan hadis-hadis Ahlulbait
yang autentik.
Saya senang sekali karena Dadgustar-i Jihan
karya Ayatullah Amini, yang saya terjemahkan ke dalam bahasa Inggris
dengan tajuk Al-Imam Al-Mahdi: The Just Leader of Humanity [yakni buku
ini] bisa memerikan Imam Keduabelas secara utuh dan ditata berdasarkan
studi sejarah yang diambil dari sumber-sumber rujukan yang telah saya
teliti dan pakai dalam Islamic Messianism: The Idea of Mahdi in Twelver
Shi`ism. Yang lebih luar biasa lagi adalah meskipun metode riset saya
dan Ayatullah Amini amat berbeda namun kami mencapai kesimpulan yang
sama mengenai keyakinan terhadap Imam yang akan muncul dari kegaiban
untuk memimpin dunia secara adil.
Perbedaan metodologi yang
dipakai disebabkan oleh objek pembaca yang berbeda: Yang pertama [yakni,
Al-Imam Al-Mahdi-peny.] ditujukan bagi 'orang-orang dalam' yang
terpelajar (orang-orang yang percaya); sedangkan yang kedua [yakni
Islamic Messianism-peny.] ditulis untuk 'orang-orang dalam' dan
'orang-orang luar' (orang-orang yang tidak percaya). Perlu diketahui,
para pembaca sudah dapat menilai objek pembaca yang dituju Ayatullah
Amini, yaitu para pembaca yang percaya, sedangkan objek yang saya tuju
adalah orang-orang yang tidak percaya namun akan mengapresiasi mazhab
Syi`ah Duabelas Imam secara intelektual.
Saya menulis Islamic
Messianism untuk mengenalkan mazhab Syi`ah kepada para akademis Barat
yang didominasi oleh para sarjana orientalis yang tidak hanya
meminggirkan mazhab Syi`ah sebagai bentuk Islam yang menyimpang dan
jahat, namun juga menganggapnya dipengaruhi langsung oleh ide mesianisme
Kristen dan Yahudi.
Saya juga ingin mengoreksi kesimpulan
ulama Sunni dan sarjana Barat perihal konsep imam maksum dalam Syi`ah
dan menandaskan bahwa kabar akan datangnya Imam Mahdi yang akan menata
masyarakat yang adil dan beretika bersumber dari al-Quran. Sebaliknya,
usaha Ayatullah Amini dalam buku Al-Imam Al-Mahdi: The Just Leader of
Humanity dimaksudkan untuk merespon keraguan yang dibuat orang-orang
Syi`ah yang skeptis dan orang Sunni yang gemar berpolemik.
Keputusan menjadikan lapisan pembaca tertentu yang berbahasa Persia
sebagai sasaran tulisannya memeragakan metodologi yang dipakainya
benar-benar berdasarkan sumber-sumber mengenai hadis. Masing-masing
argumen berdasarkan interpretasi ayat al-Quran tertentu dan riwayat
hadis yang mendukung interpretasi tersebut.
Oleh sebab itu,
hadis menjadi sumber hujjah agama yang fundamental dan mesti diperiksa
secara kritis sebelumnya. Hadis yang dipakai diteliti supaya valid dan
bisa dijadikan dalil bermanfaat bagi agama. Selain itu, Ayatullah Amini
juga memperkenalkan argumen rasional guna menyingkirkan beberapa kisah
mengenai pertemuan dengan Imam Keduabelas yang diterima begitu saja oleh
beberapa ulama hadis. Misalnya, kisah terkenal perihal "Pulau Hijau"
(dalam Bab 10 buku ini-peny.) yang menjadi kediaman Imam Keduabelas
dibantah olehnya karena dinilai palsu dan berlawanan dengan pernyataan
si perawi itu sendiri. Lebih jauh lagi, penelitian mutakhir tentang umur
panjang dituliskan secara luas dan berdasarkan sumber-sumber Barat
untuk membuktikan bahwa ilmu pengetahuan tidak memustahilkan usia
panjang Imam Keduabelas.
Bagian yang paling mencerahkan dan
membelalakkan mata dalam buku ini adalah berkenaan dengan pencapaian
Imam Keduabelas setelah kemunculannya (Bab 14 buku ini). Pada bagian
ini, ditulis informasi mengenai "Kebaruan Penjelasan Al-Mahdi"; juga
disertai penilaian kritis tentang latar belakang sikap pengikut Imam
Keduabelas yang mengabaikan nilai Islam yang benar dalam kehidupannya
dan mengedepankan ritual tanpa mengejawantahkan nilai moral dan etika
yang merupakan intisari dari ketaatan beragama .
Dalam hal ini, Ayatullah Amini menulis (hal.setting akhir):
Umat manusia, setelah meninggalkan prinsip-prinsip yang absolut dan
ajaran-ajaran Islam yang pokok, hanya mengikuti lapisan luar agama dan
menganggap sikapnya itu sudah mencukupi. Inilah orang-orang yang-selain
shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, dan penghindaran diri dari
najis-tidak tahu apa-apa tentang Islam.
Selain itu, beberapa
dari mereka membatasi agama di mesjid saja sehingga amat sedikit
pengaruhnya pada sikap dan tindakan mereka. Ketika mereka keluar dari
mesjid, yaitu di pasar atau di tempat kerja, tidak ada tanda-tanda
keislaman dalam dirinya. Mereka tidak menganggap tingkah laku yang etis
dan nilai-nilai moral sebagai bagian dari Islam. Mereka tidak peduli
pada tindakan-tindakan amoral dan membuat-buat alasan atas tindakannya,
tidak mengikuti bimbingan moral sebab adanya perselisihan ihwal
kewajiban dan larangan-larangan berdasarkan syarat-syarat tertentu.
Mereka jauh melangkah sejajar dengan larangan agama-dengan jalan tipu
daya-dan menjadikannya sesuatu yang boleh dilakukan. Mereka juga
menghindari tanggung jawab untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang
dibebankan kepada mereka oleh syariat. Dengan kata lain, mereka terlibat
dalam menafsirkan agama sesuai dengan keinginan mereka belaka.
Ketika berhadapan dengan al-Quran, mereka menganggap cukuplah bagi
mereka untuk memperhatikan bacaan formal saja dan menghormati kebiasaan
yang berhubungan dengannya. Oleh karena itu, ketika Imam Keduabelas
muncul, dia pasti akan bertanya kepada mereka, yaitu mengapa mereka
meninggalkan intisari agama dan menafsirkan al-Quran dan hadis sesuai
dengan kehendak mereka sendiri.
Mengapa mereka meninggalkan
kebenaran Islam dan puas dengan ketaatan lahiriah belaka? Mengapa mereka
tidak menyesuaikan karakter dan perbuatan mereka dengan ruh Islam?
Mengapa mereka memutarbalikan makna agama agar sesuai dengan ketamakan
mereka pribadi? Sebagaimana mereka begitu memperhatikan bacaan al-Quran
yang benar, mereka pun harus mempraktikkannya. Imam Keduabelas berhak
bertanya, "Kakekku, Imam Husain, tidak terbunuh demi duka cita. Mengapa
kalian mengabaikan tujuan yang dipegang kakekku dan menghancurkannya ?"
Imam akan menyuruh mereka mempelajari ajaran sosial dan moral Islami
dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka harus
menghindari perbuatan-perbuatan tercela dan memperhatikan
kewajiban-kewajiban menyangkut keuangan, tanpa membuat alasan- alasan
lemah. Mereka juga harus ingat, mengingat jasa-jasa Ahlulbait dan
meratapi penderitaan mereka tidak akan dapat menggantikan zakat dan
khumus serta melunasi utang-utang seseorang.
Perbuatan-perbuatan itu tidak dapat menggantikan perbuatan dosa semisal
mengambil bunga (bank-penerj.) dan suap, menipu manusia lain dan
memperlakukan mereka dengan tidak jujur. Mereka mesti menyadari bahwa
menangisi dan berkeluh kesah demi Imam Husain tidak pernah dapat
menggantikan perbuatan buruk kepada orang yatim dan janda-janda. Lebih
penting lagi, seyogianya mereka tidak membatasi ketakwaan hanya di
mesjid. Namun mereka pun harus berperan serta aktif di masyarakat dan
melaksanakan amar makruf nahi munkar serta menumpas bid`ah-bid`ah yang
merusak Islam.
Tentu saja, agama semacam ini akan tampak baru
dan sulit bagi orang-orang tersebut. Bahkan boleh jadi mereka
menganggapnya bukan Islam, karena mereka membayangkan Islam sebagai
sesuatu yang lain. Orang-orang semacam ini terbiasa berpikir bahwa
kemajuan dan kebesaran Islam terletak pada pendekorasian mesjid-mesjid
dan pengkostruksian menara-menaranya. Bila Imam Keduabelas berkata,
"Kebesaran Islam bergantung pada tindakan yang benar, kejujuran,
kepercayaan, penepatan janji, dan penghindaran diri dari perbuatan yang
terlarang", pernyataan ini akan terasa benar-benar baru bagi mereka!
Mereka dulu menganggap bahwa ketika Imam muncul, dia akan membuat
perubahan bagi semua perilaku Muslim dan akan mengistirahatkan mereka di
pojok-pojok mesjid. Tetapi ketika mereka menyaksikan bahwa darah
bercucuran dari pedang Imam, menyeru umat untuk berjihad dan beramar
makruf nahi munkar, membunuh para ahli ibadah yang berbuat zalim, serta
mengembalikan barang-barang yang mereka curi kepada pemiliknya, maka
tindakan semacam ini sungguh akan terasa baru!
Penilaian umat
yang jujur dan terbuka serta tanggung jawab yang para pengikut harus
lakukan kepada Imam Keduabelas jarang ditemukan dalam literatur mengenai
hal ini. Sekarang saatnya kita berkomitmen pada tujuan Islam dan
bekerja secara tulus demi reformasi diri untuk memenuhi kewajiban kita
kepada Muslim dan non-Muslim di sekitar kita. Adalah baik sekali bila
kita mengingat kandungan doa yang bersumber dari Imam Keduabelas dan
yang kita baca pada saat yang berbeda dengan sungguh-sungguh nasihat
Imam as kepada para pengikutnya. Doa tersebut berbunyi:
Ya Allah, anugrahi kami taufik (berupa) ketaatan, menjauhi kemaksiatan, ketulusan niat, dan mengetahui kemuliaan.
(Ya Allah) Muliakanlah kami dengan hidayah dan istiqamah, luruskan
lidah kami dengan kebenaran dan hikmah, penuhilah hati kami dengan ilmu
dan makrifat, bersihkan perut kami dari haram dan syubhat .
(Ya
Allah) Tahan tangan kami dari kezaliman dan pencurian, tundukkan
pandangan kami dari kemaksiatan dan pengkhianatan, palingkan pendengaran
kami dari ucapan yang sia-sia dan umpatan.
(Ya Allah)
Karuniakan kepada ulama kami kezuhudan dan nasiha; kepada para pelajar,
kesungguhan dan semangat; kepada para pendengar, ketaatan dan
peringatan; kepada kaum Muslimin yang sakit, kesembuhan dan ketenangan;
kepada kaum Muslimin yang meninggal, kasih sayang dan rahmat; kepada
orang tua kami, kehormatan dan ketentraman; kepada para pemuda, kembali
(ke jalan Allah) dan taubat; kepada para wanita, rasa malu dan kesucian;
kepada orang-orang kaya, rendah hati dan kemurahhatian; kepada orang
miskin, kesabaran dan kecukupan; kepada para pejuang, kemenangan dan
penaklukan; kepada para tawanan, kebebasan dan ketenangan; kepada para
pemimpin, keadilan dan rasa sayang; kepada seluruh rakyat, kejujuran dan
kebaikan akhlak.
(Ya Allah) Berkatilah para jamaah haji dan
para peziarah dalam bekal nafkah, sempurnakan haji dan umrah yang Engkau
tetapkan bagi mereka dengan karunia dan rahmat. Wahai Yang Paling
Pengasih dari semua yang mengasihi.
Akhirnya, saya ucapkan
terima kasih atas dukungan moral dan motivasi dari Ayatullah Ibrahim
Amini dan para koleganya di Majlis-i Khubragan, Hujjatul-Islam Hadawi
Tihrani dan para koleganya di Jami' Mudarrisin Hauzah Ilmiyah Qum, serta
para pembaca di seluruh dunia yang menjadi tujuan saya dalam
menerjemahkan buku yang berisi ajaran kami (Syi`ah Duabelas Imam) yang
amat berharga ini .
London, Inggris
18 Dzulhijjah 1416/6 Mei 1996
4
IMAM MAHDI
Mukadimah
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang
BULAN Sya'ban dalam penanggalan kaum Muslim merupakan bulannya
peringatan. Awal bulan Sya'ban ditandai dengan kelahiran Imam Ketiga
Syi`ah, Husain bin Ali, saudara sepupunya, Abbas bin Ali; putranya, Ali
bin Husain Zain al-Abidin, dan terakhir, keturunannya yang paling
termasyhur, al-Qâ ` im dari Ahlulbait, Imam Keduabelas, al-Mahdi as .
Saya menghadiri sebuah pertemuan yang direncanakan untuk merayakan
kelahiran Imam Keduabelas?salam atasnya?pada malam 15 Sya'ban di salah
satu sekolah tinggi di Teheran. Acara yang diatur dengan baik ini
diikuti oleh semua lapisan masyarakat. Akan tetapi, mayoritas hadirin
berasal dari kalangan terdidik, termasuk para siswa yunior dan senior
dari sekolah tersebut. Pertemuan itu disponsori oleh Asosiasi Islam dari
sekolah tadi.
Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci al-Quran
oleh siswa muda, yang, melalui lantunannya yang merdu, memberi nuansa
spiritual kepada peristiwa tersebut. Setelahnya, seorang siswa lain
membacakan sebuah puisi yang telah digubahnya bertemakan Imam Gaib as,
dan acara ketiga menampilkan makalah yang ditulis dengan baik dan sangat
relevan mengenai topik tersebut. Di penghujung acara, Tn. Hosyyar,
salah seorang pengajar terkemuka, menyampaikan pembicaraan yang relevan
seputar topik Imam Zaman as. Ceramah ini disampaikan sampai menjelang
sore .
Pertemuan tersebut meninggalkan kesan mendalam kepada
saya. Bukan sekadar sisi seremonialnya yang menarik perhatian saya,
namun juga pengalaman yang diselimuti ruh keikhlasan dan ketakwaan yang
mengalir dari kawula muda. Mereka telah mengorganisasikan agama dan
pengetahuan serta terdorong dalam menyebarluaskan kebenaran-kebenaran
agama dan memahami masyarakat banyak, mencerahkan pemikiran mereka
dengan keimanan. Atmosfer pada pertemuan tadi didominasi oleh niat suci
dan keikhlasan dalam bertindak dari kawula muda ini, yang berinteraksi
dengan hadirin memancarkan kehangatan dan perenungan.
Antusiasme di kawula muda ini dan gairah keagamaan mereka, dipandu oleh
pemikiran yang bening, membuat hati saya penuh harapan akan masa depan
umat Islam. Saya hampir menyaksikan kepemimpinan masa depan dari
peradaban dan tanggung jawab untuk kemajuan manusia terletak pada bahu
mereka.
Pandangan saya dipenuhi dengan air mata harapan dan
saya berdoa kepada Allah Yang Mahakuasa dengan semua ketulusan demi
kejayaan Asosiasi Islam milik para siswa tersebut dan sekolah-sekolah
yang telah merintis misi suci ini di kalangan generasi muda.
Pada momen itu juga, Ir. Madani, yang duduk di sebelah Tn. Hosyyar,
mengajukan pertanyaan, "Apakah Anda benar-benar percaya terhadap
eksistensi Imam Gaib? Apakah pendapat Anda didasarkan pada riset atau
Anda semata-mata membela kepercayaan tersebut berdasarkan dugaan Anda?"
Tn. Hosyyar menjawab, "Kepercayaanku tidak didasarkan pada keimanan
buta ataupun taklid buta. Justru, saya mengakuinya melalui kajian dan
riset yang cermat. Bagaimanapun, saya tetap terbuka untuk banyak
melakukan riset dan bersedia mengubah pendapatku berdasarkan itu semua
."
Tn. Madani meneruskan, "Karena topik Imam Zaman tidak cukup
jelas bagi saya. Dan sepanjang saya belum bisa untuk meyakinkan diri
saya pada realitasnya, saya lebih suka untuk mendiskusikan dan meriset
tentang topik itu."
Di antara mereka yang hadir pada saat itu
dan turut menyimak perbincangan tadi adalah Dr. Emami dan Fahimi.
Kedua-duanya mengungkapkan minat mereka pada tema tersebut apabila
diskusi-diskusi itu diselenggarakan. Tn. Hosyyar setuju datang dan
mengarahkan perbincangan kapanpun kelompok itu untuk memutuskan. Sebelum
berpisah, mereka sepakat untuk bersua kembali pada hari Sabtu
berikutnya, di kediaman Tn. Madani, tempat pertemuan pertama diadakan.
Halaman-halaman selanjutnya merupakan catatan ini semua dan mungkin
lebih banyak lagi pertemuan-pertemukan diselenggarakan, untuk menelaah
tema eksistensi Imam Keduabelas as.[]
BAB 1
Asal Usul Kepercayaan terhadap Imam Mahdi
Dr. Emami:
Kapankah kepercayaan terhadap Imam Mahdi menjadi merata di lingkungan
Islam? Adakah pembicaraan tentang al-Mahdi selama masa Nabi saw atau
apakah tema itu muncul setelah mangkatnya beliau sehingga tersebar luas
di tengah kaum Muslimin? Ada sebagian pihak yang telah menulis bahwa
tidak ada Mahdiisme pada permulaan Islam. Ide tersebut baru mencuat di
antara kaum Muslimin pada paruh kedua abad pertama Hijrah (abad ke-7 M).
Ada pula sekelompok orang yang menganggap bahwa Muhammad bin Hanafiyyah
sebagai al-Mahdi dan menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang
tentang nasib baik Islam yang tercapainya melaluinya. Kelompok itu pun
percaya bahwa Muhammad bin Hanafiyyah belum mati namun hidup di Gunung
Radhwah dan suatu saat akan kembali.
Tn. Hosyyar:
Kepercayaan terhadap al-Mahdi berkembang luas selama masa Rasul. Nabi
saw telah menyampaikan masa depan menjelang kemunculan al-Mahdi lebih
dari satu kesempatan. Dari waktu ke waktu, beliau selalu memberi tahu
manusia ihwal pemerintahan al-Mahdi dan tanda-tanda kemunculannya,
menyampaikan nama dan julukannya. Ada sejumlah laporan dan riwayat yang
telah sampai kepada kami baik dari jalur Sunni dan Syi`ah perihal tema
ini.
Secara asasi, sebagian dari riwayat itu telah disampaikan
sedemikian sering dan tanpa penyimpangan dari setiap zaman yang tak
seorang pun bisa meragukan autentisitasnya. Umpamanya, kita membaca
hadis berikut yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas`ud, yang mendengar
Nabi saw bersabda:
Dunia tidak akan berakhir sampai seorang lelaki
dari keluargaku (ahl al-bayt), yang disebut al-Mahdi, bangkit untuk
mengurus umatku.1
Hadis lain diriwayatkan oleh Abu al-Hujaf yang mengutip pernyataan Nabi saw sebanyak tiga kali:
Dengarkan kabar gembira tentang al-Mahdi! Dia akan bangkit pada saat
manusia dihadapkan dengan konflik keras dan dunia akan digoncang dengan
getaran keras. Dia akan memenuhi dunia dengan keadilan dan persamaan
sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani. Dia akan memenuhi
hati para pengikutnya dengan ketaatan dan akan menyebarkan keadilan di
mana-mana.2
Nabi saw telah menyatakan:
Hari Kiamat tidak akan terjadi sampai al-Qâ` im al-Haq muncul. Ini akan
terjadi ketika Allah mengizinkannya untuk bangkit. Barangsiapa yang
mengikutinya akan selamat, dan barangsiapa yang menentangnya akan
binasa. Wahai hamba-hamba Allah, ingatlah Allah dalam pikiran kalian dan
larilah kepadanya [al-Mahdi] meskipun itu terjadi di atas es, karena
sesungguhnya dia adalah khalifah Allah Azza wa Jalla dan penggantiku.3
Dalam hadis lain, Nabi saw dilaporkan telah berkata: "Barangsiapa yang
menolak al-Qâ` im dari keturunanku berarti menolakku."4 Masih dalam
hadis lain, Nabi saw menjamin umatnya dengan menyatakan:
Dunia
tidak akan berakhir sampai seorang lelaki dari keturunan Husain mengurus
dunia dan memenuhinya dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia
dipenuhi dengan kezaliman dan tirani.5
Al-Mahdi Berasal dari Keturunan Nabi saw
Hadis-hadis semacam itu jumlahnya banyak. Ide utama yang berkembang
dalam semua hadis itu mengandung topik masa depan menjelang al-Mahdi dan
al-Qâ` im selama masa Nabi saw yang begitu terkenal. Sebenarnya,
pelbagai riwayat yang membahas tema itu menunjukkan bahwa ia bukanlah
sesuatu yang baru yang kemudian disampaikan kepada orang-orang. Bahkan,
riwayat-riwayat tersebut memuat tanda-tanda dan ciri-ciri orang yang
akan bangkit sebagai al-Mahdi, seperti dalam ungkapan "Al-Mahdi yang
dijanjikan berasal dari keturunanku."
Hadis berikutnya
mencerminkan pola yang sama dalam ungkapan-ungkapannya. Diriwayatkan,
Amirul Mukminin Ali bin Thalib as berkata:
Aku
bertanya kepada Nabi saw: "Apakah al-Mahdi berasal dari kalangan
keluarga kita sendiri ataukah dari yang lainnya?" Beliau menjawab: "Dia
berasal dari kalangan kita. Allah akan menyempurnakan agama-Nya melalui
dia, sebagaimana Dia mengawali agama dengan kita. Melalui kitalah,
manusia akan mendapatkan keselamatan dari fitnah. Melalui kita pula,
mereka selamat dari kemusyrikan. Malah, melalui kitalah Allah akan
menyatukan hati-hati mereka dalam ikatan persaudaraan menyusul
pertikaian yang tersebar karena fitnah, sebagaimana mereka
dipersaudarakan dalam agama mereka setelah pertikaian yang berkembang
karena kemusyrikan."6
Abu Sa`id al-Khudri, sahabat dekat Nabi saw berucap:
Aku mendengar perkataan Nabi dari mimbar: "Al-Mahdi berasal dari
keturunanku, keluargaku, akan bangkit menjelang Hari Kiamat ketika
langit mencurahkan hujan dan bumi menumbuhkan rerumputan hijau baginya.
Dia akan mengisi dunia dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia
dipenuhi dengan tirani dan kezaliman sebelumnya."7
Dalam hadis
lain dari Ummu Salamah, istri Nabi, ada keterangan yang lebih spesifik
yang diberikan kepada umat. Nabi saw mengatakan: "Al-Mahdi berasal dari
keluargaku, dari anak-anak Fathimah."8
Pada kesempatan lain, Nabi saw mengatakan:
Al-Qâ` im berasal dari keturunanku. Namanya sama dengan namaku,
julukannya sama dengan julukanku. Ciri-cirinya sama dengan ciri-ciriku.
Dia akan mengajak manusia kepada sunahku dan Kitab Allah. Barangsiapa
menaatinya berarti menaatiku, dan sebaliknya, mereka yang berpaling
darinya berarti berpaling dariku. Barangsiapa yang menolak keberadaannya
selama kegaibannya berarti menolakku, dan barangsiapa yang
mendustakannya berarti mendustakai aku. Barangsiapa yang membenarkan
eksistensinya berarti membenarkan keberadaanku. Kalau mereka diminta
untuk memalsukan apa-apa yang telah kukatakan tentang al-Mahdi dan
dengan demikian menyesatkan umatku, aku akan mengadukan mereka kepada
Allah."9
Abu Ayyub al-Anshari mengatakan:
Saya mendengar Nabi saw berkata: "Akulah penghulu para nabi dan Ali
penghulu para pengganti. Dua cucuku adalah orang-orang terbaik dari
keturunanku.
Para imam maksum berasal dari keturunan kami
melalui Husain. Bahkan, Mahdi umat ini berasal dari kami." Saat itu
seorang Arab berdiri dan bertanya: "Wahai Nabi Allah, berapa jumlah imam
yang akan muncul setelah Anda?" Beliau menjawab: "Sama dengan jumlah
para utusan Isa dan para pemimpin Bani Israil."10
Sebuah hadis lain dengan keterangan yang sama telah dinukil dari Hudzaifah, sahabat lain Nabi saw, yang mendengar Nabi berkata:
Para imam sepeninggalku sama dengan jumlah para pemimpin suku dari
kalangan Bani Israil. Sembilan di antaranya adalah keturunan Husain.
Al-Mahdi umat ini berasal dari kami. Waspadalah! Kebenaran bersama
mereka dan mereka bersama kebenaran. Karena itu, hati-hatilah kalian
dalam memperlakukan mereka sepeninggalku."11
Masih dalam hadis lain Sa`id bin Musayyib melaporkan dari Amr bin Utsman bin Affan, yang berkata:
Kami mendengar dari Nabi saw bersabda: "Para imam sepeninggalku akan
berjumlah dua belas orang. Sembilan di antaranya berasal dari keturunan
Husain.
Bahkan, al-Mahdi umat ini berasal dari kami.
Barangsiapa yang berpegang kepada mereka sepeninggalku berarti berpegang
kepada Allah. Dan barangsiapa yang meninggalkan mereka, berarti telah
meninggalkan Allah."12
Ada sejumlah hadis bernada sama dalam sumber-sumber yang siapapun bisa menelitinya.
Hadis-hadis Sunni tentang Topik Al-Mahdi
Dr. Fahimi:
Tuan Hosyyar! Kawan-kawan kita mengetahuinya. Namun biarkan saya
mengatakan kepada Anda bahwa saya mengikuti mazhab Sunni. Oleh
karenanya, penilaian positif saya bahwa Anda mempunyai hadis riwayat
Syi`ah, sementara saya tidak. Sangat boleh jadi, kaum ektremis Syi`ah,
apapun alasannya, setelah menerima riwayat-riwayat tentang Mahdiisme,
pasti mempunyai hadis-hadis buatan demi mendukung pandangan-pandangan
mereka dan menganggap hadis-hadis itu berasal dari Nabi. Bukti bagi
dalil saya adalah bahwa hadis-hadis tentang al-Mahdi hanya dicatat dalam
buku-buku Syi`ah Anda.
Tidak ada jejak akan hal ini dalam
kompilasi hadis-hadis autentik kami?Shihah. Memang, saya tahu bahwa ada
sebagian hadis tentang tema tersebut dalam kompilasi kami kurang bisa
dipercaya.13
Tn. Hosyyar: Meski
kondisi-kondisi tidak menyenangkan di bawah rezim Umayyah dan
Abbasiyyah, yang kebijakan politik dan pemerintahan opresifnya tidak
membiarkan adanya diskusi tersebut ataupun penyebaran hadis ihwal
wilâyat dan imâmat dan Ahlulbait atau semuanya tersimpan dalam
kitab-kitab hadis, kompilasi hadis Anda tidak sepenuhnya memuat
hadis-hadis al-Mahdi. Apabila Anda tidak letih, saya akan mengutipkan
sebagian hadis tersebut untuk Anda .
Ir. Madani: Tuan Hosyyar! Silakan teruskan pembicaraan Anda .
Tn. Hosyyar:
Dr. Fahimi! Dalam kompilasi hadis Anda, Al-Shihah, ada bab-bab yang
menempatkan topik al-Mahdi yang merekam hadis-hadis Nabi saw.
Misalnya, berikut ini:
Abdullah meriwayatkan dari Nabi, yang bersabda: "Dunia tidak akan
berakhir sampai seorang lelaki dari keluargaku, yang namanya sama dengan
namaku, memerintah bangsa Arab."
Tirmidzi telah mencatat hadis
ini dalam Shahih-nya14 dan berkomentar: "Hadis tentang al-Mahdi ini
bisa dipercaya, dan telah diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, Abu
Sa`id, Ummu Salamah, dan Abu Hurairah":
Ali bin Abi Thalib
telah meriwayatkan dari Nabi saw yang bersabda: "Meski umur dunia hanya
tersisa satu hari, Allah akan memunculkan seorang lelaki dari
keturunanku sehingga ia akan memenuhi dunia dengan keadilan dan
persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan tirani."15
Dalam hadis
lain Ummu Salamah meriwayatkan bahwa ia mendengar Nabi berkata: "Mahdi
yang dijanjikan berasal dari keturunanku, yakni dari keturunan
Fathimah." 16
Abu Sa`id al-Khudri berkata:
Nabi saw bersabda: "Mahdi kami memiliki dahi yang lebar dan hidung yang
mancung. Ia akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana ia dipenuhi
dengan kezaliman dan tirani. Ia akan memerintah selama tujuh tahun."17
Ali bin Abi Thalib as meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi saw yang memberitahunya perihal Imam al-Mahdi:
Mahdi yang dijanjikan berasal dari keluargaku. Allah akan mengadakan persiapan bagi kemunculannya dalam satu malam.18
Abu Sa`id al-Khudri meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi saw yang menyatakan:
Dunia akan diisi dengan kezaliman dan kerusakan. Pada saat itu, seorang
lelaki dari keturunanku akan muncul dan akan memerintah selama tujuh
atau sembilan tahun dan akan memenuhi dunia dengan keadilan dan
persamaan.19
Rincian yang lebih luas terperikan dalam hadis lain yang dilaporkan oleh Abu Sa`id al-Khudri:
Malapetaka hebat dari arah penguasa mereka akan menimpa umatku ketika
Hari Kiamat. Ia berupa bencana yang, dalam kehebatannya, tidak pernah
terjadi sebelumnya. Ia merupakan bencana dahsyat sehingga bumi berikut
kezaliman dan kerusakan akan terasa sempit bagi penduduknya. Orang-orang
beriman tidak akan menemukan tempat perlindungan dari penindasan. Pada
saat itu Allah akan mengutus seorang lelaki dari keluargaku untuk
memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi
dengan kezaliman dan tirani. Para penduduk langit dan bumi ridha
terhadapnya. Bumi akan menumbuhkan apa yang di atasnya untuknya dan
langit akan mencurahkan hujan berlimpah-limpah. Dia akan hidup di
tengah-tengah manusia selama tujuh atau sembilan tahunan. Dari semua
kebaikan yang Allah turunkan pada penduduk bumi, orang yang meninggal
akan hidup lagi.20
Ada sejumlah hadis yang menyampaikan
pengertian ini dalam kitab-kitab Anda. Saya percaya kita telah cukup
mengutip riwayat-riwayat itu untuk memenuhi tujuan kita.
Keberatan Salah Seorang Penulis:
Dr. Fahimi: Pengarang buku Al-Mahdiyyah fi al-Islâm menulis:
Muhammad bin Isma`il al-Bukhari dan Muslim bin Hajjaj an-Nisyaburi, dua
penyusun kitab hadis-hadis Sunni paling autentik, yang mencatat
hadis-hadis ini secara cermat dan sangat teliti dalam menguji keandalan
hadis-hadis tersebut, tidak memasukkan hadis-hadis tentang al-Mahdi
dalam Shihah mereka.
Sebaliknya, hadis-hadis tersebut terdapat
pada kompilasi Sunan Abu Dawud, Ibn Majjah, Tirmidzi, Nasa`i, dan
Musnad Ahmad bin Hanbal. Para penyusun ini tidak cermat dalam menyeleksi
hadis-hadis dan riwayat-riwayat hadis mereka dianggap lemah dan tidak
dapat diterima oleh para sarjana semisal Ibn Khaldun.21
Ibn Khaldun dan Hadis-hadis tentang Imam Mahdi:
Tn. Hosyyar:
Untuk mengupas masalah keandalan hadis Imam Mahdi, mari kita kutip
pendapat Ibn Khaldun tentang persoalan tersebut secara utuh :
Telah
diketahui (dan pada umumnya diterima) oleh semua kaum Muslimin dalam
setiap zaman, bahwa pada akhir zaman seorang lelaki dari keluarga Nabi
akan muncul tanpa cacat, memperkuat Islam, dan menegakkan keadilan. Kaum
Muslim akan mengikutinya, dan ia akan mendominasi seluruh kehidupan
kaum Muslim. Ia disebut Al-Mahdi ... Hadis-hadis semacam itu telah
dijumpai di antara hadis-hadis yang telah diterbitkan oleh para pemuka
agama. Secara kritis hadis-hadis itu telah ditelaah oleh mereka yang
mengakuinya dan acap ditolak dengan hadis-hadis tertentu.22
Inilah ringkasan pendapat-pendapat yang dilakukan oleh Ibn Khaldun.
Selanjutnya ia terus menyebutkan para periwayat hadis-hadis ini dan
secara kritis menilai keterandalannya atau kelemahannya, sebagaimana
diyakini oleh para cendekiawan ilmu-ilmu periwayatan.
Mari kita tanggapi beberapa hal yang diajukan oleh Ibn Khaldun :
1. Periwayatan yang Terus Menerus (tawatur) dari Hadis-hadis
Sejumlah ulama Sunni telah mengakui hadis-hadis tentang al-Mahdi telah
diriwayatkan tanpa terputus. Sebenarnya, mereka telah meriwayatkan
hadis-hadis tadi tanpa terputus dari sumber-sumber lain tanpa mengajukan
keberatan terhadapnya. Di antara sejumlah ulama itu adalah Ibn Hajar
al-Haitsami dalam ash-Shawa'iq al-Muhriqah; asy-Syablanji dalam Nûr
al-Abshâr; Ibn Shabbagh dalam al-Fushûl al-Muhimmah; Muhammad ash-Shaban
dalam As' âf al-Râghibîn; Kanji Syafi`i dalam al-Bayân, dan seterusnya.
Periwayatan tidak terputus semacam ini atas hadis-hadis tersebut
memupus kelemahan yang dijumpai dalam rantai periwayatannya. Menurut
al-Asqalani, sebuah hadis yang diriwayatkan dalam setiap generasi secara
tanpa henti berarti mengarah kepada keabsahan hadis tersebut, dan suatu
tindakan yang diambil berdasarkan hal itu bukanlah subjek
perselisihan.23
Pendapat serupa dikemukakan oleh Sayyid Ahmad,
Syaikh al-Islam, dan mufti mazhab Syafi`iyah, yang menulis bahwa
hadis-hadis tentang al-Mahdi sangat banyak jumlahnya dan tergolong
mutawatir. Di antara hadis-hadis itu ada yang mencapai derajat shahih,
hasan, dan sebagian kecil dha'if. Akan tetapi, lanjutnya, mayoritas
merupakan hadis-hadis lemah, dan karena jumlahnya banyak dan para
perawinya juga jumlahnya besar, sebagian hadis lemah itu cenderung
memperkuat yang lain, dan mengarah kepada penerimaannya sebagai hadis
yang bisa dipercaya.24
Di antara mereka yang meriwayatkan hadis
ihwal Imam Mahdi adalah sekelompok sahabat terkemuka Nabi saw. Di
antara mereka adalah: Abdurrahman bin Auf, Abu Sa`id al-Khudri, Qays bin
Jabir, Ibn Abbas, Jabir, Ibn Mas`ud, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah,
Tsawban, Salman al-Farisi, Hudzaifah, Anas bin Malik, Ummu Salamah, dan
lain-lain. Di antara ulama Sunni yang telah mencantumkan hadis-hadis ini
dalam kitab-kitab mereka adalah Abu Dawud, Ahmad bin Hanbal, Tirmidzi,
Ibn Majah, Nasa`i, Thabrani, Abu Nu` aym Ishfahani, dan sejumlah
penyusun hadis lainnya.
2: Periwayatan Lemah Bukan Suatu Isu di Semua Tempat
Patut diingat bahwa kebanyakan orang yang menganggap hadis itu lemah
dari sisi periwayatan dan disebut-sebut oleh Ibn Khaldun juga telah
diakui oleh yang lainnya. Sebenarnya, Ibn Khaldun menyebutkan sebagian
di antaranya. Lagi pula, menganggap lemah periwayatan sebuah hadis tidak
punya pengaruh mutlak atas hadis yang diakui sebagai bisa dipercaya
lantaran ciri istimewa merupakan suatu perkara yang subjektif. Pasalnya,
ciri tertentu suatu hadis bisa jadi dilemahkan oleh seorang peneliti,
sementara peneliti lainnya justru memperoleh hasil sebaliknya. Oleh
karenanya, pendapat dari yang pertama hanya bisa diterima jika alasan
untuk menjadikan sebuah hadis lemah dijelaskan.
Dalam Lisân
al-Mizân-nya, al-Asqalani mengatakan: Menganggap lemah sebuah hadis
memunculkan pengaruh terhadap akreditasinya ketika alasan untuk berbuat
demikian dipaparkan secara tegas. Selain itu, pendapat orang yang
melemahkan sebuah hadis tidaklah punya nilai.
Abu Bakr Ahmad
bin Ali al-Baghdadi menulis: Mesti ditunjukkan bahwa perihal hadis-hadis
yang diterima dan digunakan sebagai bukti oleh Bukhari, Muslim, dan Abu
Dawud?meskipun sebagian dari para perawinya telah dikritik dan
dinyatakan tidak bisa dipercaya?alasan kritikan dan ketakterandalannya
tidak cukup kuat dan terbukti. Lagi pula, imbuhnya, jika kelemahan dan
keandalan suatu hadis berbobot sama, maka upaya melemahkannya pun
berpengaruh besar. Namun, jika kelemahan kurang kuat ketimbang
keandalannya, maka pasti ada beragam pendapat ihwal hadis tersebut.
Jalan terbaik untuk mengatasi masalah mengabsahkan sebuah hadis adalah
dengan mengatakan bahwa andaikan alasan kelemahan disebutkan dan
andaikan alasannya meyakinkan, maka kelemahan berpengaruh besar terhadap
keandalan. Namun jika alasan kelemahan tidak disebutkan, maka keandalan
mengalahkan kelemahan.25
Tentu saja, kita tidak bisa
menyederhanakan dan menyatakan dengan pasti mutlak bahwa dalam semua
pokok perselisihan mengenai keandalan suatu hadis, hadis yang dinyatakan
lemah akan berpengaruh terhadap hadis yang dinilai andal. Apabila semua
titik kelemahan dibuat efektif, niscaya sangat sedikit hadis yang
dikecualikan dari kritik. Maka dari itu, penting diketahui bahwasanya
dalam kasus semacam ini, analisis yang cermat dan evaluasi rasional
dilakukan untuk menguraikan kebenaran.
3. Ketidakandalan Lantaran Hadis Syi`i
Acap kali sebuah hadis dinilai lemah gara-gara perawinya seorang Syi`i.
Misalnya, Ibn Khaldun, menolak Quthn bin Khalifah, salah satu perawi
hadis Imam Mahdi, lantaran ia seorang Syi`i. Dalam hal ini, ia mengutip
perkataan Ijli bahwa Quthn baik dalam masalah hadis, namun ia rupanya
cenderung kepada paham Syi`ah. Menurut Ahmad bin Abdullah bin Yunus dan
Abu Bakr bin Ayyasy, Quthn tidak bisa dipercaya dan hadis-hadisnya
ditolak lantaran kepercayaannya yang menyempal. Padahal, di pihak lain,
ulama lain semisal Ahmad bin Hanbal, Nasa`i, dan lain-lain, mengakuinya
dan menilai hadis-hadisnya bisa dipercaya.26
Perawi lain
bernama Harun juga dinilai lemah, lantaran, sebagaimana Ibn Khaldun
mengatakan kepada kita, ia dan putranya adalah Syi`ah. Sebagian ulama
hadis menganggap Yazid bin Abu Ziyad sebagai perawi lemah lantaran "ia
seorang pemimpin Syi`ah" dan ia termasuk dari kalangan Syi`ah Kufah.
Mengomentari Ammar adz-Dzahabi, Ibn Khaldun mengatakan kepada kita
bahwa meskipun para ahli hadis terkemuka seperti Ahmad bin Hanbal,
Nasa`i, dan yang lainnya menganggapnya bisa dipercaya, Bisyr bin Marwan,
karena paham Syi`ahnya, dinilai Ibn Khaldun sebagai perawi lemah. Juga
hadis-hadis Abdurrazzaq dinilai lemah karena ia meriwayatkan hadis-hadis
mengenai keistimewaan Nabi saw dan ia terkenal karena kesyi`ahannya.27
4: Perbedaan Akidah
Alasan lain yang digunakan untuk mengabaikan hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh individu-individu yang saleh dan jujur adalah
perbedaan akidah. Misalnya, salah satu isu sensitif yang mencuatkan
banyak perdebatan dan mengarah kepada penyelidikan di saat itu adalah
penciptaan al-Quran. Ada sebagian kelompok masyarakat yang percaya bahwa
al-Quran tidak diciptakan dalam waktu, dan oleh karenanya, abadi. Yang
lain percaya bahwa ia telah ada dalam waktu, dan dengan demikian, ia
diciptakan. Dua kelompok ini tidak hanya berperan serta dalam memperkuat
argumen-argumen, namun juga saling mengecam. Sejumlah perawi hadis
percaya bahwa al-Quran diciptakan dalam waktu atau diperlihatkan bahwa
mereka meragukan isu tersebut. Para perawi ini tidak dipedulikan dan
dihukum.
Penulis Adhwa` 'ala al-Sunnah al-Muhammadiyyah menyatakan:
Para ulama telah menghukum sekelompok perawi semisal Ibn Lahi`ah
sebagai orang kafir. Dosa-dosa mereka adalah kepercayaan mereka bahwa
al-Quran diciptakan (makhluq). Bahkan, disebut-sebut al-Muhasibi tidak
menerima warisan dari ayahnya karena itu, ia berkata: "Mereka kaum
dualis tidak saling mewarisi. Aku tidak ingin warisan dari ayahku."
Alasan penolakannya adalah bahwa ayahnya seorang waqifi, yakni, ia ragu
dalam menyatakan pendapatnya apakah al-Quran diciptakan ataukah tidak.28
Sebagaimana pelbagai prasangka keagamaan yang ekstrem dan berbagai
perbedaan menjadi sebab bagi pengabaian kejujuran dan amanah para perawi
(sehingga menolak apa yang mereka riwayatkan), maka memiliki
kepercayaan atas suatu masalah dan mazhab yang sama pun mencuatkan
kepercayaan yang tak perlu terhadap para perawi, yang ketakandalan dan
ciri penyempalannya diabaikan. Situasi sedemikian kritis sehingga
alih-alih memeriksa kredibilitas dari perawi, sebenarnya mereka mengakui
para perawi tersebut. Dengan demikian, misalnya, menurut Ijli, Umar bin
Sa`ad termasuk salah seorang perawi yang bisa diandalkan dari generasi
kedua para sahabat Nabi saw, yang sunnah-sunnahnya telah dicatat oleh
masyarakat. Secara umum, penilaian ini bertentangan dengan fakta bahwa
Umar bin Sa`ad bertanggung jawab atas pembunuhan Imam Husain yang
tentangnya Nabi saw menyebutnya sebagai penghulu pemuda surga dan cucu
kinasihnya.29 Demikian pula kasus yang menimpa Bisr bin Arthat yang
menerima penunjukkan resmi dari Mu` awiyah. Ia telah mengorbankan ribuan
Syi`ah tak berdosa dan melaknat Ali bin Abi Thalib, khalifah Nabi saw,
di depan umum. Akan tetapi, orang yang berwatak hina itu telah dimaafkan
atas berbagai perbuatannya yang mengerikan dan dianggap sebagai seorang
autoritas mandiri dan terpelajar dalam bidang fiqih.30
Tentang Utbah bin Sa`id, Yahya bin Mu`in menulis:
Dia bisa dipercaya. Nasa`i, Abu Dawud, dan Daruquthni juga telah
mengakuinya sebagai sosok tepercaya. Padahal, di sisi lain, Utbah bin
Sa`id seorang sahabat Hajjaj bin Yusuf yang bengis.
Tidaklah
sulit melihat standar ganda yang diterapkan dalam pengakuan akan
hadis-hadis yang dilaporkan oleh orang-orang yang didukung mereka.
Bukhari menerima hadis-hadis yang diriwayatkan dari Marwan bin Hakam
dalam Shahih-nya, dan mempercayainya. Padahal Marwan adalah salah satu
penyebab utama terjadinya Perang Unta (Jamal), yang telah mendorong dan
menyebabkan Thalhah berperang dengan Ali. Dengan demikian, selama perang
tersebut, pada dasarnya Marwan membunuh Thalhah.31
Penyusun
Kitab Adhwa' menarik perhatian kita kepada fakta bahwa analisis yang
cermat terhadap apa yang dilakukan ulama untuk mengabsahkan Marwan
secara jelas memperlihatkan upaya mengangkat orang keji, semisal Marwan,
yang membantu pembunuhan Ali, sesungguhnya membunuh Thalhah, dan juga
bertanggung jawab atas pembantaian terhadap Husain bin Ali. Di sisi
lain, para penyusun hadis seperti Bukhari dan Muslim mendiskreditkan
ulama-ulama tersohor dan para penghapal hadis Nabi saw semisal Hammad
bin Maslamah, Makhul yang saleh dan takwa, lantaran ketidaksetujuan
mereka terhadap sejumlah isu berkaitan dengan akidah.32
' Ala
kulli hal, apabila seseorang meriwayatkan hadis-hadis yang memuji
keluarga Nabi saw dan Ali bin Abi Thalib atau hadis-hadis yang mendukung
akidah Syi`ah, sebagian ulama Sunni menganggap hadis-hadis mereka
sebagai tidak bisa dipercaya atau menyebutnya tidak meyakinkan.
Hadis-hadis mereka ditolak mutlak. Orang hanya tinggal membaca
kitab-kitab ath-Thabari untuk memahami perlakuan merugikan yang
dikenakan kepada para perawi yang punya akidah yang bertentangan dengan
akidah arus utama Sunni. Menurut Muslim, penyusun Shahih Muslim,
ath-Thabari mengatakan: "Saya bertemu dengan Jabir al-Ju'fi. Namun saya
tidak mencatat hadis apapun darinya lantaran ia percaya akan raj`ah
(bangkitnya orang yang telah mati sebelum kemunculan Imam Mahdi)."33
5: Prasangka yang Tidak Berdasar
Jelaslah, meneruskan suatu agenda dan mengikuti prasangka-prasangka
tidaklah kondusif bagi riset objektif. Siapapun yang condong untuk
melakukan riset tentang suatu subjek dan mendapatkan kebenaran atas
sebuah perkara harus membuang prasangka tidak berdasarnya terhadapnya
dan membenci prasangka itu, dan kemudian memulai penyelidikannya.
Ketika, selama proses penyelidikan, sekeping bukti ditemukan dalam
sebuah hadis, ia harus menyelidiki perawinya guna membuktikan
keandalannya. Apabila keandalan perawi dibenarkan, maka hadisnya harus
diterima, tanpa mempertimbangkan apakah dia itu seorang Sunni ataukah
Syi`i. Apabila hadis-hadis dari seorang perawi andal ditolak lantaran ia
seorang Syi`ah atau dituduh sebagai bagian darinya, maka itu melawan
kaidah kejujuran dan metode penyelidikan. Sesungguhnya, para ulama Sunni
yang jujur telah menyadari prasangka demikian.
Dalam hal ini, al-Asqalani berkomentar:
Salah satu contoh ketika orang harus urung dalam menerima pendapat
orang lain yang terlibat dalam pencemaran seorang perawi adalah meneliti
apakah ada perbedaan dalam masalah akidah antara orang yang terlibat
dalam pencemaran dan perawi yang dicemari. Misalnya, Abu Ishaq
al-Jawjani adalah seorang Sunni yang membenci Ahlulbait (nashibi)
sementara penduduk Kufah terkenal karena ke-syi`ah-annya. Dengan
demikian, ia mendiskreditkan para perawi Kufah dalam sebagian besar
masalah. Demikian pula, orang-orang seperti A'masy, Abu Nu`aim dan
Abdullah bin Musa, meski pemimpin dan pilar para perawi hadis,
dinyatakan tidak bisa dipercaya olehnya. Qusyairi berkata: "Motif-motif
mereka menyerupai batu api." Akibatnya, dalam hal ini, suatu ungkapan
perihal keandalan perawi punya pengaruh terhadap pernyataan mengenai
ketidakandalannya.34
Begitu pula, Muhammad bin Utsman adz-Dzahabi, menyusul paparannya tentang kehidupan Abban bin Taghlib, menulis:
Jika sebagian orang keberatan mengapa kami menyatakannya jujur,
meskipun faktanya Abban tergolong ahli bid`ah (yakni Syi`i), saya
katakan demikian: Bid`ah itu ada dua macam. Satu adalah jenis yang lebih
kecil seperti ektremisme dalam paham Syi`ah atau paham Syi`ah tanpa
ektremisme dan penyimpangan yang haram. Jenis bid`ah ini umum di
kalangan sejumlah orang dari generasi kedua dan ketiga para sahabat
Nabi, kendatipun fakta bahwa kesalehan dan kemuliaan akhlak mereka di
luar kritik. Andaikan diputuskan bahwa hadis-hadis yang diriwayatkan
oleh para perawi semacam itu harus ditolak, sejumlah besar hadis Nabi
saw mau tidak mau harus ditolak. Kekeliruan pendapat semacam ini adalah
jelas dengan sendirinya. Jenis bid`ah kedua adalah jenis yang lebih
besar, semisal penolakan total [terhadap tiga khalifah pertama] dan
pelaknatan terhadap Abu Bakar dan Umar. Sudah tentu, hadis-hadis yang
disampaikan oleh kelompok ini tidak bernilai dan harus ditolak.
Pendeknya, siapapun yang melakukan riset dan ingin menyingkapkan
kebenaran, tidak semestinya menerima pernyataan-pernyataan seperti itu
perihal ketidakandalan seorang perawi di tingkat nilai. Agaknya, ia
harus mencoba mendedah alasan bagi pencemaran seorang perawi dan apakah
orang itu benar-benar berhak beroleh penilaian semacam itu.
5
IMAM MAHDI
6: Shahîh Muslim dan Shahîh Bukhari dan Hadis-hadis tentang Imam Mahdi
Penting kiranya untuk menegaskan bahwa apabila hadis-hadis tentang Imam
Mahdi tidak dicatat oleh Bukhari dan Muslim, ini tidak berarti bahwa
hadis-hadis tadi lemah dalam periwayatannya. Bagaimanapun, dua penyusun
kitab hadis ini tidak berniat menjelaskan semua hadis yang ada. Menurut
Baihaqi, Muslim dan Bukhari tidak berniat untuk meneliti seluruh hadis.
Keterangan itu dibuktikan dengan lampiran berbagai hadis yang dicatat
oleh Bukhari dan yang tidak termasuk dalam koleksi Muslim. Pada saat
yang sama, ada sejumlah hadis dalam Shahîh-nya Muslim tidak ditemukan
dalam susunannya Bukhari.35
Ketika Muslim mengklaim telah
mencatat hadis-hadis autentik saja dalam kompilasinya, demikian pula Abu
Dawud dalam koleksinya. Fakta belakangan ini dicermati oleh Abu Bakr
bin Dasa yang mendengar Abu Dawud berkata: "Aku telah mencatat 4800
hadis dalam susunanku yang semuanya itu bisa dipercaya atau hampir bisa
dipercaya." Begitu pula, Abu ash-Shabah mendapatkan laporan bahwa Abu
Dawud membuat klaim yang sama perihal hadis-hadis dalam kompilasinya,
Sunan, yang menambahkan jika ia mencantumkan hadis lemah yang ia
nyatakan jelas. "Dengan demikian, setiap hadis yang tentangnya aku belum
berkomentar, harus dianggap sebagai bisa dipercaya." Pendapat yang sama
positifnya tentang Sunan Abu Dawud disampaikan dari Khathabi dalam
pengantar kepada edisinya yang sekarang oleh Sa`ati.36 Ringkasnya,
hadis-hadis dalam Muslim dan Bukhari keandalannya tidak berbeda dari
hadis-hadis yang dicatat oleh sumber-sumber lain dari Shahîh. Apa yang
penting adalah bahwa para perawi hadis harus ditilik untuk membangun
kredibilitas mereka atau kurang darinya.
Tentu saja, Shahîh
Muslim dan Bukhari, yang otoritasnya diakui semua kaum Sunni, tidak
sepenuhnya mengabaikan hadis-hadis tentang al-Mahdi, kendati istilah
mahdi tidak digunakan untuk mengungkapkan keyakinan ini di tengah kaum
Muslimin. Berikut ini salah satu hadis yang dimaksud:
Dilaporkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw berkata: "Apa reaksimu
ketika putra Maryam turun dan Imam engkau berada di antara kalian
sendiri?"37
Ada pula sejumlah hadis lain perihal tema yang sama
dalam dua kompilasi ini. Penting dicamkan bahwa Ibn Khaldun secara total
tidak mengingkari semua hadis tentang Al-Mahdi, atau ia tidak mengklaim
bahwa ia tidak menerima hadis-hadis tersebut. Konteks penilaian Ibn
Khaldun ihwal seluruh hadis itu tersimpul dalam pernyataan pembukaannya
dalam bagian ini ketika ia mengatakan :
Telah dikenal (dan pada
umumnya diterima) oleh segenap kaum Muslimin di sepanjang zaman, bahwa
di akhir zaman seorang lelaki dari keluarga Nabi akan muncul tanpa cela,
yang akan memperkuat Islam dan menegakkan keadilan. Kaum Muslim akan
mengikutinya, dan ia akan memerintah seluruh kaum Muslimin. Ia digelari
al-Mahdi.
Jelaslah, secara singkat ia mengakui bahwa
kepercayaan akan Mahdi yang dinanti-nanti merupakan kepercayaan lazim di
kalangan Muslimin. Bahkan, setelah penilaian kritisnya akan hadis-hadis
tersebut dan para perawinya, ia menyimpulkan pembahasan tersebut dengan
kata-kata berikut:
Ini merupakan situasi dari hadis-hadis
tentang Mahdi yang ditunggu. Telah terlihat dalam buku-buku bahwa,
dengan beberapa pengecualian, sebagian besar hadis tersebut dianggap
sebagai tidak bisa dipercaya.38
Oleh karenanya, bahkan dalam
noktah ini ia tidak menolak semua hadis terkait. Sebaliknya, sebagaimana
pengakuannya, sebagian dari hadis tersebut adalah autentik.
Selain itu, adalah relevan untuk menunjukkan bahwa hadis-hadis tentang
topik al-Mahdi tidak hanya dibatasi kepada yang disebutkan dan dinilai
secara kritis oleh Ibn Khaldun. Sebaliknya, kebanyakan kitab hadis, baik
dari kalangan Sunnah maupun Syi` ah, menyampaikan hadis-hadis dalam
suatu rantai periwayatan yang tidak terputus yang sebenarnya mendekati
kepada keabsahannya sebagai hadis yang bisa dipercaya. Seandainya Ibn
Khaldun mengetahui tentang keberadaan semua hadis ini, niscaya ia
mengakui keyakinan terhadap al-Mahdi begitu berurat-berakar dalam ajaran
Islam.
Untuk menyimpulkan diskusi ini, kami bisa mengatakan
bahwa adalah keliru mempertahankan, sebagaimana sebagian ulama
melakukannya, bahwa Ibn Khaldun menolak hadis-hadis tentang al-Mahdi.
Sebaliknya, adalah para pengarang tersebut yang telah menyandarkan
pendapat semacam itu kepada Ibn Khaldun .
Pendapat-pendapat Lain dari Ibn Khaldun
Ibn Khaldun menyimpulkan bagian hadis-hadis menyangkut Imam Mahdi sebagai berikut:
Kebenaran yang orang harus ketahui adalah bahwa tidak ada agama ataupun
kekuatan propaganda politik yang berhasil, kecuali jika kekuatan atau
perasaan kelompok muncul untuk mendukung aspirasi-aspirasi religius dan
politik dan membelanya dengan melawan mereka yang menolaknya, dan sampai
kehendak Allah mengenai mereka terjelma.
Kami telah meyakini
hal ini sebelumnya, dengan argumen-argumen rasional yang kami sajikan
kepada pembaca. Perasaan kekelompokan di antara keturunan Fathimiyyah
dan Thalibiyyah, sebenarnya, di seluruh kaum Quraisy, telah pudar di
mana-mana. Satu-satunya pengecualian adalah sisa-sisa dari
Thalibiyyah?Hasaniyyah, Husainiyyah, dan Ja'fariyyah?yang tinggal di
Hijaz, Makkah, al-Yanbu', dan Madinah. Mereka tersebar di
kawasan-kawasan ini dan menguasainya. Mereka tergolong kelompok Badui.
Mereka bermukim dan memerintah di berbagai tempat dan memegang pendapat
yang berlawanan. Jumlah mereka ribuan. Apabila memang benar bahwa
seorang Mahdi akan muncul, hanya ada satu cara bagi propagandanya untuk
muncul.
Ia pasti termasuk salah satu di antara mereka, dan
Allah harus mempersatukan mereka dengan tujuan agar mengikuti al-Mahdi,
sampai ia mengumpulkan cukup kekuatan dan ikatan kelompok untuk meraih
keberhasilan karena kehadirannya dan menggerakkan orang-orang untuk
mendukungnya. Alternatif lain?semisal seorang keturunan Fathimiyyah yang
melakukan propaganda (kehadiran al-Mahdi) di kalangan manusia di
mana-mana, tanpa dukungan ikatan kekelompokan dan kekuatan, dengan
semata-mata bersandar pada hubungannya dengan keluarga Muhammad
saw?tidak mungkin atau berhasil, lantaran alasan-alasan baik yang telah
kami sebutkan sebelumnya.39
Dalam menjawab penegasan oleh Ibn
Khaldun ini, harus dicatat bahwa tak syak lagi siapapun yang ingin
memberontak dan memperoleh kekuasaan guna membangun sebuah pemerintahan
harus mendapatkan dukungan mutlak dari para pengikutnya untuk mencapai
tujuan tersebut. Syarat-syarat yang sama mesti dipenuhi dalam kasus
al-Mahdi yang ditunggu dan revolusi universalnya. Akan tetapi, tidak
penting kiranya untuk mensyaratkan bahwa para pendukungnya berasal dari
keturunan Ali dan suku Quraisy. Alasannya, apabila pemerintahan dan
kepemimpinan didasarkan pada etnis dan ikatan kekelompokan, maka
dukungan harus timbul dari ikatan tersebut. Bahkan, ini akan menjadi
alasan untuk mendukungnya secara mutlak.
Tentu saja ini benar
dalam kasus kelompok-kelompok etnis dan dinasti-dinasti yang muncul demi
kekuasaan melalui makna kesetiaan dan solidaritas ini. Galibnya, sebuah
pemerintahan yang berkuasa melalui arti ikatan kekelompokan yang
spesifik dan terbatas pada dasarnya tergantung pada kelompok-kelompok
pendukung yang spesifik dan terbatas. Ini benar dalam semua kasus
kebangsaan, etnis, dan negara-negara ideologis.
Akan tetapi,
jika sebuah pemerintahan yang diasaskan pada program yang spesifik, maka
ia harus mendapatkan dukungan dari mereka yang menyepakatinya.
Dan tatanan ini bisa berjaya hanya jika suatu kelompok mengakui nilai
dari program itu dan berkeinginan untuk menerapkannya dengan mendukung
kepemimpinan yang diakuinya. Program revolusioner al-Mahdi tergolong
pada jenis ini. Program al-Mahdi berwatak universal secara mendalam.
Program itu bertujuan agar manusia, yang dikemudikan pada bentuk
materialisme yang ekstrem dan berlawanan dengan perintah-perintah
samawi, merespon sistem yang diperintahkan Ilahi yang bersandar pada
tujuan-tujuan moral dan spiritual.
Ia bermaksud memecahkan
masalah-masalah yang menghadang manusia dengan menguraikan ikatan-ikatan
dengan sedemikian cara untuk menghilangkan berbagai akar konflik di
masyarakat. Ia ingin mempersatukan manusia di bawah panji tauhid,
ketundukan universal, dan penghambaan kepada Tuhan. Program seperti itu,
jika diterapkan, akan mengakhiri tirani dan kelaliman serta menebarkan
perdamaian melalui keadilan ke seluruh dunia.
Untuk mencapai
tujuan universal ini, tidaklah cukup bersandar pada kepemimpinan
keturunan Ali, yang tersebar luas di Hijaz, dan mengharapkan bahwa
sentimen kelompok tersebut akan membantu al-Mahdi mencapai tujuan
universalnya. Dalam hal ini, sudah barang tentu, penduduk di seluruh
dunia perlu mempersiapkan diri mereka guna menjawab seruan al-Mahdi.
Selain dukungan Ilahi terhadap program ini, kemenangan Imam Mahdi
tergantung pada kelompok masyarakat yang besar dan serius, yang?dengan
menyadari kebaikan-kebaikan sistem yang diatur Tuhan?secara serius ingin
menyaksikan sebuah tatanan diwujudkan. Bahkan, mereka sanggup
mengorbankan nyawa mereka demi tujuan tersebut.
Pada
gilirannya, jika orang-orang menyaksikan seorang pemimpin maksum dan tak
diragukan yang punya akses kepada rencana Ilahi untuk manusia dan
memiliki dukungan Ilahi atas programnya, mereka tidak ragu-ragu
membantunya dalam menegakkan tatanan kemasyarakatan yang ideal. Kendati
ini menuntut pengorbanan nyawa dan kehidupan mereka.
Keberadaan al-Mahdi adalah Niscaya
Ada berbagai hadis tentang al-Mahdi yang diriwayatkan dari
sumber-sumber Sunni dan Syi`i. Penjelasan dari semua kandungan hadis ini
membuktikan bahwa tema kemunculan al-Mahdi dan al-Qâ` im di masa depan
merupakan ajaran kokoh selama masa hidup Nabi saw. Masyarakat
mengharapkan adanya seseorang yang akan mentahbiskan dirinya untuk
menegakkan kebenaran dan menyebarkan penyembahan kepada Allah semata.
Bahkan mereka berharap orang itu mengemban tanggung jawab menyucikan
dunia dan melembagakan keadilan.
Kepercayaan itu begitu luas
tersebar di kalangan masyarakat yang telah membenarkannya secara prinsip
yang mereka berperan serta dengan membahasnya secara terperinci.
Kadang-kadang mereka bertanya: "Dari keluarga manakah al-Mahdi akan
muncul?" Kala lain, mereka ingin tahu nama dan julukannya. Masih di saat
lain mereka ingin tahu tentang revolusinya dan menanyakan tentang
tanda-tanda kemunculannya.
Mereka pun ingin mengetahui apakah
al-Mahdi dan al-Qâ` im adalah orangnya itu-itu juga. Mereka diceritakan
perihal kegaiban Imam Mahdi dan ingin memahami alasan-alasannya dan
tanggung jawab para pengikutnya selama ia gaib. Nabi saw pun, dari waktu
ke waktu, selalu memberitahu manusia tentang eksistensi al-Mahdi.
Beliau bersabda kepada mereka: "Al-Mahdi berasal dari keturunanku. Ia
dari keturunan Fathimah, dari keturunan Husain." Pada waktu lain, beliau
menyebut nama dan gelarnya dan menginformasikan ihwal tanda-tanda
kemunculan kembali dan masalah-masalah terkait lainnya.
Pembahasan Di Kalangan Para Sahabat dan Generasi Berikutnya
Setelah mangkatnya Nabi saw kisah kemunculan Imam Mahdi acap kali
terdengar di kalangan para sahabat Nabi terkemuka dan generasi
berikutnya. Persoalan tersebut termasuk kebenaran-kebenaran agama dan
dianggap sebagai salah satu peristiwa masa depan yang pasti. Berikut ini
beberapa contoh:
Abu Hurairah berkata: "Orang-orang akan
menyerahkan bai`at kepada al-Mahdi di antara rukn dan maqâm."40 Ibn
Abbas diriwayatkan telah berkata kepada Mu`awiyah bahwa seorang dari
keturunan Nabi saw akan berkuasa selama empat puluh tahun di akhir
zaman. Pada kesempatan lain, seorang lelaki meminta kepada Ibn Abbas
untuk memberitahunya tentang al-Mahdi. Ia berkata: "Aku harap menjelang
masa depan seorang lelaki muda dari keluarga kami (Bani Hasyim) akan
muncul untuk mengakhiri pertikaian dan hasutan sosial."41 Ibn Abbas juga
menyatakan keturunan Nabi saw berasal dari anak-anak Fathimah.
Menurut sahabat Nabi terkenal lainnya, Ammar bin Yasir: "Ketika al-Nafs
al-Zakiyyah terbunuh, seorang penyeru dari langit akan berkata:
'Pemimpin kalian si anu'. Setelah itu, al-Mahdi akan bangkit dan
memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan."42
Abdullah bin
Umar menyebut nama al-Mahdi di hadapan seorang Arab yang berkata: Mahdi
adalah Mu`awiyah bin Abu Sufyan. Abdullah menukas: "Itu tidak benar.
Mahdi adalah orang yang dimakmumi Nabi Isa as ketika shalat."43
Umar bin Qais bertanya kepada Mujahid apakah dia mengetahui sesuatu
tentang al-Mahdi, karena ia tidak percaya akan perkataan kaum Syi`ah
tentang al-Mahdi. Mujahid menjawab: "Ya, benar. Salah seorang sahabat
Nabi saw mengatakan kepadaku bahwa al- Mahdi tidak akan muncul sampai
saat al-Nafs al-Zakiyyah terbunuh. Pada saat itu, ia akan memegang
komando dan akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan."44
Putri Nufail Umairah meriwayatkan bahwa ia mendengar putri Hasan bin
Ali berkata: "Perkara yang kalian tunggu tidak akan terjadi hingga di
antara kalian berusaha untuk memisahkan diri mereka dari yang lain dan
saling melaknat."45 Penulis Al-Maqâtil ath-Thâlibiyîn Abu al-Faraj
al-Isfahani menulis bahwa Fathimah, putri Husain bin Ali, biasa membantu
dalam persalinan sebagai relawan bagi wanita Bani Hasyim. Putranya
selalu menghalangi seraya berkata: "Kami khawatir Anda akan dianggap
sebagai bidan profesional." Sebagai jawabannya, ia menjawab: "Aku tengah
menanti seseorang. Segera ia lahir, aku akan berhenti membantu
persalinan."46
Qatadah bertanya kepada Ibn Musayyib: "Benarkah
keberadaan al-Mahdi itu?" Ia menjawab: "Ya. Ia anggota suku Quraisy dari
keturunan Fathimah." Hadis sejenis dilaporkan dari ulama kesohor
az-Zuhri, yang meriwayatkan bahwa al-Mahdi berasal dari keturunan
Fathimah. Abu al-Faraj melaporkan suatu kejadian saat Walid bin Muhammad
bersama az-Zuhri dan sebuah teriakan terdengar. Az-Zuhri meminta Walid
untuk mencari sumber kejadian.
Setelah ditemukan sumbernya
Walid melaporkan: "Zaid bin Ali terbunuh dan kepalanya terpenggal."
Az-Zuhri kaget dan berkata: "Mengapa keluarga ini terburu-buru?
Terburu-buru telah menghancurkan jumlah mereka." Walid bertanya:
"Akankah mereka meraih kekuasaan?" Ia menjawab: "Ya, karena Husain bin
Ali meriwayatkan kepadaku berdasarkan otoritas ayahnya yang mendengar
hal ini dari Fathimah, putri Nabi saw, yang mendengar Nabi berkata
kepadanya:
'Al-Mahdi adalah keturunanmu.'" Di tempat lain, Abu
al-Faraj melaporkan sebuah hadis dari Muslim bin Qutaibah yang berkata:
"Suatu hari aku mengunjungi Manshur, khalifah Abbasiyyah. Ia berkata:
'Muhammad bin Abdullah telah memberontak dan mengumumkan bahwa ia adalah
al-Mahdi. Demi Allah, ia bukanlah al-Mahdi. Mari kukatakan kepada Anda
sesuatu. Aku belum mengatakan atau aku tidak akan mengatakan hal ini
kepada siapapun selain Anda. Putraku Mahdi bukanlah orang yang
disebutkan dalam hadis. Saya menamainya Mahdi sebagai tanda kebaikan."47
Sumber lain yang menyebutkan hadis-hadis ini sebagai berikut:
Ibn Sirrin biasa berkata bahwa Mahdi yang dijanjikan berasal dari umat
ini. Dialah yang memimpin Nabi Isa dalam shalat.48 Di tempat lain, ia
melaporkan sebuah hadis dari Abdullah bin Harits. Ia berkata: "Al-Mahdi
akan bangkit pada usia empat puluh dan akan menyerupai Bani Israel."
Suatu versi dari hadis ini dilaporkan oleh Arthat yang berkata bahwa
al-Mahdi akan bangkit pada usia dua puluh tahun. Hadis lain dalam bagian
yang sama menerangkan alasan dinamakan al-Mahdi. Ka`ab berkata: "Dia
dinamai al-Mahdi karena ia akan dibimbing ke persoalan-persoalan gaib."
Abdullah bin Syuraik meriwayatkan bahwa ajaran Nabi saw sama dengan
al-Mahdi.49
Ibn Sirrin mencatat beberapa hadis lain yang
membicarakan tugas al-Mahdi. Salah satunya dilaporkan dari Hakam bin
Uyainah yang mengatakan bahwa perawi bertanya kepada Muhammad bin Ali
al-Baqir:
Kami telah mendengar salah seorang di antara
Ahlulbait Anda akan muncul dan menegakkan keadilan dan persamaan. Apakah
ini benar? Beliau menjawab:
"Kami juga tengah menantikan kemunculannya dan senantiasa berharap ."
Dalam hadis lain, Salmah bin Zafar meriwayatkan:
Suatu hari orang-orang membicarakan tentang kemunculan al-Mahdi di
depan Hudzaifah. Hudzaifah berkata: "Apabila Mahdi telah muncul ketika
kalian hidup dekat dengan zaman Nabi saw, dan ketika para sahabat beliau
hidup di tengah-tengah kalian, maka kalian sungguh-sungguh beruntung.
Akan tetapi, ini tidak demikian. Al-Mahdi tidak akan muncul hingga
manusia diliputi oleh penindasan dan tirani, dan tak seorang yang lebih
dicintai dan dibutuhkan ketimbang dia."50
Masyarakat begitu
mengetahui ciri-ciri al-Mahdi sehingga Jarir, penyair Arab, membacakan
bait-bait syairnya di depan khalifah Umayyah Umar bin Abdul Aziz yang
isinya membandingkan antara sang khalifah dan al-Mahdi masa depan :
Kehadiranmu adalah rahmat. Perangaimu adalah perangai Mahdi. Engkau
memerangi nafsumu yang rendah, dan engkau menghabiskan malam dengan
membaca al-Quran.51
Muhammad bin Ja'far melaporkan bahwa suatu
kali ia menceritakan kesengsaraannya kepada Malik bin Anas. Ia berkata:
"Tunggulah sampai signifikansi dari ayat al-Quran: 'Dan Kami hendak
memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi ( Mesir)
itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka
orang-orang yang mewarisi (bumi) (QS al-Qashash [28]: 5)' menjadi
terwujud."52
Manusia Menantikan Kemunculan al-Mahdi
Dari semua rujukan kepada al-Mahdi dan kemunculannya dalam berbagai
sumber, jelaslah bahwa semua manusia tengah menantikan kemunculan
al-Mahdi sejak hari-hari pertama Islam dan sesungguhnya menghitung
hari-hari tersebut hingga terjadinya peristiwa itu. Mereka mengakui
lembaga pemerintahan yang absah melalui kemunculannya adalah pasti.
Harapan ini beroleh kekuatannya selama masa-masa kekacauan politik dan
kondisi-kondisi sosial yang buruk. Orang-orang berharap kemunculan itu
akan terjadi dengan segera. Dalam berbagai kejadian, mereka tunduk pada
pengklaim palsu atau mengakui beberapa orang sebagai Mahdi sejati yang
dijanjikan. Mereka itu adalah:
(1) Muhammad bin Hanafiyyah
Karena ia memiliki nama dan julukan yang sama dengan Nabi, sekelompok
orang percaya bahwa dirinya adalah Mahdi. Menurut ath-Thabari, ketika
Mukhtar bin Abu Ubaid ats-Tsaqafi hendak memberontak melawan Bani
Ummayah dan menuntut balas kepada mereka yang telah membunuh cucu Nabi,
Husain bin Ali, ia menyandarkan Mahdiisme kepada Muhammad bin
Hanafiyyah. Dan ia mengklaim sebagai wakil dan dutanya serta
memperlihatkan surat-surat yang telah ia bawa bersamanya kepada
orang-orang.53
Ibn Sa'd menceritakan kepada kami bahwa apabila
orang-orang ingin menyalami Ibn Hanafiyyah, mereka biasanya akan berkata
kepadanya: "Salam atas Anda, wahai Mahdi!" Dan ia menjawab: "Ya, aku
memang Mahdi, dan aku akan membimbingmu ke jalan yang lurus dan
sejahtera. Namaku sama dengan nama Nabi, dan julukanku sama dengan
julukannya. Setiap kali Anda ingin menyapaku, katakanlah: 'Salam atas
kalian, wahai Muhammad; salam atasmu wahai Abu al-Qasim!"54
Riwayat ini dan riwayat yang sejenis lainnya menunjukkan bahwa salah
satu tanda dari kemunculan Mahdi yang dijanjikan adalah perpaduan nama
Nabi dan julukannya bagi seseorang. Ini merupakan alasan Ibn Hanafiyyah
membuat rujukan kepada fakta ini bagi dirinya sendiri. Akan tetapi,
penelitian yang cermat atas sumber-sumber historis menyingkapkan bahwa
bukan Ibn Hanafiyyah yang melakukan klaim seperti itu untuk dirinya.
Adalah pihak lain, seperti Mukhtar, yang mengenalkannya demikian.
Di pihaknya sendiri, terkadang Ibn Hanafiyyah menjaga rahasia tentang
masalah itu, yakni pembenaran pengakuan klaim Mahdi kepadanya. Kebijakan
ini mungkin disusul dengan ha44rapan bahwa para pembunuh dalam
peristiwa Karbala akan dihukum dan kepemimpinan Islam akan kembali
kepada pemangkunya yang sah. Hal ini didukung riwayat lain yang di
dalamnya Ibn Hanafiyyah mengatakan kepada orang-orang: "Ketahuilah,
orang yang berhak memiliki pemerintahan, yang akan tegak ketika Allah
menghendakinya. Siapapun yang menyaksikannya akan beruntung dan siapapun
yang mati sebelumnya akan menikmati rahmat Allah di akhirat."55
Muhammad bin Hanafiyyah, dalam sebuah khutbah yang ia sampaikan di
hadapan 7000 orang, berkata: "Kalian telah terburu-buru dalam masalah
ini. Bagaimanapun, di tengah-tengah keturunan kalian terdapat
orang-orang yang, dengan pertolongan keluarga Nabi, akan memerangi
musuh-musuh Allah. Pemerintahan keluarga Nabi tidak tersembunyi dari
siapapun. Akan tetapi, perwujudannya akan memakan waktu. Saya menyatakan
sungguh-sungguh dengan nama Yang Mahaesa yang jiwa Muhammad di
tangan-Nya, pemerintahan akan kembali kepada keluarga Nabi."56
(2) Muhammad bin Abdullah bin Hasan :
Nama ini merupakan keturunan lain Nabi, yang orang ramai menganggapnya
sebagai al-Mahdi. Menurut Abu al-Faraj, ketika Muhammad bin Abdullah
lahir, keluarga Nabi saw bahagia dan menukil perkataan Nabi saw: "Nama
al-Mahdi adalah Muhammad." Dengan sendirinya, mereka berharap bahwa
Muhammad adalah Mahdi yang dijanjikan itu. Mereka amat menghormatinya.
Di dalam pertemuan-pertemuan, ia selalu disebut-sebut dan kaum Syi`ah
biasa saling memberi kabar gembira perihal kemunculannya di masa depan.
Di tempat lain, Abu al-Faraj melaporkan sebuah riwayat yang menyebutkan
bahwa ketika Muhammad bin Abdullah lahir, ia dinamai al-Mahdi dengan
harapan bahwa ia adalah Mahdi yang dijanjikan dalam sumber-sumber
sebelumnya. Akan tetapi, para pemimpin kaum Thalibiyyah lazim
menyebutnya an-Nafs az-Zakiyyah (Jiwa yang Suci) dan, senapas dengan
perintah Ilahi, ia terbunuh di Ihjar Zait. Salah seorang budak Abu
Ja'far al-Manshur meriwayatkan bahwa ia disuruh oleh al-Manshur untuk
pergi dan duduk dekat mimbar serta mendengar kuliah-kuliahnya. Suatu
saat ia mendengarnya berkata: "Jangan meragukan bahwa akulah Mahdi, dan
realitasnya juga begitu." Budak tadi melaporkan peristiwa itu kepada
khalifah yang lalu berkata: "Demi Allah, Muhammad berkata dusta. Yang
benar, Mahdi yang dijanjikan itu adalah putraku."57
Salmah bin
Aslam menggubah bait-bait tentang Muhammad bin Abdullah yang di dalamnya
ia mengatakan: "Bahwasanya yang dilaporkan dalam hadis-hadis akan
terwujud tatkala Muhammad bin Abdullah muncul di tengah-tengah orang dan
mengemban tanggung jawab itu di tangannya. Muhammad memiliki sebuah
cincin istimewa, yang Allah tidak memberikannya kepada siapapun
selainnya. Ada tanda-tanda kesalehan dan kebaikan dalam dirinya. Kita
harap Muhammad adalah Imam yang melaluinya rahmat eksistensi al-Quran
akan memunculkan kehidupan lagi. Bahkan, melalui eksistensinya Islam
bangkit dan diperbarui, dan anak-anak yatim yang miskin serta
keluarga-keluarga fakir akan hidup kembali dalam kemakmuran. Ia akan
memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi
dengan kerusakan. Dan harapan-harapan dan aspirasi-aspirasi kita akan
terpenuhi."58
Fuqaha Madinah dan Hadis-hadis Mahdi
Ketika Muhammad bin Abdullah memberontak, salah seorang fukaha Madinah
dengan nama Muhammad bin Ajlan juga bangkit bersamanya. Setelah ia
terbunuh, Ja'far bin Sulaiman, Gubernur Madinah, memanggil Muhammad bin
Ajlan dan bertanya kepadanya: "Mengapa Anda bangkit bersama pembohong
itu?" Kemudian ia meminta tangannya untuk dipotong. Fukaha lain yang
hadir di pengadilan itu pada saat itu menengahi atas namanya, menekankan
bahwa Muhammad bin Ajlan adalah seorang faqih Madinah yang takwa dan
telah mengakui secara keliru Muhammad bin Abdullah sebagai Mahdi yang
dijanjikan dalam hadis-hadis.59
Faqih tersohor lainnya dan
ulama hadis terkemuka, Abdullah bin Ja'far juga berjuang bersama
Muhammad bin Abdullah. Ketika yang belakangan terbunuh, ia kabur dari
Madinah dan tetap dalam persembunyian sampai ia diberi amnesti. Suatu
hari gubernur Madinah melewatinya dan menanyakan kepadanya alasan
mengapa ia berjuang dengan Muhammad bin Abdullah, meskipun pelajarannya
terkait di bidang fiqih dan hadis-hadis. Ia menjawab: "Alasanku
mendukung dan bekerja sama dengannya adalah bahwa saya percaya dialah
Mahdi yang dijanjikan itu, yang tentangnya kita telah diberi informasi
dalam hadis-hadis. Aku tidak ragu Mahdiisme Muhammad sampai aku
melihatnya terbunuh. Pada saat itu, aku tahu ia bukanlah Mahdi. Aku
tidak akan jatuh kepada tipuan siapapun sejak sekarang."60
Dari
laporan-laporan semisal itu, terbukti bahwa topik Mahdiisme tersebar
luas sejak hari-hari pertama Islam, dekat dengan masa Nabi saw. Ia
diakui sebagai kebenaran agama yang mutlak dan orang-orang tengah
menantikan al-Mahdi. Oleh karenanya, orang-orang awam?yang mengetahui
sedikit tentang tanda-tanda kemunculan al-Mahdi dan yang
tertindas?percaya bahwa Muhammad bin Hanafiyyah dan Muhammad bin
Abdullah dan para penuntut lainnya adalah Mahdi yang dijanjikan. Akan
tetapi, para ulama dan mereka yang mengetahui betul tentang Ahlulbait,
termasuk ayah Muhammad sendiri, mengenal bahwa ia bukanlah Mahdi yang
dijanjikan.
Seorang lelaki mengunjungi Abdullah bin Hasan dan
bertanya kepadanya kapan putranya, Muhammad, akan bangkit. Ia menjawab:
"Sepanjang aku belum terbunuh, ia tidak akan bangkit." Orang itu
mengeluh dan berkata: "Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji' ûn. Jika
Muhammad terbunuh, umat akan runtuh." Abdullah berkata kepadanya: "Itu
bukan masalah." Orang itu meneruskan dan bertanya kapan Ibrahim akan
bangkit. Ia menjawab: "Sepanjang aku tidak terbunuh, ia tidak akan
bangkit.
Dia juga akan terbunuh." Sekali lagi orang itu
mengucapkan ayat yang sama dan menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya
telah mengambil jalan kehancuran. Abdullah menjawab: "Tidak demikian.
Sesungguhnya pemimpin mereka, Mahdi yang dijanjikan, berusia dua puluh
lima tahun. Dan pada saat ia muncul, ia akan membunuh semua musuh."
Ketika Marwan diberitahu bahwa Muhammad bin Abdullah telah bangkit, ia
berkata: "Baik dia ataupun orang lain tidak punya garis keturunan
(genealogi) dengan ayahnya dari al-Mahdi yang dijanjikan.
Sebaliknya , ia putra dari seorang budak wanita. Setiap kali Imam Ja'far
ash-Shadiq as melihat Muhammad bin Abdullah, ia menangis dan berkata:
"Semoga nyawaku menjadi tebusannya. Orang-orang mengira bahwa ia adalah
Mahdi yang dijanjikan. Sebaliknya, ia akan terbunuh. Sesungguhnya,
namanya tidak disebutkan di antara para khalifah umat ini dalam kitab
Ali."61
Sekelompok orang duduk mengitari Muhammad bin Abdullah
ketika Imam ash-Shadiq as memasuki tempat itu. Semua orang berdiri
dengan takzim. Beliau menanyakan masalah yang dibicarakan. Mereka
menjawab bahwa mereka telah memutuskan untuk mem-bai`at Muhammad yang
adalah al-Mahdi. Imam as berkata: "Aku sarankan kepada kalian untuk
tidak berbuat demikian, lantaran waktu untuk kemunculan al-Mahdi belum
tiba. Bahkan, Muhammad ini bukanlah al-Mahdi."62
Syair Di'bil dan al-Mahdi
Ketika
Di'bil bin Ali al-Khuza`i menyuguhkan bait-bait terkenalnya di hadapan
Imam ar-Ridha as, ia mengakhiri syairnya dengan bait-bait berikut:
Tak syak lagi seorang Imam akan muncul?seorang Imam akan memerintah
Atas nama Allah dan rahmat [samawi]
Bait-bait ini memastikan kemunculan seorang imam yang akan memerintah
atas nama Allah dan dengan rahmat Ilahi sebagaimana dilantunkan Di'bil.
Mendengar ini, Imam ar-Ridha menangis dan berkata: "Malaikat rahmat
telah meletakkan kata-kata pada lisan Anda. Apakah Anda tahu Imam ini?"
Di'bil berkata: "Tidak.
Namun saya telah mendengar bahwa
seorang imam di antara Anda [Ahlulbait] akan bangkit dan akan memenuhi
bumi dengan keadilan dan persamaan." Imam ar-Ridha as berkata:
"Sepeninggalku, putraku Muhammad akan menjadi Imam; setelahnya putranya
Ali, menjadi Imam, dan setelah Ali, putranya, Hasan, akan menjadi Imam.
Setelah al-Hasan, putranya akan menjadi Hujjah Allah dan al-Qâ` im, yang
akan dinanti ketika ia dalam kegaiban. Dan ketika ia muncul ia akan
ditaati. Dialah salah seorang yang akan memenuhi bumi ini dengan
keadilan dan persamaan. Namun saat kemunculannya tidak dipastikan. Akan
tetapi, telah diriwayatkan oleh datuk-datukku bahwa ia akan muncul
secara tiba-tiba dan dalam waktu yang singkat."63
Ada sebilangan riwayat semacam itu dalam sumber-sumber sejarah yang, jika Anda mau, Anda bisa menelitinya.
***
MALAM kian larut dan pertemuan pun ditunda. Diputuskan bahwa kelompok
diskusi ini akan bertemu lagi pada Jum`at sore berikutnya.
CATATAN KAKI
1. Hadis itu dilaporkan dalam sebagian besar sumber-sumber Sunni. Akan
tetapi, di sini kami mengutip al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 51,
hal.75, yang sebenarnya telah mengumpulkan riwayat-riwayat ini dari
berbagai sumber dalam satu tempat, sehingga menjadikannya tepat untuk
dirujuk. Lihat juga, Itsbât al-Hudât, jilid 1, hal.9.
2. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.74.
3. Ibid., hal.65; Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.382.
4. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.73.
5. Ibid., jilid 51, hal.66.
6. Ibid., jilid 51, hal.84; Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.191; Majma'
az-Zawa`id oleh Ali bin Abi Bakar Haitsami (edisi Kairo), jilid 7,
hal.317.
7. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.74; Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.9.
8. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.75.
9. Ibid.,hal.73.
10. Itsbât al-Hudât, jilid 2, hal.531.
11. Ibid., 533.
12. Ibid., 526.
13. Hasan, Sa'd Muhammad, Al-Mahdiyyah fi al-Islâm (Kairo, 1373), hal.69; Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah (edisi Kairo), hal.311 .
14. Shâhih, jilid 9, hal.74; lihat juga: Syaikh Sulaiman, Yanabi
al-Mawaddah (edisi 1308 H), jilid 2, hal.180; Muhammad bin Yusuf
asy-Syafi`i, Al-Bayân fi Akhbâr Shahib az-Zaman (edisi Najaf), hal.57;
dan sumber-sumber Sunni lainnya.
15. Abu Dawud, Shâhih, jilid
5/207; lihat juga semua sumber yang dikutipkan dalam catatan #2. Juga
lihat, asy-Syablanji, Nûr al-Abshâr, hal.156; Ibn Hajar, ash-Shawa`iq
al-Muhriqqah, hal.161; Ibn Shabbagh, Fushûl al-Muhimmah, hal.275; ash-
Shaban, As' âf al-Râghibîn.
16. Abu Dawud, Shâhih, jilid 2,
hal.207; Ibn Majjah, Shâhih, jilid 2, hal.519; dan sumber-sumber lain
yang disebutkan dalam catatan # 3.
17. Abu Dawud, Shâhih, jilid 2, hal.208; Fushûl al-Muhimmah, hal.275; dan sejumlah sumber Sunni lainnya.
18. Ibn Majjah, Shâhih, jilid 2, hal.519. Juga, Ibn Hajar, ash-Shawa`iq al-Muhriqqah, hal.161.
19. Ahmad bin Hanbal, Musnad, jilid 3, hal.27.
20. Ibn Hajar, Ash-Shawa`iq al-Muhriqqah, hal.161; Yanabi al-Mawaddah, jilid 2, hal.177.
21. Al-Mahdiyyah fi al-Islâm, hal.69.
22. Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah, hal.311.
23. Ibn Hajar al-Asqalani, Nuzhat an-Nazhar, hal.12.
24. Futûhât al-Islâmiyyah, edisi Makkah, jilid 2, hal.250.
25. Ibn Hajar al-Asqalani, Lisân al-Mizân, jilid 1, hal.25.
26. Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah, hal.313.
27. Ibid., hal.319.
28. Abu Rayyah, Kitab al-Adwa', hal.316 .
29. Ibid., hal.319.
30. Ibid., hal.321.
31. Ibid., hal.317.
32. Ibid., hal.319.
33. Shâhih Muslim, jilid 1, hal.101.
34. Lisân al-Mizân, jilid 1, hal.16.
35. Shâhih Muslim, jilid 1, hal.24.
36. Lihat pengantar untuk Sunan Abi Dawud oleh Sa`ati.
37. Shâhih Muslim, Bab Nuzul `Isa, jilid 2; Shâhih Bukhari, Kitab Bad Al-Khalq wa Nuzul `Isa, jilid 4.
38. Muqaddimah, hal.322.
39. Ibid., hal.327.
40. Ibn Thawus, Kitab al-Malahim wa al-Fitan, hal. 64. Rukn dan maqam adalah dua tempat suci di Masjid Suci Makkah .
41. Ibid., hal. 84.
42. Ibid., hal.179.
43. Ibid.
44. Ibid., hal.171.
45. Al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.211.
46. Maqatil ath-Thalibiyyin, hal.160.
47. Ibid., hal 167.
48. Kitab Al-Hawi li al-Fatawa, jilid 2, hal.135 .
49. Ibid., hal.147-150.
50. Ibid., hal.159.
51. Ibn Qutaibah, Al-Imamah wa as-Siyasah, jilid 2, hal.317.
52. Maqatil ath-Thalibiyyin, hal.359.
53. Tarikh, jilid 4, hal.449-494; Ibn Atsir, Kamil at-Tawarikh, jilid 1, hal.339, 358.
54. Thabaqat al-Kubra, jilid 5, hal.66.
55. Ibid., jilid 7, hal.71.
56. Ibid., jilid 5, hal.80.
57. Ibid., hal.165 dan 157.
58. Ibid., hal.163.
59. Ibid., hal.193.
60. Ibid., hal.195.
61. Ibid., hal.143.
62. Ibid., hal.141.
63. Yanabi al-Mawaddah, jilid 2, hal.197 .
6
IMAM MAHDI
BAB 2
Mahdi-mahdi Palsu
PADA
sore yang telah ditentukan, kelompok diskusi di kediaman Dr. Fahmi.
Setelah ramah-tamah sejenak, diskusi pun dimulai. Tuan Hosyyar mulai
berbicara.
Tn. Hosyyar: Ada masalah
penting lainnya yang dinilai sebagai bukti-bukti yang lebih mendalam dan
terkait dengan topik asal-asal usul Mahdiisme. Semuanya ini merupakan
laporan-laporan individu yang mengklaim sebagai Mahdi di masa lalu, yang
namanya tercatat dalam sumber-sumber sejarah. Laporan-laporan
mengatakan subjek itu tidak hanya tersebar luas, namun juga begitu
autentik dalam hari-hari pertama Islam. Untuk menguraikan tujuan saya
ini bagi semua yang berkumpul di sini, saya akan menyebutkan sebagian
Mahdi-mahdi palsu ini.
Muhammad bin Hanafiyyah dianggap
sebagai al-Mahdi oleh sebagian kaum Muslim. Ia diyakini masih hidup dan
menghuni eksistensi gaib di Gunung Radhwah.
Dia akan bangkit
lagi di masa depan dan akan memenuhi bumi dengan keadilan dan
persamaan.1 Suatu kelompok yang disebut al-Jarudiyyah di antara kaum
Zaidiyyah percaya bahwa Muhammad bin Abdullah bin Hasan adalah Mahdi,
dan ia dalam persembunyiannya. Mereka menantikan kemunculannya.2
An-Nawusiyyah percaya bahwa Imam Ja'far ash-Shadiq adalah Mahdi, dan
bahwa ia masih hidup dan dalam kegaiban. Al-Waqifiyyah percaya bahwa
Imam Musa bin Ja'far belum mati dan ada dalam kegaiban. Ia akan muncul
di masa depan dan akan mengisi bumi dengan keadilan dan persamaan.3
Sekelompok kaum Isma`iliyah percaya bahwa Isma`il belum mati. Alih-alih
demikian, ia telah dinyatakan ber-taqiyyah. Al-Baqiriyyah menganggap
Imam Muhammad al-Baqir masih hidup dan percaya bahwa dialah Mahdi yang
dijanjikan. Al-Muhammadiyyah percaya bahwa menyusul mangkatnya Imam Ali
an-Naqi, putranya Muhammad sebagai Mahdi.
Mereka percaya hal
ini meskipun sebenarnya ia wafat ketika ayahnya masih hidup. Bahkan,
mereka percaya bahwa ia masih hidup dan dialah Mahdi yang dijanjikan
itu. Al-Jawaziyyah percaya bahwa Imam keduabelas al-Hujjat bin al-Hasan
berputra dan dialah Mahdi yang dijanjikan.4 Al-Hasyimiyyah yakin bahwa
Abdullah bin Harb al-Kindi adalah Imam. Hidup namun dalam kegaiban,
mereka percaya bahwa ia akan muncul di suatu hari. Al-Mubarakiyyah, di
antara kelompok Isma`iliyyah, menganggap Muhammad bin Isma`il sebagai
seorang Imam yang hidup dalam kegaiban.5
Faksi al-Yazidiyyah
percaya bahwa Yazid telah naik ke langit, dan akan kembali di masa depan
untuk mengisi bumi dengan keadilan dan persamaan. Al-Isma`iliyyah
berkata bahwa al-Mahdi yang dicantumkan dalam pelbagai hadis tiada lain
adalah Muhammad bin Abdullah, dikenal sebagai al-Mahdi, yang menjadi
penguasa di Mesir dan Afrika Utara. Guna memperkuat keyakinan mereka,
mereka menukil hadis Nabi saw yang mengatakan bahwa di tahun 300
matahari akan terbit dari barat.6
Sekelompok Imamiyyah percaya
bahwa Imam Hasan al-Askari masih hidup dan dialah al-Qâ` im yang
dimaksud. Dia tinggal di alam gaib dan akan tampil di masa depan dan
akan mengisi bumi dengan keadilan dan persamaan. Kelompok lain di
kalangan mereka percaya bahwa Imam Hasan al-Askari telah mati namun akan
kembali hidup dan tampil karena makna qâ` im adalah "bangkit setelah
mati."7
Al-Qaramithah menganggap bahwa Muhammad bin Isma`il
sebagai Mahdi yang dijanjikan. Mereka yakin, ia masih hidup dan tinggal
di Anatolia. Para pengikut Abu Muslim percaya bahwa Abu Muslim adalah
Imam yang hidup dalam kegaiban. Suatu kelompok percaya bahwa Imam Hasan
al-Askari adalah Mahdi dan ia kembali hidup setelah mati. Ia terus hidup
dalam keadaan ini sampai saatnya tiba ketika ia akan mengisi bumi
dengan keadilan dan persamaan.8
Manipulasi Kepercayaan Masyarakat
Itulah nama-nama dari orang-orang yang mengklaim sebagai Mahdi dalam
sejarah awal Islam. Sejumlah orang bodoh mengakui klaim mereka dan
menganggap mereka sebagai Mahdi yang dijanjikan. Akan tetapi, mayoritas
kelompok ini telah punah dan tidak ada yang tersisa selain sebutan
mereka di buku-buku sejarah. Sejak itu sejumlah individu dari dari klan
Hasyimiyyah atau non-Hasyimiyyah dari berbagai kawasan dan negeri-negeri
di dunia telah muncul mengklaim sebagai Mahdi yang dijanjikan. Secara
historis, klaim-klaim semacam itu telah mengarah kepada pemberontakan
dan revolusi, yang banyak menumpahkan darah dan kehancuran kehidupan
manusia.
Memang mungkin menduga dari peristiwa-peristiwa yang
berkaitan dengan munculnya mesiah-mesiah palsu dari subjek Mahdiisme dan
tampilnya juru selamat Tuhan di tengah-tengah kebenaran-kebenaran agama
yang mapan di kalangan Muslimin, yang dengan cemas menantikan
kemunculan Imam Mahdi. Mereka juga menganggap kemenangannya dan
kekalahan musuh-musuhnya segera terjadi. Harapan-harapan dari
orang-orang seperti itu menjadi sumber utama bagi beberapa individu yang
ambisius dan licik untuk memalsukan iman mereka yang tulus dan
suci?keimanan yang bersumber dari ajaran-ajaran wahyu Islam?serta
mengklaim diri dengan gelar al-Mahdi. Mungkin saja sebagian orang tidak
punya niat jahat dan hanya ingin meminda ketaatan yang keliru di
masyarakat.
Sebenarnya, sebagian dari mereka bahkan tidak
mengklaim sebagai utusan yang dijanjikan. Alih-alih, mereka adalah
orang-orang awam yang, karena kebodohan mereka, tidak sabar akan
kondisi-kondisi yang terjadi, dan ketika kekesalan menyangkut
harapan-harapan mereka perihal tampilnya al-Mahdi, menganggap
mesiah-mesiah palsu sebagai Mahdi yang dijanjikan.
Pemalsuan Hadis-hadis
Sayangnya, kondisi-kondisi ini yang menyebabkan peredaran hadis-hadis
yang menjelaskan dan memuji-muji al-Mahdi serta meramalkan tanda-tanda
kemunculannya. Hadis-hadis tersebut diterima dan diriwayatkan dalam
pelbagai buku secara tidak kritis. Ulama jujur manapun bisa
menyingkapkan hadis-hadis yang diada-adakan ini dengan menginvestigasi
catatan-catatan sejarah perihal kemunculan Mahdi-mahdi palsu ini.
Selanjutnya mereka meneliti sejumlah kompilasi hadis mengenai ciri-ciri
al-Mahdi. Umpamanya, hadis Nabi saw yang berbunyi:
Dunia tidak
akan berakhir sampai Allah mengutus seorang laki-laki dari keluargaku,
yang namanya sama dengan namaku, dan nama ayahnya sama dengan nama
ayahku.
Ia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani.9
Dalam hadis ini, nama ayah Mahdi dikabarkan sama dengan nama ayah Nabi
saw, yakni Abdullah. Hal ini berlawanan dengan banyak hadis yang
menyatakan bahwa nama ayah Mahdi adalah Hasan. Oleh karenanya, memang
mungkin untuk mempercayai bahwa hadis ini diedarkan oleh orang-orang
yang mengakui Muhammad bin Abdullah bin Hasan sebagai Mahdi. Mereka
niscaya menyusupkan kalimat "yang nama ayahnya sama dengan nama ayahku"
ke dalam hadis asli. Hal ini diperkuat oleh pendapat yang dipegang oleh
Muhammad bin Yusuf dalam kitabnya bertajuk al-Bayân. Ia menulis bahwa
Tirmidzi meriwayatkan hadis serupa dalam musnadnya tanpa menyebutkan
kalimat tambahan "yang nama ayahnya…" Abu Dawud juga melaporkan hadis
yang sama tanpa kalimat tambahan.
Dalam hadis lain yang
direkam oleh Abu al-Faraj dalam Maqâtil ath-Thâlibiyyin, Abu Hurairah
dilaporkan telah mendengar Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya, nama
al-Mahdi adalah Muhammad bin Abdullah dan ia mengalami kesulitan
berbicara."10 Hadis ini pun suatu pemalsuan dari mereka yang mendukung
klaim Muhammad bin Abdullah bin Hasan sebagai Mahdi. Dikatakan, ia punya
kesulitan dalam berbicara dan nyaris tidak bisa mengucapkan kata-kata
tertentu. Para pengikutnya menjadikan cacat ini sebagai suatu tanda
Mahdi dan memalsukan sebuah hadis cacat tersebut.
Dinasti
Abbasiyyah juga memalsukan hadis-hadis guna memperteguh klaim mereka
kepada peran termasyhur yang diramalkan ini ihwal al-Mahdi. Menurut
salah satu hadis ini, Ibn Abbas meriwayatkan dari Nabi saw yang berkata
kepada Abbas, pamannya: "Di akhir zaman, al-Mahdi akan muncul di
kalangan kalian yang melaluinya petunjuk kebenaran akan tersebar luas
dan kobaran petunjuk yang salah akan padam. Sesungguhnya, Allah memulai
masalah ini dengan kami dan akan menutupnya melalui keturunan kalian."11
Dalam hadis lain, Ibn Abbas meriwayatkan sabda Nabi saw: "Dari kami,
Ahlulbait, akan muncul al-Saffah, al-Munzhir, al-Manshur, dan al-Mahdi.
Al-Mahdi berasal dari keturunan pamanku al-Abbas."12 Tipis keraguan
bahwa memang hadis-hadis ini dibuat-buat oleh Abbasiyyah.
Sebuah hadis disampaikan dari Ali bin Abi Thalib menyangkut munculnya
panji-panji hitam dari arah Khurasan. "Di antara panji-panji ini adalah
khalifah Allah, al-Mahdi."13 Hal ini sangat tampak dibuat-buat oleh
Abbasiyyah atau oleh para pendukung Abu Muslim Khurasani karena al-Mahdi
tidak muncul dari Khurasan, dan panji-panji hitam merupakan lambang
Abbasiyyah. Ada sebilangan hadis lain yang jelas-jelas dipalsukan oleh
para penuntut Abbasiyyah untuk mengangkat dukungan untuk alasan di atas.
Lazimnya, untuk mengabsahkan klaim-klaim para Mahdi palsu,
hadis-hadis yang bersandar kepada Nabi sendiri dipalsukan dan diedarkan
di kalangan pengikut.
Akibatnya, nyaris tidak ada pemimpin
termasyhur yang untuknya tidak ada hadis yang mengangkat Mahdiismenya.
Masalahnya, kebanyakan sosok-sosok ini telah mangkat. Akan tetapi, para
pengikut mereka menolak untuk mengakui wafatnya mereka. Maka dari itu,
hadis-hadis dipalsukan untuk melancarkan revolusi mereka yang akan
berawal setelah kematian mereka dan mereka hidup kembali ketika Allah
memerintahkan mereka demikian. Al-Fadhl bin Musa meriwayatkan sebuah
hadis yang di dalamnya Imam ash-Shadiq ditanya oleh Abu Sa`id
al-Khurasani: "Mengapa ia (Mahdi) disebut al-Qâ` im?" Imam menjawab:
"Karena ia akan muncul setelah kematiannya. Ia akan muncul demi tugas
penting, seperti diperintahkan oleh Allah Yang Mahamulia."14
Sudah tentu, hadis ini dipalsukan oleh al-Waqifiyyah yang percaya bahwa
Imam Musa al-Kazhim belum mati dan dan akan kembali sebagai Mahdi yang
dijanjikan. Bahkan, boleh jadi hadis itu dibuat oleh mereka yang percaya
bahwa Imam Hasan al-Askari telah mati, namun akan bangkit nanti guna
menegakkan masyarakat yang adil. Sebenarnya, dalam konteks ilmu hadis,
rantai periwayatannya lemah, karena ia memasukkan seseorang yang
keandalannya dipertanyakan.
Dalam hadis sejenis dengan sedikit
perbedaan, Abu Sa` id bertanya kepada Imam ash-Shadiq: "Apakah al-Mahdi
dan al-Qâ` im orangnya sama?" Imam menjawab: "Benar". Abu Sa`id
bertanya lagi: "Mengapa ia disebut al-Mahdi?" Jawab Imam: "Karena ia
akan memandu manusia kepada masalah-masalah gaib." "Mengapa pula ia
disebut al-Qâ` im?" Kata Imam: "Karena ia akan bangkit sesudah ia mati,
yakni, mati dalam ingatan manusia yang ia akan muncul untuk tujuan
besar."15 Itulah bukti bahwa dua hadis tersebut sesungguhnya satu
adanya. Dalam hadis kedua, kematian ditafsirkan sebagai matinya ingatan
manusia terhadap namanya .
Keyakinan bahwa al-Mahdi akan mati
dan kemudian muncul untuk melakukan revolusinya diterima oleh sebagian
orang yang juga bertanggung jawab atas pemalsuan hadis-hadis guna
mendukung keyakinan mereka. Oleh karenanya, Imam ash-Shadiq ditanya:
"Adakah contoh qa`im (bangkit setelah mati) dalam al-Quran?" Beliau
menjawab: "Ya. Sebuah ayat al-Quran membicarakan tentang pemilik
keledai, yang kematiannya disebabkan Allah, dan kemudian Allah
menghidupkannya lagi."16
Dalam hadis yang panjang, Mu`awiyah bin Abu Sufyan melaporkan sabda Nabi saw berikut:
Nabi berkata: "Setelah aku wafat, sebuah pulau dengan nama Andalusia
akan ditaklukkan. Kemudian pasukan kafirin akan menguasai mereka … Pada
saat itu seorang lelaki dari keturunan Fathimah, putri Nabi, akan muncul
dari kawasan terjauh dari daerah Maghrib. Dialah al-Mahdi, al-Qâ` im.
Dialah tanda pertama dari Kiamat."17
Hadis itu mungkin
dipalsukan oleh Isma`iliyyah yang mendirikan sebuah pemerintahan di
kawasan Maghrib. Banyak hadis lain yang diriwayatkan secara tunggal dan
karenanya, informasi mengenai mereka tidak bisa dianggap sebagai yang
terpercaya. Lebih penting lagi, kalau dibandingkan dengan sejumlah hadis
lain tentang Mahdi yang diriwayatkan secara berkali-kali, maka
hadis-hadis ini tidak bermakna sama sekali.
Prediksi Keluarga Nabi dan Sebelas Imam tentang Al-Mahdi
Dr. Fahimi: Apakah kepercayaan keluarga Nabi dan para imam menyangkut al-Mahdi?
Tn. Hosyyar:
Menyusul wafatnya Nabi saw, tema Mahdiisme juga ada dalam pembahasan di
kalangan para sahabat Nabi dan para imam. Keluarga Nabi, sebagai
pewaris ilmu-ilmu Nabi dan persoalan-persoalan pelik mengenai keimanan,
adalah pihak yang paling mengetahui hadis-hadis kenabian. Mereka
membincangkan al-Mahdi dan menjawab persoalan-persoalan yang disematkan
kepada mereka tentang topik tersebut. Mari kita kita nukil beberapa
contoh maklumat mereka dengan memperhatikan unsur kronologinya. Meskipun
ada beberapa hadis yang dikutip satu sama lain dari para imam as dan
dari Sayyidah Fathimah az-Zahra as, kami akan menukil satu dari setiap
orangnya:
(1) Hadis yang Diriwayatkan oleh Imam Ali tentang Kemunculan Imam Mahdi
Hadis berikut diriwayatkan oleh al-Ashbagh yang mendengar Imam Ali bin Abi Thalib berkata:
Al-Mahdi yang dijanjikan akan muncul di akhir zaman dari kalangan kami
[Ahlulbait]. Tidak ada Mahdi dari bangsa lain selain dia yang
dinantikan.18
Ada lebih dari lima puluh hadis yang diriwayatkan
dari Ali bin Abi Thalib sekaitan dengan kemunculan al-Mahdi yang
berasal dari keluarga Nabi saw.19
(2) Hadis yang diriwayatkan oleh Fathimah az-Zahra as.
Fathimah as berkata kepada putranya Husain:
Ketika aku melahirkanmu, Nabi saw datang menengokku. Beliau menaruh
tanganmu ke tangannya seraya berkata kepadaku: "Wahai Fathimah, rawatlah
Husainmu, dan ketahuilah bahwa ia adalah ayah dari sembilan imam. Dari
keturunannya akan lahir para pemimpin yang adil. Dan imam kesembilan
dari mereka adalah al-Qa`im."20
(3) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Hasan bin Ali:
Imam Hasan as berkata:
Setelah Nabi akan tampil dua belas imam. Sembilan di antara para imam
ini berasal dari saudaraku Husain. Al-Mahdi umat ini termasuk salah satu
dari mereka.21
(4) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Husain bin Ali:
Imam Husain bin Ali berkata:
Dari kami akan tampil dua belas imam. Imam pertama adalah Ali bin Abi
Thalib dan yang terakhir adalah keturunanku yang kesembilan, al-Qâ ` im
al-Haq. Berkat wujudnya yang dirahmati, Allah akan menghidupkan kembali
bumi dan memakmurkannya. Allah akan memenangkan agama-Nya di atas semua
agama dan meskipun orang-orang musyrik membencinya. Al-Mahdi akan gaib
dari umat selama beberapa waktu. Selama kegaibannya, sejumlah orang akan
mengabaikan agama, sementara yang lain akan tetap bertahan dan
menderita lantaran keimanan mereka. Kelompok terakhir ini akan ditanya
secara sinis: "Jika kepercayaanmu benar, kapan imam kalian yang
dijanjikan itu akan muncul?" Namun ingatlah bahwa barangsiapa yang setia
di bawah kondisi-kondisi yang tak baik tersebut ketika musuh - musuh
mendustakan dan mengganggu mereka, kedudukan mereka laksana orang-orang
yang berjuang di sisi Nabi dalam membela agama Allah.22
(5) Hadis yang disampaikan oleh Imam Ali bin Husain:
Ali bin Husain berkata:
Kelahiran al-Qâ` im kami akan tersembunyi dari manusia dengan
sedemikian cara sampai-sampai mereka berkata: "Dia tidak lahir sama
sekali!" Alasan kegaibannya adalah bahwa sewaktu ia mengawali
revolusinya, ia tidak memiliki bai`at seorang pun di lehernya.23
(6) Hadis yang disampaikan oleh Imam Muhammad al-Baqir:
Imam Muhammad al-Baqir berkata kepada Aban bin Taghlib :
Aku sungguh-sungguh menyatakan bahwa imâmah merupakan janji Allah yang
telah sampai kepada kami dari Nabi saw. Para imam setelah Nabi berjumlah
12 orang. Sembilan orang di antaranya berasal dari Husain. Di akhir
zaman, al-Mahdi akan tampil dari kami yang akan melindungi agama
Allah.24
(7) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ja'far ash-Shadiq:
Imam ash-Shadiq berkata:
Barangsiapa yang mengakui para imam, namun menolak eksistensi al-Mahdi,
ia ibarat orang yang mengakui para nabi namun menolak kenabian Muhammad
saw.
Seseorang bertanya kepada beliau: "Dari keturunan siapakah al-Mahdi itu?" Imam menjawab:
Keturunan kelima dari Imam Ketujuh [Musa al-Kazhim] adalah al-Mahdi.
Akan tetapi, ia akan gaib. Adalah tidak layak bagimu untuk menyebutnya
demikian.25
(8) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Musa al-Kazhim:
Yunus bin Abdurrahman bertanya kepada Imam Musa bin Ja'far: "Apakah Anda al-Qâ` im al-Haq?". Beliau menjawab:
Benar, akulah al-Qâ` im al-Haq. Namun al-Qâ ` im yang akan membersihkan
bumi dari musuh-musuh Allah dan akan memenuhinya dengan keadilan dan
persamaan adalah keturunan kelimaku. Karena ia khawatir akan hidupnya,
ia akan gaib untuk waktu yang lama. Selama periode kegaibannya,
sekelompok orang akan berpaling dari agama. Namun sebagian lain akan
tetap bertahan dengan keimanan mereka.
Beliau melanjutkan:
Dirahmatilah kaum Syi`ah yang selama periode kegaiban itu tetap setia
kepada kami dan tetap sabar dalam loyalitas mereka kepada kami dan
permusuhan mereka kepada musuh-musuh kami. Sesungguhnya, mereka dari
kami dan kami dari mereka. Mereka diyakinkan dengan imamah kami dan kami
mengakui ketaatan mereka kepada kami. Demi Allah, mereka dirahmati!
Mereka bersama kami di surga.26
(9) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ali bin Musa ar-Ridha:
Rayyah bin Shalt pernah bertanya kepada Imam ar-Ridha: "Apakah Anda shahib al-`amr (Pemilik Perintah)?" Imam as menjawab:
Benar. Akulah shahib al-`amr. Namun, aku bukan shahib al-`amr yang akan
memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan. Bagaimana aku bisa menjadi
shahib al-`amr ketika Anda adalah saksi atas kelemahan dan
ketakberdayaan di mana-mana? Al-Qâ` im yang dijanjikan adalah tua dalam
usia namun muda dalam penampilan ketika ia bangkit. Ia akan berjaya dan
kuat sehingga apabila ia merentangkan tangannya kepada pohon yang paling
besar, pohon itu akan jatuh tumbang. Apabila dia berteriak di
tengah-tengah gunung-gunung, batu-batu karang akan hancur
berkeping-keping. Tongkat Musa dan kunci Sulaiman di tangannya. Ia
adalah keturunanku yang keempat. Allah akan menjaganya dalam kegaiban
selama Dia merasa perlu. Kemudian, Allah akan memunculkannya kembali,
dan melaluinya Allah akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan
sebagaimana bumi dipenuhi dengan tirani dan penindasan sebelumnya.27
(10) Hadis yang disampaikan oleh Imam Muhammad bin Ali al-Jawad
Imam Muhammad Taqi Al-Jawad berkata kepada Abdul Azhim al-Hasani:
Al-Qâ` im kami adalah Mahdi yang dijanjikan yang engkau harus
menantikannya. Dan, ketika ia tampil engkau harus taat. Ia adalah
keturunanku yang ketiga. Aku bersumpah demi Allah yang mengutus Muhammad
sebagai Nabi dan memilih kami sebagai para imam bahwa meskipun di bumi
hanya tersisa satu hari, Allah akan memperpanjang bumi sampai al-Mahdi
muncul dan mengisi bumi dengan keadilan dan persamaan sebagaimana ia
dipenuhi dengan kezaliman dan kejahatan. Allah menjaga urusan-urusan-Nya
dalam satu malam sebagaimana Dia menjaga urusan-urusan Nabi Musa dalam
satu malam. Musa telah pergi untuk mengambil api bagi keluarganya dan
dia kembali dengan diangkat sebagai Nabi Allah sepenuhnya.
Lantas Imam al-Jawad menambahkan: "Menunggu kemunculan Imam Mahdi merupakan sebaik-baik amal bagi Syi`ah kami."28
(11) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ali an-Naqi:
Imam Ali an-Naqi berkata: "Setelahku, putraku Hasan menjadi Imam dan
setelahnya adalah al-Qâ` im yang akan memenuhi bumi dengan keadilan dan
persamaan."29
(12) Hadis yang disampaikan oleh Imam Hasan al-Askari:
Imam Hasan berkata kepada Musa bin Ja'far al-Baghdadi:
Aku melihatmu kebingungan dalam persoalan imam setelahku. Ingatlah
bahwa siapapun yang mengakui para imam sepeninggal Nabi, namun menolak
imâmah putraku ibarat orang yang telah mengakui kenabian semua nabi
kecuali kenabian Muhammad saw. Orang yang menolak yang terakhir ibarat
orang menolak semua nabi sebelumnya. Alasannya, ketaatan kepada imam
terakhir laksana ketaatan kepada imam pertama di antara kami. Oleh
karenanya, siapapun yang menolak yang terakhir dari kami bagaikan orang
yang telah menolak imam pertama. Ketahuilah olehmu bahwa kegaiban
putraku akan begitu lama sehingga orang-orang akan jatuh ke dalam
keragu-raguan kecuali mereka yang menjaga keimanannya kepada Allah."30
Apakah Hadis-hadis tentang Mahdi Autentik?
Ir. Madani:
Anda bisa mengikuti hadis-hadis ini hanya jika hadis-hadis itu bisa
dipercaya dan sahih. Apakah Anda menganggap semua hadis tentang al-Mahdi
bisa dipercaya?
Tn. Hosyyar: Saya tidak
menyatakan bahwa semua hadis itu, tentang tema al-Mahdi sangat bisa
dipercaya dan bahwa para perawinya jujur. Akan tetapi, ada sebagian di
antaranya yang bisa dinilai autentik tak terbantahkan. Hadis-hadis itu,
seperti hadis-hadis lainnya, bisa digolongkan pada autentik (shâhih),
baik (hasan), bisa dipercaya, dan lemah (dha`if). Tidak penting untuk
melakukan investigasi pada setiap hadis lantaran, seperti yang telah
Anda sebutkan, hadis-hadis itu jumlahnya begitu banyak sehingga hanya
orang yang jujur dan tak berprasangka yang bisa merujuk hadis-hadis itu
dengan percaya.
Kepercayaan ini didasarkan pada tema yang
mendasari semua hadis bahwa eksistensi al-Mahdi merupakan topik Islam
termasyhur yang disemaikan oleh Nabi sendiri dan yang informasi
terperincinya disampaikan oleh para imam. Mustahil untuk meyakini dengan
kepercayaan bahwa dalam Islam ada sejumlah kecil tema menyangkut
eksisensi al-Mahdi yang bisa mengumpulkan hadis terkait begitu banyak
sehingga bisa disebut-sebut.
Mari saya jelaskan. Sejak awal
misinya hingga haji wada' (terakhir)-nya, Nabi saw telah menyebutkan
tema al-Mahdi dalam banyak kesempatan. Sepeninggal Nabi, Imam Ali,
Fathimah az-Zahra, dan para anggota keluarga Nabi terkenal lainnya,
melanjutkan hadis-hadis mengenai masa depan menjelang al-Mahdi.
Mereka merupakan pengusung pengetahuan kenabian. Setelah mangkatnya
Nabi pada tahun 632 M, kaum Muslim menghitung saat-saat bagi kemunculan
Imam Mahdi. Ini mengarahkan mereka untuk mengakui para pengklaim palsu
yang muncul dari waktu ke waktu dalam sejarah. Hadis-hadis tersebut
dilaporkan oleh semua mazhab Islam, semisal Sunni, Syi`ah, teolog
Asy`ariyah dan Mu'tazilah, sebagaimana dilaporkan oleh para perawi Arab,
Persia, Makkah, dan Madinah.
Termasuk mereka yang berasal
dari Kufah, Bashrah, Baghdad, dan seterusnya. Dengan hadis-hadis ini,
yang sebenarnya jumlahnya lebih dari ribuan, apakah mungkin bagi orang
yang jujur untuk meragukan persoalan Imam Mahdi dengan mengklaim bahwa
hadis-hadisi ini diada-adakan oleh kaum Syi`ah ektrem dan disandarkan
kepada Nabi saw?
***
MALAM kiat
larut dan tak ada waktu untuk meneruskan diskusi lebih lanjut. Akhirnya,
keputusan dibuat untuk melanjutkan diskusi mendatang di kediaman Dr
Fahimi.
CATATAN KAKI
1. Syahrastani, Al-Milal wa an-Nihal, jilid 1, hal.232; Nawbakhti, Firaq al-Syî` ah, edisi Najaf, hal.27 .
2. Al-Milal, jilid 1, hal.256; Firaq, hal.62.
3. Al-Milal, jilid 1, hal.273, 278; Firaq, hal.67, 80, 82.
4. Muhammad Karim al-Khurasani, Tanbihat al-Jahiliyyah fi Kasyf al-Asrar al-Bathiniyyah, (Najaf, 1351), hal.40-42.
5. Al-Milal, jilid 1, hal.245, 279.
6. Mir Khwand, Tarikh-i Rawdhat ash-Shafa, edisi Teheran, jilid 4, hal.181.
7. Al-Milal, jilid 1, hal.284; Firaq, hal.96, 97 .
8. Firaq, hal.47, 97.
9. Fushûl al-Muhimmah, hal.274.
10. Ibid., hal.164.
11. Dzakhâ` ir al-'Uqbâh, hal.206.
12. Ibid., hal.206; Lihat juga Ash-Shawâ` iq al-Muhriqqah, hal.235.
13. Yanabi' al-Mawaddah, jilid 1, hal.57.
14. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.27.
15. Ibid., hal.34.
16. Ibid., hal.28.
17. Ibid., hal.242.
18. Ibid., hal.147.
19. Jumlah ini diturunkan dari hadis yang dikumpulkan dalam Muntakhab
Al-Athar karya Shafi Gulpaygani menyangkut subjek yang relevan di sini.
Kami akan membatasi hanya kepada sejumlah contoh dari kompilasi itu.
Para pembaca yang tertarik pada hadis-hadis tersebut bisa mengacu kepada
karya penting ini.
20. Itsbât al-Hudât, jilid 2, hal.552. Lebih dari tiga hadis di sini yang dilaporkan dari Fathimah az-Zahra.
21. Ibid., jilid 2, hal.555. Ada empat hadis yang dilaporkan dari Imam Hasan.
22. Ibid., jilid 2, hal.333, 339; al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 51,
hal.133. Ada lebih dari tiga belas hadis yang diriwayatkan dari Imam
Husain.
23. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.135. Juga ada sepuluh hadis yang dilaporkan berdasarkan otoritas Imam Ali bin Husain.
24. Itsbât al-Hudât, jilid 2, hal.559. Ada 66 hadis yang diriwayatkan berdasarkan otoritas Imam al-Baqir.
25. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.143; Itsbât al-Hudât, jilid 2,
hal.404. Ada 123 hadis yang diriwayatkan berdasarkan otoritas Imam
ash-Shadiq.
26. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.151; Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.417.
27. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.322; Itsbât al-Hudât, jilid 6,
hal.420. Ada 18 hadis yang dilaporkan berdasarkan otoritas Imam Ali
ar-Ridha.
28. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.156; Itsbât
al-Hudât, jilid 6, hal.419. Ada lima hadis lain yang dilaporkan
berdasarkan otoritas Imam Muhammad at-Taqi.
29. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.275. Ada lima hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ali an-Naqi.
30. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.160; Itsbât al-Hudât, jilid 6,
hal.427. Juga, ada sekitar dua puluh satu hadis yang dilaporkan
berdasarkan otoritas Imam Hasan al-Askari.[]
7
IMAM MAHDI
BAB 3
Mahdiisme, Bangsa Yahudi, dan Bangsa Iran
SEDIKIT
demi sedikit orang-orang mulai berkumpul di rumah Dr.Fahimi. Setelah
sambutan dan ramah tamah, diskusi dimulai pada pukul delapan tepat. Kali
ini, Ir. Madani yang membuka diskusi.
Ir. Madani:
Saya ingat pernah membaca sebuah buku beberapa waktu lalu. Di dalamnya
penulis mengatakan bahwa Mahdiisme dan juru selamat Tuhan merupakan
gagasan yang dipercayai oleh bangsa Yahudi dan bangsa Iran pra-Islam
yang kemudian menyebar kepada kaum Muslimin. Bangsa Iran percaya bahwa
seorang laki-laki bernama Saoshyant dari keturunan Zoroaster suatu saat
akan muncul dan menghancurkan Ahriman, kekuatan kegelapan, juga
membersihkan bumi dari penyimpangan.
Mengenai orang Yahudi,
lantaran mereka telah kehilangan tanah air mereka dan diperbudak oleh
bangsa Chaldea dan Assiria, salah seorang nabi mereka meramalkan bahwa
seorang juru selamat (mesiah) akan bangkit, membebaskan mereka, dan
mengembalikan mereka ke tanah yang dijanjikan kepada mereka di masa
depan. Karena asal-usul ide juru selamat itu ditemukan di kalangan
bangsa Iran dan Yahudi, kita bisa mengatakan bahwa konsep ini muncul ke
kalangan Muslim melalui saluran-saluran mereka, dan dengan demikian,
tidak bisa menjadi sesuatu daripada sekadar sebuah legenda.
Tn. Hosyyar:
Saya setuju bahwa konsep itu demikian dan berkembang lain di kalangan
bangsa dan masyarakat lain. Akan tetapi, semata-mata merata di kalangan
masyarakat tidak menyebabkannya sebuah legenda! Karena konsep-konsep dan
atu5an-aturan 5Islam adalah autentik, apakah perlu bahwa mereka mesti
tidak bersesuaian dengan agama-agama dulu? Siapapun yang ingin
menyelidiki topik tertentu tanpa pemahaman berpraduga harus memulai
risetnya dengan sumber-sumber primer hadis tertentu berkaitan dengan
subjek itu untuk menegaskan keabsahannya atau kelemahannya.
Adalah tidak layak memulai penyelidikan ini dengan sumber-sumber hadis
yang ada sebelumnya dan kemudian mengklaim bahwa orang telah menemukan
asal-usul kepercayaan takhayul itu! Adalah mustahil menyatakan bahwa
karena bangsa Iran kuno adalah orang-orang yang beriman kepada Yazdan,
Tuhan, dan mengakui kejujuran sebagai bagian dari adab yang mulia, yang
oleh karenanya menyembah Tuhan mestilah legenda dan kejujuran bukan
bagian dari moral yang baik? Maka itu, hanya karena bangsa lain juga
menantikan kedatangan seorang juru selamat dan mesiah tidaklah
menghilangkan kepercayaan di kalangan Muslimin; ataupun ia tidak bisa
digunakan sebagai bukti bagi orisinalitas kepercayaan tersebut.
Latar Belakang Kemunculan Akidah Mahdiisme
Dr. Fahimi:
Salah seorang penulis telah meriwayatkan asal-usul ide juru selamat
masa depan. Jika saya diizinkan, saya akan menyampaikannya secara
ringkas kepada Anda.
Hadirin: Silakan!
Dr. Fahimi:
Saya akan menyebutnya secara ringkas. Legenda asli tentang imam
mesianik diadopsi oleh kaum Syi`ah dari masyarakat agama lainnya.
Kepadanya mereka telah menambahkan detail-detail mereka sendiri sampai
mencapai bentuknya yang sekarang. Ini dilakukan karena dua alasan:
Pertama, keyakinan
tentang kelahiran dan kemunculan juru selamat Tuhan tetap terbangun
dengan baik di kalangan bangsa Yahudi. Mereka percaya bahwa Eliyah telah
naik ke langit dan akan turun ke bumi di akhir zaman untuk
menyelamatkan Bani Israil.
Pada masa awal-awal Islam,
sekelompok Yahudi telah memeluk Islam karena alasan material dan untuk
menghancurkan Islam dari pijakannya. Sebagian dari mereka telah
memperoleh kedudukan tinggi di tengah-tengah Muslimin melalui tipu daya
dan penyamaran. Padahal, tujuan utama mereka adalah untuk memecah belah
masyarakat Muslim dan menyebarkan permusuhan di antara mereka. Contoh
paling tersohor dari karakter subversif ini adalah Abdullah bin Saba.
Kedua, setelah
wafatnya Nabi, para anggota keluarganya, terutama Ali bin Abi Thalib,
menganggap mereka sendiri yang lebih berhak atas kekhalifahan ketimbang
tokoh-tokoh Muslim lain yang terkenal. Sejumlah kecil sahabat Nabi saw
juga bersimpati terhadap tuntutan mereka. Akan tetapi, bertolak belakang
dengan harapan mereka, khilafah boleh dijabat oleh yang lain di luar
Ahlulbait.
Ini menyebabkan kegetiran dan kesulitan di kalangan
mereka sampai masa ketika, menyusul pembunuhan atas Utsman,
kekhalifahan kembali kepada Ali. Para pendukungnya puas dan berharap
khilafah tidak beralih dari tangan keluarga Nabi. Dirundung oleh perang
sipil, bagaimanapun Ali, tidak bisa berbuat banyak dan akhirnya dibunuh
oleh Ibn Muljam. Putranya, Hasan, yang menggantikan kedudukannya, tidak
berhasil menegakkan aturan dan akhirnya menyerahkan kekhalifahan kepada
Umayyah.
Hasan dan Husain, dua cucu Nabi, tetap di rumah mereka
ketika kekuasaan berpindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain.
Keluarga Nabi dan para pendukungnya hidup dengan penuh penderitaan
ketika Umayyah dan Abbasiyyah menghabiskan harta Muslimin. Peristiwa ini
berakibat kian bertambahnya jumlah pengikut keluarga Nabi dan
menampakkan permusuhan mereka terhadap para penguasa yang korup di
seluruh kerajaan. Namun, alih-alih memperbaiki tindakan-tindakan keji
yang dilakukan terhadap masyarakat tak bersalah, para penguasa kian
menambah intensitas tindak kekerasan dengan membunuh atau mengasingkan
mereka.
Pendeknya, setelah wafatnya Nabi, Ahlulbait, dan para
pendukungnya mengalami penindasan. Fathimah ditolak haknya untuk
mewarisi harta Nabi. Hak Ali atas khilafah ditolak. Hasan diracun.
Husain bin Ali, keluarga, dan para sahabatnya, dibunuh di Karbala dan
mereka yang hidup dalam peristiwa itu dijadikan tawanan. Muslim bin Aqil
dan Hani bin Urwah dibunuh tanpa ampun setelah diberi amnesti. Abu
Dzarr al-Ghiffari diasingkan ke Rabadzah. Hujr bin Adi, Amr bin Humq,
Maytsam Tammar, Sa`id bin Jubair, Kumail bin Ziyad dan ratusan pendukung
lain dieksekusi. Atas perintah Yazid, Madinah dijarah dan ratusan
penduduknya dibantai. Ada sejumlah laporan yang mengisi halaman-halaman
sejarah.
Di bawah kondisi opresif demikian, kehidupan para
pendukung Ahlulbait nyaris mustahil. Mereka mulai mencari keselamatan.
Dari masa ke masa kaum seorang Alawi senantiasa mengangkat senjata untuk
bertempur melawan para penindas. Namun pemberontakan itu akhirnya bisa
diatasi oleh kekuatan pemerintah yang juga akan membunuhnya. Keadaan
yang tidak nyaman ini menjadi seutama bagi minoritas pendukung Ahlulbait
untuk berputus asa dan mencari seberkas cahaya harapan bagi
penyelamatan. Jelaslah, kondisi-kondisi ini memberi mereka untuk
sepenuhnya menerima keyakinan akan juru selamat Tuhan atau Mahdiisme.
Pada saat ini, kaum Yahudi oportunis dan yang baru masuk Islam menarik
manfaat dari situasi tersebut guna menyebarkan keyakinan mereka akan
juru selamat yang dijanjikan Tuhan. Kaum Syi`ah, setelah mengalami
kecewa berat dan menderita kehilangan nyawa dan tirani di bawah
kekuasaan yang berjalan, menemukan keyakinan tersebut untuk membenarkan
dan menerimanya sepenuh hati. Oleh karena itu, mereka merekayasanya,
sembari mengatakan: "Juru selamat dunia ini secara khusus berasal dari
kalangan Ahlulbait yang tertindas." Pelan-pelan, mereka menghiasinya dan
menambah detail-detailnya sampai akhirnya ide itu mencapai keadaannya
yang sekarang.1
Apakah Ini Membutuhkan Penjelasan Lagi?
Tn. Hosyyar:
Penderitaan dan diskriminasi atas keluarga Nabi, Ahlulbait, dan para
pendukung mereka, sebagaimana diperinci oleh buku yang Anda baca, memang
benar. Namun, analisis terperinci dari peristiwa-peristiwa tersebut
yang mengakibatkan munculnya kepercayaan seperti itu di kalangan Syi`ah
menjadi penting hanya jika kita tidak punya pengetahuan tentang
asal-usul ide tersebut dalam Islam.
Jika Anda ingat, kami
membuktikan bahwa Nabi sendiri menyebarkan keyakinan ini di
tengah-tengah Muslimin dan menginformasikan kepada mereka ihwal sang
pembaharu masa depan. Untuk mendukung ini, kami mengutip sejumlah hadis,
tidak hanya dari jalur Syi`ah, namun juga dari kumpulan hadis Sunni,
Shihâh. Setelah menyampaikan seluruh bukti yang penting tersebut saya
tidak yakin perlunya dokumentasi yang lebih jauh.
Pada paparan
Anda sebelumnya, Anda menyebutkan meratanya keyakinan tersebut di
kalangan bangsa Yahudi. Ini pun benar adanya. Namun kutipan Anda
berkaitan dengan Abdullah bin Saba yang menyebarkan kepercayaan tersebut
di kalangan Muslimin sepenuhnya salah. Sebagaimana dikatakan
sebelumnya, tidak kurang dari Nabi sendiri yang menjadi penyebar
informasi tentang pembaharu masa depan Islam ini. Namun, sangat mungkin
bahwa Muslim yang sebelumnya Yahudi membenarkan keyakinan ini.
Legenda Abdullah bin Saba
Mari saya tunjukkan bahwa eksistensi seorang Yahudi bernama Abdullah
bin Saba itu tiada lain hanyalah dusta sejarah. Sebagian ulama malah
percaya bahwa legenda tersebut dibuat-buat oleh mereka yang memusuhi
kaum Syi`ah. Selain itu, meski secara hipotetis diketahui bahwa ia
memang ada, penyandaran keyakinan yang disebutkan sebelumnya kepadanya
adalah tanpa bukti. Tak seorang pun manusia yang berakal menganggapnya
bisa dipercaya bahwa seorang Yahudi yang baru masuk Islam memiliki
keterampilan politik luar biasa dengan menyebarkan secara
terang-terangan perihal datangnya juru selamat Islam dari kalangan
Ahlulbait pada kondisi opresif yang berlangsung di bawah pemerintahan
Umayyah.
Bahkan, mustahil kiranya orang seperti itu
menjalankan dan mengorganisasikan pemberontakan secara rahasia dan
mengajak manusia untuk bersumpah setia kepada seorang individu dari
kalangan Ahlulbait untuk menggulingkan khalifah dan menggantinya dengan
imam yang ditunjuk Tuhan, tanpa pejabat-pejabat pemerintahan yang
mengetahui tentangnya. Menurut mereka yang menganut pendapat tersebut,
tampaknya seorang Yahudi yang baru masuk Islam bisa mulai menghancurkan
agama Muslim tanpa seorang Muslim pun yang mengacungkan jari melawannya!
Pendapat seperti ini hanya ada di alam fantasi!2
Pemimpin Mesianik, Mahdi3, dalam Agama-agama Lain
Ir. Madani: Apakah keyakinan akan Mahdi yang dijanjikan terdapat pada para pengikut Islam, atau apakah ia pun ada pada agama-agama lain?
Tn. Hosyyar:
Sebenarnya kepercayaan ini tidak terbatas di kalangan Muslim saja. Pada
hampir semua agama dan keyakinan samawi siapapun bisa menemukan
keyakinan serupa akan juru selamat Tuhan. Para pengikut agama ini
percaya bahwa akan ada suatu masa ketika dunia mengalami kerusakan dan
terpuruk dalam krisis. Kejahatan dan kezaliman menjadi penguasa pada
masa itu. Kekufuran akan menutupi seluruh dunia. Pada saat itu, juru
selamat dunia akan bangkit.
Dengan pertolongan Tuhan yang luar
biasa ia akan memperbaharui kesucian iman dan mengalahkan materialisme
dengan bantuan para hamba Allah. Kabar gembira ini tidak hanya dijumpai
dalam kitab-kitab wahyu seperti Zand dan Pazand, dan Jamaspnameh dari
pemeluk Zoroaster, Taurat, dan kitab-kitab Biblikal lain dari pemeluk
Yahudi, dan Injil kaum Kristiani, keterangan seperti itu bisa juga
dilihat di kalangan Brahmana dan Budha secara relatif.
Para
pengikut semua agama dan tradisi meyakini keyakinan semacam itu dan
menunggu kemunculan juru selamat tersebut di bawah penjagaan Ilahi.
Setiap tradisi mengakui tokoh ini dengan berbagai nama dan gelar khusus.
Zoroaster menyebutnya Saoshyant ( bermakna 'juru selamat dunia'); kaum
Yahudi menyebutnya sebagai messiah, sedangkan Kristiani menyebutnya
sebagai Mesiah Sang Juru Selamat.
Bagaimanapun, masing-masing
kelompok percaya bahwa juru selamat yang ditunjuk Tuhan ini berasal dari
mereka. Kaum Zoroaster percaya, ia seorang Persia dan termasuk pengikut
Zoroaster. Yahudi percaya, ia berasal dari Bani Israil dan pengikut
Musa. Kristen berpendapat, ia berasal dari golongan mereka. Kaum Muslim
percaya, ia berasal dari Bani Hasyim dan merupakan keturunan langsung
dari Nabi saw. Dalam Islam, ia sepenuhnya diperkenalkan, sedangkan dalam
agama lain tidak demikian.
Yang luar biasa adalah bahwa semua
ciri dan tanda yang disebutkan untuk juru selamat universal ini dalam
agama lain bisa disematkan kepada al-Mahdi yang dijanjikan, putra Imam
Hasan al-Askari. Adalah mungkin untuk menganggapnya berdarah ras Iran
lantaran di antara nenek moyangnya terdapat seorang putri Persia. Yakni,
ibunya Imam Zain al-Abidin, Syahrbanu, putri Yazdgard, Raja Sassania,
Persia.
Dia juga bisa dianggap keturunan Bani Israil, karena
Hasyimi dan Israil merupakan keturunan Abraham. Hasyimi merupakan
keturunan Isma`il dan Israil merupakan keturunan Ishaq. Jadi, Hasyimi
dan Israil satu keluarga. Ia juga bisa dihubungkan dengan orang Kristen,
lantaran menurut beberapa riwayat, ibu imam sekarang adalah seorang
putri Romawi bernama Narjis (Nargis), yang merupakan bagian dari kisah
menakjubkan yang dilaporkan dalam beberapa sumber.
Adalah tidak
sepantasnya untuk membatasi penyelamat dunia, al-Mahdi, kepada satu
bangsa tertentu. Sesungguhnya ia akan bangkit memerangi semua klaim
diskriminatif berupa perbedaan rasial, keyakinan, dan kebangsaan. Maka
itu, ia harus dianggap sebagai Mahdi bagi seluruh manusia. Dialah juru
selamat manusia yang menyembah Allah. Kemenangannya merupakan kemenangan
para nabi dan orang-orang takwa di muka bumi. Ia akan memperbaharui
agama Ibrahim, Musa, Isa, dan semua wahyu Ilahi, yakni Islam. Ia akan
membangkitkan kembali agama murninya Musa dan Isa yang telah menubuatkan
kenabian Muhammad saw.
Jelaslah kami tidak bermaksud
membuktikan eksistensi al-Mahdi yang dijanjikan dengan merujuk kepada
kitab-kitab kuno, ataupun kita tidak perlu melakukan demikian. Tujuan
kami adalah memperlihatkan bahwa keyakinan akan munculnya juru selamat
dunia merupakan keyakinan agama umum yang bersumber dari wahyu Ilahi.
Darinya, semua nabi telah memberi kabar gembira. Semua bangsa menantikan
kemunculannya, namun mereka telah melakukan kesalahan dalam menetapkan
jati dirinya.
Al-Quran dan Mahdiisme
Dr. Fahimi:
Jika riwayat tentang Mahdi begitu autentik, sahih, maka niscaya hal
tadi disebutkan dalam al-Quran. Padahal, bahkan kata mahdi pun tidak
tercantum dalam kitab suci!
Tn. Hosyyar:
Pertama, adalah tidak penting dan wajib bahwa setiap topik yang benar
harus disebutkan dalam al-Quran secara amat terperinci dan khusus.
Kenyataannya, ada banyak detail khusus yang benar dan sahih, namun
tidak disebutkan dalam kitab suci. Kedua, ada sejumlah ayat dalam kitab
suci yang, betapapun ringkasnya, memberi kabar gembira tentag hari
ketika para penyembah sejati Tuhan dan mereka yang mendukung agama
hakiki dan yang bernilai yang akan memerintah bumi secara menyeluruh.
Dan, agama Tuhan, Islam, akan menjadi agama besar di seluruh penjuru
dunia. Misalnya, dalam surah al-Anbiyâ` ayat 105, Allah berfirman:
Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam)
Lauh Mahfuzh, bahsawanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh.
Dalam surah an-Nûr ayat 55, Allah menjanjikan:
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi
aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada menyekutukan
sesuatu apapun dengan Aku.
Dan Kami hendak memberi karunia
kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak
menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). (QS al-Qashash [28]:
5)
Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan
agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama meski
orang-orang musyrik benci (QS ash-Shaff [61]: 9)
Dari semua
ayat ini, secara ringkas bisa disimpulkan bahwa dunia bisa menantikan
hari ketika kekuasaan dan pengaturannya akan diserahkan ke tangan kaum
mukminin dan mereka yang memiliki keyakinan Ilahi tersebut menjadi
pemimpin dan memimpin manusia serta peradabannya menuju kesempurnaannya.
Di saat itu, Islam menjadi agama dominan, dan monoteisme akan menggusur
politeisme. Periode cemerlang tersebut akan ditandai dengan revolusi
sang reformer yang diangkat Tuhan dan juru selamat manusia, al-Mahdi
yang dijanjikan. Selain itu, revolusi universal akan digerakkan oleh
Muslimin yang berhak.
Kenabian Umum dan Imamah
Dr. Fahimi:
Saya tidak tahu mengapa Anda, sebagai Syi`ah, menandaskan bahwa Anda
akan membuktikan eksistensi imam. Anda begitu bersemangat dalam
keyakinan Anda bahwa jika imam tidak eksis secara fisik, Anda mengatakan
ia ada dalam kegaiban. Karena para nabi telah menyampaikan
perintah-perintah dari Tuhan, mengapa harus ada kebutuhan akan
eksistensi seorang imam?
Tn. Hosyyar: Semua
bukti itu dikembangkan guna membuktikan keniscayaan kenabian umum dan
kepentingan Tuhan untuk menyampaikan perintah-perintah-Nya kepada
manusia, juga mensyaratkan adanya seorang imam sebagai bukti atas
eksistensi perintah-perintah tersebut berikut penjagaannya. Untuk
menerangkan tentang apa yang telah kami katakan, adalah perlu, betapapun
ringkasnya, untuk menyajikan bukti-bukti yang mensyaratkan eksistensi
kenabian umum dan kemudian membuktikan eksistensi imam.
Jika
Anda ingat pada awal diskusi dan yang akan kami singgung secara ringkas
di sini, masalah yang berkenaan dengan kemestian adanya kenabian umum
akan menjadi jelas bagi Anda.
(1) Seorang manusia telah
diciptakan sedemikian rupa sehingga ia tidak bisa menjalankan
urusan-urusannya berdasarkan pandangan dirinya. Ia perlu bantuan dan
kerja sama dengan pihak lain. Dengan kata lain, secara inheren ia
diciptakan sebagai makhluk sipil dan sosial. Oleh karenanya, ia harus
bertindak dalam masyarakat. Adalah jelas bahwa kepentingan-diri dan
pertahanan hidup merupakan akar konflik dalam kehidupan sosial. Setiap
orang di masyarakat terlibat dalam menggunakan semua ikhtiarnya untuk
memanfaatkan sumber daya alam yang terbatas.
Untuk mencapai
tujuan ini, ia harus menaklukkan sejumlah rintangan dan bersaing dengan
individu-individu lain yang sama-sama mengambil bagian dalam meraih
tujuan tersebut. Dalam kondisi demikian, setiap orang menjadi penghalang
bagi yang lainnya kepada tujuan yang sama dan, maka itu, saling
mengakhiri langkah-langkah hak-hak yang lainnya. Pada titik ini, hukum
dibutuhkan guna mengatur relasi sosial sehingga hak-hak manusia akan
terlindungi dari pelanggaran dan konflik-konflik akan teratasi tanpa
menciptakan kekacauan dan kevakuman hukum.
Adalah mungkin
menyimpulkan bahwasanya hukum-hukum merupakan harta yang berharga yang
telah ditemukan oleh manusia. Bahkan, adalah mungkin bahwa sejak
masa-masa awal pengaturan masyarakat mereka, manusia telah memiliki
akses terhadap hukum dan senantiasa menghormatinya demi kebaikan mereka
sendiri.
(2) Seorang manusia secara fitrah telah dikaruniai
dengan kapasitas untuk menyempurnakan dirinya dan memperoleh
kesejahteraan. Dalam perjuangannya yang berkepanjangan, ia tidak punya
tujuan lain selain mencapai kesempurnaan sejati. Segenap upayanya
diarahkan menuju pencapaian tujuan kesempurnaan yang besar.
(3)
Karena manusia ada dalam perjalanan menuju kesempurnaan, perhatian
terhadap makna sejati kesempurnaan telah menjadi dari watak alamiahnya.
Jadi, adalah mungkin bagi manusia untuk mendapatkan kesempurnaan tadi,
lantaran Allah tidak menciptakan sesuatu dalam kesia-siaan.
(4)
Pandangan bahwa seorang manusia tersusun dari tubuh dan ruh adalah
benar adanya. Ia bersifat materi dari tubuhnya, sedangkan ruhnya meski
secara intim terkait dengan tubuhnya dianggap termasuk dunia wujud
spiritual.
(5) Karena manusia tersusun dari dua unsur, yakni
tubuh dan ruh, ia terikat pada dua jenis kehidupan: dunia sekarang,
terkait dengan tubuhnya dan dunia spiritual dan kontemplatif, terkait
dengan jiwanya. Akibatnya, berkenaan dengan salah satu dari keduanya, ia
memiliki kehidupan kesejahteraan dan kutukan.
(6) Sebagaimana
ada hubungan antara tubuh dan ruh, dengan menghasilkan kesatuan, maka
ada hubungan dan kaitan sempurna antara kehidupan material dan
spiritual. Dengan kata lain, kualitas kehidupan di dunia ini berpengaruh
langsung pada kehidupan spiritual. Demikian pula, kondisi-kondisi
psikis dan watak spiritual lain memiliki dampak seketika pada cara
tindakan manusia secara fisik .
(7) Seorang manusia berada di
jalan kesempurnaan dan penuh perhatian terhadap kebutuhan fitrah dan
kesempurnaan alamiahnya. Bahkan, Allah tidak menciptakan kehidupan tanpa
suatu tujuan. Allah berkewajiban untuk menyiapkan sarana-sarana guna
mencapai tujuan tadi dan memperoleh kesempurnaan itu yang ditujukan
kepada manusia agar bisa membedakan dan menelusuri jalan tersebut yang
mengarah kepada tercapainya kebahagiaan dan terhindar dari perbuatan
yang mengarah kepada penyimpangan dosa.
(8) Secara alamiah,
manusia mencintai dirinya dan mengejar kepentingan-kepentingannya. Ia
tidak tertarik pada hal-hal lain selain membaktikan kebaikan dan
kepentingannya sendiri. Pada kenyataannya, ia berupaya menggali potensi
manusia dan mengambil keuntungan dari usaha-usaha mereka untuk memenuhi
kebutuhannya.
(9) Kendati manusia tersedot dalam mengejar
kesempurnaan hakikinya dan ditarik dalam penelitian yang kuat akan
kebenaran yang ia percaya akan mengantarnya kepada peleburan,
seseringnya ia gagal mencapai tujuan tadi. Alasannya, keinginan
egosentrisnya sendiri dan emosi internalnya menaklukkan kemampuannya
untuk membedakan jalan yang lurus. Kondisi ini sebenarnya merintangi
kemampuan akal praktis untuk mengantarkan manusia kepada kesempurnaan
yang diinginkan tadi, dan sebaliknya malah menyesatkan orang kepada
jalan yang terkutuk dan penghancuran-diri.
8
IMAM MAHDI
Sistem Apakah Yang Bisa Menyejahterakan Manusia ?
Karena manusia harus hidup dalam suatu masyarakat dan karena
batasan-batasan untuk memelihara kepentingan seseorang dan menghindari
ekploitasi terhadap manusia merupakan bagian penting dari kehidupan
sosial, maka ada kebutuhan terhadap hukum untuk mengendalikan
kepentingan yang berorientasi pribadi yang bisa menggiring kepada
kekacauan di antara manusia.
Hukum seperti itu bisa menciptakan tatanan di masyarakat hanya ketika syarat-syarat berikut dipenuhi:
(1) Hukum tersebut harus lengkap dan efektif yang meliputi dan mengatur
seluruh ruang lingkup aktivitas individu dan kolektif. Ia harus
menyediakan kebutuhan bagi segenap lapisan manusia tanpa mengabaikan
salah satu aspek kehidupan sosial. Sistem legal seperti itu memproduksi
hukum-hukum yang akan sejalan dengan kebutuhan-kebutuhan alamiah dan
aktual dari individu, memantulkan realitas internal berikut kondisi
eksternal manusia.
(2) Hukum tersebut harus mengantarkan
manusia kepada kebahagiaan hakiki dan bukan semata-mata kesempurnaan
imajiner dan spekulatif mereka .
(3) Hukum tersebut harus
memperhatikan kebahagiaan seluruh manusia, bukan hanya untuk sekelompok
masyarakat atau individu tertentu.
(4) Hukum tersebut harus
meletakkan pijakan sebuah masyarakat didasarkan pada kebaikan manusia
dan kesempurnaan insan. Ia mengantarkannya kepada pencapaian
tujuan-tujuan luhur itu dengan memberikan nilai tinggi terhadap
kehidupan duniawi sebagai sebuah sarana meraih kebajikan-kebajikan dan
kesempurnaan insan tadi, dan tidak sebagai yang terlepas darinya.
(5) Hukum tersebut harus memiliki efisiensi untuk melindungi manusia
dari penyelewengan dan kekacauan, dan menjamin hak-hak semua individu
tanpa pandang bulu.
(6) Dalam pencapaiannya, hukum ini harus
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan spiritual dari masyarakat dengan
sedemikian cara sehingga tak satu pun dari hukum-hukum tadi menjadi
seyang membahayakan bagi eksistensi manusia yang bermakna. Atau, hukum
tadi tidak mengarah kepada penyimpangan dari jalan kesempurnaan.
(7) Hukum tadi harus melindungi masyarakat agar mereka tidak berpaling
dari jalan eksistensi manusiawi yang benar dan dari memilih jalan
kehancuran.
(8) Pemberi hukum sistem seperti itu niscaya
sangat mengetahui tentang semua aspek yang menyimpang dan yang lurus
dari kebutuhan manusia dan sangat memahami tentang semua keputusan yang
disampaikan di berbagai ruang dan waktu.
Tak syak lagi,
seorang manusia membutuhkan jenis hukum seperti ini dan itu diakui
sebagai kebutuhan hidupnya. Tanpa sistem seperti itu kehidupan manusia
akan terperosok dalam bahaya. Dalam sorotan kebutuhan vital ini, kiranya
relevan untuk mengajukan pertanyaan tentang apakah hukum buatan manusia
itu mampu mengatur masyarakat manusia secara adil.
Kita
percaya, hukum yang diundang-undangkan oleh manusia-yang dipengaruhi
oleh pikiran picik manusia-tidaklah sempurna dan tidak mengandung
kemampuan untuk mengurus masyarakat manusia dengan adil.
Beberapa contoh berikut akan menjelaskan ungkapan tadi:
(1) Pengetahuan dan informasi manusia bersifat terbatas dan lemah.
Manusia biasa tidak mengetahui semua kebutuhan orang dan hukum-hukum
alam. Ia juga tidak mempunyai pengetahuan memadai tentang baik dan buruk
serta semua aspek kepentingan yang saling berlomba di antara pelbagai
hukum dan dampaknya pada rumusan keputusan akhir di berbagai ruang dan
waktu.
(2) Secara hipotetis jika diakui bahwa adalah mungkin
bagi legislator manusia untuk menebarkan hukum-hukum tadi, sudah pasti
mustahil untuk menjamin bahwa para legislator ini mengetahui cara-cara
yang di dalamnya kehidupan duniawi dan spiritual berinteraksi satu sama
lain untuk menghasilkan tindakan yang menampilkan akar-akar utama mereka
pada watak manusia. Dan, kendati mereka memiliki kesadaran semacam itu,
hal itu tidaklah penting. Gamblangnya, menjaga dan memelihara kehidupan
spiritual berada di luar program legislatif mereka. Dengan demikian,
kesejahteraan manusia hanya ditilik dari sisi material saja. Padahal,
dua sisi eksistensi manusia tersebut berjalin-berkelindan, dan pembagian
dua sisi tersebut di luar perkiraan.
(3) Karena manusia
berorientasi pada dirinya (self-centered), manipulasi dan eksploitasi
terhadap sesama manusia menjadi bagian dari sifatnya. Setiap orang lebih
mengedepankan kepentingan dirinya di atas kepentingan orang lain.
Dengan demikian, penanggulangan konflik dan pencegahan eksploitasi di
luar kesanggupannya. Alasannya, tujuan-tujuan melayani diri sendiri dari
para legislator manusia tidak akan pernah membiarkan mereka mengabaikan
kepentingan-kepentingan mereka dan para pendukung mereka serta
kerja-kerja demi kebaikan manusia.
(4) Para legislator
senantiasa menyebarkan hukum secara picik. Selain itu, mereka
dipengaruhi oleh duga-sangka, kebiasaan, dan pikiran-pikiran lemah
mereka sendiri. Akibatnya, hukum-hukum tadi dijalankan dengan tujuan
untuk melindungi kepentingan segelintir orang, tanpa memperhatikan
manfaat dan mudarat yang bisa merembet kepada yang lain. Dalam
hukum-hukum ini, kesejahteraan umum manusia bukanlah bagian dari sumber
legislasi.
Sesungguhnya, hanya sistem hukum yang diturunkan
Tuhan yang senapas dengan hukum alam dan yang diturunkan dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat. Oleh karenanya,
sistem hukum ini bersih dari setiap motif yang berorientasi pada
kepentingan manusia. Tentu saja, lebih jauh ini diturunkan demi
kesejahteraan manusia secara umum. Jadi, jelas kiranya bahwa manusia
membutuhkan hukum Tuhan dan rahmat-Nya meniscayakan bahwasanya Ia
memberikan sistem yang lengkap dan sempurna kepada manusia melalui para
utusan-Nya.
Kesejahteraan Dunia Lain
Sementara seorang manusia disibukkan dengan aspek-aspek umum kehidupan
yang terus menerus, ada sejumlah misteri kehidupan yang berakar pada
kedalaman dirinya sendiri yang kepadanya manusia hampir tidak memberikan
perhatian, dan ia sendiri nyaris melupakannya.
Ia terikat
dengan upaya memperoleh kesejahteraan atau penderitaan berkenaan dengan
penolakan diri ini juga. Dengan kata lain, pikiran-pikiran yang baik dan
akidah yang benar, akhlak mulia, dan perbuatan-perbuatan terpuji yang
bersumber dari diri yang kaya akan mengarah kepada kesempurnaan
spiritual dan kekuasaan juga kepada keberhasilan dan keutamaan,
sebagaimana akidah-akidah yang batil, akhlak yang buruk, dan perbuatan
yang tercela yang bersumber dari diri yang menyimpang, mengarah kepada
kehinaan, penderitaan, dan penyimpangan-diri.
Maka itu, jika
seseorang menempatkan dirinya pada jalan kesempurnaan, ia akan
membiarkan diri sejati dan hakikinya dijaga dan ditingkatkan sehingga
naik dan menempati kediaman asalnya yang dipenuhi dengan rahmat dan
cahaya. Sebaliknya, jika ia mengorbankan semua sarana untuk meraih
kesempurnaan diri dengan tunduk kepada hasrat-hasrat hewani, maka ia
akan mengubah dirinya menjadi binatang buas dan amoral, setelah
menyimpang sepenuhnya dari jalan yang lurus.
Pada gilirannya,
manusia memerlukan program yang terstruktur baik bagi kemajuan
diri-batinnya yang tanpa itu ia tidak bisa berharap melewati jalan yang
berbahaya dan sangat sulit ini. Dengan membiarkan hasrat hewaninya
menunggangi kesempurnaan spiritual dan moral, sesungguhnya ia
menundukkan kemampuan penalaran intuitifnya untuk mencapai keputusan
yang berarti. Akibatnya, ia jatuh pada kegelapan salah-bimbing, yang
menghancurkan kekuatannya untuk memenuhi keperluan-keperluan hidup yang
baik, menghukumi yang baik sebagai buruk dan yang buruk sebagai baik.
Sesungguhnya, hanya Tuhan Zat Pencipta manusia, yang mengetahui sumber
kesejahteraan manusia, kebaikan dan keburukan, yang mampu memberikan
petunjuk benar dan program nan lengkap untuk meraih kesempurnaan dan
kebahagiaan sejati serta menghindari hal-hal tersebut yang menyebabkan
kehinaan dan penderitaan. Ringkasnya, manusia pun membutuhkan Tuhan Sang
Pencipta dalam memperoleh kesejahteraannya di akhirat kelak.
Oleh karena itu, adalah mustahil menyimpulkan bahwa Tuhan Yang Mahabijak
tidak mengajari manusia yang secara potensial mampu memahami
kesejahteraan dan mudarat hanya sebatas pada kekuatan-kekuatan diri yang
menyimpang. Atau Dia tidak membebaskan manusia dari kekuatan-kekuatan
kejahilan dan kesesatan. Alih-alih demikian, Dia malah menganugrahi
manusia berupa rahmat dan kebaikan yang meruah dengan membimbing mereka
melalui para nabi as yang dipilih dari kalangan manusia.
Para
nabi yang diutus ini dilengkapi aturan-aturan dan hukum-hukum untuk
mengarahkan kehidupan manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat serta
memerangi kesulitan-kesulitan yang disebabkan oleh pengabaian petunjuk
ini. Dengan melakukan demikian, Allah telah menghilangkan semua dalih
mungkin dari manusia yang mungkin gagal mencapai tujuan kesejahteraan
yang diinginkan.
Jalan Kesempurnaan
Jalan kesempurnaan manusia membawanya kepada Tuhan tertanam dalam akidah
nan kuat, amal saleh, dan akhlak mulia. Keterangan tentang jalan ini
disingkapkan kepada para nabi as sehingga mereka bisa mengajak manusia
kepadanya. Adalah penting menandaskan bahwa jalan ini tidak sekadar
jalur formal yang tidak punya kaitan dengan bentuk atau esensi
tujuan-tujuan Ilahi. Justru sebaliknya, ini merupakan jalan yang benar
dan hakiki, yang bersumber dari Allah. Siapapun yang ditempatkan dalam
arahnya bisa menembus aras-aras tertinggi dari alam semesta nirwatas
(limitless) dan langit-langit surga dengan menggunakan kesempurnaan
batin diri.
Dengan kata lain, agama yang benar merupakan jalan
lempang yang siapapun yang menempatkan dirinya pada arahnya, berarti
menyempurnakan diri sejati dan kemanusiaannya melalui jalan lurus dan
mulia dan menempati tempat tinggal yang abadi dan sumber segenap
kesempurnaan. Dan siapapun yang menyempal dari jalan yang lurus ini
dengan sendirinya menapaki jalan sesat dari eksistensi setani, tanpa
kebajikan maupun akhlak mulia yang mendukung mereka. Orang-orang seperti
itu sesungguhnya tidak sanggup melangkah pada jalan eksistensi mulia
yang benar. Sejatinya, orang tersebut tidak bisa mengharapkan sesuatu
yang lebih baik selain dikutuk ke neraka.
Kemaksuman Para Nabi as
Berkat rahmat Tuhan, para nabi diutus sebagai pemandu yang mengajarkan
perintah-perintah dan hukum-hukum agama kepada manusia sehingga
mengantarkan mereka kepada kesejahteraan mereka di dunia dan akhirat.
Tujuan ini dapat diradukan hanya jika para nabi as dijaga dari perbuatan
salah dalam menyampaikan wahyu kepada manusia. Andaikata para nabi
tidak maksum, manusia bisa berdalih karena menerima petunjuk-petunjuk
yang benar dari Tuhan.
Dengan kata lain, seorang nabi harus
terjaga dan steril dari segala jenis kesalahan dan kealpaan dalam
menyampaikan wahyu kepada manusia. Ini dikenal sebagai 'ishmah
(keterjagaan dari dosa). Bahkan, seorang nabi sendiri haruslah seorang
layak diteladani, mengikuti semua perintah Ilahi dalam kehidupan
pribadinya. Hanya dengan begitu, ia bisa mengajak manusia menaati
perintah Allah, memperlihatkan keabsahannya melalui karakter dan
perilaku pribadinya.
Dalam hal ini, orang-orang bisa
mengikutinya secara asertif menuju kesempurnaan hakiki mereka sendiri.
Pun, ia merupakan proposisi yang diturunkan secara rasional yang tak
seorang pun bisa mengharapkan yang lain untuk menjalankan bimbingan
moral dan petunjuk agama ketika ia sendiri tidak mengikuti dua hal tadi.
Suatu seruan kepada jalan Tuhan seyogianya diperagakan oleh nabi.
Adalah jelas, pengetahuan dan persepsi kita tidak bebas dari kesalahan,
lantaran keduanya ditempatkan melalui persepsi indrawi kita dalam
menerimanya. Tak seorang pun bisa menyangkal saat-saat ketika indra kita
telah melakukan kesalahan dalam persepsi. Akan tetapi, ketika
pengetahuan dan aturan-aturan tersebut muncul dalam bentuk petunjuk dari
Tuhan, yang diwahyukan kepada para nabi, ia semua bebas dari
bahaya-bahaya seperti itu.
Sesungguhnya, wahyu bukanlah jenis
pengetahuan yang diturunkan dari persepsi-persepsi indrawi. Jika wahyu
seperti itu, ia pun condong kepada bahaya yang sama sebagaimana halnya
persepsi manusia, yang mengeluarkan orang-orang tersebut dari
kepercayaan pokok dalam perintah-perintah agama. Kebenaran dan
pengetahuan agama tentang masalah-masalah gaib disampaikan kepada para
nabi melalui wahyu yang turun ke dalam hati mereka dan kedalaman batin
mereka. Kebenaran sejati dialami oleh para nabi tersebut dalam
eksistensi duniawi mereka, yang mereka sampaikan ke seluruh manusia
sepadan dengan kemampuan mereka untuk memahami dan mengikutinya. Dengan
demikian, kebenaran-kebenaran agama diberikan kepada para nabi dan
disampaikan kepada manusia oleh mereka yang terjaga dari kesalahan
ataupun kebatilan.
Karena alasan inilah, para nabi as
dilindungi dari kedurhakaan dan salah dalam mengambil keputusan serta
diberi kuasa untuk bertindak berdasarkan pengetahuan mereka. Bagaimana
mungkin itu terjadi sebaliknya? Seseorang yang telah mencapai aras
kebenaran melalui pengalaman dan observasi langsung tak mungkin
dibayangkan bertindak melawan kebenaran. Bahkan, setelah memperoleh
tingkat kesempurnaan semacam itu tak bisa dibayangkan ia jatuh ke dalam
maksiat .
Rasionalisasi Imamah
Setelah membuktikan kemestian kenabian umum untuk memandu manusia kepada
tujuan dunia dan akhiratnya, kiranya tepat untuk menyatakan bahwa bukti
yang sama bisa dipakai untuk membangun fakta bahwa ketika Nabi wafat,
maka pasti ada seseorang yang sanggup mengantarkan manusia kepada tujuan
akhir mereka. Sosok ini haruslah seseorang yang bisa melanjutkan kerja
Nabi dalam memelihara aturan-aturan Ilahi dan mengantarkan manusia
kepada jalur agama dan jalan spiritual. Tujuan-tujuan tersebut tidak
bisa dipenuhi tanpa kehadiran orang seperti ini di tengah-tengah
manusia.
Merekalah yang sanggup menerapkan hukum-hukum
tersebut tanpa kesalahan dalam pengetahuan dan tindakan. Dengan
demikian, dalam ketiadaan Nabi, kasih sayang (luthf) Tuhan meniscayakan
adanya seseorang di antara manusia yang menjaga wahyu Ilahi sehingga
terlindungi dari campur tangan dan interpolasi manusia. Hukum-hukum
tersebut dapat diterapkan oleh manusia di sepanjang zaman.
Figur terkemuka ini pun mesti, layaknya Nabi, steril dan terlindungi
dari kesalahan ataupun kekeliruan dalam menerima, mencatat, dan
menyampaikan perintah-perintah Tuhan untuk menegakkan bukti bahwa
petunjuk Allah kepada manusia berwatak terpadu. Bahkan, ia seyogianya
memiliki pengetahuan tinggi dalam memahami kebenaran perintah-perintah
agama dan dirinya sendiri harus beramal berdasarkan aturan-aturan ini.
Pada gilirannya, orang lain pun bisa menyelaraskan tindakan-tindakan
dan pendapat-pendapat mereka sendiri dengannya serta mengikuti
teladannya ihwal pencarian mereka terhadap kebenaran tanpa jatuh dalam
keraguan dan kesesatan serta tanpa memutuskan untuk berkilah tidak
menemukan bukti kebenaran agama. Karena imam harus juga terlindung dari
perbuatan keliru dalam memikul tanggung jawab berat ini, maka harus
diingat bahwa pengetahuan imam berada di luar pengetahuan capaian
melalui persepsi indra.
Oleh karenanya, pengetahuan ini
berbeda dari pengetahuan orang ramai. Melalui petunjuk Nabi sendiri sang
imam memiliki wawasan jernih atas pengetahuan agama. Lagi pula, ia
dikaruniai pengalaman langsung akan kebenaran tersebut melalui pandangan
batinnya. Lantaran itu, ia terjaga dari kesalahan dan kealpaan. Seitu,
perbuatan-perbuatannya senapas dengan pengalaman dan pengamatan langsung
akan kebenaran agama ini. Yang lebih penting, inilah sifat yang
mensyaratinya untuk meniscayakan keberadaan imamah bagi umat Muslim.
Dengan kata lain, mesti ada manusia sempurna di kalangan manusia, yang
memiliki keimanan mutlak akan wahyu Tuhan dan memeragakan karakter
terbaik dan kualitas personal untuk memimpin manusia detik demi detik
pada perintah-perintah Tuhan. Pada semua aras ini ia mesti terlindungi
dari kesalahan, kealpaan, dan tindakan kedurhakaan. Ia mesti maksum. Ia
merupakan perpaduan iman dan amal, pengetahuan dan tindakan, yang
menjadikannya personifikasi dari semua potensi kesempurnaan insan yang
mungkin.
Realisasi semua potensi ini tak syak lagi
menahbiskannya sebagai pemimpin manusia. Jika manusia, pada titik
tertentu, terbuang dari kepemimpinan ini, situasi itu bisa menggiring
pada lenyapnya perintah-perintah Tuhan yang justru diturunkan demi
kebaikan manusia. Selain itu, ia bisa mengakibatkan terputusnya bantuan
Tuhan dan memutuskan hubungan antara alam samawi dan alam manusia .
Dengan kata lain, mesti ada seseorang di kalangan manusia yang
dikaruniai bantuan khusus dari Tuhan dan dijaga melalui kasih sayang
(luthf)-Nya. Dengan dua hal tadi, ia menyiapkan pertolongan wajib dan
mengantarkan manusia kepada kesempurnaan sejalan dengan potensi-potensi
Ilahiah yang dilimpahkan kepada mereka.
Bahkan, melalui
pengetahuannya dan dengan cara yang mungkin, ia akan menolong mereka
dalam perjalanan mereka menuju Sang Pencipta. Itulah eksistensi dari
kehadiran kudus imam sebagai bukti Allah dan sebagai teladan sempurna
dari kehidupan agama yang bisa mewujudkan kehadiran Tuhan dan
penyembahan kepada-Nya dalam sebuah masyarakat. Tanpa eksistensi sang
imam, Tuhan tidak bisa dikenali atau disembah secara sempurna. Jiwa imam
adalah wadah pengetahuan Tuhan dan rahasia-rahasia-Nya. Ia bak cermin
yang memantulkan realitas alam material, dan manusia menarik manfaat
dari pantulan-pantulan tersebut.
Dr Jalali:
Sesungguhnya, proteksi atas perintah-perintah agama dan hukum tidak
terbatas kepada satu orang yang harus mengetahuinya dan mengamalkan
seluruhnya. Alih-alih, jika semua aturan keagamaan dan hukum
didistribusikan di kalangan manusia dan jika setiap kelompok mempelajari
dan mempraktikkan dari masing-masing aturan ini, mereka semua
terlindungi dari perspektif pengetahuan tentang itu berikut
pengamalannya.
Tn. Hosyyar: Hipotesis Anda
tertolak dari dua sudut: pertama, dalam diskusi kita sebelumnya kami
telah menunjukkan bahwa mesti ada orang terkemuka di kalangan manusia
yang menjadi perwujudan segenap kualitas kasih sayang yang mungkin dan
personifikasi eksistensi keagamaan dalam semua maknanya.
Bahkan, ia harus bebas dari kebutuhan memperoleh ilmu-ilmu penting dan
pendidikan dari selain Tuhan. Jika orang seperti itu tidak ada di
kalangan manusia, maka manusia menjadi terbebas dari bukti dan
pengetahuan Tuhan mengenai tujuan-tujuan-Nya. Sudah tentu, ketika
spesies tertentu kehilangan maksud dan tujuan, maka kehancurannya sudah
pasti. Menurut hipotesis Anda, figur sempurna semacam itu tidak ada
karena setiap orang dari figur ini, bahkan ketika ia mengetahui dan
bertindak berdasarkan sejumlah perintah tersebut, tidak berada di jalan
agama yang lempang dan sesungguhnya telah menyimpang darinya.
Alasannya, perintah-perintah agama tadi secara tak terhindarkan sangat
berjalin-berkelindan dan secara mendalam saling berhubungan sebagai
suatu kesatuan bagi mereka yang diambil secara parsial.
Kedua,
sebagaimana ditunjukkan sebelumnya, karena perintah-perintah dan
hukum-hukum diturunkan sebagai bimbingan bagi manusia, mereka tidak
hanya akan tetap tegar tapi juga harus terlindungi. Semua cara kepada
perubahan-perubahan, distorsi atau desktruksi mereka akan tetap tertutup
kuat-kuat, dan mereka harus terjaga dari semua bahaya.
Tujuan
ini dapat dipenuhi hanya ketika orang yang bertugas tersebut terlindung
dari kesalahan dan bebas dari kealpaan serta kedurhakaan. Tidak satu
pun dalam hipotesis Anda yang menjamin hal ini lantaran masalah salah
keputusan dan kealpaan merupakan suatu kementakan (possibility) bagi
setiap orang. Buntutnya, perintah dan hukum Ilahi tidak steril dari
setiap perubahan atau penghapusan. Seitu, bukti tuntutan Allah yang
mutlak ataupun penghapusan dalih manusia tidak dapat diperoleh.
Dalil Tekstual Wajibnya Imamah
Tn. Hosyyar:
Semua yang telah kita perbincangkan lebih jauh ditunjukkan dalam
hadis-hadis riwayat Ahlulbait as. Jika Anda berminat menyelidiki
hadis-hadis tersebut Anda bisa merujuk kitab-kitab hadis.
Di sini kami akan menukil sebagian darinya demi kebaikan Anda:
Salah seorang sahabat Imam ash-Shadiq as bernama Abu Hamzah berkata:
Aku bertanya kepada Imam, "Bisakah bumi tetap ada tanpa kehadiran imam?"
Beliau menjawab, "Jika bumi kosong dari imam, ia akan hancur."4
Al-Wasysya, sahabat dekat Imam ar-Ridha as, berkata, "Aku bertanya
kepada Imam as, 'Mungkinkah bumi tanpa imam?' Beliau menjawab, 'Tidak
mungkin.' Aku berkata kepadanya bahwa telah sampai kepada kami bahwa
bumi tidak mungkin tanpa adanya imam, kecuali ketika Allah murka kepada
manusia. Pada saat itu beliau menjawab, 'Bagaimanapun, bumi tidak
mungkin kosong dari imam. Bila itu terjadi sebaliknya, maka bumi akan
hancur.'"5
Ibn ath-Thayyar melaporkan bahwa ia mendengar dari
Imam ash-Shadiq as bahwa jika masih ada dua orang di muka bumi, satu
dari kedua orang itu pastilah Hujjah Allah [Imam Mahdi]. Dalam hadis
lain, Imam al-Baqir as dilaporkan telah bersabda, "Demi Allah, dari saat
Allah wafatkan Adam hingga hari ini, Allah tidak meninggalkan bumi ini
tanpa seorang imam yang melaluinya petunjuk-Nya tersedia bagi manusia.
Inilah imam yang merupakan Hujjah Allah kepada manusia.
Sepanjang ada kebutuhan terhadap bukti Allah bumi takkan kosong dari seorang imam."6
Dalam hadis lain, Imam ash-Shadiq dilaporkan telah berkata: "Allah
menciptakan kami dalam sebaik-baik bentuk dan telah menunjuk kami
sebagai penjaga seluruh perintah Ilahi. Pohon berbicara kepada kami dan
melalui pengenalan kepada kami Allah disembah." Imam as juga mengatakan:
"Para khalifah Nabi saw adalah pintu-pintu pengetahuan ketuhanan. Oleh
karena itu, siapapun harus memeluk agama melalui mereka. Tanpa mereka
Tuhan tidak bisa dikenal. Melalui keberadaan para khalifah inilah Allah
akan memperlihatkan hujjah-Nya kepada para hamba-Nya."7
Abu
Khalid, seorang sahabat dekat Imam al-Baqir menanyakan tafsir ayat yang
mengatakan: "Berimanlah kepada Allah, Rasul-Nya, dan cahaya yang telah
diturunkan-Nya."
Imam as menjawab:
Wahai Abu Khalid, "cahaya" itu artinya para imam. Wahai Abu Khalid,
cahaya para imam di hati orang mukmin lebih terang ketimbang cahaya
matahari. Mereka adalah orang-orang yang menerangi kalbu-kalbu
orang-orang mukmin. Allah menolak dan menyembunyikan cahaya ini dari
siapapun yang dikehendaki-Nya, sebagai akibatnya hati sebagian manusia
menjadi gelap dan terhijab.8
Menurut hadis lain, Imam ar-Ridha as mengatakan:
Ketika Allah akan menunjuk seseorang untuk menjaga urusan-urusan
manusia, Dia melapangkan dadanya dan menjadikan hatinya sumber hakikat
dan kearifan.
Secara tunak, Dia melimpahinya dengan
pengetahuan-Nya agar setelah mencapainya ia mampu menjawab pertanyaan
apapun. Bahkan, dalam menjelaskan realitas ini dan memberikan petunjuk
yang hak ia tidak akan jatuh dalam kesalahan ataupun kebatilan. Dia
bebas dari dosa dan kesalahan apapun. Ia maksum.
Sepanjang
masa ia tetap sebagai penerima dukungan dan bantuan Allah, dan
terlindung dari maksiat dan dosa. Allah melantiknya kepada kedudukan
puncak ini sehingga ia menjadi hujjah eksistensi Allah di muka bumi.
Inilah rahmat khusus (luthf) Allah, yang Ia berikan kepada siapapun yang
dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya rahmat Allah begitu luas.9
Bahkan dalam hadis lain, Nabi saw menyatakan: "Bintang gemintang adalah
pengaman bagi para penghuni langit. Jika mereka hancur maka akan hancur
pula para penghuni langit. Anggota keluargaku adalah pengaman bagi para
penghuni bumi. Oleh karena itu, jika mereka tidak ada, para penghuni
bumi pun akan binasa."10
Dalam salah satu pidatonya, Imam Ali as berkata:
Bumi tak akan pernah kosong dari seorang al-Qâ' im pembawa hujah-Nya,
baik ia yang tampak dan dikenal atau yang cemas terliput oleh kezaliman
atas dirinya. Sehingga dengan demikian takkan pernah batal hujjah-hujjah
Allah dan tanda-tanda kebenaran-Nya. Aku sungguh-sungguh menyatakan
bahwa meskipun jumlah mereka sedikit namun kedudukan mereka sangatlah
tinggi. Melalui mereka Allah menjaga hujjah-hujjah dan tanda-tanda-Nya
sampai mereka menyerahterimakannya kepada orang-orang yang berpadanan
dengan mereka, dan menanamnya di hati orang-orang yang seperti mereka .
Hakikat "ilmu" menghunjam dalam lubuk kesadaran nurani mereka sehingga
tindakan mereka berdasarkan "ruh" keyakinan. Hidup berzuhud, yang dirasa
keras dan sulit bagi kaum yang suka bermewah-mewah, bagi mereka terasa
lembut dan lunak. Hati mereka tenteram dengan segala yang justru
menggelisahkan orang-orang jahil. Mereka hidup di dunia ini dengan
tubuh-tubuh yang "tersangkut di tempat-tempat yang amat tinggi". Mereka
itu khalifah-khalifah Allah di bumi-Nya yang menyeru kepada agama-Nya.11
Dalam khutbah yang sama Imam Ali bin Abi Thalib as telah memaparkan keutamaan Ahlulbait dengan mengatakan:
Kelembutan al-Quran adalah tentang mereka (Ahlulbait) dan mereka adalah
khazanah-khazanah Allah. Jika mereka berbicara mereka berbicara
kebenaran, namun jika mereka diam tak seorang pun bisa bicara kecuali
mereka berbicara.12
Mereka adalah tiang-tiang Islam dan benteng
perlindungannya. Bersama mereka kebenaran telah kembali kepada
posisinya yang tepat dan kebatilan telah musnah dan lidahnya tercerabut
dari akar-akarnya. Mereka telah memahami agama secara cermat, bukan
karena semata-mata warisan dari para penyampai, karena alangkah
banyaknya para penyampai pengetahuan namun betapa sedikitnya yang
memahaminya.13
Pendeknya, berdasarkan bukti rasional dan
tekstual, orang bisa menyimpulkan bahwa sepanjang manusia tinggal di
bumi, mesti ada seorang insan kamil dan terjaga secara Ilahi di antara
mereka yang bisa menjelmakan seluruh sifat sempurna yang mungkin diraih
manusia. Bahkan, orang semacam itu haruslah bertanggung jawab, baik
secara teoretis dan praktis, untuk membimbing manusia. Orang ini adalah
imam, pemimpin manusia. Setelah ia sendiri menapaki jalan suci
kesempurnaan insan, ia mengembankan pada dirinya sendiri untuk menyeru
pihak lain menuju tahapan dan kedudukan tersebut.
Oleh
karenanya, ia menjadi penghubung antara alam ruh yang gaib dan alam
manusia yang kasatmata. Ikatan-ikatan alam gaib pertama-tama turun
kepadanya dan melaluinya sampai kepada manusia lainnya. Jelaslah,
ketiadaan orang semacam ini di antara manusia akan mengarahkan mereka
kepada sembarang tujuan. Ketiadaan semacam ini akan menggiring kepada
kehancuran masyarakat manusia.
Dalam analisis terakhir, tanpa
mengabaikan adanya bukti-bukti lain, bukti-bukti rasional dan tekstual
ini menguatkan bahwa tidak ada periode sejarah, termasuk di zaman kita
sekarang, yang kosong dari eksistensi seorang imam. Karena tidak ada
imam yang hadir di zaman ini, kita bisa katakan bahwa imam tersebut
dalam kegaiban dan tinggal di dalam kehidupan yang dirahasiakan.
***
MALAM kian larut. Setiap orang merasa lelah dan memutuskan untuk melanjutkan diskusi tersebut pada waktu lain.[]
Catatan Kaki
1. Lihat tesis yang tersaji dalam buku Al-Mahdiyyah fî al-Islâm, hal.48-68.
2. Untuk detail lebih jauh tentang syarat-syarat yang diperlukan di
bawah otoritas khalifah ini, lihat: Ali al-Wardi, Naqsy-i vu'aazh dar
Islâm, yang merupakan terjemahan dari karya berbahasa Arab oleh
Khaliliyan, hal.111-137. Legenda tentang Abdullah bin Saba secara kritis
telah dianalisis oleh Sayyid Murtadha al-Askari dalam kajian
monumentalnya bertajuk 'Abdullâh bin Sabâ; dan oleh Thaha Husain, 'Alî
va Farzandânasy, yang merupakan terjemahan dari bukunya berbahasa Arab
oleh Khalili, hal.139-143 .
3. Pengarang mengatakan: Mahdi
dalam Agama-agama Lain. Dengan demikian ia menggunakan istilah mahdî
sebagai suatu istilah umum bagi pemimpin mesianik manapun yang
kemunculannya ataupun kembalinya ditunggu-tunggu oleh para pengikut
agama-agama lain. ( Penerjemah Bahasa Inggris-A.A. Sachedina).
4. Al-Kulaini, Ushûl al-Kâfî, jilid 1/334.
5. Ibid.
6. Ibid., hal.333, 335.
7. Ibid, hal.368-69.
8. Ibid., hal.372.
9. Ibid., 1/390.
10. Suyuthi, Tadzkirat al-Khawâshsh, hal.182 .
11. Nahj al-Balâghah, khutbah 147, jilid 3.
12. Ibid., khutbah 154.
13. Ibid., khutbah 235.
9
IMAM MAHDI
BAB 4
Alam Gaib dan Imam Zaman
PERTEMUAN berikut dilangsungkan di kediaman Dr. Jalali. Dialah orang pertama yang membuka diskusi.
Dr. Jalali:
Sebagian kecil Muslimin percaya bahwa Imam Zaman adalah putra Imam
Hasan al-Askari yang lahir pada tahun 256 H/843 M. Akan tetapi, mereka
mengatakan bahwa ia diangkat dari dunia ini ke alam gaib yang disebut
sebagai Hurqalyah1. Ketika manusia mencapai kematangan dan mengakhiri
kehidupan yang dikuasai pertikaian dunia ini seraya menyiapkan dirinya
sendiri untuk bertemu dan melihat Imam Zaman, ia akan lebih mudah untuk
melihatnya .
Salah seorang otoritas terkemuka telah menulis demikian dalam bukunya:
Alam [gaib] ini telah merapat sampai ia menyatu dengan bumi. Di masa
Adam, ia diperintahkan: 'Naiklah!' Dan, sampai sekarang ia naik. Dia
belum melepaskan dirinya sendiri dari keterikatan-keterikatan duniawi
dan kotoran-kotoran yang menahannya. Dia belum mencapai atmosfer yang
bersih. Jadi, di sini semuanya berupa kegelapan.
Dalam
kegelapan, seorang manusia mencari suatu agama dan melakukan
perbuatan-perbuatan. Ia memiliki serangkaian keyakinan. Ketika ia
membebaskan dirinya dari debu tradisi-tradisi dan memasuki ruang yang
bersih, ia akan menyaksikan wajah berseri wali Allah itu (= Imam
Keduabelas). Ia [Adam] mendapatkan manfaat dari kehadirannya tanpa
halangan secara nyata. Pada saat itu, tata tertib agama akan menjadi
sesuatu yang lain dan agama akan mencapai bentuk sejatinya sehingga
segala sesuatu akan berbeda.
Dari itu, kita harus mikraj ke
dunia tersebut tempat wali Allah ini hadir dan tidak menantinya untuk
mendatangi kita. Jika ia mendatangi kita dan menemukan kita lemah, kita
tidak bisa mendapatkan manfaat darinya. Bahkan, jika ia mendatangi kita
dan kita tetap dalam kondisi [eksistensi penuh dosa] yang sama, kita
tidak akan bisa menemuinya. Ini pun berlawanan dengan akal sehat. Di
sisi lain, jika keadaan kita berubah lebih baik dan meningkat, maka
posisi kita niscaya beranjak naik. Nama alam tersebut bahasa teosofi
adalah Hurqalyah. Jadi, ketika dunia naik ke aras tinggi itu, ia
mencapai maqam Hurqalyah. Di tempat itu, ranah Imam diketahui. Kebenaran
dimenangkan dan kebatilan dikalahkan.2
Tn. Hosyyar:
Maksud pengarang itu dalam tulisan tadi tidaklah jelas. Jika ia
bermaksud menyampaikan bahwa Imam Zaman as telah memasrahkan eksistensi
ragawi dan tubuh fisiknya untuk mikraj ke alam ideal tersebut, akibatnya
ia bukan lagi orang yang ada di bumi ini yang memerlukan jasad duniawi
dan terikat dengan kemestian-kemestian duniawi. Pandangan ini, di
samping pada dirinya sendiri tidak rasional, tidak sesuai dengan
bukti-bukti rasional dan tekstual yang membuktikan keniscayaan imamah.
Sudah tentu, bukti-bukti ini menunjuk kepada fakta bahwa mesti ada di
tengah-tengah manusia seorang insan sempurna yang memiliki semua sifat
unggul dan nilai kebajikan dalam dirinya bisa diaktualisasikan. Orang
semacam itu-yang telah mencapai jalan lempang agama-akan menunjukkan
jalan tersebut dan memimpin manusia kepadanya.
Baru setelah
itu, imam tersebut bisa berperan sebagai teladan dan menjaga
aturan-aturan Tuhan dan berperan sebagai otoritas yang kompeten dan
bukti keberadaan Tuhan (hujjatullâh). Imam Keduabelas adalah orang
seperti itu. Dengan melihatnya secara berbeda, kebutuhan pemandu dan
pembimbing amat terasa ketika manusia bergerak menuju sejumlah tujuan,
yang diperintahkan untuk mencapai kesempurnaan tersebut.
Akan
tetapi, jika maksud pengarang berkaitan dengan Hurqalyah adalah untuk
memastikan suatu tempat di alam material ini, maka kami setuju dengan
keyakinan yang dipegangnya. Namun, makna belakangan yang lebih rasional
tampak tidak sesuai dengan pengertian eksplisit dalam tulisannya. 'Ala
kulli hal, tampaknya pendapat ini lemah.
Apakah Imam Dilahirkan Di Akhir Zaman?
Dr. Fahimi:
Kami bisa menerima hal ini dari apa yang telah Anda katakan, yakni,
eksistensi al-Mahdi di tengah-tengah kebenaran Islam tak terbantahkan
lagi, yang untuk itu Nabi pribadi telah menyampaikan informasi tersebut.
Akan tetapi, apakah ada masalah jika kita katakan al-Mahdi yang
dijanjikan belumlah lahir? Ketika kondisi-kondisi dunia telah kondusif
Allah akan melantik salah seorang keturunan Nabi yang akan menegakkan
aturan keadilan dan menciptakan kondisi-kondisi bagi ibadah yang ikhlas
kepada Allah dengan menghancurkan pasukan kezaliman serta berusaha
memerangi para pelaku kejahatan sampai kemenangan diperoleh.
Tn. Hosyyar:
Izinkanlah saya untuk menunjukkan bahwa kita telah membuktikan melalui
semua bukti rasional dan tradisional bahwa tidak satu periode pun dari
kehidupan manusia tanpa kehadiran seorang imam. Pasalnya, ketiadaan imam
akan mengarah kepada kemunduran manusia. Oleh karenanya, zaman kita pun
tidak mungkin tanpa kehadiran imam.
Selain itu, kami telah
meneguhkan eksistensi al-Mahdi secara berturut-turut melalui hadis dan
riwayat dari Nabi dan keluarganya. Dari sana, kita juga akan memperoleh
paparan tentang orang dan karakternya dari sumber-sumber yang sama.
Syukurlah, semua karakteristik dan tanda-tanda eksistensinya tercakup
dalam sejumlah hadis, tidak meninggalkan kesamaran ataupun ketaktepatan
pada nilainya. Akan tetapi, jika kita betul-betul membaca semua riwayat
tersebut, semua ini akan memerlukan sejumlah pertemuan. Karena itu, saya
tidak percaya bahwa Anda, dengan kesibukan Anda yang begitu padat,
punya banyak waktu. Beranjak dari situ, saya hanya akan memberi Anda
daftar riwayat ini dan Anda bebas melakukan pengujian yang lebih
terperinci guna memuaskan minat Anda.
Paparan tentang al-Mahdî
Ulama
kontemporer, Shafi Gulpaygani, telah mengumpulkan semua hadis berikut
dalam kitabnya, Muntakhab al-Atsar, dengan menukil sumber-sumbernya dari
jalur Sunni dan Syi`i. Berikut daftar subjek yang dimaksud dan sejumlah
hadis tentang subjek itu:
Hadis 91: "Para imam berjumlah dua belas orang. Yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib dan yang terakhir adalah al-Mahdi."
Hadis 94: "Para imam berjumlah duabelas dan yang terakhir adalah al-Mahdi."
Hadis 107: "Para imam ada duabelas orang. Sembilan di antaranya keturunan Husain, dan yang kesembilan itu al-Qâ' im."
Hadis 389: "Mahdi berasal dari keturunan Nabi."
Hadis 214: "Mahdi berasal dari keturunan Ali."
Hadis 192: "Mahdi berasal dari keturunan Fathimah ."
Hadis 185: "Mahdi berasal dari keturunan Husain ."
Hadis 148: "Mahdi adalah keturunan Husain yang kesembilan."
Hadis 185: "Mahdi berasal dari keturunan Ali bin Husain."
Hadis 103: "Mahdi berasal dari keturunan Imam Muhammad al-Baqir."
Hadis 103: "Mahdi berasal dari keturunan Imam Ja'far ash-Shadiq."
Hadis 99: "Mahdi adalah keturunan Imam ash-Shadiq yang keenam."
Hadis 101: "Mahdi adalah keturunan Imam Musa al-Kazhim."
Hadis 98: "Mahdi adalah keturunan Imam al-Kazhim yang kelima."
Hadis 95: "Mahdi adalah keturunan keempat Imam Ali ar-Ridha."
Hadis 90: "Mahdi adalah keturunan ketiga Imam Muhammad at-Taqi."
Hadis 90: "Mahdi adalah keturunan Imam Ali al-Hadi ."
Hadis 145: "Mahdi adalah putra Imam Hasan al-Askari ."
Hadis 148: "Nama ayah al-Mahdi adalah Hasan."
Hadis 47: "Nama dan gelar al- Mahdi sama dengan nama dan gelar Nabi."3
Nabi saw bersabda:
Al-Mahdi yang dijanjikan berasal dari keturunanku. Nama dan gelarnya
sama dengan nama dan gelarku. Dalam penciptaan dan perilaku ia yang
paling dekat denganku. Ia akan hidup dalam kegaiban. Selama masa
kegaiban, manusia akan kebingungan dan tersesat. Di saat itu, laksana
bintang gemerlap ia akan muncul kembali dan mengisi bumi dengan keadilan
dan persamaan, sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani
sebelumnya.4
Sebagaimana yang bisa Anda saksikan dari
hadis-hadis di atas, al-Mahdi telah diidentifikasi sedemikian jelas di
mana tidak ada keraguan tentang sosoknya. Pada titik kritis ini,
tampaknya tepat untuk mengingatkan diri kita bahwa berdasarkan sejumlah
hadis Nabi dan laporan-laporan sejarah, siapapun bisa menyimpulkan bahwa
Nabi saw telah melarang gabungan nama dan julukannya dalam satu sosok.
Maka itu, ini merupakan peristiwa yang jarang terjadi dalam sejarah.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, Nabi saw bersabda,
"Jangan menggabungkan nama dan julukanku dalam satu orang."5 Disebabkan
larangan inilah maka saat Ali bin Abi Thalib memilih nama dan julukan
Nabi saw untuk putranya Muhammad bin al-Hanafiyyah, para sahabat Nabi
saw mengajukan keberatan terhadapnya. Ali bin Abi Thalib as menjawab
keberatan ini dengan mengatakan: "Aku punya izin khusus dari Nabi saw
tentang masalah ini." Sejumlah sahabat membenarkan ucapan Ali ini.
Jika kandungan hadis ini dihubungkan dengan hadis yang menyatakan bahwa
al-Mahdi akan mempunyai nama dan gelar Nabi saw, maka jelaslah sudah
bahwa Nabi saw sendiri menghendaki penggabungan nama dan gelarnya
sebagai bagian dari tanda-tanda al-Mahdi masa depan sebagai pengecualian
darinya. Kasus Muhammad bin al-Hanafiyyah merujuk kepada fakta ini
yakni penyatuan nama dan gelar Nabi saw pada dirinya. Pada gilirannya,
ia mengklaim-dengan alasan nama dan gelar Nabi yang menyatu pada
dirinya-tanda kemahdiannya ketika mengatakan: "Benar. Akulah al-Mahdi.
Namaku sama dengan nama Nabi saw, dan gelarku sama dengan gelarnya."6
Mahdi Berasal dari Keturunan Husain bin Ali
Dr. Fahimi:
Para ulama kita mengakui bahwa al-Mahdi berasal dari keturunan Husain.
Mereka menyebut hadis berikut yang diriwayatkan dalam Sunan Abi Dawud :
Abu Ishaq meriwayatkan: "Ali, ketika melihat putranya Hasan, berkata,
'Putraku ini adalah sayyid sebagaimana dinyatakan oleh Nabi saw. Di
antara keturunannya akan lahir seorang lelaki yang namanya sama dengan
Nabi saw. Ia akan menyerupai Nabi saw dalam sikapnya. Namun ia tidak
menyerupainya dalam perawakan."7
Tn. Hosyyar:
Pertama, mari saya tunjukkan beberapa kemungkinan dalam hadis tersebut.
Dalam hadis itu, besar kemungkinan telah ada suatu kesalahan dalam
penulisan ataupun pencetakan hadis. Dan, alih-alih 'Husain' yang
tercatat malah 'Hasan'. Alasannya, hadis yang sama telah diriwayatkan
dalam kumpulan hadis lain di mana alih-alih 'Hasan' yang tertulis adalah
Husain. Ucapan ini disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib kepadanya
[Husain].8
Kedua, sudah sangat banyak hadis dalam kumpulan
Sunni dan Syi`i yang mengatakan bahwa al-Mahdi berasal dari keturunan
Husain. Dengan sendirinya, hadis ini tidak absah. Mari kita periksa
beberapa contoh dari kompilasi Sunni tentang topik ini:
Hudzaifah menyampaikan hadis berikut dari Nabi saw:
Nabi saw berkata: "Sekiranya masih tersisa waktu satu hari untuk dunia,
Allah akan memperpanjangnya sampai seorang lelaki dari keturunanku,
yang namanya sama dengan namaku, akan muncul." Salman bertanya: "Dari
keturunanmu yang manakah ia akan lahir?" Nabi saw menjawab: "Dari
putraku ini." Dan, beliau menepuk-nepuk Husain dengan tangannya.9
Dalam hadis lain, Abu Sa`id al-Khudri meriwayatkan bahwa Nabi saw berkata kepada Fathimah:
" Al-Mahdi dari umat ini berasal dari kita. Di belakangnya, Nabi Isa as
akan shalat." Kemudian beliau menepuk-nepuk bahu Husain dengan
tangannya dan menyatakan: "Al-Mahdi umatku berasal dari keturunan
putraku ini."10
Suatu saat Salman al-Farisi menjenguk Nabi saw
ketika beliau menggendong Husain dalam pangkuannya. Nabi saw mencium
wajah dan mulut Husain seraya berkata:
Engkau adalah sayyid,
putra dan saudara sayyid. Engkau adalah Imam, putra dan saudara Imam.
Engkau adalah hujjah, putra dan saudara hujjah keberadaan Allah. Engkau
adalah ayah sembilan hujjah Allah, yang kesembilan dari mereka adalah
al-Qâ' îm.11
Menurut hadis ini, al-Mahdi adalah keturunan
Husain. Seitu, siapapun harus mengabaikan hadis-hadis berikut yang
mengatakan bahwa al-Mahdi merupakan keturunan Hasan. Bahkan, sekalipun
orang mengakui hadis-hadis belakangan sebagai hadis autentik, bisa
ditegaskan bahwa kedua jenis hadis menunjuk kepada fakta bahwa al-Mahdi
memang keturunan Hasan sekaligus Husain. Maksudnya, ibunda Imam Muhammad
al-Baqir adalah putri Imam Hasan. Hadis di bawah menyebutkan hubungan
logis antara kedua jenis hadis di atas tentang al-Mahdi yang berasal
dari keturunan Hasan dan Husain:
Nabi saw berkata kepada
Fathimah. Dua cucu umat ini berasal dari kita. Inilah Hasan dan Husain
yang keduanya adalah penghulu para pemuda surga. Demi Allah, ayah mereka
lebih utama ketimbang mereka berdua. Sesungguhnya aku menyatakan demi
nama Zat Yang Mahatunggal yang telah mengutusku sebagai nabi bahwa
al-Mahdi umat ini akan muncul dari kedua putramu di saat kekacauan akan
merajalela.12
Bagaimana al-Mahdi Terkenal?
Dr. Jalali:
Jika al-Mahdi adalah pribadi terkemuka dan terkenal serta jika
keutamaan dan karakteristiknya sangat masyhur telah sampai ke telinga
kaum Muslimin dan para sahabat imam yang jujur di masa-masa awal Islam,
maka jalan ke manipulasi dan kesesatan niscaya telah tertutup dan para
sahabat imam dan para ulama niscaya tidak akan jatuh dalam kesalahan.
Sebaliknya, siapapun menemukan bahwa bahkan sebagian dari keturunan para
imam tidak punya informasi yang benar tentang topik al-Mahdi.
Lantas, bagaimana bisa banyak orang yang mengklaim sebagai al-Mahdi
tampil di masa-masa awal, memperkenalkan diri mereka sebagai al-Mahdi
yang dijanjikan dalam Islam serta menyesatkan orang-orang dengan klaim
palsu mereka? Jika umat Islam mengetahui al-Mahdi melalui namanya, nama
ayah dan ibunya, dan gelarnya dan ia adalah Imam Keduabelas, dan semua
detail lain tentang zamannya dan ciri-ciri lain, lantas bagaimana
sekelompok orang bisa jatuh dalam kesalahan dan menganggap Muhammad bin
Hanafiyyah, Muhammad bin Abdullah bin Hasan, Ja'far ash-Shadiq, Musa
al-Kazhim, atau orang-orang lain sebagai al-Mahdi?
Tn. Hosyyar:
Sebagaimana disebutkan di muka, keyakinan mendasar terhadap eksistensi
al-Mahdi merupakan ajaran agama yang kuat kedudukannya di kalangan
Muslim awal. Nyatanya, orang-orang tidak memiliki keraguan apapun akan
eksistensinya. Nabi saw telah menginformasikan secara terperinci ihwal
eksistensi al-Mahdi, karakteristiknya, misi universalnya untuk
melembagakan pemerintahan Ilahi berdasarkan keadilan dan persamaan serta
mengakhiri kezaliman dan penindasan dengan melakukan perubahan serta
perbaikan penting dan mendasar.
Sesungguhnya, Nabi saw telah
banyak memberi kabar gembira semacam itu kepada kaum Muslim. Akan
tetapi, beliau tidak memperlengkapi mereka dengan bukti-bukti dan
karakteristik dan kekhususan aktual dari al-Mahdi. Alih-alih, siapa saja
bisa mengatakan bahwa masalah-masalah tersebut merupakan bagian dari
informasi terpercaya yang diturunkan kepada sejumlah kecil pengikut
Islam yang setia dan terpercaya, Nabi saw telah memberikan informasi
terpercaya tentang al-Mahdî tersebut kepada Ali bin Abi Thalib,
Fathimah, dan para sahabat utama lainnya, seraya menyimpan rahasia
tersebut dari masyarakat umum, selain hanya memberi mereka
isyarat-isyarat dan kabar umum tentang topik tersebut.
Para
imam pasca-Nabi saw mengikuti teladannya. Mereka hanya menyampaikan
informasi ringkas tentang al-Mahdi kepada masyarakat. Semua landasan
mendetail tentang topik tersebut dipindahtangankan dari satu imam ke
imam lain. Terkadang, informasi tersebut diungkapkan kepada sejumlah
kecil sahabat mereka yang amanah dan jujur. Secara umum, masyarakat umum
dan bahkan sebagian dari anggota keluarga para imam, mengetahui sangat
sedikit tentang topik tersebut.
Ada dua alasan bagi
Nabi saw dan para imam as untuk tidak memperturutkan sesuka hati dalam
menyampaikan informasi terperinci tentang masa depan menjelang
kemunculan al-Mahdi:
Pertama, mereka ingin menjaga
identitas dan rahasia dari al-Mahdi yang dijanjikan dari musuh-musuh
Allah dan para penguasa zalim sehingga tidak ada bahaya yang akan
menimpanya dari kedua pihak tersebut. Nabi saw dan para imam as
sepenuhnya sadar bahwa andaikata para penguasa, khalifah zalim dan
agen-agen mereka mengetahui identitas al-Mahdi lengkap dengan semua ciri
tentang nama orang tuanya, nama-nama mereka, dan seterusnya, niscaya
mereka semua tidak menunda-nunda lagi untuk menghalangi kelahirannya
sekalipun dengan cara membunuh orang tuanya.
Bani Umayyah dan
Abbasiyyah memutuskan mengakhiri kekuasaan mereka melalui pelibasan
bahkan ancaman paling ringan kepadanya. Mereka tidak henti-hentinya
melakukan tindak kejahatan yang mengerikan untuk mengukuhkan kekuasaan.
Barangkali, mereka telah berusaha mengucilkannya, meski ini artinya
membunuh seseorang secara tidak langsung yang terkait dengan tantangan
kepada penguasa otokratis mereka.
Sebagai catatan penting
sekalipun Bani Umayyah dan Abbasiyyah tidak sepenuhnya diberitahu
tentang tanda-tanda kemunculan al-Mahdi, mereka membunuh ribuan
keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fathimah, untuk membungkam ancaman
potensial dari revolusi al-Mahdi. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan
dari Imam ash-Shadiq kepada Mufadhdhal, Abu Bashir, dan Aban bin
Taghlib, Imam as berkata: "Karena Bani Umayyah dan Abbasiyyah telah
mendengar bahwa pemerintahan tiranik akan digulingkan oleh al-Qâ' im
kami, mereka memulai permusuhan terhadap kami. Mereka berusaha membunuh
keturunan Nabi saw dan menghancurkan generasi berikutnya dengan harapan
mereka bisa menyingkirkan al-Qâ' im. Namun karena Allah telah memutuskan
memenuhi kehendak-Nya, Dia tidak menyingkapkan kepada para tiran semua
informasi tentang persoalan tersebut."13
Kasus para imam
tidaklah jauh berbeda dengan kasus Nabi saw sendiri. Mereka tinggal
dalam kekhawatiran selama hidup mereka. Oleh karenanya, mereka
menerapkan taqiyyah dalam menyampaikan detail-detail tentang al-Mahdi
sekalipun terhadap para sahabat yang paling dekat dan keturunan Ali
lainnya ('Alawi). Abu Khalid, sahabat dekat Imam al-Baqir dan ash-Shadiq
as, suatu saat meminta Imam al-Baqir as untuk membenarkan al-Qâ' im
baginya sehingga ia akan sepenuhnya mengenalinya. Imam as berkata:
"Wahai Abu Khalid, Anda telah menanyakan sesuatu yang seandainya
keturunan Fathimah akhirnya mengetahui sesuatu, para penguasa akan
memotongnya menjadi serpihan-serpihan!"14
Kedua, dengan
semata-mata memberikan informasi umum tentang al-Mahdi, Nabi saw dan
para imam as menghendaki agar mereka yang imannya lemah tidak dikuasai
rasa frustrasi di hadapan para penguasa yang zalim. Dengan kata lain,
mereka yang telah menyaksikan atau mendengar sesuatu ihwal pemerintahan
Nabi saw dan Imam Ali bin Abi Thalib yang bersih dan adil di masa-masa
awal Islam, telah mendengar tentang kemenangan akhir agama sejati dan
akhir kezaliman serta kebejatan di bawah kekuasaan Islam. Dengan begitu,
mereka telah menerima agama baru tersebut dengan harapan menyaksikan
akhir semua kebejatan. Akan tetapi, karena mereka adalah mu`allaf (baru
masuk Islam), keimanan mereka tidaklah kuat.
Pada saat yang
sama, di satu sisi, kekacauan yang terjadi di masyarakat Islam dan
kondisi-kondisi tidak kondusif yang terjadi telah berdampak kepada
orang-orang ini. Di sisi lain, mereka melihat perilaku tercela dari para
penguasa Bani Umayyah dan Abbasiyyah dan cara-cara yang dipaksakan
kepada masyarakat. Kondisi-kondisi sosio-politik yang tidak mendukung
ini pada akhirnya telah membingungkan mereka.
Yang menjadi
keprihatinan Nabi saw dan para imam as adalah bahwa orang-orang yang
imannya lemah akan putus asa, dalam kebenaran dan agama Islam yang
dikuasai oleh kekuatan-kekuatan jahat, maka mereka akan mengabaikan
Islam. Sampai titik tertentu hal yang bisa menjamin orang-orang untuk
tetap memegang teguh agama Islam dan memberi harapan ke dalam hati-hati
mereka adalah keyakinan akan kemunculan kembali dan revolusi al-Mahdi
yang dijanjikan.
Kaum Muslim ini mengharapkan revolusi
al-Mahdi terjadi pada suatu hari dengan meruntuhkan kezaliman di
masyarakat dan memperbaharui tatanan baik universal sesuai dengan
ideal-ideal Islam tentang keadilan dan persamaan. Secara alamiah,
harapan akan masa depan yang lebih baik ini ada di masyarakat yang hanya
akan terpengaruh ketika semua detail hakiki tentang kebangkitan al-Qâ`
im tidak diketahui secara jelas. Sebaliknya, jika detail-detail tentang
waktu, jatidiri, dan tanda-tanda terkait lainnya dari kemunculan
al-Mahdi menjadi pengetahuan umum, sikap dan harapan positif niscaya
tidak berhasil.
Tak ayal lagi, adalah warta umum dan ringkas
tentang peran masa depan al-Mahdi ini yang memberdayakan orang-orang
tertindas di masa-masa awal Islam untuk bersabar atas kondisi-kondisi
yang tidak mendukung yang ada di bawah kekuasaan Dinasti Umayyah dan
Abbasiyyah yang zalim dan korup.
Dampak yang diinginkan dari
apa yang diprediksikan tentang al-Mahdi secara ringkas terangkum dalam
riwayat berikut. Yaqthin, seorang pendukung Abbasiyyah, bertanya kepada
putranya Ali bin Yaqthin, seorang sahabat Imam Musa al-Kazhim terkemuka:
"Mengapa perkara-perkara yang memprediksikan kami [Abbasiyyah dan
sekutunya] telah terpenuhi, sementara yang menyangkut kalian tetap tidak
diketahui?"
Ali bin Yaqthin menjawab: "Riwayat-riwayat yang
meramalkan kejadian dan peristiwa (yang akan datang) berasal dari sumber
[kenabian] yang sama. Akan tetapi, karena saat bagi kekuasaan politik
kalian telah tiba, nubuat mengenai kalian, satu per satu, terpenuhi.
Tetapi, waktu bagi kekuasaan kami, yakni kekuasaan keluarga Nabi saw,
belumlah tiba. Oleh karenanya, mereka telah menyibukkan kami dengan
berita-berita gembira dan aspirasi-aspirasi masa depan.
Sekiranya kami diberitahu bahwa pemerintahan keluarga Nabi saw tidak
akan tegak untuk dua tiga abad selanjutnya, niscaya hati-hati menjadi
keras dan kebanyakan orang akan meninggalkan Islam. Namun,
peristiwa-peristiwa tersebut telah diriwayatkan sedemikian cara di mana
hati-hati menjadi bahagia dan setiap saat kami menunggu tegaknya
pemerintahan Allah."15
Hadis-hadis dari Ahlulbait Bukti bagi Semua Umat Islam
Dr. Fahimi:
Siapapun harus mengakui fakta bahwa hadis-hadis Anda mengidentifikasi
dan menjelaskan al-Mahdi dengan sangat baik. Sayangnya, hadis-hadis
seperti itu nilainya sangat sedikit bagi orang seperti saya sebagai
seorang Sunni dan yang tidak melekatkan signifikansi apapun kepada
pendapat dan tindakan para imam Anda.
Tn. Hosyyar:
Saya tidak sedang dalam proses membuktikan imamah dan wilâyat
(kecintaan terhadap Ahlulbait) kepada Anda. Saya hendak menunjukkan
sesuatu yang lain bagi Anda. Kiranya penting untuk menekankan bahwa
pendapat dan perbuatan para imam di kalangan Ahlulbait memiliki nilai
dan hujjah serta signifikansi bagi semua umat Islam di seluruh dunia,
tak peduli apakah umat Islam itu mengakui mereka sebagai imam ataukah
tidak.
Alasannya, ada sejumlah hadis masyhur tentang otoritas
Nabi saw dan diakui sebagai terpercaya baik melalui jalur Sunni ataupun
Syi`i dimana Nabi saw telah mengenalkan Ahlulbaitnya sebagai sumber
otoritatif dalam pengetahuan Islam dan mendudukkan pendapat serta
perbuatan mereka sebagai terpercaya. Misalnya, hadis masyhur tentang
"dua pusaka yang berharga" (al-tsaqalain), Nabi saw bersabda:
Aku tinggalkan kepada kalian dua pusaka yang berharga (al-tsaqalain).
Jika kalian berpegang kepada mereka, kalian tidak akan pernah tersesat.
Salah satu dari keduanya lebih berbobot ketimbang yang lain. Salah satu
dari dua itu adalah Kitab Allah yang merupakan tali antara langit dan
bumi, yang keduanya adalah keluargaku, Ahlulbaitku. Dua pusaka ini tidak
akan terpisah satu sama lain sampai Hari Kiamat. Oleh seitu,
berhati-hatilah kalian dalam memperlakukan keduanya.16
Hadis
ini telah dilaporkan dalam pelbagai bentuk, baik dari sumber Sunni
maupun Syi`i. Bahkan, ia dinilai sebagai hadis sahih. Menurut Ibn Hajar,
sebagaimana tercatat dalam kitabnya ash-Shawâ` iq al-Muharriqah, hadis
ini telah diriwayatkan melalui berbagai sumber dan melalui sejumlah
rantai periwayatan dari Nabi saw.
Sesungguhnya, lebih dari 20
sahabat dekat Nabi saw telah meriwayatkannya. Nabi saw selalu
menempatkan arti penting al-Quran dan Ahlulbaitnya dalam berbagai
kesempatan yang telah ia nyatakan signifikansi keduanya bagi
kesejahteraan kaum Muslim di masa depan, termasuk Haji Wada' dan
al-Ghadir serta setelah kepulangannya dari perjalanannya ke Tha`if.
Hadis lain yang diakui secara luas di semua sumber Sunni dan Syi`i
diriwayatkan oleh Ibn Abbas yang mendengar Nabi saw bersabda:
"Perumpamaan keluargaku laksana bahtera Nuh. Barangsiapa yang masuk ke
dalamnya, ia selamat, dan barangsiapa yang berpaling darinya, ia akan
binasa."17
Jabir bin Abdullah al-Anshari meriwayatkan dari Nabi saw hadis lain yang dikutip secara luas. Di dalamnya, Nabi saw bersabda:
Dua putra Ali [Hasan dan Husain] adalah para penghulu pemuda surga.
Keduanya adalah anakku. Ali, dua putranya, dan para imam setelah mereka,
merupakan hujjah keberadaan Allah di tengah-tengah manusia. Merekalah
pintu gerbang pengetahuanku di masyarakat. Barangsiapa yang mengikuti
mereka akan selamat dari api neraka, dan barangsiapa yang menerima
mereka sebagai pemimpinnya (imam) telah mendapatkan jalan petunjuk.
Allah tidak merahmati siapapun dengan kecintaan mereka tanpa memuliakan
mereka di surga.18
Dalam salah satu pidatonya, Ali bin Abi Thalib berkata kepada orang-orang:
Aku meminta kalian untuk membenarkan hal ini atas nama Allah: Apakah
kalian ingat apa yang dikatakan Nabi saw dalam khutbahnya yang terakhir:
"Wahai manusia! Aku tinggalkan kepada kalian Kitab Allah dan
keluargaku! Berpeganglah kepada mereka dan kalian tidak akan pernah
tersesat, karena Allah, Yang Mahabijaksana, telah mengabarkan dan
menjamin aku bahwa keduanya itu tidak akan pernah saling berpisah sampai
Hari Kiamat." Pada saat itu, Umar bin Khaththab menjadi marah, lantas
berdiri dan berkata: "Apakah pernyataan ini termasuk semua keluargamu?"
Nabi saw menjawab: "Tidak. Ini hanya mencakup pewarisku.
Di
antaranya yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib, saudaraku, pembantuku,
pewarisku, khalifahku. Dialah salah seorang yang memiliki kekuasaan
yang luas atas umatku. Setelah Ali, putraku Hasan, setelahnya putraku
Husain, dan kemudian sembilan dari keturunan Husain adalah para pewaris.
Mereka akan menggantikan satu sama lain sampai Hari Kiamat.
Mereka adalah hujjah-hujjah keberadaan Allah bagi manusia, para penjaga
pengetahuan Ilahi, dan gudang kearifan di muka bumi. Barangsiapa yang
menaati mereka, berarti menaati Allah, dan barangsiapa yang mendurhakai
mereka, berarti mendurhakai Allah."
Ketika jawaban Ali sampai
pada noktah ini, mereka semua yang hadir berkata: "Kami bersaksi bahwa
Nabi saw benar-benar mengatakan semuanya.19
Bersandarkan
hadis-hadis tersebut yang terekam dalam sumber-sumber Sunni dan Syi`i,
kesimpulan yang bisa ditarik adalah sebagai berikut :
(
a) Karena al-Quran akan tetap bersama orang-orang hingga Hari Kiamat,
keluarga Nabi saw, Ahlulbait, akan tetap bersama mereka juga. Oleh
karenanya, hadis-hadis semacam ini bisa dihitung sebagai bukti bagi
keberadaan Imam Gaib.
( b) Istilah itrat dalam hadis tersebut sesungguhnya merujuk kepada dua belas pewaris Nabi saw.
( c) Nabi saw tidak meninggalkan kaum Muslim tanpa seorang pembimbing.
Justru sebaliknya, beliau telah menjadikan keluarganya, Ahlulbait,
sebagai sumber pengetahuan dan petunjuk Ilahi. Ia telah menyatakan
pendapat dan perbuatan mereka sebagai kompeten dan bisa dipercaya serta
telah merekomendasikan bahwa siapapun mesti berpegang kepada mereka
sampai Hari Kiamat.
( d) Imam tidak akan pernah terpisah dari
al-Quran dan aturannya. Oleh karenanya, ia harus sangat mengetahui
tentang-tentang perintah al-Quran. Karena al-Quran tidak menyesatkan
siapapun dalam masalah petunjuk dan mengantarkan mereka yang mematuhinya
kepada keselamatan, maka Imam mengantarkan manusia kepada tujuan mereka
tanpa melakukan kesalahan. Jika manusia mengikuti al-Quran dan para
imam, niscaya mereka akan dibimbing kepada kesejahteraan mereka. Dengan
kata lain, imam terbebas dari kesalahan dan penyimpangan (maksum).
Ali bin Abi Thalib: Suri Teladan Pengetahuan Kenabian
Dalam sinaran sumber historis dan tradisional, kiranya tepat untuk
menandaskan bahwa Nabi saw dengan sangat baik bahwasanya di kalangan
sahabatnya, tidak semua mampu menjalankan kadar dan bobot pengetahuan
yang disampaikan olehnya dalam kedudukannya sebagai Nabi Allah. Bahkan
keadaan yang berkembang di masyarakat tidak mendukung untuk menyebarkan
berita semacam itu. Akan tetapi, beliau juga menyadari bahwa suatu hari
masyarakat akan membutuhkan pengetahuan tersebut.
Akibatnya, ia
memilih Ali bin Abi Thalib dengan tujuan menjadikannya gudang
pengetahuan kenabian. Secara pribadi, beliau mengajari dan mendidik Ali
siang dan malam. Seitu, apa yang dikatakan Ali memantulkan pengetahuan
Nabi saw tentang Islam. Menukil beberapa contoh, mari kita lihat hadis
berikut:
Ali dibesarkan di bawah asuhan dan perhatian Nabi saw
dan sepanjang waktu dalam persahabatannya. Dalam hubungan ini, Nabi saw
memberitahu Ali bahwa Allah meminta Nabi agar melindungi Ali dan
mengajarinya semua yang telah Nabi terima dari Allah sebagai seorang
nabi. "Engkau pun harus memperhatikan dalam pengajaran dan pencatatan
yang telah aku ajarkan kepadamu. Niscaya Allah akan membantu upayamu,"
kata Nabi saw kepada Ali bin Abi Thalib.20
Seitu, Ali
senantiasa berkata: "Apapun yang kupelajari dari Nabi saw tidak pernah
aku lupakan."21 Dalam riwayat lain ia berkata: "Nabi saw telah
menyedikan waktu khusus di malam hari dan siang hari ketika aku biasa
menjenguknya [untuk belajar dari Nabi saw]."22
Dalam satu
kesempatan, Ali ditanya: "Apa alasan bahwa dibandingkan dengan para
sahabat Nabi yang lain, Anda mempunyai hadis yang lebih banyak?" Ia
menjawab: "Setiap kali aku menanyakan sesuatu, beliau memberiku jawaban.
Dan setiap kali aku diam, beliau akan memulai pembicaraan."
Menurut Imam Ali, Nabi saw biasa memintanya untuk menuliskan apa yang
dikatakan Nabi saw. Ali bertanya kepadanya apakah Nabi mengira dirinya
lupa. Nabi saw menjawab: "Bukan, bukan itu.
Karena aku telah
berdoa kepada Allah agar menjadikan engkau di antara orang-orang yang
ingat segala sesuatu dan mencatatkannya. Akan tetapi, aku ingin engkau
memeliharanya demi sahabat-sahabatmu dan para imam sepeninggalmu. Karena
eksistensi para imamlah, maka hujan tercurah ke bumi buat manusia,
shalat-shalat mereka diterima, dan bencana dihilangkan dari mereka dan
rahmat dilimpahkan kepada mereka." Lantas Nabi saw menunjuk Hasan seraya
berkata: "Inilah imam kedua dalam rangkaian para imam," dan
menambahkan, "para imam berasal dari keturunan Husain."
Kitab Ali bin Abi Thalib
Tentu saja, Ali bin Abi Thalib mampu memahami dan menguasai pengetahuan
kenabian melalui komitmen yang serius dan pertolongan Ilahi. Ia
memiliki bakat yang dikaruniakan Tuhan. Pengetahuan tersebut ditulis dan
disusun dalam satu kitab yang menjadi korpus komprehensif.
Di
dalamnya, Ali menambahkan rekomendasinya sendiri bagi kepentingan masa
depan umat ini. Persoalan ini telah terjaga rapi dalam riwayat yang
disampaikan oleh Ahlulbait as. Misalnya, kami membaca hadis berikut
dalam kumpulan tersebut:
Imam ash-Shadiq berkata: Kami
mempunyai sesuatu yang menjadikan kami bebas dari kebutuhan apapun
kepada manusia. Sehingga, [karena apa yang kami miliki] orang-orang
membutuhkan kami. Kami mempunyai sebuah kitab yang didiktekan oleh Nabi
saw sendiri dan itu ditulis tangan oleh Ali. Itulah kitab yang
komprehensif yang mencakup semua aturan tentang yang halal dan yang
haram.24
Dalam hadis lain, Imam al-Baqir berkata kepada Jabir:
Wahai Jabir, sekiranya aku menjelaskan kepadamu keyakinan dan ajaran
kami niscaya menghancurkan diri kami sendiri. Oleh seitu, kami
menyampaikan kepadamu hadis-hadis yang kami kumpulkan dari Nabi saw,
pada saat manusia mengumpulkan emas dan perak.25
Abdullah bin Sinan mendengar Imam ash-Shadiq yang berkata:
Kami memiliki sebuah kitab di dalam kantung kulit, yang panjangnya
tujuh puluh cubit.* Kitab itu ditulis oleh Ali yang didiktekan oleh Nabi
saw. Ia memuat semua pengetahuan yang dibutuhkan orang untuk diketahui
sampai detail yang sekecil-kecilnya.26
Warisan Pengetahuan Nabi:
Tn. Hosyyar:
Dr. Fahimi, sebelumnya Anda katakan bahwa Anda tidak menerima imamah
keluarga Nabi saw. Tetapi, Anda harus menerima watak evidensial dari apa
yang mereka katakan, pada saat Anda menerima hadis-hadis yang
dilaporkan dari para sahabat dan generasi Muslim sesudahnya. Alasannya,
bahwa sekalipun Anda tidak menerima salah seorang dari mereka sebagai
imam, Anda tidak bisa mengabaikan hak-hak mereka untuk menyampaikan
hadis-hadis sahih berdasarkan otoritas Nabi saw.
Tak syak
lagi, nilai apa yang mereka sampaikan berkali-kali lebih besar ketimbang
informasi yang diriwayatkan oleh Muslim biasa manapun. Sejumlah ulama
Sunni telah mengakui derajat pengetahuan, ketakwaan, dan kekuatan
karakter mereka.27
Para imam biasa mengatakan bahwa mereka
tidak memberikan pendapat berdasarkan prasangka mereka sendiri.
Alih-alih, jawaban mereka diturunkan dari ajaran Nabi saw sendiri.
Dengan kata lain, mereka adalah pewaris sejati pengetahuan kenabian,
yang menyampaikan segala sesuatu dari Nabi saw. Menurut Imam ash-Shadiq:
Hadisku adalah hadis ayahku. Hadis ayahku adalah hadis
kakekku. Hadis kakekku adalah hadis Husain. Hadis Husain adalah hadis
Hasan. Hadis Hasan adalah hadis Amirul Mukminin [Ali bin Abi Thalib].
Hadis Ali bin Abi Thalib adalah hadis Nabi. Dan, hadis Nabi saw adalah
perkataan Allah kepadanya.28
Dr. Fahimi: Saya
minta Anda bersikap tidak berat sebelah. Apakah Anda menganggap bahwa
hadis yang berdasarkan otoritas Hasan dan Husain, dua penghulu pemuda
surga tidak sebaik hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Samurah
bin Jundab atau Ka' b al-Ahbar? Bagaimana halnya dengan hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Zain al-Abidin yang takwa, Imam al-Baqir,
ash-Shadiq, dan seterusnya?
Tn. Hosyyar: Tidak
diragukan lagi bahwa Nabi saw telah menyatakan Ali dan keturunannya
sebagai harta karun pengetahuan kenabian. Ia mengingatkan kaum Muslim
berkali-kali dan dalam konteks yang berbeda agar menjadikan mereka
sebagai sumber pengetahuan yang handal tentang Islam. Sayangnya, arah
sejarah Islam menyimpang dari jalan yang lurus dan masyarakat Islam
meninggalkan perintah-perintah berharga dari Ahlulbait, yang membawa
kemunduran di kalangan Muslimin.
Dr. Jalali:
Saya menyimpan banyak pertanyaan dalam benak saya. Namun, karena sangat
terlambat, saya akan mengajukannya pada pertemuan berikutnya .
Ir. Madani: Jika kalian sepakat, saya ingin mengadakan diskusi selanjutnya di rumah saya. Kita akan lanjutkan dialog ini di sana.
Catatan Kaki:
1. Kata tersebut merujuk kepada alam mitologis yang dikenal oleh kaum
mistikus sebagai alam yang sangat sulit yang memerlukan kekuatan atau
ketangguhan Hercules untuk menembusnya. (Penerjemah dari bahasa Persia
ke Inggris-A.A.Sachedina).
2. Muhammad Karim Khan, Irsyad al-'Ulûm, (Kirman, 1380), jilid 3 hal.401.
3. Lihat: Luthfullah ash-Shafi al-Gulpaygani, Muntakhab al-Atsar fi
al-Imâm al-Tsânî' asyar (Teheran: Maktabat al-Shadr, tanpa titimangsa).
4. Al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.72.
5. Ibn Sa'd, Ath-Thabaqât al-Kubrâ, jilid 1, hal.107.
6. Ibid., jilid 5, hal.94.
7. Sunan, Kitâb al-Mahdî.
8. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.208.
9. Dzakhâ` ir al-'Uqbâh, hal.136.
10. Al-Bayân fi Akhbâr Shâhib az-Zamân, hal.502.
11. Yanâbî' al-Mawaddah, jilid 1, hal.492 .
12. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.183.
13. Ibn Babuyah, Kamâl ad-Dîn, jilid 2, 354 .
14. Syaikh al-Thusi, Kitâb al-Ghaybah, hal.202 .
15. Ibid., hal.208.
16. Dzakhâ` ir al-'Uqbâh (Kairo, 1356), hal.16; Ash-Shawâ` iq
al-Muharriqah, hal.147; al-Fushûl al-Muhimmah, hal.22; al-Bidâyah wa
an-Nihâyah, jilid 5, hal.208; (edisi Hyderabad), hal.153, 167; Sibth bin
Jawzi, Tadzkirat al-Khawâshsh, hal.182.
17. Semua sumber yang disebutkan dalam catatan sebelumnya, ditambah Majma` az-Zawâ` id, jilid 9, hal.168 .
18. Yanâbî' al-Mawaddah, jilid 1, hal.54.
19. Jâmi` ahadits asy-Syî` ah, jilid 1, pengantar.
20. Lihat, Manâqib Khwârazmî¸ hal.199; al-Kulaini, al-Kâfî, jilid 1, hal.64 .
21. A'yân asy-Syî` ah, jilid 3.
22. Yanâbî' al-Mawaddah, jilid 1, hal.77.
23. Ibid., jilid 2, hal.36; Ibn Sa'd, Thabaqât, jilid 2, bagian II, hal.101.
24. Jâmi' Ahadits asy-Syî' ah, jilid 1, pengantar.
25. Ibid.
26. Ibid.
27. Ada sejumlah karya yang ditulis oleh ulama Sunni yang mengakui para
imam Syi`ah sebagai orang saleh dan sangat memahami masalah-masalah
agama. Lihat, misalnya, al-Jawzi, Tadzkirat al-Khawashsh, Ibn Shabbagh
al-Maliki, Fushûl al-Muhimmah; asy-Syablanjî, Nûr al-Abshâr; Ibn Hajar,
ash-Shawâ' iq al-Muharriqah; dan seterusnya.
28. Jâmi' Ahadits asy-Syî' ah, jilid 1.
10
IMAM MAHDI
BAB 5
Siapakah Imam Setelah Hasan al-Askari?
PADA
hari Jum`at sore, kelompok diskusi itu bertemu lagi di kediaman Ir.
Madani. Pertemuan itu dimulai dengan ajuan pertanyaan dari Dr. Jalali.
Dr. Jalali: Saya telah mendengar bahwa Imam Hasan al-Askari tidak punya putra sama sekali!
Tn. Hosyyar: Ada sejumlah cara untuk membuktikan bahwa Imam Hasan al-Askari benar-benar memiliki seorang putra:
( a) Dalam sejumlah hadis dilaporkan berdasarkan otoritas Nabi saw dan
para imam as, diriwayatkan bahwa Hasan bin Ali bin Muhammad mempunyai
seorang anak yang akan muncul kembali melancarkan gerakan revolusi dunia
setelah kegaiban yang panjang dan akan memenuhi keadilan dan persamaan.
Masalah ini telah diriwayatkan dalam pelbagai hadis. Jika Anda ingat,
kami telah menyebutkan senarai hadis dalam diskusi sebelumnya. Dalam
hadis-hadis tersebut, ditegaskan bahwa al-Mahdi merupakan keturunan
kesembilan dari Imam Husain, bahwa ia keturunan keenam dari Imam
ash-Shadiq; bahwa ia keturunan kelima dari Imam al-Kazhim; keturunan
keempat dari Imam ar-Ridha; keturunan ketiga dari Imam Muhammad Taqi
al-Jawad; dan seterusnya.
( b) Dalam sejumlah hadis,
diriwayatkan bahwa al-Mahdi adalah putra Imam Hasan al-Askari as.
Misalnya, Shaqr bin Abi Dalf meriwayatkan bahwa ia mendengar dari Imam
Ali al-Hadi an-Naqi yang berkata:
Imam setelahku adalah anakku
Hasan. Setelahnya, putranya al-Qâ' im yang akan mengisi bumi dengan
keadilan dan persamaan sebagaimana ia dipenuhi dengan kezaliman dan
tirani.1
( c) Dalam beberapa riwayat, Imam Hasan al-Askari
telah mengabarkan bahwa al-Qâ' im dan al-Mahdi adalah putranya dan bahwa
keluarga Imam dan Nabi saw dilindungi dari kesalahan dan kesesatan.
Berikut ini hadis yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Utsman, wakil
kedua dari Imam Keduabelas selama kegaiban kecil (ghaybat-i sughrâ),
yang menerimanya dari ayahnya, wakil pertama:
Saya sedang
bersama Imam Hasan al-Askari ketika seseorang bertanya kepadanya tentang
hadis yang diriwayatkan dari para datuknya, yakni: "Dunia tidak akan
pernah kosong dari hujjah (bukti Allah)" dan "Barangsiapa yang meninggal
tanpa mengenal Imam Zamannya, maka matinya mati jahiliah." Imam as
menjawab: "Benar, sesungguhnya masalah itu sejelas dan seterang siang
hari." Orang itu melanjutkan pertanyaannya: "Siapakah hujjah dan imam
setelah Anda?" Beliau menjawab: "Setelahku, hujjah dan imam adalah
putraku Muhammad. Barangsiapa yang mati tanpa mengakuinya, matinya mati
jahiliah.
Waspadalah putraku akan mengalami kegaiban.
Akibatnya, orang-orang akan mengalami kebingungan. Mereka yang tidak
setia akan binasa, sementara mereka yang menetapkan masa kemunculannya
berarti menyuarakan kebatilan. Ketika periode kegaibannya berakhir, ia
akan melancarkan revolusi. Aku melihat panji-panji putih berkibar-kibar
di atas kepalanya di Najaf."2
( d) Imam Hasan al-Askari
mengabarkan kepada segelintir sahabat dekatnya tentang kelahiran
putranya. Berikut ini sejumlah hadis yang terkait dengan itu:
(1) Fadhl bin Syadzan, yang wafat setelah kelahiran Imam Keduabelas dan
sebelum kemangkatan Imam Hasan al-Askari, menulis dalam kitabnya tentang
Ghaybah, meriwayatkan dari Muhammad bin Ali bin Hamzah, yang berkata:
"Aku mendengar Imam Hasan al-Askari bersabda: 'Hujjah Allah dan
penggantiku lahir dalam keadaan berkhitan pada 15 Sya'ban 255 H (870 M),
pada waktu dini hari.'"3
(2) Sahabat dekat lain dari para
imam, Ahmad bin Ishaq, mendengar Imam Hasan al-Askari bersabda: "Syukur
kepada Allah karena Dia tidak mengambilku dari dunia ini tanpa
menunjukkan kepadaku seorang pengganti. Ia (anakku) yang paling dekat
dengan Nabi dalam hal perawakan dan karakternya. Allah akan menjaganya
ketika ia dalam kegaiban sampai kemudian Dia akan memunculkannya agar ia
memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan."4
(3) Ahmad bin
Hasan bin Ishaq al-Qummi meriwayatkan: Ketika pewaris yang saleh [dari
Imam Hasan al-Askari] lahir, sepucuk surat datang dari Imam al-Askari
melalui Ahmad bin Ishaq. Imam menulis: "Seorang anak telah lahir dariku.
Jagalah rahasia ini, karena aku tidak akan membukanya selain kepada
para sahabat dan kerabat terdekatku."5
(4) Kembali Ahmad bin
Ishaq meriwayatkan bahwa suatu hari ia bersama Imam Hasan al-Askari
ketika Imam bertanya kepadanya: "Ahmad, apa pendapatmu tentang perkara
yang diragukan orang?" Ia menjawab: "Ketika surat Anda yang memberitakan
kelahiran putra Anda tiba untuk kami semua, yakni, lelaki, perempuan,
anak-anak, tua dan muda, maka kebenaran menjadi nyata dan kami meyakini
apa yang Anda sampaikan kepada kami." Imam as berkata: "Tidakkah Anda
tahu bahwa bumi tidak akan pernah kosong dari hujjah Allah ?"6
(5) Abu Ja'far Muhammad bin Utsman al-Umari, wakil kedua Imam
Keduabelas, telah meriwayatkan bahwa ketika Imam Zaman lahir, Imam Hasan
al-Askari mengundang Abu Amr Utsman yakni ayahnya sekaligus wakil
pertama Imam Keduabelas. Ketika tiba, Imam Hasan menyuruhnya: "Belilah
seribu pound roti dan seribu pound daging dan bagikanlah di kalangan
Hasyimiyyah. Kemudian, atur juga hewan ternak untuk dikorbankan bagi
anakku yang baru lahir (aqiqah)."7
Semua hadis di atas memberikan bukti penting bahwa ada seorang anak yang lahir dari Imam Hasan al-Askari as.
Kesaksian Orang-orang yang Menyaksikan Imam Mahdi Ketika Masih Kecil
Dr. Jalali:
Bagaimana mungkin terjadi seseorang yang pasti memiliki anak tapi tak
seorang pun di dunia akan mengetahui tentangnya? Lebih jauh, bagamaina
bisa terjadi setelah lima tahun akan berlalu sementara ia tetap tidak
diketahui? Bukankah Imam al-Askari tinggal di Samarra? Tidakkah ia
dikunjungi oleh siapa saja? Mungkinkah orang percaya hanya pada satu
riwayat tentang adanya putra Imam Hasan yang datang dari Abu Amr Utsman
bin Sa`id?
Tn. Hosyyar: Meskipun itu jelas
sejak awal-di saat Samarra dikuasai Dinasti Abbasiyyah-kelahiran putra
Imam al-Askari tetaplah terjaga kerahasiaannya.
Setidaknya
hanya segelintir sahabat dan kerabat terpercaya yang menyaksikan anak
tersebut dan membenarkan kehadirannya. Mari kita periksa sejumlah hadis
tersebut:
(1) Di antara orang-orang yang hadir pada
hari kelahiran Imam Keduabelas dan yang meriwayatkan peristiwa itu
secara lebih mendetail adalah Hakimah Khatun, putri Imam Muhammad
at-Taqi dan bibi Imam Hasan al-Askari. Kisah tersebut secara ringkas
diceritakan olehnya sebagai berikut:
Suatu hari aku mengunjungi
rumah Imam al-Askari. Di malam hari, yang bertepatan dengan malam 15
Sya'ban 255 H (29 Juli 870), ketika aku hendak pulang ke rumah, Imam
berkata: "Bibi, tinggallah dengan kami malam ini, karena wali Allah dan
penggantiku akan lahir malam ini." Aku bertanya: "Dari istrimu yang
mana?" Ia menjawab: "Sawsan." Seitu, aku mulai melihatnya untuk
mengetahui apakah ada tanda-tanda kehamilan padanya. Aku tidak melihat
apapun. Setelah berbuka puasa dan menyelesaikan shalat, aku tidur
seruangan dengan Sawsan. Pada akhirnya, aku bangun dari tidurku dan
mulai berpikir tentang apa yang telah dinubuatkan oleh Imam al-Askari.
Kemudian aku mulai mendirikan shalat tahajjud. Sawsan juga bangun dan
bersiap-siap mendirikan shalat tahajjudnya.
Malam semakin
mendekati subuh. Namun tidak ada tanda-tanda akan melahirkan pada
dirinya. Aku mulai ragu apa yang telah dinubuatkan oleh Imam saat ia
berkata dari balik kamarnya: "Bibi, jangan ragu. Waktu kelahiran putraku
semakin mendekat."
Tiba-tiba, kondisi Sawsan mulai berubah.
Aku bertanya kepadanya apakah dirinya baik-baik saja. Dia menjawab bahwa
dirinya merasa tidak nyaman. Aku mulai mempersiapkan segala sesuatu
yang dibutuhkan untuk persalinan dan mengambil alih situasi. Beberapa
saat kemudian, wali Allah pun lahir dalam keadaan bersih dan suci.
Setelah itu, Imam al-Askari berkata: "Wahai Bibi, bawalah anakku
kepadaku." Ketika aku membawanya ke hadapan Imam, ia mendekatkan bayi
itu kepada dirinya sendiri dan menjilat-jilatkan lidahnya ke mata bayi
itu. Mata bayi itu terbuka seketika. Lalu Imam menjilatkan lidahnya ke
mulut dan telinga bayi serta mengelus kepala bayi dengan tangannya.
Pada saat itu, bayi itu mulai membaca ayat al-Quran. Ketika Imam
mengembalikan bayi itu kepadaku dan menyuruhku untuk membawanya ke
ibunya. Aku membawa bayi itu ke ibunya dan kemudian pulang.
Pada hari ketiga, aku kembali ke rumah Imam al-Askari dan langsung
menuju ke kamar Sawsan untuk menengok bayi tersebut. Namun aku tidak
melihatnya.
Aku pergi ke kamar Imam, tapi ragu-ragu untuk
menanyakan ihwal bayi itu. Pada saat itu, Imam memberitahuku: "Wahai
Bibi, putraku kini dalam kegaiban dengan perlindungan Allah. Saat aku
meninggalkan dunia ini dan ketika Anda melihat para pengikutku
berselisih tentang penggantiku, katakan kepada mereka yang amanah di
kalangan mereka apa yang telah Anda saksikan mengenai kelahirannya. Akan
tetapi, yakinlah bahwa peristiwa ini dibimbing dalam kerahasiaan karena
putraku akan dalam kegaiban."8
(2) Dua pembantu di kediaman
Imam al-Askari telah meriwayatkan bahwa ketika Imam Zaman lahir, ia
duduk di atas kakinya seraya menunjukkan jarinya ke langit [menyatakan
akan kesaksian keesaan Allah]. Kemudian ia bersin dan berkata: "Segala
puji bagi Allah Tuhan semesta alam."9
(3) Abu Ghanim, pelayan
di rumah Imam al-Askari, meriwayatkan bahwa seorang anak lelaki lahir
dari Imam Hasan al-Askari, yang ia namai dengan Muhammad. "Pada hari
ketiga, beliau menunjukkan bayi itu kepada para sahabatnya dan berkata:
'Inilah putraku sebagai pemimpin dan imam sepeninggalku. Ialah al-Qâ' im
yang tengah dinanti-nanti setiap orang. Ketika bumi dipenuhi dengan
kezaliman dan tirani, ia akan muncul, dan memenuhi bumi dengan keadilan
dan persamaan.'"10
(4) Abu Ali Khaidharani meriwayatkan dari
budak perempuan yang telah ia siapkan untuk Imam al-Askari bahwa
perempuan itu hadir di saat Imam Keduabelas lahir. Nama ibunya adalah
Shaiqal.11
(5) Hasan bin Husain al-Alawi berkata: "Secara
pribadi saya berkunjung ke Imam Hasan al-Askari di Samarra untuk
mengucapkan selamat kepadanya atas peristiwa kelahiran putranya." Hadis
yang sama telah diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas al-Alawi.12
(6) Hasan bin Mundzir melaporkan bahwa suatu hari Hamzah bin Abu
al-Fath mengunjunginya (Hasan) dan mengabarkan kepadanya: "Tadi malam,
Allah mengaruniai Imam al-Askari seorang putra. Akan tetapi, beliau
(Imam) telah menyuruh kami merahasiakan masalah tersebut. Saya
menanyakan kepadanya nama bayi tersebut. Beliau menjawab bahwa nama bayi
itu Muhammad."13
(7) Ahmad bin Ishaq meriwayatkan bahwa suatu
hari ia mengunjungi Imam Hasan al-Askari dengan maksud menanyakan
tentang penggantinya. Imam memulai percakapan. Beliau berkata:
Wahai Ahmad bin Ishaq, sejak Allah menciptakan Adam sampai Hari Kiamat,
Allah tidak dan tidak akan meninggalkan bumi tanpa hujjah-Nya. Karena
eksistensi orang inilah, bencana dijauhkan dari bumi dan hujan tercurah
ke atasnya, sehingga bumi menghasilkan panen.
Pada saat itu,
Ahmad bertanya kepada Imam as perihal penggantinya. Imam as masuk ke
ruang pribadi di rumahnya dan kembali dengan membawa seorang anak lelaki
berusia tiga tahun yang wajahnya bersinar laksana bulan purnama. Beliau
berkata:
Wahai Ahmad, sekiranya engkau bukan sahabat dekat
para imam dan sangat menghormati mereka, niscaya takkan aku tunjukkan
putraku kepadamu.
Ketahuilah, nama dan gelar anak ini sama
dengan nama dan gelar Nabi saw. Dialah orang yang akan memenuhi bumi
dengan keadilan dan persamaan.14
(8) Mu`awiyah bin Hakim, Muhammad bin Ayyub, dan Muhammad bin Utsman Amri melaporkan kejadian berikut:
Kami berjumlah empat puluh orang berkumpul di rumah Imam Hasan
al-Askari. Imam membawa putranya kepada kami berkata: "Inilah imam
kalian dan penggantiku. Sepeninggalku, kalian harus taat kepadanya.
Jangan memasuki perdebatan tentang masalah ini, jika tidak, kalian akan
celaka. Namun, kalian harus ingat bahwa setelah ini kalian tidak akan
bisa melihatnya lagi."15
(9) Ja'far bin Muhammad bin Malik
termasuk anggota kelompok terkemuka dari Syi`ah yang meliputi Ali bin
Bilal, Ahmad bin Hilal, Muhammad bin Mu`awiyah bin Hakim, dan Hasan bin
Ayyub. Ia meriwayatkan kejadian berikut :
Kami semua berkumpul
di rumah Imam Hasan al-Askari untuk mengetahui perihal penggantinya.
Kami semua berjumlah 40 orang di sana. Pada saat itu Utsman bin Amr
berdiri dan bertanya: "Wahai putra Rasulullah, kami datang ke sini untuk
menanyakan sesuatu di mana Anda memiliki ilmu yang lebih baik. " Imam
berkata: "Silakan duduk!" Kemudian Imam meninggalkan ruangan seraya
meminta orang-orang tetap tinggal di sana. Ia kembali setelah satu jam,
seraya membawa seorang bocah kecil yang wajahnya laksana bulan. Lantas
Imam berkata: 'Inilah Imam kalian. Taatilah dia. Dan juga ketahuilah
bahwa kalian tidak akan melihatnya lagi setelah hari ini."16
(10) Abu Harun melaporkan bahwa ia melihat Imam Keduabelas ketika wajahnya bersinar bak bulan purnama.17
(11) Ya'qub meriwayatkan bahwa suatu hari ia mengunjungi Imam
al-Askari. Di sebelah kanan Imam, ia melihat sebuah kamar dengan tirai
yang tergantung pada pintu masuk. Ia bertanya kepada Imam ihwal siapa
Imam Zaman (setelahnya). Imam berkata: "Angkatlah tirai itu!" Ketika ia
mengangkat tirai itu, seorang bocah muncul, keluar, dan duduk di
pangkuan Imam. Pada saat itu, Imam berkata kepada Ya'qub: "Inilah
Imammu!"18
(12) Amr al-Ahwazi melaporkan bahwa Imam al-Askari
menunjukkan kepadanya putranya dan berkata kepadanya bahwa ia adalah
imam sepeninggalnya.19
(13) Seorang budak Persia meriwayatkan kisah berikut:
Aku tengah berdiri di pintu Imam Hasan al-Askari ketika ia melihat
seorang pelayan meninggalkan rumah dengan sesuatu yang terbungkus di
tangannya. Imam berkata kepadanya: "Tunjukkanlah apa yang ada di
tanganmu." Pelayan itu membukanya dan tampaklah seorang anak lelaki yang
manis. Imam berkata kepadaku: "Inilah Imammu." Setelah itu, aku tidak
pernah melihat anak lelaki itu lagi."20
(14) Abu Nashr, seorang pelayan, dan Abu Ali Muthahhar meriwayatkan bahwa ia mereka melihat putra Imam Hasan al-Askari.21
(15) Kamil bin Ibrahim meriwayatkan bahwa ia melihat Imam Keduabelas di
rumah Imam Hasan al-Askari. Saat itu ia berusia empat tahun dan
parasnya laksana bulan purnama. Imam menjawab pertanyaannya sebelum ia
(Kamil) bertanya kepadanya.22
(16) Sa'd bin Abdullah
melaporkan: "Aku melihat Imam Zaman yang wajahnya seindah bulan purnama.
Ia tengah duduk di pangkuan ayahnya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang aku ajukan."23
(17) Hamzah bin Nushair, pelayan Imam Ali
an-Naqi, meriwayatkan dari ayahnya. Ketika Imam Keduabelas lahir,
anggota keluarga Imam al-Askari saling mengucapkan selamat. Ketika Imam
tumbuh sedikit besar, aku diminta untuk membeli daging setiap hari
dengan beberapa tulang. Dikatakan bahwa daging itu untuk "Tuan
mudamu".24
(18) Ibrahim bin Muhammad meriwayatkan:
Suatu saat karena khawatir akan gubernur, aku memutuskan lari dari
Samarrah. Aku pergi ke rumah Imam Hasan al-Askari untuk mengucapkan
selamat tinggal.
Aku melihat seorang bocah tampan di
sampingnya. Aku bertanya kepadanya: "Wahai putra Rasulullah, siapakah
anak ini?" Imam menjawab: "Dialah anakku dan penggantiku."25
Inilah daftar para sahabat, kerabat, dan pelayan Imam Hasan al-Askari
yang jujur yang telah melihat Imam Zaman, putranya, di masa
kanak-kanaknya dan membenarkan eksistensinya. Ketika orang menempatkan
kesaksian ini di samping kabar yang disampaikan oleh Nabi saw dan para
imam as, maka kepastian perihal eksistensi putra Imam Hasan al-Askari
terjawab sudah.
Mengapa Imam Keduabelas Tidak Disebutkan dalam Wasiat Imam al-Askari?
Ir. Madani:
Dikatakan bahwa pada hari-hari terakhirnya ketika Imam Hasan al-Askari
jatuh sakit, ia menunjuk ibunya sebagai pelaksana wasiatnya sehingga
ibunya bisa mengatur seluruh urusannya setelah kematiannya. Masalah ini
secara resmi disahkan oleh pengadilan. Dalam wasiat ini tidak
disebut-sebut putranya. Bahkan, kekayaannya dibagi-bagi antara ibunya
dan saudaranya.26 Andaikata ia punya anak, niscaya ia akan menyebutkan
anaknya dalam wasiat terakhirnya sehingga ia tidak kehilangan bagian
warisannya .
Tn. Hosyyar: Secara sengaja Imam
menghapus nama putranya dari wasiat terakhirnya agar ia tetap bebas dari
semua bahaya yang bisa datang kepadanya dari penguasa pada saat itu.
Sesungguhnya ia sangat hati-hati dalam hal ini dan ia sangat khawatir
akan kelahiran putranya terekspos dimana kadang-kadang, karena terpaksa,
ia melakukan taqiyyah dalam masalah putranya bersama para sahabat
dekatnya untuk mengaburkan situasi bagi mereka.
Salah satu
sahabat Imam Hasan al-Askari bernama Ibrahim bin Idris meriwayatkan
bahwa Imam mengirimnya seekor domba dengan suatu pesan bahwa ia harus
menyembelihnya karena yang belakangan (Ibrahim) telah melakukan 'aqiqah
untuk anaknya dan membagikan dagingnya kepada keluarganya. Ibrahim
menjalankan perintah Imam tersebut. Namun ketika ia mengunjunginya Imam
as berkata: "Anak kami telah meninggal." Akan tetapi, sekali lagi beliau
mengirim kepada Ibrahim dua ekor kambing berikut sepucuk surat yang
berisikan perintah Imam kepadanya. Bunyinya:
Bismillâhirrahmânirrahîm. Sembelihlah kambing-kambing ini untuk 'aqiqah tuanmu dan makanlah dagingnya bersama keluargamu.
Ibrahim menjalankan perintah tersebut. Namun ketika ia mengunjungi Imam, beliau tidak menyebutkan sesuatu apapun tentangnya.27
Imam ash-Shadiq as juga telah melakukan kehati-hatian serupa dalam
wasiat terakhirnya. Ia telah menunjuk lima orang sebagai pelaksana
wasiatnya, termasuk Khalifah Abbasiyyah al-Manshur, Muhammad bin
Sulaiman, gubernur Madinah, dua putranya, Abdullah dan Musa, dan
istrinya, Hamidah, ibu Musa.28 Dengan melakukan demikian, ia
menyelamatkan kehidupan putranya Musa dari bahaya yang mengancam, karena
Imam mengetahui bahwa jika imamah dan kepemimpinannya diketahui oleh
sang khalifah, Manshur akan mencoba membuang putranya. Sesungguhnya
peristiwa-peristiwa itu terjadi secara tepat sebagaimana yang telah Imam
ash-Shadiq pikirkan, karena khalifah memerintahkan bahwa andaikata
pewaris Imam ash-Shadiq adalah orang yang spesifik [yakni Imam Musa],
maka ia harus dibunuh.
Mengapa Orang Lain Tidak Mengetahui Kelahiran Imam Keduabelas?
Dr. Fahimi:
Biasanya ketika seorang anak lahir, maka kerabat, tetangga, dan para
sahabat akan mengetahuinya. Bahkan ini pun benar untuk seseorang yang
sangat dihormati. Dengan sendirinya, tidak ada perselisihan tentang
keberadaan seorang anak dari orang tersebut. Bagaimana bisa orang
percaya bahwa masyarakat tidak mempunyai informasi perihal seorang anak
dari Imam Hasan al-Askari padahal ia punya wewenang di tengah-tengah
mereka dan mereka niscaya meragukan akan ihwal peristiwa itu dan
berselisih satu sama lain tentangnya?
Tn. Hosyyar:
Anda benar bahwa secara normal situasi itu persis sebagaimana yang
telah Anda uraikan. Akan tetapi, Imam Hasan al-Askari sejak awal telah
memutuskan bahwa ia tidak akan mempublikasikan informasi apapun tentang
kelahiran putranya. Selain itu, keputusan semacam itu dibuat ketika Nabi
saw masih hidup dan ketika para imam lain dihadapkan dengan suatu
situasi di mana kerahasiaan tentang kelahiran merupakan tanda-tanda dari
imam terakhir.
Kami mempunyai sebuah riwayat yang mengatakan
bahwa Imam Zain al-Abidin menubuatkan bahwa: "Kelahiran al-Qâ' im kami
akan tersembunyi dari manusia dan akan menyebabkan orang-orang berkata
bahwa ia tidak lahir sama sekali, sehingga ketika ia mengambil komando
tak seorang pun berbai'at di atas lehernya."29
11
IMAM MAHDI
Dalam hadis lain, Abdullah bin Atha meriwayatkan:
Aku berkata kepada Imam al-Baqir: "Para pengikut Anda di Irak begitu
banyak. Demi Allah, tak seorang di keluarga Anda memiliki kedudukan
seperti Anda. Mengapa Anda tidak bangkit?" Imam berkata: "Wahai
Abdullah, Anda telah membiarkan omong kosong memasuki pikiran Anda. Demi
Allah, aku bukanlah pemimpin yang dijanjikan dari urusan tersebut." Aku
bertanya: "Lantas, siapakah pemimpin urusan tersebut?" Imam menjawab:
"Carilah dari orang yang kelahirannya akan tersembunyi dari manusia.
Dialah pemimpinmu."30
Dr. Fahimi: Mengapa Imam
Hasan al-Askari menyembunyikan kelahiran putranya dari manusia sehingga
mereka jatuh dalam keraguan dan kebimbangan serta tersesat dalam
masalah imamah?
Tn. Hosyyar: Seperti yang
telah saya katakan sebelumnya, cerita al-Mahdi yang dijanjikan
berkembang luas di kalangan Muslimin dari sejak awal kelahiran Islam.
Hadis-hadis dan riwayat-riwayat tentang subjek tersebut telah
disampaikan oleh Nabi dan pembenaran lebih jauh atas riwayat-riwayat ini
oleh para imam telah beredar di kalangan Muslimin.
Para
penguasa zaman itu juga sangat mengetahui hadis dan riwayat yang
menyebutkan bahwa al-Mahdi yang dijanjikan berasal dari keturunan
Fathimah dan Husain. Bahkan, hadis-hadis ini menyebutkan kehancuran
semua pemerintahan zalim oleh al-Mahdi, yang akan mendirikan
pemerintahan yang adil dan persamaan di seluruh dunia.
Akibatnya, mereka mengkhawatirkan kelahiran dan kemunculan al-Mahdi yang
dijanjikan dan memutuskan untuk menghentikan bahaya revolusi al-Mahdi.
Karena alasan inilah, rumah-rumah keluarga Nabi saw, yakni Bani Hasyim,
dan lebih khususnya rumah Imam Hasan al-Askari, diawasi terus menerus
dan dimata-matai secara cermat oleh para agen rahasia negara Abbasiyyah .
Khalifah Abbasiyyah, Mu'tamid, telah menunjuk sejumlah bidan untuk
melakukan tindakan mata-mata di keluarga Hasyimi guna mengumpulkan
informasi tentang kehamilan dan kelahiran anak-anak. Ketika khalifah
mendapatkan informasi tentang sakitnya Imam al-Askari, ia memerintahkan
para pengawalnya mengawasi terus menerus rumah Imam. Ketika mendengar
bahwa Imam as wafat, ia melakukan penyelidikan ke rumah Imam guna
mencari lokasi anaknya.
Selain itu, ia mengirim sejumlah bidan
untuk memeriksa hamba-hamba perempuan Imam guna mengetahui apakah
mereka itu hamil. Jika seorang perempuan ditemukan hamil, ia ditawan dan
dipenjarakan.
Para bidan mencurigai salah satu dari hamba
perempuan itu hamil dan melaporkannya kepada khalifah. Khalifah
memerintahkannya untuk dikurung di sebuah kamar dan menyuruh Tahrir,
pelayannya, mengawasinya secara ketat. Ia tidak membebaskannya sampai ia
yakin bahwa perempuan itu tidak membawa anak Imam. Ia tidak berhenti
pada Ahlulbait Imam Hasan al-Askari. Sebaliknya, segera setelah
pemakaman Imam usai, ia memerintahkan agar rumah-rumah itu diselidiki
dan diawasi ketat.31
Sekarang, Anda bisa memahami mengapa Imam
Hasan al-Askari, yang hidup dalam keadaan berbahaya tersebut, tidak bisa
melakukan apapun selain menyembunyikan kelahiran putranya dari manusia
sehingga anaknya akan tetap bebas dari rencana-rencana jahat mereka.
Nabi dan para penerusnya yang sah, para imam, menubuatkan
kondisi-kondisi ini dan mengabarkan kepada orang-orang kelahiran Imam
Keduabelas secara rahasia.
Bagaimanapun, riwayat-riwayat
semacam itu tidak diketahui dalam laporan-laporan sejarah. Sebagaimana
Anda maklum, ketika Fir'aun tahu bahwa seorang anak akan lahir di
kalangan Bani Israil yang akan mengakhiri kerajaannya, ia berusaha
mencegah bahaya tersebut dan mengirim para agennya mengawasi secara
ketat semua perempuan hamil dan membunuh semua bayi laki-laki serta
menahan semua anak perempuan yang dilahirkan. Semua tindak kejahatan ini
tidak menyampaikannya kepada tujuan. Allah menjadikan kelahiran Musa
tetap tersembunyi sehingga tujuan Ilahi bisa terpenuhi.
Menyangkut Imam Hasan al-Askari, meski dalam situasi bahaya, ia tetap
mengabarkan kelahiran putranya kepada sejumlah sahabat dan para
pengikutnya yang amanah sehingga mereka akan terus menerima petunjuk.
Seitu, ia meminta mereka merahasiakan masalah itu dari para musuh dan
meminta agar mereka tidak menyebutkan namanya sekalipun.
Ibu Imam Keduabelas
Dr. Jalali: Siapakah nama ibu Imam Zaman?
Tn. Hosyyar:
Namanya dikenalkan dalam sumber-sumber dengan berbagai nama. Di
antaranya adalah Narjis, Shayqal, Rayhanah, Sawsan, Khumth, Hukaimah,
dan Maryam. Jika Anda memperhatikan dua hal berikut, Anda akan memahami
sumber kebingungan ini:
( a) Imam Hasan al-Askari mempunyai
beberapa sahaya perempuan dengan nama-nama yang berbeda-beda. Dalam satu
kesempatan, Hakimah Khatun telah menyebutkan sahaya-sahaya perempuan
ini. Suatu saat ia mengunjungi Imam Hasan as dan melihatnya sedang duduk
di halaman rumahnya, dikelilingi oleh sahaya-sahayanya. Hakimah
bertanya kepada Imam: "Manakah di antara gadis-gadis ini yang akan
menjadi ibu penggantimu?" Imam menjawab: "Sawsan."32
Dalam
riwayat lain, Hakimah menceritakan peristiwa kelahiran Imam Keduabelas,
yang disebutkan sebelumnya, di mana Imam al-Askari memintanya untuk
menghabiskan malam 15 Sya'ban (255 H/870 M) di rumahnya karena seorang
bayi akan lahir. Saat itu, Hakimah bertanya kepadanya: "Manakah sahaya
perempuanmu yang menjadi ibu anak itu?" Imam menjawab: "Narjis." Hakimah
menukas: "Ya, aku sangat menyukainya di antara sahaya-sahaya
perempuanmu."33
Dari dua riwayat ini dan riwayat-riwayat yang serupa tampak bahwa Imam al-Askari memiliki beberapa sahaya perempuan.
( b) Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, anak Imam al-Askari lahir dalam
situasi yang sangat berbahaya karena khalifah Abbasiyyah dan bahkan
beberapa anggota klan Hasyimiyyah telah mengetahui saat kelahiran
al-Mahdi yang kian mendekat, yang akan menumpas pemerintahan yang zalim
dan tiranik serta mendirikan pemerintahan yang adil sebagai gantinya.
Seitu, para agen khalifah Abbasiyyah mengawasi rumah-rumah Hasyimiyyah
secara umum, dan khususnya rumah Imam al-Askari, siang dan malam. Para
agen rahasia khalifah terlibat dalam penyelidikan bayi yang baru lahir
di rumah-rumah ini untuk selanjutnya membawanya kepada khalifah.
Setelah menukil dua hal ini, harus ditunjukkan bahwa sudah tentu-dalam
situasi yang mengancam dan dalam rumah seperti itu-seorang anak yang
dimandatkan Allah mesti dilahirkan dari Imam Hasan al-Askari yang akan
tetap dilindungi dari semua bentuk ancaman yang membahayakan. Karena
alasan inilah semua langkah penting harus dijalankan. Menurut
laporan-laporan terkait, tidak ada tanda-tanda kehamilan pada ibunya.
Bahkan, Imam Hasan al-Askari tidak menyebutkan nama aslinya. Di samping
itu, pada saat melahirkan hanya Hakimah Khatun, dan mungkin sebagian
sahaya perempuan yang hadir.
Kenyataannya, lazimnya dalam
lingkungan semacam itu bantuan dicari dari seorang bidan atau wanita
lain yang berpengalaman. Sesungguhnya, tak seorang pun yang mengetahui
apakah Imam Hasan al-Askari itu sudah menikah ataukah belum, dan
andaikan ia sudah menikah, tak seorang yang mengetahui jatidiri
istrinya.
Pada malam 15 Sya'ban saat hari sepenuhnya gelap, di
malam hari, anak tersebut lahir di bawa rundungan kekhawatiran dan
keadaan rahasia. Ini pun terjadi di sebuah rumah dimana ada beberapa
sahaya perempuan yang tak seorang pun memiliki tanda-tanda kehamilan
yang jelas. Pada saat melahirkan, selain
Hakimah, tidak seorang pun yang hadir dan tidak seorang pun yang berani membukakan situasi tersebut.
Untuk beberapa lama masalah tersebut terjaga kerahasiaannya dan
belakangan hanya para sahabat dekat Imam al-Askari yang amanah mulai
bertanya dan mendapatkan kabar tentang peristiwa itu. Sebagian di
kalangan pengikut percaya bahwa Allah telah menganugerahi Imam Hasan
dengan seorang putra, sementara yang lainnya menolaknya. Karena semua
sahaya perempuan tidak memiliki tanda-tanda kehamilan yang jelas,
riwayat perdebatan seputar identitas ibu anak tersebut tentu saja
muncul. Sebagian mengetahui ibunya adalah Sawsan, sebagian Narjis,
sebagian Shayqal dan seterusnya. Tak seorang pun, selain segelintir
orang yang terpilih, mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya.
Namun mereka tidak dibolehkan menyebutkan informasi tersebut. Hakimah
sekalipun, sebagai saksi dan yang hadir selama kelahiran Imam
Keduabelas, demi melindungi identitas ibunya, kadang-kadang menyebut
namanya secara berbeda-beda seperti Narjis, Shayqal, atau Sawsan, dan di
saat lain, sebagai suatu langkah-langkah kehatian ia akan menyandarkan
anak itu kepada ibu Imam Hasan al-Askari as.
Pada tahun 262 H
(877 M) Ahmad bin Ibrahim menyambangi Hakimah Khatun, putri Imam
al-Jawad. Ia berbicara kepadanya di balik tirai dan menanyakan kepadanya
tentang keyakinan Hakimah. Dia menyebutkan para imamnya dan menyebut
Muhammad bin Hasan sebagai imam terakhirnya. Ahmad berkata:
"Apakah Anda sendiri menyaksikan masalah itu (kelahirannya) ataukah Anda
mengatakan hal ini berdasarkan apa yang telah Anda dengar?" Dia
menjawab bahwa masalah itu menurut apa yang telah Imam Hasan al-Askari
tuliskan kepada ibunya. Ahmad terus bertanya tentang kepada siapakah
kaum Syi`ah harus berpegang tentang masalah tersebut. Hakimah menjawab
bahwa mereka harus mengikuti ibu Imam Hasan al-Askari. Ahmad keberatan
lantas bertanya lagi:
"Dalam wasiat terakhir ini, haruskah
kita mengikuti seorang perempuan?" Hakimah menjawab bahwa sebenarnya
Imam Hasan mengikuti datuknya, Imam Ali bin Husain dalam masalah ini.
Imam Husain telah menjadikan adiknya, Zainab, sebagai pewarisnya dan
pengetahuan yang dimiliki oleh Ali bin Husain dianggap berasal dari
Zainab. Imam Husain telah berbuat demikian, imbuh Hakimah, agar masalah
imamah Ali bin Husain tetap terjaga kerahasiaannya. Kemudian Hakimah
berujar: "Anda adalah orang yang mengetahui hadis-hadis. Belumkah Anda
diberitahu bahwa warisan milik imam kesembilan dari keturunan kesembilan
Husain akan dibagikan ketika ia masih hidup?"34
Seperti yang
Anda lihat., dalam riwayat ini, Hakimah tidak menjawab pertanyaan
tentang kelahiran Imam terakhir secara langsung. Nyatanya, ia telah
menyandarkan riwayat tersebut kepada ibu Imam Hasan al-Askari. Adalah
mungkin juga bahwa karena khawatir untuk menuturkan duduk persoalan yang
sebenarnya kepada si perawi, ia melakukan taqiyyah. Atau, ia hanya
ingin menampilkan riwayat itu dalam suatu cara yang akan menghasilkan
keanehan. Akan tetapi, Hakimah di tempat lain meriwayatkan peristiwa
yang mengarah kepada pernikahan Imam Hasan al-Askari dengan Narjis
Khatun dan kelahiran al-Mahdî dimana ia sendiri sebagai saksinya, secara
lebih mendetail. Dia menutup riwayat ini dengan pernyataan berikut:
"Kini aku melihat pemimpinku (yakni Imam Keduabelas) secara teratur dan
berbicara kepadanya."35
Ringkasnya, berbagai perbedaan pendapat
mengenai nama ibu imam terakhir bukanlah sesuatu yang aneh. Sebaliknya,
berbagai pendapat tersebut mengacu kepada situasi yang sangat sulit dan
membahayakan di masa itu. Selain itu, memang jumlah sahaya perempuan
milik Imam Hasan al-Askari berikut tindakan beliau yang sangat hati-hati
dalam menjaga kerahasiaan masalah tersebut niscaya menciptakan
kebingungan. Bukan mustahil bahwa kisah perdebatan sengit yang meledak
antara ibu dan saudara Imam, Ja'far al-Kadzdzab (Si Pendusta) bisa
menjadi bagian dari konspirasi negara yang didalangi oleh khalifah guna
memastikan informasi tentang putra Imam Hasan al-Askari.
Menurut Syaikh Shaduq dalam Kamâl al-Dîn-nya, ibu Imam Hasan al-Askari
terlibat perdebatan dengan Ja'far, saudara Imam, perihal warisan. Ketika
masalah itu diadukan kepada khalifah, salah seorang sahaya perempuan
milik Imam al-Askari bernama Shayqal didakwa hamil. Shayqal dibawa ke
istana Khalifah Mu'tamid. Di istana sang Khalifah, Shayqal dijaga ketat
dan diawasi secara cermat oleh para bidan dan perempuan lain di istana
itu untuk memastikan nasib kehamilannya. Pada saat itu, kekisruhan
politik sebagai akibat dari pemberontakan yang dipimpin oleh Shaffar,
kematian Abdullah bin Yahya dan revolusi al-Zanj merongrong kedudukan
kekhalifahan. Kaum Abbasiyyah dipaksa meninggalkan Samarra. Akibatnya,
mereka tertawan oleh kesulitan-kesulitan mereka sendiri dan menyerahkan
pengawasan kehamilan Shayqal.36
Ada juga alasan lain ihwal
perbedaan dalam masalah nama ibu Imam Keduabelas. Mungkin saja semua
nama yang tersebut merujuk kepada satu pribadi yang sama. Yakni bahwa
ibu Imam Keduabelas memiliki beberapa nama. Penjelasan ini tidak jauh
melenceng karena merupakan kebiasaan di kalangan bangsa Arab untuk
memberi beberapa nama kepada satu orang yang sama.
Keterangan
ini dibuktikan dari dalam Kamâl al-Dîn-nya Syaikh Shaduq. Ia sendiri
telah meriwayatkan dari Ghiyats bahwa pelanjut Imam Hasan al-Askari
dilahirkan pada hari Jum`at, dan ibunya adalah Rayhanah yang juga
dikenal sebagai Narjis, Shayqal, dan Sawsan. Karena pada masa
kehamilannya ia mempunyai cahaya yang mengitari wajahnya, ia dikenal
sebagai Shayqal.37
Untuk merangkum diskusi ini, kiranya penting
untuk mengingatkan diri kita sendiri bahwa meskipun banyak ambiguitas
dalam mengidentifikasi nama sebenarnya dari ibu Imam Keduabelas, tidak
ada keraguan bahwa ia ada. Dengan kata lain, keraguan semacam itu tidak
mengurangi keabsahan akan keberadaannya.
Sebagaimana telah
Anda perhatikan, para imam, termasuk Imam Hasan al-Askari, telah
mengabarkan ihwal eksistensi putra Imam Hasan. Lagi pula, Hakimah binti
Imam al-Jawad, adalah seorang perempuan yang sangat amanah yang
melaporkan secara terperinci kelahiran Imam Keduabelas. Bahkan, sejumlah
para sahabat yang terpercaya dan para pelayan Imam Hasan al-Askari
melihat anak itu dan membenarkan keberadaannya, tanpa menghiraukan nama
ibunya.
Ulama Sunni dan Kelahiran al-Mahdî
Dr. Fahimi: Jika Imam Hasan al-Askari memiliki seorang anak, tentunya
ulama dan sejarahwan Sunni merekam hal itu dalam buku-buku mereka .
Tn. Hosyyar: Memang benar, ada sekelompok dari mereka yang juga telah
meriwayatkan peristiwa kelahiran Imam Hasan al-Askari dan menerima serta
mencatat sejarahnya dan ayahnya dalam kitab-kitab mereka.
Misalnya:
1. Muhammad bin Thalhah asy-Syafi`i menulis: "Abu al-Qasim Muhammad bin
Hasan lahir pada tahun 258 H/873 M di Samarra. Ayahnya bernama Hasan
al-Khalish. Di antara gelarnya [dari Imam terakhir ini] adalah
al-Hujjat, Khalaf Shalih (keturunan yang salih), dan al-Muntazhar (yang
dinanti)." Menyusul pernyataan ini, ia telah menyampaikan beberapa hadis
bertemakan al-Mahdi, dengan pernyataan penutup: "Hadis-hadis ini
menegaskan eksistensi putra Imam Hasan al-Askari yang dalam kegaiban dan
akan muncul lagi di kemudian hari."38
2. Muhammad bin Yusuf,
menyusul lemanya tentang wafatnya Imam Hasan al-Askari, menulis: "Ia
tidak memiliki anak lain selain Muhammad. Dikatakan bahwa ia sama dengan
Imam Yang Ditunggu (al-imam al-muntazhar)."39
3. Ibn Shabbagh
al-Maliki menulis: Bagian Keduabelas tentang Kehidupan Abu al-Qasim
Muhammad, al-Hujjat, Khalaf Shalih, putra Abu Muhammad Hasan al-Khalish:
Dia adalah Imam Keduabelas kaum Syi`ah." Kemudian ia mencatat sejarah
Imam dan meriwayatkan hadis-hadis tentang al-Mahdi.40
4. Yusuf
bin Qazughli, setelah menulis laporannya tentang kehidupan Imam Hasan
al-Askari, menulis: [119] "Nama putranya adalah Muhammad, dan julukannya
adalah Abu Abd Allah dan Abu al-Qasim. Dialah bukti keberadaan Allah,
pemilik zaman, al-Qâ` im, dan al-Muntazhar. Imamah berakhir pada
dirinya." Kemudian ia meriwayatkan hadis-hadis tentang al-Mahdi.41
5. Asy-Syablanji, dalam bukunya bertajuk Nûr al-Abshâr, menulis:
"Muhammad adalah anak Hasan al-Askari. Ibunya seorang sahaya perempuan
bernama Narjis, atau Shayqal, atau Sawsan. Julukannya adalah Abu
al-Qasim. Syi`ah Duabelas Imam mengenalnya sebagai al-Hujjah, al-Mahdi,
Khalaf Shalih, al-Qâ` im, al-Muntazhar, dan Pemilik Zaman (shahib
az-zaman)."42
6. Ibn Hajar, dalam ash-Shawâ` iq
al-Muhriqah-nya, setelah biografi Imam Hasan al-Askari, menulis: "Ia
tidak meninggalkan seorang anak selain Abu al-Qasim, yang dikenal
sebagai Muhammad dan al-Hujjah. Ketika ayahnya wafat, anak itu berusia
lima tahun."43
7. Muhammad Amin al-Baghdadi, dalam buku
bertajuk Sabâ` ik adz-Dzahab, menulis: "Muhammad, yang juga dikenal
sebagai al-Mahdi, berusia lima tahun ketika ayahnya mangkat."44
8. Ibn Khallikan meriwayatkan dalam kamus biografisnya Wafayât
al-A'yân: "Abu al-Qasim Muhammad bin Hasan al-Askari adalah Imam
Keduabelas kaum Imamiyyah, yakni Syi`ah Duabelas Imam. Kaum Syi`ah
percaya bahwa dialah al-Qâ` im yang ditunggu dan al-Mahdi."45
9. Dalam Rawdhat ash-Shafâ, Mir Khwan menulis: "Muhammad adalah anak
Hasan. Julukannya, Abu al-Qasim. Imamiyyah mengakuinya sebagai
al-Hujjah, al-Qâ` im, dan al-Mahdi."46
10. Sya'rani menulis
dalam Al-Yawâqît wa al-Jawâhir-nya: "Mahdi adalah anak Imam Hasan
al-Askari. Ia lahir pada malam 15 Sya'ban 255 H. Ia masih hidup dan akan
tetap demikian sampai ia akan muncul bersama Isa as. Sekarang tahun 957
H, berarti usianya 702 tahun."47
11. Sya'rani, mengutip
Futuhât al-Makkiyah-nya Ibn Arabi, pasal 36, menulis: "Ketika bumi akan
dipenuhi dengan tirani dan kezaliman, al-Mahdi akan bangkit dan memenuhi
bumi dengan keadilan dan persamaan. Ia keturunan Nabi saw dan dari
garis Fâthimah. Kakeknya Husain, dan ayahnya adalah Hasan al-Askari bin
Ali al-Hadi al-Naqi bin Muhammad at-Taqi al-Jawad bin Ali ar-Ridha bin
Musa al-Kazhim bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zain
al-Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib."48
12. Khwaja
Parsa dalam bukunya Fashl al-Khitâb menulis: "Muhammad bin Hasan
al-Askari lahir pada malam 15 Sya'ban 255 H/870. Ibunya bernama Narjis.
Ayahnya wafat ketika ia berusia lima tahun. Sejak itu sampai sekarang,
ia dalam kegaiban. Dialah imam yang ditunggu-tunggu oleh kaum Syi`ah.
Keberadaannya sangat kukuh di kalangan para sahabat, karib kerabat, dan
keluarganya. Allah akan memperpanjang usianya sebagaimana yang telah
Dia lakukan dalam kasus Elijah dan Eliash."49
13. Abu al-Falah
al-Hanbali dalam Syadzarât adz-Dzahab dan Dzahabi dalam Al-'Ibar fi
Khabar min Ghabar menulis: "Muhammad adalah anak Hasan al-Askari bin Ali
al-Hadi bin al-Jawad bin Ali ar-Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja'far
ash-Shadiq al-Alawi al-Husaini. Julukannya Abu al-Qasim dan Syi`ah
mengenalnya sebagai Khalaf Shalih, al-Hujjah, al-Mahdi, al-Muntazhar dan
Shâhib az-Zamân."50
14. Muhammad bin Ali al-Hamawi menulis: "Abu al-Qasim Muhammad al-Muntazhar lahir pada tahun 259 H/874 M di Samarra."51
Pendeknya, selain semua ulama Sunni yang disebutkan tadi terdapat
sejumlah ulama lain yang telah merekam kelahiran anak Imam Hasan
al-Askari.52
***
TAK terasa waktu
berlalu begitu cepat. Malam pun semakin larut. Pertemuan diakhiri dan
diputuskan untuk melanjutkannya pada pertemuan mendatang yang akan
digelar di kediaman Dr. Jalali.[]
Catatan Kaki:
1. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.275.
2. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.160.
3. Muntakhab al-Atsar, hal.320.
4. Ibid.
5. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.432.
6. Muntakhab al-Atsar, hal.345.
7. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.430.
8. Thusi, Ghaybah, hal.141-142.
9. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.292; Itsbât al-Washiyyah, hal.197.
10. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.431.
11. Kamâl al-Dîn, hal.105.
12. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.433 dan jilid 7, hal.20.
13. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.432.
14. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.23.
15. Ibid., hal.25.
16. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.311.
17. Ibid., jilid 7, hal.20.
18. Ibid., jilid 6, hal.425.
19. Ibid., jilid 7, hal.16.
20. Yanâbî` al-Mawaddah, 82, hal.461.
21. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.344; Itsbât al-Washiyyat, hal.198; Yanâbî` al-Mawaddah, 82, hal.461.
22. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.323; Yanâbî ` al-Mawaddah, hal.461.
23. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.78 dan 86 .
24. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.18; Itsbât al-Washiyyat, hal.197.
25. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.356. Untuk keterangan terperinci
tentang kelahiran Imam Keduabelas, lihat Sayyid Hasyim Bahrani,
Tabshirat al-walî fiman ra`a
al-Qâ` im al-Mahdî dan Bihâr al-Anwâr, jilid 51, 1; dan jilid 52, 17 dan 19.
26. Ushûl al-Kâfî, Mawlid Abi Muhammad al-Hasan bin Ali.
27. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.22.
28. Ushûl al-Kâfî, "Al-Isyârah wa al-Nashsh 'alâ Abî al-Hasan Mûsâ".
29. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.135.
30. Ibid., hal.34.
31. Ushûl al-Kâfî, Mawlid Abi Muhammad al-Hasan bin Ali. Lihat juga
sumber-sumber lain yang menyebutkan kondisi-kondisi yang tidak
bersahabat yang di dalamnya kaum perempuan ini menderita dalam kekuasaan
khalifah Abbasiyyah dan kekhawatirannya akan eksistensi anak dari Imam
Hasan al-Askari.
32. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.17.
33. Ibid., hal.25.
34. Kamâl al-Dîn, jilid 2, hal.178.
35. Ibid, hal.99-103.
36. Ibid, jilid 2, hal.149.
37. Ibid, jilid 2, hal.106.
38. Mathâlib as-Su` âl (edisi 1287 H), hal.89.
39. Kifâyat al-Thâlib, hal.312.
40. Fushûl al-Muhimmah (edisi kedua), hal.273 dan 286 .
41. Tadzkirat al-Khawwâsh al-Ummah, hal.363 .
42. Nûr al-Abshâr (edisi Kairo), hal.342.
43. Ash-Shawâ` iq al-Muharriqah, hal.206.
44. Sabâ` ik adz-Dzahab, hal.78 .
45. Wafayât al-A'yân (edisi 1284 H), jilid 2, hal.24.
46. Rawdhat ash-Shafâ, jilid 3, hal.143.
47. Al-Yawâqît wa al-Jawâhir (edisi 1351 H), jilid 2, hal.143.
48. Ibid., hal.143.
49. Sebagaimana dikutip dalam Yanâbî` al-Mawaddah, jilid 2, hal.126.
50. Syadzarât adz-Dzahab (edisi Beirut), jilid 2, hal.141; Al-'Ibar fi Khabar min ghabar (edisi Kuwait), jilid 2, hal.31.
51. Ta'rikh Manshûrî, salinan mikrofilm dari manuskrip Moskow, nomor folio 114.
Lihat rujukan-rujukan yang disusun dalam jilid Kasyf al-Asfâr oleh
Husain bin Muhammad Taqi Nuri dan Kifâyat al-Muwahhidin oleh Thabarsi,
khususnya jilid 2.
12
IMAM MAHDI
BAB 6
Bisakah Seorang Bocah Lima Tahun Menjadi Seorang Imam ?
PERTEMUAN
dimulai tepat pada waktunya. Setiap orang menunggu dimulainya diskusi
tersebut dengan gelisah. Dr. Fahimi merumuskan pertanyaannya sebagai
pembuka diskusi.
Dr. Fahimi:
Anggaplah oleh kita, Imam Hasan al-Askari benar-benar memiliki seorang
anak. Tapi, bagaimana bisa orang percaya bahwa seorang anak lima tahun
ditunjuk untuk menduduki kedudukan wilâyat dan Imamah? Bagaimana mungkin
ia diserahi tanggung jawab melindungi dan melaksanakan hukum-hukum
Allah di usia muda dan dijadikan Imam, pemimpin manusia dan bukti Allah
di muka bumi?
Tn. Hosyyar: Tampaknya Anda
mengira kedudukan kenabian dan imamah sebagai sesuatu yang remeh yang
tidak memerlukan prasyarat atau kriteria apapun bagi seseorang yang
diharuskan untuk melindungi dan menegakkan hukum-hukum Ilahi! Bahkan,
tampaknya Anda tidak membutuhkan kualifikasi atau karakter dan
kesempurnaan pribadi pada seseorang yang menempati kedudukan yang
ditetapkan Ilahi ini-bahkan sampai ke tingkat bahwa mungkin saja seorang
Abu Sufyan menempati jabatan kenabian yang diduduki Muhammad bin
Abdullah dan Thalhah dan Zubair bisa menempati jabatan imamah alih-alih
Ali bin Abi Thalib .
Akan tetapi, sedikit saja perhatian akan
mengantarkan Anda kepada hadis-hadis yang diriwayatkan berdasarkan
otoritas Ahlulbait bahwa masalah menyangkut kepemimpinan dan bimbingan
terhadap masyarakat bukanlah perkara mudah. Sesungguhnya, kenabian
merupakan jabatan Ilahiah yang mensyaratkan individu yang berkualitas
yang dipola untuk menjalankan fungsi-fungsinya diturunkan dari hubungan
spiritual khusus antara Allah dan utusan-Nya, seorang nabi.
Yang lebih penting lagi, individu semacam itu dikaruniai dengan
pengetahuan gaib dan pengetahuan tentang hukum-hukum dan aturan-aturan
Allah yang telah diturunkan kepadanya melalui anugrah khusus Allah
kepadanya, dan, oleh seitu, baik dia maupun wahyu terbebas dari
kesalahan atau kebatilan apapun.
Dengan demikian, wilâyat dan
imamah merupakan jabatan yang sangat penting. Orang yang menempati
kedudukan itu dibutuhkan guna menjaga hukum-hukum Tuhan dan
ajaran-ajaran Nabi saw tanpa melakukan kesalahan atau kecerobohan dalam
periwayatan dan penyampaiannya dalam komunitas. Lebih jauh, orang
tersebut harus berhubungan dengan sumber gaib dari pengetahuan Tuhan
sehingga ia bisa menerima bimbingan Allah dalam memahami dan
mengiluminasi wahyu-Nya untuk manusia. Karena pengetahuan dan
tindakannya berdasarkan bimbingan Ilahi maka ia memperoleh kedudukan
yang dinyatakan sebagai bukti (hujjah) Allah dan manifestasi-Nya di muka
bumi.
Teranglah, tidak setiap manusia di muka bumi ini mampu
memenuhi persyaratan-persyaratan ini dan mengefektifkan hukum-hukum
Allah di masyarakat manusia. Kiranya penting bahwa orang yang menerima
kedudukan sensitif ini dikaruniai suatu kesempurnaan spiritual dan
insani untuk melakukan hubungan yang tepat dengan sumber Ilahi dan
menerima pengetahuan tersebut dan menjaganya demi masyarakat.
Bahkan, orang ini mesti memiliki kualitas fisik dan mental berkaitan
dengan pelaksanaan fungsi-fungsinya sebagai pemimpin dan pembimbing kaum
Muslim. Ia tidak bisa membiarkan kesalahan dan kekeliruan dalam
menyampaikan kebenaran agama yang penting bagi kesejahteraan manusia.
Oleh seitu, mesti diyakini bahwa Nabi dan para imam adalah
sebaik-baiknya penciptaan. Yang lebih penting lagi, adalah karena
kualitas-kualitas pribadi ini maka Allah Yang Mahakuasa menunjuk mereka
dalam kedudukan mereka sebagai seorang nabi dan seorang imam.
Kualitas-kualitas ini ada pada mereka dari saat mereka memasuki dunia.
Pada waktu yang tepat dan karena tuntutan situasi, dan mengingat tidak
ada rintangan, kualitas-kualitas mereka menjadi nyata.
Baru
setelah itu, individu-individu ini dipilih dan ditunjuk sebagai para
nabi dan imam dengan misi menjalankan dan mengefektifkan aturan Allah
kepada manusia. Penunjukan nyata ini mungkin terjadi terkadang setelah
mereka mencapai usia akil-baligh. Dan, di saat lain ini terjadi bahkan
ketika mereka berusia muda.
Al-Quran memberikan contoh terbaik
tentang penunjukan kenabian pada usia yang sangat muda. Pada contoh Nabi
Isa as, al-Quran menceritakan mukjizat Nabi Isa as ketika ia masih bayi
dalam gendongan. Pada saat itu, Isa as mengenalkan dirinya sendiri
sebagai seorang nabi yang telah membawa wahyu untuk Bani Israil. Isa as
berkata:
Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku
Al-Kitab (Injil) dan dia menjadikan aku seorang nabi; dan Dia menjadikan
aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia
memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama
aku hidup (QS Maryam: 29 )
Dari ayat ini dan ayat-ayat al-Quran
lainnya, teranglah sudah bahwa Isa as sejak usia dini telah ditunjuk
sebagai nabi dan telah diberi kitab .
Dalam sorotan di atas,
benarlah untuk mengatakan bahwa tidak ada keberatan untuk meyakini bahwa
seseorang bisa membangun hubungan dengan sumber-sumber pengetahuan
Ilahiah pada usia yang sangat muda dan bisa ditunjuk untuk menjalankan
tanggung jawab penting berupa penyebaran hukum-hukum Tuhan dengan
perhatian dan akurasi yang ultimat. Bahkan, ia pasti mampu sepenuhnya
melakukan tugasnya dan menjaga amanah Ilahi.
Usia Imam al-Jawad
as pada saat ayahnya meninggal adalah sembilan atau tujuh tahun. Karena
usianya yang masih muda, sebagian kaum Syi`ah meragukan posisinya
sebagai seorang imam. Untuk mengatasi masalah ini sekelompok anggota
terkemuka dari komunitas ini mengunjungi Imam al-Jawad dan menanyakan
kepadanya beberapa pertanyaan yang sulit dan pelik. Atas semua
pertanyaan ini, Imam mampu memberikan jawaban yang tepat dan memuaskan.
Bahkan, mereka juga menyaksikan beberapa mukjizat dari beliau sehingga
mampu menghilangkan keraguan dalam diri mereka perihal imam mereka yang
berusia muda.1
Imam ar-Ridha as telah menunjuk Imam al-Jawad
sebagai penggantinya dan ketika ia mendapatkan orang-orang keheranan
dalam hal penunjukannya, Imam as berkata: "'Isa juga menjadi seorang
nabi dan bukti Allah di usia muda."2
Imam Ali an-Naqi juga menjadi imam pada usia enam tahun lima bulan, menyusul kematian ayahnya (Imam al-Jawad).3
Dengan begitu, Dr. Fahimi, para nabi dan imam secara khusus diciptakan
untuk menjalankan fungsi-fungsi yang diserahkan kepada mereka oleh
Allah.
Karenanya, tidak selayaknya membandingkan mereka dengan orang-orang awam dan kapasitas-kapasitas mereka.
Anak-anak yang Diberkati Kecerdasan
Acap kali di kalangan masyarakat umum, seseorang mendapatkan sedikit
individu yang dikaruniai dengan kecerdasan unggul dan potensi mendalam.
Sesungguhnya, mereka mengejawantahkan kekuatan mental yang tidak biasa
dan daya-daya persepsi di atas seorang individu, katakanlah, berusia 40
tahun.
Abu Ali Sina, dikenal sebagai Avicenna di
kalangan pembaca Barat, dihormati di kalangan genius di zamannya. Dalam
autobiografinya, ia menulis:
Kemudian kami pindah ke
Bukhara, di mana saya diberi guru al-Quran dan sastra Arab (adab).
Menjelang usia 10 tahun, saya telah merampungkan kajian al-Quran dan
sebagian besar bagian sastra Arab, sedemikian sehingga banyak orang
mengherankan prestasi saya… Kemudian di bawah bimbingan an-Natili, saya
mulai membaca Isagog [karya filosof Neoplatonis Yunani Porphyrius]…
Almagest [dari Ptolemius]… Kemudian saya mengambil kedokteran dan mulai
membaca buku-buku yang membahas subjek ini. Kedokteran bukanlah salah
satu sains yang sulit, dan dalam waktu yang sangat singkat, tak syak
lagi, saya mengungguli di dalamnya, sehingga para dokter belajar di
bawah bimbingan saya… Pada saat yang sama saya terlibat dalam perdebatan
dan kontroversi dalam bidang fiqih. Saat itu, saya baru berusia 16
tahun.4
Dikatakan bahwa Fadhil al-Hindi telah menguasai semua
ilmu tradisional dan rasional menjelang usia 12 tahun dan telah mulai
menulis sebuah kitab. Daftar orang-orang berbakat sesungguhnya relatif
panjang. Orang hanya tinggal membuka sejarah dunia untuk mengetahui
sejumlah individu yang diakui secara universal yang dikaruniai
kecerdasan dan kemampuan yang luar biasa untuk mempelajari dan
mewariskan kekayaan pengetahuan dalam berbagai disiplin pada usia muda.
Dr. Fahimi, jika
anak-anak lain dianugrahi dengan potensi-potensi unik dan muncul
sebagai jenius, mampu mengingat ratusan hal-hal dan aneka macam
subjek-yang mengundang kekaguman pada pihak lain-mengapa tidak bisa
dibayangkan bahwasanya Allah karena kebijaksanaan-Nya menunjuk Imam
Keduabelas, bukti autentik Allah yang terjadi pada usia lima tahun,
menempati posisi wilâyat dan menjadi eksponen dan penjaga aturan-aturan
Allah?
Sesungguhnya, para imam telah menubuatkan pencapaiannya
pada kedudukan tinggi itu di usia yang sangat muda. Imam al-Baqir
berkata: "Orang yang akan dipercayai dengan perintah (shâhib al-'amr)
adalah paling muda dalam usia dan sangat diketahui ketimbang kami
semua."5
Berdirinya Orang-orang Ketika Menyebut al-Qâ` im
Dr. Jalali:
Saya yakin Anda tahu perihal kebiasaan di kalangan orang-orang yang
berdiri ketika kata al-Qâ' im disebutkan. Adakah hadis yang mendukung
kebiasaan ini?
Tn. Hosyyar: Kebiasaan ini
merupakan hal yang lazim di kalangan kaum Syi`ah di seluruh dunia.
Diriwayatkan bahwa Imam ar-Ridha hadir dalam sebuah pertemuan di
Khurasan saat kata al-qâ` im disebutkan. Seketika ia berdiri, meletakkan
tangan kanannya di atas kepalanya dan berdoa: "Ya Allah, segerakanlah
kemunculannya dan kebangkitannya yang mulia."
Kebiasaan ini hal
yang umum bahkan selama masa Imam ash-Shadiq as. Seseorang telah
bertanya kepadanya: "Mengapa orang harus berdiri (qiyâm) ketika al-Qâ`
im disebutkan?" Imam as menjawab :
Orang yang dipercayai
perintah (shâhib al-'amr) akan mengalami kegaiban yang sangat panjang.
Karena kecintaannya yang mendalam kepada para pengikutnya, maka siapapun
yang mengingatnya dengan gelarnya al-Qâ' im-yang berarti menantikan
pemerintahannya dan menanggung renjana kerinduan kepadanya-ia pun akan
menunjukkan perhatiannya kepada orang yang beriman. Karena orang yang
mengingat al-Qâ` im juga dihadiri olehnya, maka selayaknya ia berdiri
untuk menghormatinya dan memohon kepada Allah agar kemunculannya
disegerakan.7
Karena itu, kebiasaan Syi`i tersebut mempunyai
landasan agama dan mencerminkan penghormatan dan membawa harapan,
meskipun tindakan seperti itu tidak diketahui apakah wajib ataukah
tidak.
Kapan Kisah Kegaiban Dimulai?
Dr. Fahimi:
Saya telah mendengar bahwa karena Imam Hasan al-Askari meninggal tanpa
meninggalkan seorang anak, sebagian orang yang oportunistik seperti
Utsman bin Sa`id, mengada-adakan kisah tentang kegaiban al-Mahdi untuk
menjaga posisinya di masyarakat.
Tn. Hosyyar:
Nabi saw dan para imam as jauh-jauh hari sudah mengabarkan kepada
manusia perihal kegaiban al-Mahdi yang akan datang. Misalnya, Nabi saw
diriwayatkan telah berkata:
Aku bersumpah demi Zat Yang
membantuku untuk memberimu kabar baik bahwa al-Qâ` im dari keturunanku,
sesuai dengan perjanjian yang sampai kepadanya dariku, akan gaib.
[Situasi tersebut menyebabkan] sebagian besar orang akan berkata: "Allah
tidak membutuhkan keturunan Muhammad".Yang lainnya akan meragukan
kelahirannya. Siapapun yang hidup selama [masa kegaiban ini] harus
memegang teguh imannya dan jangan membiarkan setan mendekatinya melalui
pintu keraguan dan menyebabkannya mengabaikan agamanya, sebagaimana ia
(setan) telah menyebabkan orang tua kalian [Adam dan Hawa], terlempar
dari surga. Tak pelak lagi, Allah telah menjadikan setan bersahabat
dengan orang-orang yang tidak percaya.8
Ashbagh bin Nubatah
menyampaikan peristiwa saat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
mengingatkan akan al-Qâ` im seraya berkata: "Waspadalah ia akan
menghilang dengan sedemikian cara sehingga seorang yang jahil akan
berkata: "Allah tidak membutuhkan keturunan Muhammad."9
Imam
ash-Shadiq as menasihati para pengikutnya dengan mengatakan: "Jika
kalian mendengar kisah tentang kegaiban Imam kalian, janganlah
menolaknya."10 Ada sekitar 88 hadis tentang subjek ini .
Karena hadis-hadis inilah kaum Muslim mengakui kegaiban yang penting
bagi al-Qâ` im. Kegaiban dinilai sebagai salah satu dari cirinya.
Sesungguhnya, setiap orang yang mendakwa dirinya sebagai Mahdi yang
dijanjikan atau dikhayalkan sebagai demikian tentu saja diyakini oleh
para pengikutnya dalam kegaiban. Abu al-Faraj al-Ishfahani, dalam
paparannya mengenai salah seorang pengklaim, menulis: "'Isa bin Abdullah
melaporkan bahwa Muhammad bin Abdullah bin Hasan [bin Ali bin Abi
Thalib] tinggal dalam persembunyian sejak masa kanak-kanak dan dinamai
Mahdi.11
Sayyid Muhammad al-Himyari, penyair terkenal selama
masa Umayyah, meriwayatkan bahwa ia pernah memiliki kepercayaan yang
berlebih-lebihan tentang Muhammad bin Hanafiyyah, termasuk kepercayaan
bahwa ia dalam kegaiban. Selama beberapa waktu ia memegang keyakinan
yang batil itu sampai ketika, katanya, Allah mengaruniakan kepadanya dan
ia diselamatkan dari keyakinan-keyakinan yang batil berkat petunjuk
Imam ash-Shadiq. Peristiwa itu diuraikan olehnya sebagai berikut.
Ketika saya percaya sepenuhnya akan imamah Ja'far bin Muhammad
[ash-Shadiq] melalui bukti yang bisa dibuktikan dengan baik
(well-demonstrated), suatu hari saya mengunjunginya dan bertanya
kepadanya: "Wahai putra Rasulullah, ada hadis-hadis tentang terjadinya
kegaiban yang telah sampai kepada kami dari datuk-datuk Anda menyangkut
kegaiban di antara segala sesuatu yang terbatas.
Sudikah Anda
memberitahukan kepadaku tentang siapakah hadis-hadis itu berbicara?"
Imam as menjawab: "Kegaiban ini akan terjadi pada keturunan keenam
dariku. Ia adalah imam keduabelas sepeninggal Nabi saw. Yang pertama
[dari rangkaian dua belas imam] adalah Ali bin Abi Thalib dan yang
terakhir adalah al-Qâ` im, baqiyyat Allah (Yang dibakakan Allah), dan
Pemilik Zaman. Aku sungguh - sungguh menyatakan sekalipun kegaibannya
berlangsung setua usia Nuh, ia tidak akan meninggalkan dunia sampai ia
bangkit dan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan."
Sayyid al-Himyari menambahkan:
Ketika aku mendengar hal ini dari pemimpinku Ja'far bin Muhammad,
kebenaran menjadi jelas bagiku. Aku meminta maaf atas keyakinan batilku
yang aku pegang sebelumnya dan menggubah sebuah syair tentang subjek
tersebut.12
Dengan demikian, kisah kegaiban al-Mahdi tidak
diada-adakan oleh Utsman bin Sa`id. Adalah Allah yang menakdirkan
kepadanya [kegaiban], dan Nabi saw serta para imam telah mengabarkan
kepada manusia tentang hal itu sebelum ayahnya Imam Hasan al-Askari
lahir. Ath-Thabarsi, dalam bukunya tentang sejarah
Nabi dan para imam yang bertajuk I'lâm al-Warâ`, menulis:
Hadis-hadis tentang kegaiban Imam Keduabelas beredar sebelum
kelahirannya, kelahiran ayahnya, dan kelahiran kakeknya. Kelahiran
mereka dicatat dan dikutip oleh para ahli hadis Syi`i yang hidup selama
zaman Imam al-Baqir dan ash-Shadiq.
Di antara para ahli hadis
yang sangat terpercaya adalah Hasan bin Mahbub. Ia menulis buku berjudul
Masyîkhah seabad sebelum kegaiban Imam Keduabelas. Di dalamnya ia
merekam hadis-hadis tentang kegaiban. Salah satu hadis yang dicantumkan
dalam buku ini memasukkan hadis berikut yang dilaporkan dari Abu Bashir,
yang menyatakan:
Aku bertanya kepada Imam ash-Shadiq: "Abu
Ja'far [Imam al-Baqir] berkata, "Al-Qâ` im dari keturunan Muhammad akan
mengalami dua kegaiban, satu pendek dan satu panjang." Mendengar hal
ini, Imam ash-Shâdiq berkata: "Ya, memang benar. Salah satu dari
kegaiban akan lebih lama."
Ath-Thabarsi kemudian menarik kesimpulannya dan menulis:
Apakah Anda melihat betapa dengan berlangsungnya dua kegaiban pada
putra Imam Hasan al-Askari prediksi dalam hadis menjadi nyata?13
Muhammad bin Ibrahim bin Ja'far an-Nu'mani lahir selama masa kegaiban
kecil (ghaybat-i sughrâ), dan ketika ia menulis bukunya tentang Ghaybah
Imam
Keduabelas, ia berusia 80 tahun lebih. Pada halaman enam, ia menulis paragraf berikut:
Para imam telah menubuatkan peristiwa kegaiban. Jika kegaiban tidak
terjadi, maka ini niscaya menjadi sumber falsifikasi dari akidah Syi`ah
Imamiyyah Itsna`asyariah. Namun Allah menjelmakan kebenaran nubuah para
imam melalui terjadinya kegaiban pada Imam (Keduabelas).
Buku-buku tentang Tema Kegaiban Sebelum Kelahiran Imam Keduabelas
Kisah al-Mahdi dan kegaiban Imam Keduabelas disampaikan oleh Nabi, Ali
bin Abi Thalib dan para imam lain sejak hari-hari pertama Islam. Hal itu
masyhur di kalangan para sahabat awal sampai ke tingkat di mana
sejumlah ulama dan perawi hadis, termasuk sahabat-sahabat dekat para
imam, telah menulis tentang topik itu jauh sebelum Imam Keduabelas atau
ayahnya atau kakeknya lahir. Dalam buku-buku ini hadis tentang al-Mahdi
yang dijanjikan dan kegaibannya dicatat.
Nama para pengarang dan judul-judul karya mereka terpelihara dalam kamus-kamus biografis (kutub al-rijâl). Misalnya:
(1) Ali bin Hasan bin Muhammad ath-Tha`i, seorang sahabat Imam
al-Kazhim as, menulis buku tentang kegaiban. Ia seorang faqih dan diakui
sebagai terpercaya dalam periwayatannya tentang hadis.14
(2) Ali bin Umar al-A'raj al-Kufi, seorang sahabat Imam al-Kazhim as, menulis buku tentang kegaiban.15
(3) Ibrahim bin Shalih al-Anmathi, seorang sahabat Imam al-Kazhim as, menulis buku tentang kegaiban.16
(4) Hasan bin Ali bin Abi Hamzah, yang hidup selama masa Imam ar-Ridha as, adalah juga seorang penulis buku tentang kegaiban.17
(5) Abbas bin Hisyam an-Nashiri al-Asadi adalah tokoh terkemuka dan
pribadi yang bereputasi baik. Ia termasuk sahabat Imam ar-Ridha. Ia
wafat pada tahun 220 H/835 M. Ia juga menulis buku tentang kegaiban.18
(6) Ali bin Hasan bin Fadhdhal adalah seorang tokoh terpelajar dan
handal dalam penyampaian informasi keagamaannya. Ia termasuk sahabat
Imam al-Hadi dan Imam Hasan al-Askari. Ia menulis buku tentang
kegaiban.19
(7) Fadhl bin Syadzan an-Nisyaburi termasuk pada
golongan ahli fiqih dan teolog. Ia adalah sahabat Imam al-Hadi dan Imam
Hasan al-Askari. Ia mangkat pada tahun 260 H/873 M. Ia menulis buku
tentang al-Qâ` im dari keluarga Muhammad dan kegaibannya.20
Penting untuk dicatat bahwa kisah kegaiban bukanlah hal yang baru dalam
ajaran Islam. Ia memiliki akar-akar agamanya yang mendalam dan
senantiasa didiskusikan serta diperselisihkan sejak masa Nabi saw.
Akibatnya, kemungkinan bahwa orang seperti Utsman bin Sa`id
mengada-adakan dan menyebarkannya tidak terbukti sama sekali. Tuduhan
seperti itu tidak bisa terjadi dari siapapun selain dari individu yang
punya duga-sangka belaka. Bahkan, jika kita menambahkan tiga proposisi
berikut, maka masalah kegaiban Imam Zaman menjadi pasti:
( a)
Berdasarkan pembuktian rasional juga sejumlah hadis yang diriwayatkan
dari Nabi saw dan para imam, adalah jelas bahwa keberadaan Imam dan
Hujjah Allah di muka bumi merupakan hal penting bagi keberlanjutan
kemanusiaan. Dengan demikian, bumi tidak akan pernah kosong dari
kehadiran seorang imam .
( b) Berdasarkan sejumlah riwayat, jumlah imam tidak akan melebihi dari dua belas orang.
( c) Berdasarkan banyak riwayat, baik dalam buku-buku tentang hadis
maupun sejarah, adalah jelas bahwa sebelas dari dua belas imam ini
pernah hidup dan sekarang sudah wafat.
Tiga proposisi ini
menjadikannya penting untuk menyimpulkan bahwa keberadaan Imam Mahdi
menembus batas keraguan alias pasti adanya. Dan, karena ia tidak ada di
alam eksistensi yang jelas, ia pasti dalam kegaiban.
Kegaiban Singkat dan Sempurna21
Dr. Jalali: Apa yang dimaksud dengan kegaiban 'sempurna' dan kegaiban 'pendek'?
Tuan Hosyyar:
Itu artinya Imam Keduabelas as tersembunyi dari pandangan umum pada dua
masa yang berbeda. Periode pertama berlangsung dari masa kelahirannya
pada tahun 255-6 H/868-9 M atau dari masa kematian ayahnya, Imam Hasan
al-Askari pada tahun 260 H/873 M hingga tahun 329 H/940 M.
Selama waktu tersebut, meski ia hidup di alam gaib sejauh publik
diperhatikan, ia tidak sepenuhnya terputus dari mereka. Alih-alih, ia
tetap menjaga kontak secara teratur dengan para pengikutnya melalui para
wakilnya, yang bisa mendekatinya dan mengajukan kepadanya
kebutuhan-kebutuhan serta pertanyaan-pertanyaan mereka. Eksistensi Imam
selama periode ini yang berlangsung selama kira-kira 74 atau 69 tahun
dikenal sebagai ghaybat-i shughrâ ( kegaiban kecil).
Periode
kedua berlangsung dari tahun 329 H/940 M, bersamaan dengan berakhirnya
perwakilan para sahabatnya yang terkemuka dan terpercaya, hingga masa
ketika ia akan muncul dari kegaiban untuk memimpin manusia guna
menegakkan keadilan dan persamaan di dunia. Periode kegaiban ini dikenal
sebagai ghaybat-i kubrâ ( kegaiban besar ).
Baik Nabi saw ataupun para imam as telah mewartakan kepada manusia tentang dua jenis kegaiban yang dialami oleh Imam Mahdi.
Tentang hal ini, misalnya, Ishaq bin Ammar meriwayatkan sebuah hadis yang didengarnya dari Imam ash-Shadiq:
Al-Qâ` im akan mengalami dua bentuk kegaiban: satu panjang dan lainnya
pendek. Selama kegaiban pertama para pengikut khususnya akan mengetahui
kediamannya. Selama periode kedua, selain segelintir pengikut khususnya
dalam agamanya, tidak seorang pun memiliki informasi tentang
kediamannya.22
Dalam hadis lain, Imam ash-Shadiq as menyatakan:
Orang yang dipercayai dengan perintah (shâhib al-'amr) akan mengalami
dua bentuk kegaiban. Salah satu dari periode keduanya akan begitu
panjang sampai-sampai sekelompok orang akan mengatakan bahwa ia telah
meninggal. Yang lainnya akan mengatakan ia telah terbunuh; sebagian lagi
akan mengatakan ia telah menghilang. Sangat sedikit manusia yang masih
memiliki keimanan yang teguh akan eksistensinya dan akan terus setia.
Pada waktu tersebut, tak seorang pun yang memiliki informasi tentang
kediamannya selain segelintir pengikutnya yang setia.23
Kegaiban Kecil dan Kontak dengan Kaum Syi`ah
Dr. Fahimi:
Saya pernah mendengar bahwa setelah kegaiban kecil dimulai, ada
sejumlah pendusta, mengambil keuntungan dari kebodohan masyarakat jahil,
yang mengklaim sebagai para wakil dan 'pintu' (bâb='perantara' antara
Imam dan para pengikutnya) Imam Gaib. Mereka menipu manusia dan
menyembunyikan sejumlah besar kekayaan mereka. Bisakah Anda mengambil
sedikit waktu menjelaskan secara persis wakil-wakil ini dan jenis kontak
dan hubungan apakah yang terjadi antara Imam dan para pengikutnya dan
dalam bentuk apa?
Tn. Hosyyar: Selama kegaiban
kecil, secara umum manusia kehilangan kontak yang normal dengan Imam.
Akan tetapi, hubungan ini tidak sepenuhnya terputus. Hubungan ini
terpelihara melalui beberapa orang khusus yang disebut bâb
('perantara'), nâ` ib ('utusan'), dan wakîl ('wakil'). Melalui
orang-orang inilah manusia menjalin kontak dengan Imam mereka,
menanyakan persoalan-persoalan kepadanya dan meminta bantuannya dalam
urusan-urusan mereka. Bagian khumus kepunyaan Imam diserahkan kepada
Imam melalui utusannya. Kadang-kadang, mereka biasa meminta bantuan
material dari Imam. Di kali lain, mereka meminta izin untuk pergi
berhaji atau jenis perjalanan lainnya.
Di kali lain, mereka
akan meminta Imam berdoa untuk kesembuhan penyakit mereka atau berdoa
bagi kelahiran seorang anak bagi mereka. Imam biasa menjawab
permintaan-permintaan ini melalui berbagai individu yang mewakilinya di
antara mereka di berbagai belahan Dunia Muslim. Dalam melaksanakan semua
tugas ini, ada individu-individu tertentu yang melaksanakan kehendak
Imam. Ada masa-masa ketika permintaan dituliskan dalam surat-surat
kepada Imam dan, karenanya, ia akan menjawabnya dalam tulisan.
'Catatan-catatan yang bertanda tangan' ini darinya disebut sebagai
tawqi`.
13
IMAM MAHDI
Apakah Surat-surat dari Imam Ini Mencantumkan Tulisan Tangannya Sendiri?
Dr. Jalali: Siapakah yang menulis surat-surat ini? Apakah Imam sendiri ataukah orang lain?
Tuan Hosyyar:
Disebutkan bahwa Imam sendiri yang menulis surat-surat atau
catatan-catatan ini. Sesungguhnya, tulisan tangannya sendiri dikenal
baik di kalangan para sahabatnya dan ulama-ulama sezaman. Mereka
mengenalnya dengan baik. Ada beberapa bukti atas hal itu dalam
sumber-sumber. Misalnya,
Muhammad bin Utsman al-'Amri mengatakan:
"Suatu catatan yang bertanda tangan dikeluarkan oleh Imam dan tulisan
tangannya dikenal baik olehku."24
Ishaq bin Ya'qub meriwayatkan
bahwa ia telah mengirim sepucuk surat menanyakan persoalan kepada Imam
Keduabelas melalui Muhammad bin Utsman. Ia menerima jawaban dalam
tulisan tangan Imam sendiri.25
Syaikh Abu Amr al-Amiri
meriwayatkan: Ibn Abi Ghanim al-Qazwini melakukan perdebatan dengan
sekelompok Syi`i tentang suatu masalah. Untuk mengatasinya, mereka
menulis sepucuk surat kepada Imam agar menjelaskan masalah tersebut.
Jawaban yang keluar ditulis melalui tangan Imam sendiri.26
Menurut Syaikh Shaduq, surat yang telah diterima ayahnya dari Imam ada di tangannya.27
Orang-orang yang disebutkan ini telah memberi kesaksian bahwa
surat-surat yang mereka terima atau atau milik mereka berasal dari Imam
sendiri, dalam tulisan tangannya sendiri. Namun, kita tidak mengetahui
cara mereka menentukan bahwa itu merupakan tulisan tangan Imam sendiri.
Alasannya, dengan kegaiban kiranya mustahil melihat Imam. Selain itu,
ada sebagian pihak yang melaporkan sebaliknya dengan apa yang diklaim
oleh individu-individu yang disebutkan ini. Misalnya, Abu Nashr
Hibatullah meriwayatkan bahwan catatan-catatan yang bertanda ini
diturunkan oleh Utsman bin Sa`id dan Muhammad bin Utsman, dalam tulisan
tangan yang sama yang digunakan selama masa Imam Hasan al-Askari.28
Dalam laporan lain orang yang sama meriwayatkan bahwa Abu Ja'far
al-Amri wafat pada tahun 304 H/916 M. Ia telah menjadi wakil Imam selama
lebih dari 50 tahun. Orang-orang biasa membawakan donasi-donasi mereka
kepadanya dan catatan-catatan yang bertanda tangan dikeluarkan oleh
mereka dalam tulisan yang sama selama masa Imam Hasan al-Askari.29
Masih dalam laporan lain, ia mengatakan bahwa catatan-catatan yang
bertanda tangan dari Imam dikeluarkan oleh Muhammad bin Utsman, dalam
tulisan tangan yang sama sebagaimana itu dikeluarkan selama masa
ayahnya, Utsman bin Sa`id.30
Abdullah bin Ja'far al-Himyari
meriwayatkan: "Ketika Utsman bin Sa`id wafat, catatan-catatan yang
bertanda tangan Imam Zaman dikeluarkan dalam tulisan tangan yang sama
yang di dalamnya kami biasa menerima surat-surat terdahulu."31
Berdasarkan semua laporan ini dapat dirangkum bahwa catatan-catatan
yang diterima oleh orang-orang selama masa Utsman bin Sa`id dan Muhammad
bin Utsman terdapat pada tulisan tangan yang sama sebagaimana yang
diterima ketika masa Imam Hasan al-Askari.
Dengan demikian, ia
tidak memuat tulisan tangan Imam Keduabelas. Alih-alih, ada kemungkinan
bahwa Imam Hasan al-Askari memiliki seorang penulis khusus yang
bertugas menulis surat-surat dan yang meneruskan tugas demikian juga di
bawah pengawasan dua wakil ini, yakni Utsman dan putranya, Muhammad.
Adalah juga masuk akal meyakini bahwa sebagian dari surat-surat ini
didiktekan secara langsung oleh Imam, sementara yang lainnya didiktekan
oleh seseorang selainnya. Akan tetapi, kiranya penting menyatakan bahwa
dari bukti yang ada dalam biografi-biografi ulama Syi`i yang hidup
selama kegaiban kecil, kandungan-kandungan surat ini dipercayai dan
diakui sebagai berasal dari Imam sendiri oleh kaum Syi`i serta diterima
sebagai autentik.
Mereka biasa menulis kepada Imam ihwal
butir-butir perselisihan mereka. Dan, ketika jawaban datang kepada
mereka, mereka tunduk kepada keputusannya.
Ali bin Husain bin
Babawaih melakukan kontak dengan Imam dalam kegaiban dan memintanya
berdoa bagi seorang anak untuknya. Tentu saja, ia menerima jawaban dari
Imam.
Salah seorang ulama terkemuka yang lahir selama kegaiban
kecil dan yang berhubungan dengan para wakil Imam adalah Muhammad bin
Ibrahim bin Ja'far Nu'mani. Dalam bukunya bertajuk Ghaybah, ia menemukan
perwakilan dari beberapa sahabat terkemuka Imam Kesebelas dan
Keduabelas. Setelah meriwayatkan sejumlah hadis tentang subjek kegaiban
(ghaybah), ia menulis:
Selama kegaiban pertama, ada beberapa
mediator antara Imam dan orang-orang, menjalankan [tugas-tugas Imam],
yang telah ditunjuk [olehnya], yang tinggal di kalangan manusia. Inilah
orang-orang dan pemimpin-pemimpin terkenal yang dari tangan-tangan
mereka memancarkan bantuan yang diturunkan dari pengetahuan dan kearifan
kompleks yang mereka miliki, dan jawaban-jawaban atas semua pertanyaan
yang diberikan kepada mereka tentang masalah-masalah dan
kesulitan-kesulitan agama. Inilah kegaiban singkat, hari-hari yang telah
berakhir dan waktunya telah berlalu. Sekarang periode kegaiban
sempurna.32
Tampaknya, catatan-catatan bertanda tangan yang
diterima dari Imam berperan sebagai tanda-tanda dan dokumentasi istimewa
yang diterima kaum Syi`ah dan ulama mereka. Syaikh Hurr al-Amili
menulis:
Ibn Abi Ghanim al-Qazwini acap berdebat dengan kaum
Syi`ah tentang persoalan pengganti Imam. Ia berkata: "Imam Hasan
al-Askari tidak punya anak." Orang-orang menulis kepada Imam. Kebiasaan
mereka adalah menulis di atas kertas putih dengan pena tanpa tinta
sehingga itu menunjukkan tanda mukjizat. Untuk hal ini, mereka menerima
jawaban dari Imam as.33
Jumlah Para Wakil
Ada
perbedaan pendapat mengenai jumlah wakil Imam Keduabelas. Sayyid bin
Thawus dalam bukunya bertajuk Rab' î asy-Syî` ah telah menyebutkan
nama-nama mereka sebagai berikut:
1. Abu Hasyim Dawud bin al-Qasim
2. Muhammad bin Ali bin Bilal
3. Utsman bin Sa'id
4. Muhammad bin Utsmân
5. Ahmad bin Ishaq
6. Umar al-Ahwazi
7. Abu Muhammad al-Wajna`
8. Ibrahim bin Mahziyar
9. Muhammad bin Ibrahim34
Syaikh ath-Thusi memasukkan nama-nama para wakil Imam sebagai berikut:
Dari Baghdad, Utsman bin Sa`id dan putranya, Muhammad bin Utsman,
Hajiz, Bilali, dan Aththar; dari Kufah, Asimi; dari Ahwaz, Muhammad bin
Ibrahim bin Mahziyar; dari Qum, Ahmad bin Ishaq; dari Hamadan, Muhammad
bin Shalih; dari Rayy, Syami dan Asadi; dari Azerbaijan, Qasim bin Ala`;
dan dari Nisyabur, Muhammad bin Syadzan.35
Akan tetapi, ada empat wakil Imam yang terkenal di kalangan Syi`ah. Mereka itu adalah:
1. Utsman bin Sa`id al-Amri (260 H/874 M)
2. Muhammad bin Utsman al-Amri (w.304 H/916 M )
3. Husain bin Ruh an-Naubakhti (w.326 H/937 M)
4. Ali bin Muhammad al-Samarri (w.329 H/940)
Utsman bin Sa`id al-Amri: Wakil Pertama
Ia termasuk salah seorang sahabat Imam Hasan al-Askari yang paling
terpercaya dan terkemuka. Ia adalah wakilnya di kalangan Syi`ah. Menurut
Bu Ali dan Mamqani, "Utsman bin Sa`id sepenuhnya terpercaya dan sangat
terhormat karena karakternya nan sempurna. Ia berperan sebagai perantara
Imam al-Hadi, Imam Hasan al-Askari, dan Imam al-Qa`im as."36
Pendapatnya secara universal dipegang oleh semua penulis kamus biografis
lainnya. Dengan demikian, Allamah Bihbahani, selain memuji Utsman,
mengatakan bahwa ia sebetulnya diakui oleh Imam al-Hadi dan Imam Hasan
al-Askari.37
Ahmad bin Ishaq meriwayatkan sebuah peristiwa di
mana ia bertanya kepada Imam al-Hadi perihal orang yang kepadanya kaum
Syi`ah harus berhubungan dan petunjuknya harus mereka terima sebagai
yang keluar dari para imam. Imam as menjawab: "Utsman bin Sa`id adalah
wakil kepercayaanku. Jika ia menyampaikan sesuatu kepadamu, sesungguhnya
ia menyampaikan kebenaran.
Dengarkanlah ia dan taatlah
kepadanya karena aku percaya kepadanya." Ketika Imam Hasan al-Askari
ditanya persoalan yang sama, beliau menyatakan bahwasanya baik Utsman
maupun putranya merupakan wakil-wakilnya yang terpercaya. Lebih jauh, ia
meminta para pengikutnya untuk mendengarkan dan mematuhi Utsman.
Riwayat-riwayat ini tersebar luas di kalangan para sahabat imam terakhir
sehingga mereka menjadi sumber pertimbangan dan kepercayaan di mana
Utsman bin Sa`id dirujuk [oleh kaum Syi`ah].38
Pada satu
kesempatan Muhammad bin Isma`il dan Ali bin Abdullah pergi ke Samarra
untuk mengunjungi Imam Hasan al-Askari. Ada sekelompok Syi`ah berkunjung
ke Imam saat itu. Tiba-tiba, pelayan datang dan mengatakan bahwa
sekelompok orang desa, berbaju lusuh, meminta izin masuk di depan Imam.
Imam berkata: "Mereka Syi`ah dari Yaman." Lantas ia menyuruh pelayan itu
meminta Utsman bersiap-siap melayani para pengunjung. Dalam waktu
sekejap, Utsman pun siap. Imam berkata kepadanya: "Utsman, engkau wakil
kepercayaanku. Terimalah barang-barang yang telah dibawa orang Yaman
itu."
Pengangkatan Utsman ini, menurut para perawi laporan,
dilakukan untuk membiarkan orang-orang Syi`ah tahu kedudukan Utsman.
Sesungguhnya, di akhir pertemuan itu Imam Hasan al-Askari berkata kepada
kelompok tersebut: "Ketahuilah oleh kalian, Utsman bin Sa`id adalah
wakilku dan putranya akan menjadi wakil putraku al-Mahdi."39
mam Hasan al-Askari menunjukkan putranya di depan para pengikutnya yang
berjumlah 40 orang, termasuk Ali bin Bilal, Ahmad bin Hilal, Muhammad
bin Mu`awiyah, dan Hasan bin Ayyub dan berkata: "Inilah imam kalian dan
penggantiku. Taatilah ia! Ketahuilah bahwa setelah ini untuk beberapa
lama kalian tidak akan melihatnya. Dengarlah apa yang dikatakan Utsman
bin Sa`id dan ikutilah perintah-perintahnya karena ia adalah wakil imam
kalian. Pengaturan urusan-urusan orang-orang kita ada di tangannya."40
Karamah-karamahnya
Di samping pernyataan-pernyataan yang menyenangkan dari para imam as
ini yang menghormati Utsman bin Sa`id, ada karamah-karamah yang
disandarkan kepadanya. Karamah-karamah ini sesungguhnya memberikan bukti
lebih jauh untuk memperkuat kejujuran pernyataannya. Misalnya, Syaikh
ath-Thusi dalam Kitâb al-Ghaybah-nya, menyampaikan riwayat berikut dari
sejumlah orang menyangkut keluarga Nawbakhti, termasuk Abu al-Hasan
al-Katsiri:
Seseorang membawa sejumlah barang [milik Imam
Keduabelas] dari Qum dan tinggal di sekitar Utsman bin Sa`id. Ketika ia
hendak pergi Utsman bin Sa`id: "Anda telah dipercayai sesuatu yang lain
juga. Mengapa Anda tidak menyampaikannya?" Orang itu berkata: " Tidak
ada sesuatu pun yang tertinggal." Utsman bin Sa`id menyuruhnya pulang
dan mencarinya. Setelah beberapa hari pencarian, orang itu kembali
melaporkan bahwa ia tidak menemukan sesuatu pun padanya. Pada saat itu,
Utsman bin Sa`id berkata kepadanya: "Apa gerangan yang terjadi pada dua
lembar pakaian yang diserahkan kepadamu oleh si anu dan si anu?" Orang
itu berkata: "Demi Allah, Anda benar. Tapi saya telah lupa akan hal itu
dan kini tidak tahu di mana baju-baju itu."
Sekali lagi ia
kembali ke rumahnya dan mencari barang yang dimaksud. Namun tetap tidak
menemukannya. Ia datang dan berkata kepada Utsman bin Sa`id tentang hal
itu. "Pergilah ke si fulan, penjual katun, kepadanya Anda serahkan dua
bungkus katun. Bukalah bungkusan yang di atasnya ada tulisan. Anda akan
menemukan barang yang dipercayakan di dalamnya." Pria itu pergi dan
melakukan apa yang disuruhkan Utsman bin Sa`id kepadanya. Ia menemukan
barang yang dimaksud dan membawanya kepada Utsman bin Sa`id.41
Muhammad bin Ali al-Aswad, wakil lain dari Imam, diberi selembar baju
oleh seorang perempuan untuk Utsman bin Sa`id. Ia membawanya dengan
baju-baju lain kepada Utsman. Utsman bin Sa`id menyuruhnya untuk
menyerahkannya kepada Muhammad bin Abbas al-Qummi. Ia melakukannya.
Setelah itu Utsman bin Sa`id mengirimnya sebuah pesan yang berbunyi:
"Mengapa Anda belum menyerahkan pakaian yang diserahkan oleh perempuan
itu?" Muhammad bin Ali al-Aswad ingat pakaian itu dan mencarinya sampai
ia menyerahkannya kepadanya.42
Syaikh ash-Shaduq telah meriwayatkan peristiwa lain dalam kitab Kamâl al-Dîn-nya. Ia menulis:
Seorang lelaki dari Irak membawa saham Imam [dari khumus] kepada Utsman
bin Sa`id. Utsman mengembalikan uang dan berkata: "Keluarkan darinya
sesuai dengan jumlah utangmu kepada sepupumu." Orang itu terkejut
mendengarnya. Ketika menyelidiki barang-barangnya, ia mendapatkan bahwa
ia berutang kepada sepupunya atas bagian lahan pertanian, yang belum ia
kembalikan. Dengan perhitungan yang cermat ia mendapatkan tanah itu
setara dengan 400 dirham. Akhirnya, ia mengeluarkan itu dari kekayaannya
dan membawa sisanya kepada Utsman bin Sa`id. Di saat itulah, khumus itu
diterima darinya.43
Bagaimanapun juga riwayat-riwayat tentang
kejujuran dan sifat amanah Utsman bin Sa`id, penghormatan yang karenanya
ia diakui oleh imam kesepuluh dan kesebelas, dan konsensus di kalangan
Syi`ah ihwal integritas moral dan karakternya yang sempurna, melahirkan
pertanyaan: apakah pantas menganggapnya seorang penipu, yang bermaksud
menipu semua orang Syi`ah [di saat para imam justru mempercayainya]?
Muhammad bin Utsman: Wakil Kedua
Muhammad bin Utsman menggantikan ayahnya, Utsman bin Sa`id, sebagai
wakil setelah kematian ayahnya pada tahun 260 H/874 M. Syaikh ath-Thusi,
mengomentari dua wakil Imam Gaib as ini, menulis bahwa "mereka
mendapatkan kedudukan tertinggi dalam pandangan Pemilik Zaman."44
Menurut Mamqani, kedudukan tinggi Muhammad bin Utsman di kalangan
Syi`ah begitu jelas. Mereka sepakat bahwa selama masa hidup ayahnya, ia
adalah wakil Imam Hasan al-Askari, dan belakangan ia menjadi wakil Imam
Keduabelas. Sesungguhnya, Utsman bin Sa`id secara jelas menunjuk
Muhammad bin Utsman sebagai penggantinya dan wakil Imam Gaib.45
Ya'qub bin Ishaq, seorang pengikut terkemuka dari para imam di Samarra, meriwayatkan:
Aku menulis surat kepada Imam Zaman melalui Muhammad bin Utsman. Dalam
surat itu, aku menanyakan sejumlah pertanyaan tentang masalah-masalah
agama. Jawaban datang dengan tulisan tangan Imam sendiri. Selain
jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku, tulisan itu memuat
pernyataan: "Muhammad bin Utsman adalah orang kepercayaan.
Surat-suratnya adalah surat-suratku."46
Karamah-karamahnya
Muhammad bin Syadzan, seorang sahabat dekat Imam Hasan al-Askari,
meriwayatkan bahwa ia memiliki 480 dirham yang merupakan milik Imam as.
Karena ia tidak suka mengirim uang itu tanpa membulatkannya menjadi 500
dirham, ia menambahkan 20 dirham dari uangnya dan mengirimnya kepada
Muhammad bin Utsman, tanpa menuliskan kepadanya bahwa ia telah
menggenapkan jumlah tersebut. Jawaban datang dari Imam yang di dalamnya
tertulis: "Kami menerima uang 500 dirham, termasuk 20 dirham dari
Anda."47
Suatu kisah serupa diriwayatkan oleh Ja'far bin Ahmad
bin Matil. Muhammad bin Utsman mengirim suatu pesan yang mengundangnya
untuk berkunjung. Ketika Ja'far datang, Muhammad bin Utsman memberinya
beberapa lembar pakaian dan sekantung dirham dan menyuruhnya pergi ke
Wasith. Di sana ia menyuruh Ja'far untuk menyerahkan kantung uang dan
pakaian tersebut kepada orang pertama yang ia temui.
Ketika
Ja'far sampai di Wasith, orang pertama yang ia temui adalah Hasan bin
Muhammad bin Qatah. Ia mengenalkan dirinya sendiri kepada Hasan yang
mengenalinya Mereka pun saling berpelukan. Ia menyampaikan kepada Hasan
salam dari Muhammad bin Utsman dan menyerahkan barang-barang yang
dibawanya kepada Hasan. Ketika Hasan mendengar hal ini, ia bersyukur
kepada Allah dengan mengucapkan: "Muhammad bin Abdullah al-Amiri telah
wafat. Aku meninggalkan rumah untuk mencari kain kafan baginya."
Setelah membuka barang-barang yang dikirim oleh Muhammad bin Utsman,
mereka mendapatkan segala sesuatu yang mereka butuhkan untuk persiapan
pemakaman al-Amiri. Bahkan uang yang dikirim jumlahnya persis dengan
biaya yang mereka butuhkan untuk menutupi biaya penguburan. Dengan
demikian, mereka bisa meneruskan penguburan al-Amiri. 48
Menurut pengikut setia lain dari para imam, yaitu Muhammad bin Ali bin
al-Aswad al-Qummi, Muhammad bin Utsman telah menyiapkan tempat
pemakamannya ketika masih hidup. Muhammad bin Ali menanyakan kepadanya
alasan perbuatan itu. Muhammad bin Utsman menjawab: "Aku telah
diperintahkan Imam untuk menjaga urusan-urusanku sebelumnya." Dua bulan
setelah peristiwa ini, Muhammad bin Utsman pun wafat.49
Muhammad bin Utsman memangku jabatan wakil Imam Gaib hampir selama 50 tahun dan wafat pada tahun 304 H/916 M.
Husain bin Ruh: Wakil Ketiga
Wakil ketiga Imam Zaman as ini merupakan pemimpin yang paling cerdas
dan brilian di zamannya. Muhammad bin Utsman sendiri telah mengangkatnya
sebagai penggantinya dan wakil Imam.
Allamah al-Majlisi, dalam Bihâr al-Anwâr-nya, menulis:
Ketika Muhammad bin Utsman mengalami sakit keras, sekelompok kaum
Syi`ah terkemuka seperti Abu Ali bin Humam, Abu Abdullah bin Muhammad
al-Katib, Abu Abdullah Baqtani, Abu Sahl Nawbakhti, dan Abu Abdullah bin
Wajna` menjenguknya. Mereka menanyakan kepadanya perihal penggantinya.
Ia menjawab: "Husain bin Ruh adalah penggantiku dan wakil kepercayaan
Pemilik Zaman. Rujuklah ia dalam semua urusan kalian. Aku telah
diperintahkan oleh Imam untuk menunjuk Husain bin Ruh sebagai wakil
[Imam]."50
Ja'far bin Muhammad al-Mada`ini meriwayatkan bahwa
ia pernah membawa barang-barang milik Imam ke Muhammad bin Utsman. Suatu
hari ia membawa uang sejumlah 400 dinar kepadanya. Muhammad bin Utsman
menyuruhnya menyimpannya pada Husain bin Ruh. Ja'far menanyakan
kepadanya alasan ia tidak menerimanya sendiri. Muhammad bin Utsman
berkata: "Bawalah ini kepada Husain bin Ruh. Anda harus mengetahui bahwa
saya telah melantiknya sebagai penggantiku." Ja'far terus menanyakan
kepadanya apakah ia (Muhammad) melakukan demikian atas perintah dari
Imam. Ia menjawab: "Ya, benar." Dengan demikian, Ja'far membawa uang itu
kepada Husain bin Ruh. Sejak saat itu, ia menyimpan saham Imam kepada
Husain bin Ruh."51
Di antara para sahabat dan kawan karib
Muhammad bin Utsman, ada sejumlah orang seperti Ja'far bin Ahmad bin
Matil, yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dalam hal kebajikan
ketimbang Husain bin Ruh. Sesungguhnya, banyak dugaan bahwasanya
perwakilan akan diserahkan kepada Ja'far al-Matil. Akan tetapi,
berkebalikan dengan dugaan yang berkembang, justru Husain bin Ruh yang
menjadi wakil berikutnya. Setiap orang tunduk kepada keputusan Muhammad
bin Utsman, termasuk Ja'far al-Matil.52
Abu Sahl Nawbakhti ditanya tentang keputusan ini:
" Bagaimana bisa Husain bin Ruh ditunjuk pada posisi wakil, ketika Anda
sendiri lebih layak menerimanya?" Ia menjawab: "Imam mengetahui lebih
baik tentang orang-orang yang mampu mewakilinya. Aku senantiasa berdebat
dengan para penentangku. Jika aku menjadi wakil, barangkali di saat
perdebatan memanas, untuk membuktikan kedudukanku, aku akan menunjukkan
kediaman Imam. Namun Husain bin Ruh tidak sepertiku. Seandainya ia
menyembunyikan Imam Gaib di balik bajunya, dan seandainya ia dipotong
kecil-kecil, niscaya ia tidak akan memberitahu siapapun di mana Imam
berada."53
Syaikh ash-Shaduq menyebutkan keadaan yang
menyebabkan ayahnya menulis sepucuk surat kepada Imam. Dalam surat itu,
ia meminta Imam berdoa agar ia memperoleh keturunan. Menurut riwayat
ini, adalah Muhammad bin Ali al-Aswad yang meriwayatkan bahwa ayah
Syaikh ash-Shaduq, Ali bin Husain bin Babawaih, mengirim pesan
melaluinya (Muhammad bin Ali) kepada Husain bin Ruh untuk meminta Imam
berdoa agar ia mendapatkan seorang anak. Pesan itu disampaikan oleh
Husain bin Ruh.
Setelah tiga hari, ia memberitahukan kepada
Muhammad al-Aswad bahwa Imam telah mendoakan baginya (Ali bin Husain)
dan bahwa dalam waktu yang sebentar lagi Allah akan menganugrahkan
kepadanya seorang anak. Pada tahun itulah, Muhammad, yakni Syaikh
ash-Shaduq lahir. Setelah itu, beberapa anak lainnya pun lahir.
Namun adalah Syaikh ash-Shaduq yang acap membanggakan dirinya sendiri
karena dilahirkan melalui doa khusus Imam al-Mahdi. Sesungguhnya, setiap
kali Muhammad al-Aswad melihat Syaikh ash-Shaduq dalam
pertemuan-pertemuan ilmiah bersama guru-guru terkemuka lainnya, yang
belajar dengan sangat baik dan tekun, ia acap mengatakan: "Tidaklah
mengherankan melihat Anda belajar demikian baik. Karena Anda lahir
melalui doa Imam Zaman!"54
Ada seorang laki-laki yang meragukan
jabatan wakil yang dipegang Husain bin Ruh. Untuk mengklarifikasi
keraguannya, ia menulis sepucuk surat kepada Imam dengan pena kering
tanpa tinta. Lewat beberapa hari, ia menerima jawaban dari Imam Gaib as
melalui Husain bin Ruh.
Husain bin Ruh wafat di bulan Sya'ban 326 H/937 M.55
Ali bin Muhammad as-Samarri: Wakil Keempat
Ia adalah wakil keempat Imam Gaib as. Nama lengkapnya adalah Abu
al-Hasan Ali bin Muhammad as-Samarri. Menurut Ibn Thawus, ia telah
berkhidmat kepada Imam al-Hadi dan Imam Hasan al-Askari as. Dua imam
ini, bahkan, berkorespondensi dengannya dan telah menulis sejumlah
catatan bertanda tangan untuknya.
Tak pelak lagi, ia salah
seorang tokoh paling terkemuka di kalangan Syi`ah Baghdad.56 Husain bin
Ruh, sebagaimana dilaporkan oleh Ahmad bin Muhammad ash-Shafwani, telah
menunjuk Ali bin Muhammad as-Samarri menggantikan kedudukannya agar ia
bisa mengatur urusan-urusannya. Ketika kematiannya kian mendekat,
sekelompok Syi`ah menjenguknya dan menanyakan kepadanya tentang
penggantinya. Ia menjawab bahwa ia tidak disuruh untuk menunjuk siapapun
pada posisi tersebut.57
Diriwayatkan oleh Ahmad bin Ibrahim
al-Mukhallad bahwa suatu hari Ali bin Muhammad as-Samarri, tanpa isyarat
apapun, berkata: "Semoga Allah merahmati Ali bin Muhammad bin Babawaih
al-Qummi!" Mereka yang hadir pada saat itu mencatat tanggal kejadian
tersebut. Belakangan diketahui ada berita yang menyebutkan bahwasanya
Ali bin Babawaih telah meninggal pada hari yang sama. Ia sendiri mangkat
pada tahun 329 H/941 M.58
Hasan bin Ahmad meriwayatkan bahwa
ia sedang bersama Ali bin Muhammad as-Samarri beberapa sebelum ia
meninggal. Sepucuk surat datang dari Imam
Zaman yang ia bacakan kepada orang-orang. Surat itu berbunyi:
Dengan nama Allah. Wahai Ali bin Muhammad as-Samarri, semoga Allah
membalas persaudaraanmu dalam kematianmu, yang akan terjadi enam hari
kemudian. Maka jagalah urusan-urusanmu dan janganlah menunjuk siapapun
sebagai penggantimu, karena kegaiban sempurna telah terjadi. Aku tidak
akan muncul sampai Allah mengizinkanku berbuat demikian (semoga nama-Nya
dimuliakan) dan setelah waktu yang panjang dan setelah hati-hati
menjadi keras dan hati-hati dipenuhi dengan kejahatan. Kelak akan ada
sekelompok orang dari pengikutku yang akan mengklaim telah melihatku.
Waspadalah, mereka yang mengklaim ini sebelum bangkitnya Sufyani dan
[mendengar] suara dari langit adalah para pendusta.59
Inilah
akhir kegaiban kecil dan awal kegaiban sempurna. Perwakilan dari empat
anggota terkemuka umat Syi`ah ini begitu masyhur di kalangan orang-orang
mukmin. Ada sebagian orang yang melakukan klaim-klaim palsu dengan
menyatakan sebagai wakil dari Imam Gaib as. Karena mereka tidak bisa
membuktikan klaim mereka kebohongan mereka kian jelas. Pada akhirnya,
mereka tidak dihormati di komunitasnya sendir.
Di antara
kelompok belakangan terdapat Hasan Syari`ati, Muhammad bin Nushair
an-Numairi, Ahmad bin Bilal al-Karakhi, Muhammad bin Ali bin Bilal,
Muhamad bin Ali Syalmaghani dan Abu Bakr al-Baghdadi.
Secara
ringkas, inilah kisah seputar empat wakil Imam. Dari semua sumber yang
membahas tentang mereka, tepat kiranya untuk menegaskan bahwa klaim
mereka sebagai wakil Imam Gaib bisa dibenarkan. Tidak ada alasan
rasional untuk meragukan bahwa mereka sesungguhnya memangku kedudukan
yang paling berwibawa di kalangan umat Syi`ah pada abad ke-19.
Dr. Fahimi:
Saya punya banyak pertanyaan dalam hal ini. Saya akan menunda
pertanyaan itu semua sekarang ini, karena waktu tidak mencukupi dan
malam kian larut. Saya akan ajukan semua pertanyaan ini pada pertemuan
mendatang.[]
Catatan-catatan:
1. Itsbât al-Washîyyah, hal.186-89.
2. Ibid., hal.185.
3. Ibn Syahr Asyûb, Manâqib, jilid 4, hal.397; Itsbât al-Washîyyah, hal.194.
4. Ibn al-Qifthî, Ta`rikh al-Hukama`, hal.413-417.
5. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.38.
6. Ilzâm al-Nâshîb (edisi 1351 H), hal.81.
7. Ibid.
8. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.386.
9. Ibid., hal.393.
10. Ibid., hal.350.
11. Maqâtil al-Thâlibiyyin, hal.165.
12. Kamâl al-Dîn, jilid 1, hal.112-115.
13. I`lâm al-Warâ`, ( edisi Teheran 1378 H), hal.416.
14. Rijâl Najâsyî, jilid 2, hal.77; Rijal Thûsî, hal.357; Fihrist Thûsî, hal.92.
15. Rijâl Najâsyî, jilid 2, hal.79.
16. Rijâl Najâsyî, jilid 2, hal.86; Fihrist Thûsî, hal.3.
17. Rijâl Najâsyî, jilid 2, hal.132; Fihrist Thûsî, hal.50.
18. Rijâl Najâsyî, jilid 2, hal.119; Rijâl Thûsî, hal.384; Fihrist Thûsî, hal.147.
19. Rijâl Najâsyî, jilid 2, hal.119; Rijâl Thûsî, hal.384; Fihrist Thûsî, hal.147.
20. Rijâl Najâsyî, jilid 2, hal.167; Rijâl Thûsî, hal.420 dan 434; Fihrist Thûsî, hal.150.
21. Ghaybat al-Shugrâ ( kegaiban 'pendek' atau 'kecil') dan ghaybat
al-kubrâ ( kegaiban 'besar' atau 'panjang') sekarang merupakan deskripsi
yang diterima dari
dua bentuk kegaiban al-Mahdî as. Kegaiban
'pendek' (qashîra) dan kegaiban 'sempurna' (tâmmâh) merupakan deskripsi
dari dua bentuk kegaiban yang umum di kalangan ulama Syi`ah awal selama
paruh pertama dari kegaiban 'panjang'. (Penerjemah dari bahasa Parsi ke
Inggris-A.A.S.).
22. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.69; Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.155.
23. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.153. Ada lebih dari delapan hadis tentang topik ini.
24. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.33.
25. Ibid., hal.349.
26. Ibid., jilid 53, hal.178.
27. Anwâr al-Nu`mâniyyah (edisi Tabriz), jilid 2, hal.24.
28. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.346.
29. Ibid., hal.352.
30. Ibid., hal.306.
31. Ibid., hal.350.
32. Kitâb al-Ghaybah, hal.91.
33. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.360.
34. Rijâl Bû ' Alî, hal.302.
35. Rijâl Mâmqânî ( edisi Najaf, 1352 H), jilid 1, hal.200; Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.294 .
36. Rijâl Bû ' Alî, hal.200; Rijâl Mâmqânî, jilid 2, hal.245.
37. Minhâj al-Maqâl (edisi Teheran 1307 H), hal.219.
38. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.348.
39. Ibid., hal.346.
40. Ibid., hal.346.
41. Ibid., hal.316.
42. Ibid., hal.335.
43. Ibid., hal.335.
44. Minhâj al-Maqâl, hal.305; Rijâl Mâmqânî, jilid 3, hal.149.
45. Rijâl Mâmqânî, jilid 3, hal.149 dan jilid 1, hal.200.
46. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.325.
47. Ibid., hal.325.
48. Ibid., hal.325.
49. Ibid., hal.337.
50. Ibid., hal.355.
51. Ibid., hal.352.
52. Ibid., hal.353.
53. Ibid., hal.359.
54. Kamâl al-Dîn, jilid 2, hal.502-3.
55. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.340.
56. Rijâl Mâmqânî, jilid 2, hal.304.
57. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.360.
58. Ibid.
59. Ibid., hal.361.
14
IMAM MAHDI
BAB 7
Mengapa Kegaiban Sempurna Tidak Terjadi Sejak Awal?
PERTEMUAN
diadakan di kediaman Dr. Jalali. Diskusi dimulai tepat pada waktunya.
Setiap orang antusias menyimak pertanyaan-pertanyaan Dr. Jalali.
Dr. Jalali:
Apakah tujuan dari kegaiban pendek? Jika Imam Keduabelas akan mengalami
kegaiban, mengapa ia tidak melakukan demikian segera setelah wafatnya
Imam Hasan al-Askari? Mengapa ia tidak memutuskan hubungan secara total
dari para pengikutnya?
Tn. Hosyyar: Anda harus
tahu bahwa tidak adanya Imam dan pemimpin umat untuk waktu yang lama
merupakan peristiwa yang tidak lazim dan akan terasa sulit bagi
orang-orang untuk mempercayai dan membenarkannya. Karena alasan inilah
Nabi saw dan para imam memutuskan untuk menyadarkan manusia ihwal
fenomena semacam ini secara bertahap.
Oleh seitu, dari waktu
ke waktu mereka meriwayatkan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan
kegaiban. Mereka membicarakan kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi
manusia dalam ketiadaan Imam serta memaparkan keadaan orang-orang yang
akan menolak ide tersebut dan bahaya yang akan mereka derita.
Mereka memuji keadaan orang-orang yang bersiteguh dengan keimanan dan
pahala yang akan mereka peroleh. Terkadang, melalui ketidakmampuan
mereka sendiri untuk diakses, mereka menjelaskan suatu situasi yang
menyerupai masa ketika Imam terakhir akan memasuki kegaiban.
Mas`udi, sejarahwan terkemuka, dalam bukunya Itsbât al-Washîyyat
menguraikan introduksi bertahap ini ihwal gagasan kegaiban Imam. Ia
mengatakan, Imam al-Hadi, imam kesepuluh, menemui segelintir orang dan,
kecuali sebagian sahabat khususnya, tidak melakukan kontak dengan yang
lainnya. Ketika Imam Hasan al-Askari menjalankan fungsi lembaga imamah,
sebagian besar waktunya ia gunakan untuk berdiskusi dengan orang-orang
dari balik tabir sehingga para pengikutnya akan terbiasa dengan ide-ide
itu dan siap untuk menerima ketiadaan Imam Keduabelas.1
Jika
kesempurnaan gaib telah terjadi segera setelah wafatnya Imam Hasan
al-Askari, maka, mungkin sekali, fakta tentang keberadaan Imam
Keduabelas niscaya diabaikan dan akibatnya orang-orang secara total
melupakan adanya seorang imam dalam kegaiban. Pada gilirannya, inilah
kegaiban kecil yang dengannya peristiwa kegaiban [sempurna] Imam
terjadi.
Selama masa itu, kaum Syi`ah senantiasa berhubungan
dengan wakil-wakil khususnya dan saksi atas tanda-tanda serta
tindakan-tindakan karamah yang mengalir di tangan para pengikut Imam
yang terkemuka ini. Ketika ide kegaiban dan kemampuan Imam memberikan
bimbingan penting melalui para wakilnya dalam keadaan tersebut telah
diyakini kuat-kuat, kegaiban sempurna pun terjadi.
Sampai Kapan Kegaiban Sempurna Terjadi?
Ir. Madani: Adakah waktu yang ditetapkan untuk kegaiban sempurna?
Tn. Hosyyar:
Tidak, tidak ada waktu yang ditetapkan. Akan tetapi, ada banyak hadis
yang mengisyaratkan kepada lamanya kegaiban sedemikian rupa sehingga
sebagian orang akan meragukan keberadaan Imam. Misalnya, Imam Ali as
telah meriwayatkan ucapan berikut tentang al-Qa`îm:
Kegaibannya akan sedemikian panjang sehingga orang jahil akan mengatakan: "Allah tidak membutuhkan Ahlulbait."2
Demikian pula, Imam as-Sajjad telah meriwayatkan bahwa salah satu
karakteristik Nuh yang akan terjadi pada al-Qa`îm adalah usianya yang
panjang.3
Hikmah dan Filosofi Kegaiban
Ir. Madani:
Jika Imam Zaman hidup di tengah-tengah manusia, niscaya mereka bisa
mendekatinya dan berkonsultasi dengannya pada saat-saat mendesak untuk
mencari solusi atas masalah-masalah mereka. Hal itu niscaya akan lebih
baik. Meski kebutuhan semacam itu ada di tengah-tengah para pengikutnya,
mengapa ia memasuki kegaiban?
Tn. Hosyyar:
Tentu saja, jika tidak ada rintangan kepada kewujudannya sekarang di
tengah-tengah manusia, niscaya lebih bijaksana dan bermanfaat untuk
berada di tengah-tengah manusia. Akan tetapi, karena Allah telah memilih
satu keadaan eksistensi gaib baginya, dan karena perbuatan Allah
diasaskan pada apa yang menjadi kepentingan terbaik manusia, orang juga
harus percaya-sebagaimana orang percaya pada hal lain-bahwa dalam kasus
ini pun alasan bagi kegaiban didasarkan pada kebijakan Ilahi.
Tentang hal ini, kita hanya punya pengetahuan global. Adapun pengetahuan
detailnya tidak diketahui oleh kita. Hadis berikut membenarkan maksud
yang tengah kita coba untuk lakukan, yakni, bahwa alasan sebenarnya bagi
kegaiban tidak dijelaskan kepada manusia, dan selain para imam sendiri,
tidak seorang pun yang mengetahui tentangnya.
Hadis berikut dilaporkan oleh Abdullah bin Fadhl Hasyimi. Ia meriwayatkan:
Imam ash-Shadiq berkata: "Orang yang memegang urusan (shahib al-'amr)
akan hidup di alam gaib. Hal ini akan menyebabkan orang-orang telah
tersesat jatuh dalam keraguan." Lantas aku bertanya kepada Imam
alasannya. Ia menjawab: "Aku tidak diizinkan mengungkapkan alasannya."
Aku terus mencari filosofi di balik kehidupan gaib [dari Imam Zaman].
Imam berkata: "Adalah hikmah yang sama yang ada pada situasi sebelumnya
di mana bukti-bukti Allah lain juga memasuki kegaiban. Akan tetapi,
pengertian sejati di balik kejadian ini tidak akan terjadi sampai
setelah ia muncul kembali, sebagaimana hikmah di balik penghancuran
perahu, pembunuhan atas seorang anak, dan perbaikan atas tembok yang
runtuh [dalam kisah Musa dan Khidir dalam al-Quran] diungkapkan kepada
Musa hanya setelah yang kedua [Khidir] telah memutuskan untuk
menjelaskan. Wahai Ibn Fadhl! Masalah kegaiban termasuk salah satu
rahasia-rahasia Ilahi dan urusan yang tersembunyi yang pengetahuannya
hanya pada sisi Allah. Karena kita tahu Allah adalah Mahabijaksana, kita
pun harus membenarkan bahwa perbuatan-Nya didasarkan pada hikmah yang
sempurna. Bahkan, ketika pengetahuan terperincinya tidak bisa diakses
oleh kita."4
Hadis itu tentu saja mengarah kepada fakta
bahwasanya alasan utama bagi kegaiban tidak dijelaskan kepada
orang-orang baik karena tidak tepat bagi manusia ataupun karena mereka
tidak mempunyai kesiapan untuk memahaminya.
Tapi ada sejumlah hadis lain yang memerikan adanya tiga manfaat yang diberikan selama kegaiban Imam:
(1) Manfaat berupa ujian dan penyucian. Ada sebagian orang yang tidak
punya keimanan yang kuat. Melalui tuntutan keimanan atas fenomena
semacam itu, seperti eksistensi gaib dari Imam, jiwa sejati mereka
menjadi nyata. Maka ada orang-orang yang memiliki keimanan yang kuat
terhadap segala sesuatu yang gaib, namun karena kegaiban terus berlanjut
dan penantian mereka akan pembebasan demikian panjang, mereka sangat
menderita. Orang-orang semacam itu akan menerima pengakuan yang pantas
dan mendapat balasan atas kesabaran dan ketabahan mereka. Imam Musa
al-Kazhim telah meriwayatkan situasi ini dalam hadis berikut:
Ketika keturunan kelima dari imam ketujuh [Musa al-Kazhim] gaib,
waspadalah akan imanmu. Allah melarang, jika seseorang memalingkanmu
dari agamamu.
Wahai anakku! Tak syak lagi, pemilik perintah
akan mengalami kegaiban sehingga sekelompok orang mukmin akan berpaling
dari agama. Allah akan menguji orang-orang mukmin dengan kegaiban [Imam
mereka].5
(2) Manfaat berupa terbebaskan dari menyerahkan janji
setia (bai'ah) kepada para penguasa yang zalim. Ada sebuah hadis yang
dilaporkan oleh Hasan bin Fadhdhal dari Imam ar-Ridha, yang berkata:
"Aku melihat para pengikutku mencari imam mereka di mana-mana akibat
kematian keturunan ketigaku [yakni Imam Hasan al-Askari] tapi mereka
tidak menemukannya." Aku menanyakan alasan hal itu. Imam as menjawab:
"Karena imam mereka akan mengalami kegaiban." Aku terus menanyakan
alasan kegaiban. Imam as berkata: "Ini akan terjadi sehingga ketika ia
muncul kembali ia tidak akan menyerahkan janji setia kepada siapapun."6
(3) Manfaat berupa terbebas dari pembunuhan. Zurarah meriwayatkan hadis dari Imam ash-Shadiq as yang berkata:
"Al-Qâ`im niscaya hidup dalam kegaiban." Aku menanyakan alasannya. Imam
as menjawab: "Ia khawatir terbunuh, " seraya menunjuk perutnya.
Itulah tiga faedah yang dilaporkan dalam berbagai tuturan dalam sejumlah
hadis, khususnya hadis-hadis yang diriwayatkan dari Ahlulbait.
Apa Bahaya yang Dihadapi Imam Jika Ia Hadir Secara Jelas?
Ir. Madani:
Jika Imam Zaman hadir di tengah-tengah manusia secara jelas, niscaya ia
akan tinggal di salah satu kota, membimbing dan mengarahkan kehidupan
keagamaan umat Islam, serta terus memenuhi kewajibannya sampai kondisi
dunia menjadi nyaman. Ketika itu niscaya ia akan mampu untuk
melangsungkan revolusinya dan menghancurkan kekuatan kufur dan
kezaliman. Apa yang salah dari anggapan ini?
Tn. Hosyyar:
Saya tidak melihat adanya masalah dalam anggapan tersebut. Akan tetapi,
kita harus mengevaluasi segenap dampaknya. Mari saya coba menganalisis
situasi di bawah keadaan tersebut.
Penting untuk dicamkan
bahwasanya Nabi dan para imam berkali-kali mengabarkan kepada manusia
berkenaan dengan fungsi utama Mahdi yang dijanjikan, yakni kehancuran
kuasa tiranik dan perbaikan kezaliman yang dilakukan oleh mereka. Karena
hal ini, ada dua golongan manusia yang dipaksa memberi perhatian khusus
kepada kehadiran Imam:
Pertama, mereka yang tersesat dan
ditindas dan, sayangnya, jumlahnya senantiasa banyak. Kelompok ini akan
berkumpul di sekitar Imam dan sangat menekankan kepadanya untuk membalas
kejahatan-kejahatan para tiranik yang dilakukan terhadap mereka serta
membela hak mereka. Dengan kata lain, senantiasa ada kekacauan tanpa
ujung dan kekisruhan yang timbul dari kebangkitan dan revolusi.
Kedua, mereka yang memiliki kuasa dan merupakan sumber penyimpangan dan
perlakuan buruk terhadap manusia. Para tiran ini tidak segan-segan
menggunakan sarana-sarana zalim untuk melanggengkan status quo dan
melindungi kepentingan-kepentingan mereka. Sesungguhnya, mereka hendak
mengorbankan seluruh warga mereka selama mereka menggunakan kekuasaan.
Karena mereka melihat kehadiran Imam sebagai suatu ancaman dan
rintangan terhadap kepentingan mereka sendiri, mereka terpaksa
membungkamnya berapapun biayanya agar mereka bisa melanggengkan
kekuasaan. Bahkan, terhadap al-Mahdi yang dinantikan sebagai ancaman
utama terhadap kekuasaan mereka, para penguasa itu bersatu dalam program
penghancuran mereka atas Imam. Seitu, mereka memutuskan untuk
memusnahkan sumber keadilan dan persamaan itu di tengah-tengah manusia.
Mengapa Al-Mahdi Khawatir Terbunuh?
Dr. Jalali:
Apa salahnya Imam mengalami kematian dalam rangka memperbaiki
masyarakat dan menyebarkan agama yang hak dan membela kaum tertindas?
Apakah darahnya lebih berharga ketimbang darah para leluhurnya yang
juga mengalami kesyahidan dalam membela agama Allah? Pertanyaan saya:
mengapa sama sekali ia harus khawatir terbunuh?
Tn. Hosyyar:
Imam Zaman, seperti para datuknya, tidak khawatir terbunuh.
Bagaimanapun, terbunuhnya ia bukanlah kepentingan dari masyarakat atau
agama. Alasannya, karena ketika datuk-datuknya terbunuh, mereka punya
keturunan yang menggantikan mereka, sementara Imam Keduabelas tidak
memiliki anak untuk menggantikannya jika ia terbunuh. Dan, sesungguhnya
bumi tidak akan pernah kosong dari hujjah Allah. Masyhur di kalangan
umum bahwasanya kehendak Allah berikut kebenaran akan berjaya mengatasi
kebatilan dan bahwa melalui eksistensi Imam Keduabelas, dunia menjadi
tempat tinggal orang-orang yang takwa.
Bukankah Allah Berkuasa untuk Melindungi Imam?
Dr. Jalali: Bukankah Allah memiliki kuasa guna melindungi Imam dari ancaman yang dikeluarkan oleh para musuh jahatnya?
Tn. Hosyyar:
Sudah tentu, kuasa Allah itu nirwatas. Akan tetapi, secara umum Allah
berbuat segala sesuatu dalam bentuk yang paling normal, dengan
menggunakan saluran seyang teratur. Selain itu, Allah tidak ingin agama
atau rasul serta para pemimpin agama dilindungi dengan cara yang luar
biasa, seraya mencabut kebebasan memilih mereka dan menghadapi
akibat-akibat pilihan mereka.
Pemaksaan dalam masalah-masalah
ini akan menanggalkan martabat manusia. Di sisi lain, sebagai agen
bebas, manusia akan menghadapi ujian dan penyucian yang menjadi mungkin
dengan menerima dan mengikuti bimbingan kebenaran yang tersedia dalam
ajaran-ajaran agama dari Nabi saw dan para imam as.
Tidakkah Mungkin Bahwa Para Penguasa Zalim AkanTunduk Kepadanya?
Dr. Jalali: Jika Imam hadir secara nyata, maka para penindas niscaya
mendekatinya dan mendengar ajaran-ajarannya dan mungkin akan membuang
jauh-jauh ide pembunuhan terhadapnya. Alih-alih, mereka akan diberi
bimbingan dan menanggalkan cara-cara mereka yang zalim.
Tn. Hosyyar:
Tidak setiap orang tunduk kepada kebenaran. Sejak awal sejarah manusia
hingga zaman kita sekarang ini, senantiasa ada sekelompok manusia di
muka bumi yang telah menentang kebenaran secara sengit dan musuh
keadilan.
Bahkan, mereka mencoba dengan semua daya upaya
mereka guna melumpuhkan kebenaran dan keadilan. Tidakkah para nabi dan
imam mengajarkan kebenaran? Tidakkah para penindas dan penguasa zalim
punya pengetahuan perihal mukjizat dan ajaran mereka? Mereka tidak
pernah segan membungkam suara-suara keadilan dan mencopot sinar cahaya
petunjuk ini melalui sarana-sarana yang ada pada mereka.
Jika
Imam Keduabelas tidak gaib karena kekhawatiran terhadap para tiran ini,
ia pun mungkin mengalami nasib yang sama sebagaimana para pendahulunya.
Ia Harus Tetap Diam Sampai Ia Selamat
Dr. Jalali:
Menurutku, sekiranya Imam sepenuhnya menarik diri dari politik dan
tetap diam di hadapan perilaku para penguasa yang tirani ini, seraya
terus memberikan bimbingan moral dan keagamaan, ia akan terselamatkan
dari kejahatan para musuhnya.
Tn. Hosyyar:
Karena para penindas telah mendengar bahwa al-Mahdi yang dijanjikan
merupakan musuh mereka, dan bahwa melaluinya, singgasana kezaliman
mereka akan diratakan dengan tanah. Mereka tidak akan terpuaskan dengan
kebungkamannya dan pendekatan non-kritisnya terhadap kekuasaan zalim
mereka.
Mereka niscaya memutuskannya untuk memberangus bahaya
potensial yang mengancam kekuasaan mereka [dari kehadiran Imam]. Bahkan,
ketika para pengikut Imam melihat bungkamnya para imam secara terus
menerus, tahun demi tahun, di hadapan semua kezaliman yang membebani
mereka dan para pengikut mereka, mereka niscaya putus asa dalam
mereformasi dunia dan kejayaan kebenaran, dan niscaya meragukan
kebenaran dari nubuat-nubuat yang terkandung dalam hadis dan riwayat
tentang al-Mahdi dan al-Quran. Lagi pula, tak terbayangkan bahwa kaum
tertindas dan lemah akan mengizinkan Imam tetap diam.
Dia Bisa Merundingkan Perjanjian Tidak Ikut Campur Para Penguasa
Ir. Madani:
Tidakkah mungkin bagi Imam untuk merundingkan sebuah perjanjian yang
tidak-ikut campur dengan para penguasa, meyakinkan mereka bahwa ia tidak
akan ikut campur dengan kerja-kerja pemerintahan mereka? Dengan cara
itu, Imam niscaya membangun kredibilitas dan kebenarannya dalam
mengawasi terma-terma perjanjiannya, dan, sebaliknya, para penguasa
niscaya akan meninggalkannya sendirian.
Tn. Hosyyar:
Anda harus ingat bahwa fungsi Imam Mahdi yang ditunggu berbeda dari
para imam lain sebelumnya. Para imam lain memiliki kewajiban amar makruf
nahi munkar. Namun mereka tidak dituntut untuk menjalankan peperangan.
Sebaliknya, sejak awal peran Imam Mahdi sangatlah berbeda. Al-Mahdi
akan bangkit melawan penindasan dan kezaliman. Ia tidak akan tinggal
diam dalam menghadapi penyelewengan. Alih-alih, ia akan melancarkan
jihad untuk menumpas penindasan dan kekufuran. Sesungguhnya, ia akan
menghancurkan pasukan kejahatan. Fungsi-fungsi ini merupakan bagian dan
wilayah tanda-tanda dari kemunculan al-Mahdi.
Para imam as
lainnya ditanya oleh pengikut-pengikut mereka dalam pelbagai kesempatan:
"Mengapa Anda tidak melawan para penindas?" Mereka biasanya menjawab:
"Tugas itu terletak di pundak Mahdi kita." Sebagian imam lain ditanya:
"Apakah Anda Mahdi?" Jawabannya: "Mahdi akan bangkit dengan pedang dan
akan memerangi kezaliman.
Namun aku tidak seperti itu, atau
aku tidak punya kekuasaan untuk berbuat demikian." Sebagian mereka
ditanya: "Apakah Anda al-Qâ'im ?" Jawabannya: "Benar. Akulah yang
diamanati dengan kebenaran (qâ'im bi-al-haqq). Tapi, aku bukan al-Qâ'im
yang dijanjikan yang akan membersihkan bumi dari kekafiran dan
kezaliman." Kadang-kadang harapan tersebut diutarakan oleh sebagian
orang dalam masyarakat: "Aku harap Anda al-Qâ'im!" Jawabannya: "Akulah
al-Qâ'im.
Namun al-Qâ'im yang akan menyucikan bumi dari
kekafiran dan penindasan bukanlah aku." Ketika orang-orang mengadukan
perihal kericuhan sosio-politik dan tirani dari pemerintahan zalim serta
gangguan dan penderitaan yang dialami oleh pengikut para imam, simpati
yang diberikan hanya dengan mengatakan: "Kemunculan al-Mahdi adalah
pasti. Pada saat itu, situasi di dunia akan kiat meningkat dan
pembalasan dendam terhadap kaum tiranik akan dipastikan." Di saat lain,
orang-orang akan berbicara tentang jumlah musuh-musuh dan kekuatan
mereka yang besar dibandingkan dengan jumlah mereka yang kecil dan
kelemahan mereka.
Para imam senantiasa menenteramkan para
pengikut mereka dan meyakinkan mereka dengan mengatakan: "Pemerintahan
pengganti Nabi yang sah adalah suatu keniscayaan. Kemenangan terakhir
milik para pengikut kebenaran. Bersabarlah, berdoalah, dan berharaplah
keselamatan melalui keturunan Muhammad saw." Kaum mukmin dan para
pengikut imam menantikan keselamatan ini dan secara sengaja menganggap
perselisihan dan situasi yang menyiksa itu diciptakan oleh lawan-lawan
mereka.
Sekarang, izinkan saya bertanya kepada Anda,
sejujurnya, dengan semua harapan keselamatan melalui al-Mahdi yang
dijanjikan yang dimiliki kaum mukmin tersebut, apakah Anda
menduga-sangka ia merundingkan perjanjian tidak-campur tangan dengan
para penguasa zalim di zamannya? Apabila ia telah berbuat demikian,
bukankah ia telah memutuskan semua harapan para pengikutnya dan
menyebabkan mereka menyalahkannya karena menjual [perjanjian] kepada
musuh-musuh? Menurutku, kompromi semacam itu dari pihak Imam adalah
mustahil. Sesungguhnya, dampak buruk dari kompromi seperti itu akan
menggiring para pengikut Imam ini menanggalkan keyakinan mereka sehingga
usaha menumpas kezaliman dan memerangi penindasan menjadi muspra.
Selain itu, jika Imam telah menandatangani perjanjian tidak-ikut campur
dan menjalin persahabatan dengan para otoritas yang zalim, pada
akhirnya ia niscaya terikat dengan butir-butir perjanjian tersebut dalam
dokumen itu. Akibatnya, tidak ada waktu baginya untuk melancarkan
peperangan, karena Islam menganggap sebuah perjanjian akan mengikat
pihak-pihak yang telah menyepakati butir-butir perjanjian.7
Karena alasan inilah, banyak hadis yang menjelaskan secara eksplisit
bahwa salah satu tujuan kegaiban dan kerahasiaan yang menyelimuti
kelahiran dari Imam Terakhir adalah agar ia tidak harus memberikan janji
setia (bai'at) kepada para penguasa sehingga setiap kali ia ingin
bangkit, tidak ada kewajiban semacam itu [untuk memenuhi janji setia
tersebut] padanya. Dalam hadis berikut, Imam ash-Shadiq as berkata:
Kelahiran Pemilik perintah (shahib al-'amr) akan tetap menjadi sebuah
rahasia sehingga ketika ia muncul ia tidak punya kewajiban untuk
memenuhi perjanjian apapun. Allah akan menyelesaikan tugasnya dalam
masalah tersebut dalam satu malam.8
Di samping semua
pembicaraan yang telah kita bicarakan, para penindas dan penguasa zalim
tidak pernah bisa merasa aman dengan perjanjian tersebut, terutama
karena bahaya yang mengancam kekuasaan mereka. Dengan demikian, mereka
menganggap pembunuhan terhadapnya sebagai satu-satunya jalan guna
menjamin kontrol mereka atas masalah-masalah manusia. Mereka niscaya,
sebagai akibatnya, menjadikan bumi kosong dari hujjah Tuhan.
15
IMAM MAHDI
Mengapa Imam Tidak Menunjuk Wakil Khusus Selama Kegaiban Sempurna?
Dr. Jalali:
Pada dasarnya kami menerima kemestian kegaiban Imam. Namun,
pertanyaannya adalah mengapa ia tidak menunjuk wakil khususnya selama
kegaiban sempurna sebagaimana yang telah dilakukannya ketika kegaiban
kecil? Penunjukkan semacam itu akan memudahkan kaum Syi`ah untuk tetap
berhubungan dengannya dan meminta bantuannya dalam mengatasi
problem-problem mereka.
Tn. Hosyyar:
Musuh-musuh tidak membiarkan wakil-wakil tersebut dalam keadaan damai.
Mereka dipenjarakan dan disiksa agar mereka menunjukkan kediaman Imam
Gaib as.
Dr. Jalali: Nah, dalam kasus itu
barangkali adalah mungkin baginya untuk tidak menunjuk orang-orang
tertentu sebagai wakil khususnya. Akan tetapi, dari waktu ke waktu ia
bisa muncul bagi sebagian pengikutnya yang melalui mereka ia bisa
menyampaikan perintah-perintahnya bagi masyarakat.
Tn. Hosyyar:
Pendekatan ini pun mustahil. Sebab, dengan menilik semua kemungkinan,
ketika Imam menunjukkan diri kepada seseorang, ia akan memberitahu
domisilinya kepada musuh-musuhnya, yang mengarah kepada penahanan dan
pembunuhan atas diri Imam.
Dr. Jalali: Bahaya
semacam itu boleh jadi ada apabila ia telah menampakkan diri di depan
orang-orang yang tidak dikenal. Namun jika ia menampakkan diri kepada
sejumlah orang kepercayaan di antara para pengikutnya, kemungkinan
bahaya yang mengancamnya niscaya tidak ada.
Tn. Hosyyar: Dugaan Anda bisa dipatahkan dengan beberapa alasan:
Pertama, sekiranya
Imam memutuskan untuk memperlihatkan diri kepada seseorang, niscaya ia
perlu melakukan keajaiban untuk mengenalkan dirinya sendiri.
Sesungguhnya, bagi seseorang yang sinis, ia niscaya perlu menunjukkan
beberapa mukjizat sehingga orang tersebut akan mengakuinya sebagai
imamnya. Di antara orang-orang ini, ada kemungkinan sebagian di
antaranya akan berusaha melakukan tipu daya melalui sihir untuk menipu
dan menyesatkan mukmin awam dan bahkan mengklaim sebagai Imam sendiri!
Walhasil, tidaklah mungkin bagi setiap orang untuk membedakan antara
sebuah mukjizat dan sihir.
Kesulitan yang sangat ini niscaya
mengantarkan kepada penyimpangan lebih jauh di tengah-tengah manusia
sehingga menggiring kepada situasi mengerikan.
Kedua, sesungguhnya
sebagian penipu yang licin dan orang-orang culas telah menyalahgunakan
peristiwa-peristiwa semacam itu demi ambisi pribadi mereka sendiri.
Mereka acap mengaku-ngaku telah melihat Imam dan menyebarkan hukum-hukum
yang berlawanan dengan syariat berdasarkan otoritas Imam sehingga
mereka bisa memenangkan rencana-rencana busuk mereka. Siapapun yang
ingin melakukan sesuatu yang melawan hukum dan lebih jauh
tujuan-tujuannya sendiri biasanya mendakwakan diri bahwa ia telah sampai
di hadapan Imam Zaman dan Imam telah datang ke rumahnya pada
malam-malam sebelumnya serta menyuruhnya agar ia harus berbuat
demikian-demikian atau Imam mengesahkan perbuatannya dan seterusnya.
Akibat berbahaya dari klaim semacam itu pun jelas membutuhkan elaborasi
lebih lanjut.
Ketiga, kita tidak mempunyai
bukti jelas dan pasti bahwa Imam Zaman tidak menampakkan wujudnya kepada
seseorang yang sangat amanah di antara para pengikutnya. Alih-alih,
sangat mungkin bahwa para pengikutnya yang saleh dan takwa bisa melihat
kehadirannya dan mungkin bersumpah untuk menjaga rahasia tersebut, tanpa
menunjukkan kepada siapapun. Dalam hal ini, setiap orang membatasi
pengalaman pribadi mereka sendiri dan tidak punya hak untuk menilai atau
menghakimi orang lain.
Apa Manfaat Kegaiban Imam?
Ir. Madani:
Jika Imam adalah pemimpin umat manusia, tentunya ia harus hadir bersama
atau di tengah-tengah mereka. Nah, apakah manfaat memiliki Imam yang
dalam keadaan gaib? Manfaat apa yang bisa diperoleh dari memiliki
seorang imam yang tinggal dalam kegaiban selama berabad-abad tanpa
menjalankan fungsi-fungsi yang sewajarnya harus ia tunaikan seperti:
menyebarkan agama, memecahkan problem-problem masyarakat, membalas
serangan para musuhnya, amar makruf nahi munkar, membantu kaum miskin
dan membalas kejahatan-kejahatan yang dilakukan terhadap kaum tertindas,
menegakkan aturan Allah dengan melembagakan hukuman-hukuman yang tepat
serta menjelaskan halal-haramnya sesuatu kepada orang-orang dan
seterusnya?
Tn. Hosyyar: Sudah tentu banyak
orang yang kehilangan manfaat atau hikmah kegaiban Imam sebagaimana Anda
sebutkan satu persatu. Akan tetapi, manfaat kehadiran Imam tidak
terbatas pada hal di atas. Kenyataannya, ada hikmah atau manfaat lain
selama kegaiban tersebut.
Berikut ini dua di antara banyak hikmah yang belum Anda sebutkan:
Pertama, sesuai dengan apa yang telah kita sebelumnya dan bukti-bukti
yang diturunkan dari tulisan-tulisan para sarjana Muslim, termasuk
riwayat dan hadis yang membahas keniscayaan Imamah, keberadaan Imam
sebagai penjelmaan manusia yang sempurna dan unik berperan sebagai
rantai penghubung antara alam material dan alam spiritual. Jika Imam
tidak ada, ras manusia akan punah.
Jika tidak ada Imam, maka
Tuhan tidak bisa diketahui atau diibadati secara sempurna. Tanpa Imam,
hubungan antara alam material dan alam spiritual menjadi terputus. Hati
Imam laksana sumber tenaga listrik yang mendistribusikan cahaya ke
lampu-lampu. Iluminasi dan pemberian energi dari alam gaib pertama-tama
terpantul pada hati Imam dan kemudian dari sana memantul pada hati-hati
manusia.
Imam merupakan jantung semesta segenap ciptaan serta
pemimpin dan pemandu manusia. Ini merupakan bukti bahwa kehadirannya dan
ketiadaannya berpengaruh pada aktualitas-aktualitas tersebut. Dengan
demikian, mungkinkah seseorang menanyakan apa hikmah yang diperoleh dari
eksistensi Imam yang gaib? Saya rasa Anda tengah menyuarakan keberatan
ini atas nama orang lain yang tidak memiliki pemahaman utuh dari makna
wilâyat dan imamah dan yang tidak melihat Imam sebagai lebih daripada
sekadar pakar hukum dan penegak keadilan, sementara tanggung jawab
wilâyat dan imamah lebih banyak daripada sekadar fungsi-fungsi di atas.
Dalam sebuah hadis panjang yang diriwayatkan dari Imam ash-Shadiq as, disebutkan bahwa Imam as-Sajjad as berkata:
Kami adalah para pemimpin kaum Muslimin, hujjah-hujjah Allah atas
makhluk-makhluk-Nya, penghulu kaum beriman, pemandu orang-orang yang
bertakwa, dan orang-orang yang diamanati dengan otoritas mutlak atas
urusan-urusan kaum Muslim. Kami adalah jaminan bagi para penghuni bumi,
sebagaimana bintang-gemintang jaminan para penghuni langit. Berkat kami,
hujan turun ke bumi dan berkah dari dalam bumi keluar karenanya.
Sekiranya kami tidak ada di muka bumi, niscaya para penghuninya tidak
bisa memanfaatkan apa-apa yang di dalam bumi.
Beliau kemudian meneruskan ucapannya:
Sejak pertama Allah menciptakan Adam sampai hari ini, Dia tidak pernah
meninggalkan bumi tanpa keberadaan hujjah. Namun terkadang, hujjah ini
terlihat dan dikenal baik, dan di saat lain ia gaib dan tersembunyi.
[Tetapi] bumi tidak akan kosong dari hujjah seperti itu hingga Hari
Pengadilan. Jika tidak ada Imam, maka Allah tidak akan disembah.
Sulaiman, sang perawi hadis itu, bertanya kepada Imam ash-Shadiq as:
"Bagaimana bisa manusia mendapatkan manfaat dari eksistensi seorang Imam
yang sedang gaib?" Imam as menjawab: "Persis, sama halnya dengan mereka
mendapatkan manfaat cahaya matahari di balik awan."9
Dalam
hadis ini dan hadis-hadis sejenis lainnya, eksistensi Imam Keduabelas
dan manfaat yang diperoleh darinya diibaratkan dengan manfaat yang
diperoleh dari matahari yang ada di balik awan-gemawan. Untuk
menjelaskan perbandingan ini, mari kita mengingatkan diri kita sendiri
perihal sains alam menerangkan fenomena ini.
Diyakini dalam
sains alam dan astronomi bahwa matahari merupakan pusat tatasurya kita.
Hukum gravitasi melindungi bumi dari keterjatuhan ke dalam lembah yang
dalam dan membiarkan bumi mengitari matahari. Dari sana, memunculkan
perbedaan antara siang dan malam serta musim-musim yang berbeda-beda
menurut posisinya dengan matahari. Energi panas yang dihasilkan oleh
matahari merupakan sumber kehidupan di bumi dan cahayanya menerangi
bagian bumi yang gelap. Manfaat ini sampai ke bumi meskipun faktanya
matahari itu menyinari secara langsung atau di balik awan-gemawan.
Dengan kata lain, semua fungsinya (penerangan, penyediaan energi,
pertumbuhan, dan seterusnya) tetap berjalan meskipun ia bersinar dari
balik awan-gemawan. Sesungguhnya, apakah ia dari balik awan yang kelam
atau di malam hari ketika kita menganggap matahari tidak ada, kita tetap
penerima energi panas matahari. Dan semua manfaat lain sangatlah
penting bagi kita bagi kelangsungan hidup di muka bumi.
Dengan demikian, keberadaan Imam laksana matahari di balik awan-gemawan tetap memberikan manfaat kepada para penghuni bumi.
Dia merupakan jantung umat manusia dan pemandu eksistensial mereka.
Karena manfaatnya sampai kepada manusia, tidaklah masalah apakah imam
itu tampak ataukah tersembunyi. Mari kita mengingat diskusi kita
sebelumnya tentang keniscayaa nubuwah (kenabian) dan imamah (keimaman)
serta meninjau ulang semua aspeknya agar kita bisa mengapresiasi
pemahaman hakiki tentang wilâyat. Peninjauan ini akan membantu kita
memahami manfaat terpenting dari memiliki Imam dari kalangan Ahlulbait
Nabi saw entah tampak ataupun tersembunyi. Ketika kita merenungkan
masalah ini, kita sesungguhnya sedang menikmati rahmat dari keberadaan
Imam yang gaib ini.
Mengenai manfaat lain yang disebutkan oleh
Anda, Ir. Madani, yang darinya orang-orang kehilangan, tentunya, baik
dari arahan Tuhan maupun dari keberadaan Imam, tidak ada rintangan untuk
mendapatkan manfaat-manfaat tersebut bagi orang-orang ini. Masalahnya
ada pada mereka sendiri. Jika halangan-halangan ini bisa dibuang dan
jika orang-orang bekerja demi menciptakan tatanan nan adil dan demi
menyiapkan terselenggaranya pemerintahan Allah dengan menyebarluaskan
informasi yang benar dan memperkuat karakter orang-orang untuk menerima
kepemimpinan Imam, maka Imam akan tampil (secara lahir) memimpin manusia
menuju penciptaan tatanan Ilahi di muka bumi.
Boleh jadi
sebagian orang mengatakan: ketika situasi keseluruhan tidak tepat bagi
munculnya Imam, mengapa kita harus menempatkan diri kita sendiri dalam
situasi yang berbahaya dengan mencoba mempersiapkan kemunculannya?
Jawabannya: Segenap tindakan kaum Muslim dalam hal ini seharusnya tidak
dimotivasi oleh perolehan pribadi sejumlah orang tertentu. Alih-alih,
seyogianya ia menjadi tujuan setiap dan masing-masing orang untuk
berusaha-demi reformasi sosial-mempengaruhi semua orang. Keseriusan
tujuan dalam memperbaiki kondisi orang-orang tersebut dan dalam mengikis
akar-akar kezaliman dan tirani di masyarakat dianggap sebagai amal
ibadah yang paling bernilai dalam Islam.
Atau, bisa juga
seseorang mengatakan: Usaha-usaha dari seseorang atau segelintir
individu yang mencoba mengubah keadaan dalam masyarakat mungkin sia-sia.
Oleh seitu, orang bahkan semestinya tidak perlu mencoba melakukan
sesuatu apapun. Lebih jauh, secara prinsip, boleh jadi ada pertanyaan:
apa kesalahan yang telah saya lakukan sehingga saya kehilangan pertemuan
dengan Imam saya?
Untuk menjawab pertanyaan ini, seseorang
bisa menunjukkan manfaat yang sampai pada seseorang dan masyarakat
secara umum ketika kita berusaha memunculkan standar pemikiran dan
kesadaran moral di antara manusia, memberitahu mereka tentang
tujuan-tujuan luhur Islam dan membawa mereka lebih dekat kepada
tujuan-tujuan Imam as. Dengan melakukan demikian, secara aktual kita
telah memenuhi tanggung jawab kita sebagai seorang pengikut Imam.
Pada gilirannya, kita telah mencapai pahala tertinggi dengan memiliki
kesadaran lebih jauh ihwal sebuah masyarakat ideal, meski baru satu
tahap. Setiap orang rasional bisa membuktikan manfaat dari perjuangan ke
tujuan-tujuan Ilahi lebih tinggi bagi masyarakat manusia. Karena alasan
inilah, ada sejumlah hadis yang membahas ganjaran penantian keselamatan
(intizhar) melalui kemunculan Imam Keduabelas, dan mengenai hal ini
penantian merupakan bentuk peribadatan kepada Allah.10
Kedua,
keimanan kepada Imam Gaib dan menantikan keselamatan melalui
kehadirannya kembali merupakan sumber harapan dan kedamaian bagi hati
orang-orang beriman. Harapan semacam itu merupakan salah satu asas utama
kesuksesan dan kemajuan cita Islam. Setiap kelompok yang terhenti
karena pesimisme dan keputusasaan juga mengalami negativisme yang
dibebankan pada diri sendiri yang mengarah kepada kekalahan tujuan.
Tak pelak lagi, kekisruhan politik dan sosial di banyak belahan dunia,
kemerosotan pandangan etika dan moral, ketertindasan dan kemiskinan yang
dialami oleh golongan tertindas, penyebaran sarana-sarana dari berbagai
bentuk intervensi imperialistik kepada urusan-urusan masyarakat yang
lebih lemah, perlombaan senjata negara-negara adikuasa-semua ini-telah
menggiring para pemikir seluruh dunia yang sensitif dan cermat menjadi
peduli dan bahkan, sampai tingkat tertentu, pesimis tentang kemampuan
masyarakat manusia untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari kehancuran
bertahap yang disemai sendiri.
Satu-satunya pintu yang tetap
terbuka bagi manusia adalah pintu harapan di kegelapan putus asa. Bahwa
harapan itu terletak pada campur tangan Tuhan dalam urusan manusia
dengan mengutus seorang pemimpin yang dipandu Tuhan, al-Mahdi, untuk
menegakkan masyarakat suci yang berasaskan pada hukum-hukum yang
disyariatkan Tuhan.
Sesungguhnya, harapan inilah yang memberi
ketenteraman kepada hati-hati nan gelisah yang telah mengalami
kezaliman. Harapan inilah yang melihat bahwa pemerintahan yang
berdasarkan pengakuan Keesaan Tuhanlah yang telah menjaga keimanan
manusia dan telah meneguhkan komitmen mereka kepada Tuhan.
Adalah keimanan pada kemenangan akhir dari kebenaran yang menjadikan
orang-orang ini melakukan peran aktif dalam bekerja demi reformasi
sosial dan masalah-masalah terkait lainnya. Memohon pertolongan Allah di
bawah situasi semacam ini membantu manusia terhindar dari rasa putus
asa dan frustrasi dalam menghadapi keteraniayaan terus menerus dan
kesalahan-kesalahan yang dilakukan terhadap orang-orang yang tidak
berdosa.
Nabi saw menempatkan asas pada sikap positif ini
dengan mengenalkan program reformasi universal di bawah kepemimpinan
Ilahi yang akan melakukan penyatuan sumber daya manusia dalam
menciptakan tatanan etis yang dinyatakan dalam al-Quran suci.
Imam Zain al-Abidin telah menyampaikan aspek positif dari harapan
keselamatan dalam sebuah hadis yang di dalamnya ia menyatakan: "Harapan
akan keselamatan dan pembebasan pada dirinya sendiri berfungsi sebagai
bentuk keselamatan yang paling dalam."11
Sebagai penutup
diskusi kita kali ini, keyakinan terhadap al-Mahdi yang dijanjikan telah
memungkinkan bagi umat Syi`ah untuk berharap dan bekerja demi ideal
tersebut. Harapan telah mengikis spirit pesimisme yang negatif,
menciptakan di dalamnya ruh kepercayaan terhadap kemampuan manusia untuk
berkarya demi kemajuannya. Keyakinan tersebut, bahkan, telah menuntut
para pengikut Imam Keduabelas untuk berjuang melawan kekuatan kufur,
materialisme, penyimpangan, dan kezaliman serta berkarya demi
pemerintahan Tuhan, kesempurnaan akal manusia, dan tegaknya kedamaian
hakiki melalui keadilan di muka bumi serta lebih jauhnya untuk
pengetahuan dan teknologi manusia. Karena alasan inilah, harapan akan
keselamatan selama kegaiban telah diakui sebagai bentuk ibadah kepada
Tuhan dan kesyahidan terbaik di jalan kebenaran dalam hadis-hadis yang
diriwayatkan dari Ahlulbait as.12
Imam Keduabelas Berusaha Membela Islam Selama Kegaiban
Salah satu khutbah dalam Nahj al-Balâghah menunjuk kepada fakta bahwa
Imam Zaman selama kegaiban juga terlibat dalam membantu dakwah Islam dan
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh Muslimin sebanyak yang ia
mampu. Imam Ali bin Abi Thalib as berkata:
Mereka (kaum
Muslimin) ke kanan dan ke kiri menerobos ke jalan-jalan kejahatan dan
meninggalkan jalan-jalan petunjuk. Janganlah terburu-buru untuk suatu
hal yang akan terjadi dan yang ditunggu, dan jangan berhasrat untuk
menangguhkan apa yang akan dibawa hari oleh esok bagi Anda. Karena,
berapa banyak manusia yang terburu-buru untuk suatu hal tetapi setelah
mereka mendapatkannya, mereka mulai menginginkan kiranya mereka tidak
mendapatkannya. Betapa dekat hari ini kepada hari esok.
Wahai
kaumku, inilah saat bagi terjadinya setiap peristiwa yang dijanjikan dan
hal-hal yang tidak Anda ketahui. Siapapun di antara kami (yakni
Ahlulbait) yang ada di hari-hari ini akan bergerak melewatinya dengan
lampu yang menyala dan akan melangkah pada jejak orang-orang saleh,
untuk mengurai ikatan, membebaskan budak-budak, memecahkan yang bersatu,
dan menyatukan yang terpecah. Ia akan tersembunyi dari manusia.
Pengejar tidak akan mendapatkan jejak kakinya sekalipun ia memburu
dengan matanya. Kemudian sekelompok orang akan ditajamkan seperti pedang
yang ditajamkan pandai besi. Pandangan mereka akan dicerahkan oleh
wahyu (tanzil, yakni al-Quran), penafsiran akan dimasukkan ke telinga
mereka, dan kepada mereka akan diberi minuman kearifan dan hikmah, pagi
dan petang.13
Makna lahir dari khutbah ini menegaskan bahwa
selama masa Ali bin Abi Thalib, orang-orang menanti-nanti peristiwa yang
telah dikabarkan Nabi saw kepada mereka. Tak syak lagi, itu merupakan
informasi yang terkait dengan kegaiban. Makna pasti dari khutbah
tersebut menyatakan bahwa Imam selama periode kegaiban akan tinggal
dalam kehidupan yang sangat terlapisi.
Namun ia akan berusaha
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi umat dengan wawasan yang
mendalam dan akan membela kesucian Islam. Ia akan menghilangkan
kesulitan-kesulitan dan akan mendatangkan bantuan kepada orang-orang
yang salah. Ia akan membubarkan kelompok-kelompok yang berhimpun untuk
menghancurkan dasar-dasar Islam.
Ia akan mengeliminasi semua
organisasi yang ia akan identifikasi sebagai membahayakan tujuan-tujuan
Tuhan. Ia akan menyiapkan mukadimah-mukadimah penting yang dibutuhkan
untuk membangun masyarakat yang baik. Berkat kehadiran Imam Zaman,
sekelompok manusia terdidik dalam membela agama dan akan diilhami oleh
ilmu-ilmu al-Quran dalam pemecahan-pemecahan mereka tentang masyarakat
Muslim yang ideal.
Dr. Fahimi: Saya ingin Anda
menjelaskan kepada saya tentang alasan mengapa dalam hadis-hadis kami,
yakni hadis Sunni, eksistensi al-Mahdi, khususnya nama-nama lainnya
seperti al-Qâ'im dan shâhib al-'amr (pemilik perintah), tidak
disebutkan. Namun, karena ini sudah terlalu malam, saya akan simpan
pertanyaan ini untuk pertemuan mendatang.
***
MEMANG malam kian larut. Pertemuan tersebut diakhiri dengan keputusan untuk melanjutkannya di rumah Dr. Fahimi.[]
Catatan-catatan:
1. Itsbât al-Washiyyat, hal.206.
2. Itsbât al-Hudat, jilid 2, hal.393.
3. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.217.
4. Ibid., jilid 52, hal.91.
5. Ibid., hal.113.
6. Ibid., jilid 51, hal.153.
7. Ada sejumlah ayat al-Quran yang menuntut kaum Muslim untuk mematuhi
butir-butir perjanjian di mana mereka adalah para penandatangannya.
Lihat, misalnya, surah al-Maidah: 1, al-Mu`minun: 8, dan al-Isra`: 34.
8. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.96.
9. Yanâbî` al-Mawaddah, jilid 2, hal.317.
10. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.122-150.
11. Ibid., hal.122.
12. Ibid., hal.122-150.
13. Nahj al-Balâghah, jilid 2, khutbah 146.
16
IMAM MAHDI
BAB 8
Ciri-ciri Imam Al-Mahdi dalam Kitab-kitab Sunni
DISKUSI
dimulai tepat pada waktunya di rumah Dr. Fahimi. Ia menyambut para
peserta diskusi dan tanpa membuang waktu ia merumuskan pertanyaan dengan
pengantar singkat yang menjadi garis besar persoalan.
Dr. Fahimi:
Kepribadian al-Mahdi dalam hadis-hadis Syi`i begitu jelas dan terang.
Akan tetapi, dalam hadis-hadis Sunni hal itu disebutkan secara ringkas
dan juga banyak kesamaran. Misalnya, riwayat kegaibannya yang direkam
dalam mayoritas hadis-hadis Anda, dan yang diakui sebagai aspek-aspek
mendasar dari sifat-sifatnya, sepenuhnya tidak ada dalam hadis-hadis
kami.
Al-Mahdi yang dijanjikan dalam hadis-hadis Anda memiliki
berbagai nama semisal al-Qâ'im, Pemilik Perintah, dan seterusnya, yang
dalam sumber-sumber kami, tidak ada. Ia hanya disebut dengan satu nama,
yakni Mahdi. Secara lebih khusus, al-Qâ'im sepenuhnya hilang dalam
hadis-hadis kami. Apakah Anda menganggap ini sebagai sesuatu yang wajar,
atau apakah Anda melihat sebuah masalah dengan ketiadaan tersebut?
Tn. Hosyyar:
Tampaknya, alasannya adalah bahwa selama periode Umayyah dan Abbasiyyah
wacana Mahdiisme telah memasuki dimensi politik. Dengan sendirinya
catatan dan penyebaran hadis-hadis tentang Mahdi yang dijanjikan,
terutama tanda-tanda kemunculannya dan semua detail perihal kegaiban dan
revolusinya, dilibas. Para penguasa sangat khawatir akan penyebaran
hadis tentang kegaiban dan kemunculan selanjutnya dari al-Mahdi. Mereka
tentu saja sensitif mendengar istilah 'kegaiban', 'kemunculan' dan
'pemberontakan'.
Jika Anda mengacu kepada sumber-sumber sejarah
dan mempelajari kondisi sosial dan politik yang berlangsung di bawah
Kekhalifahan Bani Umayyah dan Abbasiyyah, Anda akan menyetujui
penjelasan saya perihal mengapa informasi seperti itu ditekan oleh para
khalifah ini dan para pejabatnya. Dalam waktu yang singkat ini, kita
tidak bisa memasuki setiap detail untuk menyelidiki peristiwa-peristiwa
besar dalam periode itu. Namun untuk membuktikan maksud kita, kita mesti
mengarahkan perhatian kita kepada dua isu penting.
Pertama,
karena cerita Mahdiisme mempunyai akar-akar keagamaan yang mendalam dan
karena Nabi saw sendiri telah menginformasikan bahwa ketika kekufuran
dan materialisme merajalela dan kezaliman serta tirani menjadi penguasa
pada waktu itu, maka al-Mahdi akan bangkit dan memperbaiki kemurnian
agama dan tatanan etis.
Karena alasan inilah kaum Muslim
selalu mengakui nubuah ini sebagai suatu sumber dukungan besar dan
menanti untuk dipenuhi. Di bawah kondisi yang tak menguntungkan ketika
mereka telah kehilangan harapan bagi penegakkan keadilan, jumlah nubuah
tersebut kian banyak, dan mereka yang mencoba mereformasi, termasuk
mereka yang punya ambisi untuk menyalahgunakan keimanan sederhana
orang-orang, menarik manfaat dari prediksi ini.
Orang pertama
yang mengambil keuntungan dari keyakinan orang-orang terhadap Mahdiisme
dan pijakan keagamaannya adalah Mukhtar. Menyusul peristiwa tragis di
Karbala pada 61 H/680 M, Mukhtar ingin menuntut balas atas syahidnya
para syuhada Karbala dan menggusur pemerintahan Umayyah. Namun ia
menyadari bahwa Bani Hasyim dan kaum Syi`i telah kehilangan harapan
dalam menuntut kekhalifahan bagi mereka sendiri.
Akhirnya, ia
melihat bahwa keyakinan akan Mahdiisme sebagai satu-satunya cara untuk
menyadarkan orang-orang dan memulihkan harapan mereka kembali. Karena
nama Muhammad bin Hanafiyyah dan julukannya sama dengan nama dan julukan
yang dimiliki Nabi saw (ini merupakan salah satu tanda kemunculan
al-Mahdi yang diakui), Mukthar memutuskan untuk mengambil kesempatan dan
mengenalkan Muhammad bin Hanafiyyah sebagai Mahdi yang dijanjikan dan
ia sendiri sebagai wazir dan wakilnya.
Ia berkata kepada
orang-orang bahwa Muhammad bin Hanafiyyah adalah Mahdi yang dijanjikan
dalam Islam. Saat itu, ketika penindasan dan tirani kian meningkat dan
Husain bin Ali, keluarga dan para sahabatnya terbunuh tanpa ampun di
Karbala, al-Mahdi memutuskan bangkit untuk membalaskan dendam para
syuhada Karbala dan memulihkan keadilan di muka bumi sebagaimana ia
telah dipenuhi dengan kejahatan.
Kemudian ia sendiri
mengenalkan dirinya sebagai wakil al-Mahdi. Dalam skenario ini, Mukhtar
melancarkan suatu pemberontakan dan menumpas sekelompok pembunuh Imam
Husain. Ini merupakan pemberontakan pertama kali yang dilancarkan untuk
melawan kekhalifahan.
Orang kedua yang memanipulasi keimanan
akan al-Mahdi untuk kepentingan politiknya sendiri adalah Abu Muslim
dari Khurasan. Abu Muslim mengorganisasikan gerakan yang lebih luas
melawan Bani Umayyah di Khurasan dengan dalih menuntut darah Imam
Husain, keluarga, dan para sahabatnya yang terbunuh dalam peristiwa
Karbala yang tragis.
Bahkan, ia bangkit untuk membalas dendam
atas pembunuhan brutal terhadap Zaid bin Ali selama kekhalifahan Hisyam
bin Abdul Malik dan terhadap Yahya bin Zaid selama kekhalifahan
al-Walid. Sekelompok orang menganggap Abu Muslim sendiri sebagai Mahdi
yang dijanjikan. Yang lainnya melihatnya sebagai leluhur al-Mahdi dan
salah satu tanda yang mendahului revolusi final yang dipimpinnya dimana
ia akan muncul dengan panji-panji hitam dari arah Khurasan.
Dalam pemberontakan, kaum Alawi, Abbasi, dan semua Muslim lainnya
membentuk front bersama melawan Bani Umayyah yang akhirnya menggulingkan
kekuasaan mereka.
Meskipun gerakan-gerakan ini berpijak pada
pemulihan hak-hak Ahlulbait yang tergusur dan membalas dendam terhadap
para pembunuh yang zalim atas keturunan Ali, Abbasiyyah dan para
pendukung, mereka memanipulasi kebangkitan mereka untuk keuntungan
mereka sendiri. Dengan tipu daya, mereka mendistorsikan arah
sesungguhnya gerakan tersebut dan merebut kekuatan dari para pendukung
Bani Ali, selanjutnya mencitrakan diri mereka sendiri sebagai Ahlulbait
Nabi dan sebagai khalifah baru umat Islam.
Dalam revolusi ini,
yang diasaskan pada cita keadilan dan persamaan Syi`i, kelompok tersebut
berhasil membuktikan kemampuan mereka untuk menggulingkan pemerintahan
tiranik Bani Umayyah. Mereka puas karena mereka telah mengeliminasi
sumber-sumber penyimpangan Bani Umayyah dan membantu mengembalikan
hak-hak kekuasaan kepada para pemimpin yang berhak di kalangan
Ahlulbait.
Pada gilirannya, sedikitnya mereka telah berhasil
dalam menumbangkan penindasan Bani Umayyah. Kesuksesan tersebut telah
mengantarkan mereka untuk mengaspirasikan kehidupan yang lebih baik dan
masyarakat yang lebih adil. Sesungguhnya, mereka saling mengucapkan
selamat dalam kondisi tersebut. Akan tetapi, dalam periode pendek
tersebut, mereka disadarkan dengan kebengisan dinasti baru tersebut,
Bani Abbasiyyah, dan menyadari bahwa penguasa baru tersebut sangat tidak
jauh berbeda dari penguasa sebelumnya (Bani Umayyah).
Tidak
ada perubahan dalam kondisi kehidupan mereka, tidak ada keadilan, tidak
ada persamaan, dan tidak juga perdamaian. Kehidupan dan kekayaan mereka
tidak aman dari para penguasa dan pejabat duniawi dari pemerintahan baru
tersebut. Reformasi yang dijanjikan dan penyebaran aturan-aturan Ilahi
jauh panggang dari api.
Pelan-pelan, ketika orang kian
menyadari kegagalan dari revolusi yang telah mereka bantu, mereka
menginsafi kesalahan-kesalahan mereka dalam keputusan menyangkut Bani
Abbassiyyah dan reka perdaya mereka atas nama Mahdi yang dijanjikan.
Para pemimpin Bani Ali juga mendapatkan bahwasanya perilaku Bani Abbas
terhadap mereka dan Islam serta kaum Muslimin pada umumnya sangat tidak
berbeda dari Bani Umayyah. Pada kenyataannya, Bani Abbas membuktikan
diri mereka sendiri bahkan lebih manipulatif dan brutal terhadap
keturunan Ali bin Abi Thalib. Tidak ada pilihan lain pada mereka selain
melancarkan perlawanan baru dan memerangi Bani Abbasiyyah juga.
Orang-orang terbaik mereka yang memimpin perlawanan tersebut tak syak
lagi merupakan keturunan Ali dan Fathimah-salam atas mereka berdua.
Alasannya, ada sebagian keturunan mereka yang dikenal karena kesalehan,
kearifan, pengetahuan, dan keberanian mereka. Kenyataannya, mereka
diakui sebagai kandidat yang lebih bermutu untuk menduduki kekhalifahan.
Selain itu, mereka merupakan keturunan sejati dari Nabi saw
dan silsilah langsung mereka kepada Nabi saw mencuatkan satu makna
kesetiaan dan kecintaan kepada mereka. Selain itu, karena hak-hak mereka
telah dirampas dan mereka mengalami perlakuan buruk di bawah kekuasaan
Umayyah, massa mempunyai kecenderungan dan simpati alamiah kepada
Ahlulbait as.
Pada gilirannya, ketika Bani Abbas tetap
melakukan kekejian terhadap Ahlulbait, masyarakat-lebih daripada
sebelumnya-tertarik kepada mereka dan memulihkan hak-hak mereka dalam
menentang para penguasa dan memberontak terhadap mereka. Selain itu,
mereka menggunakan gagasan al-Mahdi yang sejak masa Nabi telah tertancap
kuat-kuat dalam benak dan hati kaum Muslim serta mengenalkan pemimpin
revolusioner mereka sebagai Mahdi yang dijanjikan.
Ini
mengakibatkan Bani Abbas berhadapan dengan sejumlah saingan untuk
kekuasaan mereka yang sangat populer, sangat terhormat, dan amat
terpelajar. Khalifah Bani Abbasiyyah yang mengetahui baik para pemimpin
Bani Ali, amat menyadari kualitas pribadi dan silsilah keluarga mereka
yang mulia serta nubuat-nubuat yang disampaikan oleh Nabi saw ihwal masa
depan menjelang kedatangan Imam Mahdi, pembaru kemurnian Islam.
Mereka mengetahui bahwa sesuai dengan hadis-hadis yang diriwayatkan
dari Nabi saw, Mahdi al-Muntazhar (yang ditunggu) merupakan salah satu
keturunan Fathimah as. Ia merupakan salah seorang yang bangkit melawan
tirani dan penindasan serta membangun pemerintahan adil di muka bumi.
Bahkan mereka mengetahui bahwa kemenangannya itu dijamin.
Janji keadilan melalui kemunculan Imam Mahdi memiliki dampak spiritual
yang sangat dahsyat terhadap masyarakat dan otoritas kekhalifahan
sepenuhnya tahu perihal konsekuensi eksplosif secara potensial di
kerajaan tersebut. Mungkin saja benar mengatakan bahwa tantangan yang
paling sulit bagi otoritas Bani Abbas adalah dari para pemimpin Bani Ali
ini, yang menyebabkan mereka kehilangan kontrol atas kawasan-kawasan
yang ada di bawah kekuasaan mereka dan menghadapi akibat-akibat tidak
menyenangkan dari kekuasaan korup mereka.
Strategi yang diambil
oleh Bani Abbasiyyah dalam sorotan ini yang menumbuhkan oposisi kepada
mereka adalah memecah para pengikut pemimpin Bani Ali ini dan mencegah
mereka dari pertemuan-pertemuan di sekitar mereka (para imam dari Bani
Ali-penerj.). Para imam sendiri berada di bawah penjagaan ketat dan,
yang paling terkemuka dari mereka ditahan atau diasingkan.
Menurut Ya'qubi, seorang sejarahwan, khalifah Abbasiyyah Musa al-Hadi
mencoba menahan keturunan terkemuka dari Ali bin Abi Thalib. Bahkan ia
meneror mereka dan mengirimkan instruksi ke semua bawahannya agar
menahan dan mengirimkan mereka kepadanya.1 Demikian pula, Abu Faraj
al-Isfahani menulis: "Ketika Manshur menjadi khalifah, yang menjadi
keprihatinannya adalah penahanan Muhammad bin Abdullah bin Hasan [bin
Ali bin Abi Thalib] dan menemukan rencananya [menyangkut klaimnya
sebagai al-Mahdi]."2
Kegaiban Para Imam Bani Ali
Salah satu isu yang sangat sensitif dan penyelidikan berharga adalah
klaim atas eksistensi gaib atau kegaiban sejumlah pemimpin Bani Ali.
Siapapun di antara mereka yang mempunyai kemampuan dan kualitas pribadi
untuk menjadi pemimpin seketika juga memikat orang-orang yang kemudian
berkumpul dengannya dengan khidmat.
Daya pikat ini mengambil
bentuk yang ekstrem dan kuat apabila orang itu memiliki salah satu tanda
dari Mahdi yang diharapkan. Di pihak lain, segera seseorang menjadi
pusat perhatian manusia, otoritas kekhalifahan merasa khawatir akan
oposisi dan melakukan pengawasan ketat atas aktivitas-aktivitas bawah
tanahnya dan bahkan membatasi popularitasnya yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat dengan menggunakan teror sebagai alat penekan
semangat revolusioner.
Dalam kondisi demikian, seorang imam
harus hidup secara rahasia untuk melindungi dirinya sendiri. Sejumlah
pemimpin dari Bani Ali tinggal dalam satu kehidupan tersembunyi selama
beberapa tahun.
Berikut ini beberapa pemimpin itu sebagaimana disebutkan oleh Abu al-Faraj Isfahani:
1. Selama masa pemerintahan Khalifah Abbasiyyah al-Manshur, Muhammad
bin Abdullah bin Hasan dan saudaranya Ibrahim tinggal dalam kehidupan
yang rahasia. Manshur telah mencoba beberapa kali untuk menahan mereka
berdua. Sejumlah pemimpin dari Bani Hasyim ditahan dan mereka
diinterogasi untuk menunjukkan tempat tinggal pemimpin mesianik mereka
Muhammad bin Abdullah. Selanjutnya, para tahanan itu disiksa dengan
berbagai cara dan dibunuh.3
2. Isa bin Zaid hidup dalam
pengasingan dan persembunyian selama kekhalifahan al-Manshur. Manshur
melakukan pelbagai upaya untuk menahannya, namun gagal. Setelah dia,
putranya Mahdi juga mencoba, namun hasilnya pun sama: kegagalan.4
3. Selama kekhalifahan al-Mu'tashim dan Watsiq, Muhammad bin Qasim
al-Alawi tinggal dalam kehidupan yang tersembunyi dan diakui berada
dalam kegaiban oleh pemerintahan. Akan tetapi, ia ditahan selama
kekhalifahan Mutawakkil dan meninggal ketika dalam penjara.5
4.
Selama kekhalifahan Harun ar-Rasyid, Yahya bin Abdullah bin Hasan
tinggal dalam persembunyian. Namun, ia pada akhirnya ditemukan oleh
mata-mata khalifah. Semula ia diberi amnesti, namun belakangan ia
ditahan dan dipenjarakan. Ia meninggal di penjara ar-Rasyid dalam
keadaan lapar dan bentuk-bentuk penyiksaan lainnya.6
5. Selama
kekhalifahan Ma'mun, Abdullah bin Musa tinggal dalam persembunyian dan
karena dia, Ma'mun hidup dalam keadaan takut dan cemas terus menerus.7
Musa al-Hadi menunjuk salah seorang keturunan Umar bin Khaththab
bernama Abdul Aziz sebagai Gubernur Madinah. Abdul Aziz biasa
memperlakukan keturunan Ali secara sangat biadab. Ia menjaga mereka
dalam lingkungan yang amat ketat, mengawasi gerakan mereka secara sangat
dekat. Ia selalu memaksa mereka untuk tampil di hadapan umum setiap
hari sehingga mereka tidak akan menghilang.
Sesungguhnya ia
memastikan janji-janji dari mereka ke efek itu dan menjadikan
masing-masing dari mereka bertanggung jawab kepada yang lainnya. Dengan
demikian, misalnya, Husain bin Ali dan Yahya bin Abdullah bertanggung
jawab kepada Hasan bin Muhammad bin Abdullah bin Hasan.
Pada
salah satu hari Jum`at ketika kaum Alawi sedang berkumpul di hadapannya,
Abdul Aziz tidak membiarkan mereka kembali sampai ibadah waktu shalat
Jum`at tiba. Pada saat itu, ia mengizinkan mereka untuk menunaikan wudhu
dan bersiap-siap untuk ibadah shalat. Usai shalat, ia memerintahkan
semua (golongan Alawi) ditahan.
Selama akhir shalat ashar,
Abdul Aziz meminta mereka untuk hadir di pengadilan dan belakangan
membubarkan mereka. Sejak itu, Abdul Aziz memperhatikan Hasan bin
Muhammad bin Abdullah yang tidak ada. Maka ia memanggil Husain bin
Muhammad dan Yahya bin Abdullah, yang bertanggung jawab kepadanya dan
memberi tahu mereka bahwa selama tiga hari lewat Hasan bin Muhammad
tidak muncul di depan khalayaknya.
Dengan sendirinya, ia
sendiri telah memberontak atau menghilang. Karena mereka berdua yang
bertanggung jawab terhadapnya, mereka harus menemukan Hasan dan
membawanya kepada Abdul Aziz, jika sebaliknya mereka ditahan.
Untuk hal ini, Yahya menjawab: "Dia pasti tinggal dan oleh seitu, tidak
menunjukkan diri. Adalah tidak mungkin bagi kami untuk membawanya
kembali. Keadilan adalah perkara penting. Sebagaimana Anda memeriksa
kami untuk meyakinkan siapa yang ada dan siapa yang tidak, mengapa Anda
tidak menanyakan kepada para keturuna Umar bin Khaththab yang juga ada
di tengah-tengah khalayak?
Lihat berapa banyak yang ada, dan
apabila ketidakhadiran mereka tidak lebih banyak dari kami, maka kami
tidak keberatan atas keputusan Anda. Bertindaklah sebagaimana Anda
kehendaki dan ambillah keputusan menyangkut kami." Abdul Aziz tidak puas
dengan jawaban mereka. Ia bersumpah bahwa apabila mereka tidak
mendapatkan Hasan dan membawanya ke hadapannya, ia akan meluluhlantakkan
rumah-rumah mereka, membakar kekayaan mereka, dan menyerang Husain bin
Ali.8
Episode-episode seperti ini menunjukkan bahwa topik
kegaiban para pemimpin Alawi merupakan salah satu isu biasa selama era
Abbasiyyah. Begitu salah seorang dari mereka menghilang dari kehidupan
umum, ia menjadi pusat perhatian dari dua arah: di satu sisi, massa-yang
mengetahui bahwasanya kegaiban merupakan salah satu tanda
al-Mahdi-tertarik kepadanya; di sisi lain, otoritas kekhalifahan telah
mengembangkan perasaan cemas yang berlebihan disebabkan akibat beruntun
dari tidak adanya jaminan keamanan bagi kekuasaannya.
Pada
akhirnya, ia merupakan salah satu tanda al-Mahdi, dan ketika orang-orang
diberitahu tidak adanya para pemimpin Alawi, mereka menduga-sangka
bahwa diri mereka adalah pemimpin mesianik yang dijanjikan yang akan
meruntuhkan pemerintahan tiranik Bani Abbasiyyah. Dengan demikian, para
pejabat kekhalifahan amat mengkhawatirkan akan kekacauan yang berkembang
dan kekisruhan politik hadir di depan mata mereka dimana kekuasaan
kekhalifahan akan menghadapi kesulitan dalam menguasainya.
Sekarang setelah Anda memahami kondisi sosial dan politik kritis yang
berlangsung selama periode Abbasiyyah dan selama itu buku-buku hadis
disusun dan dikarang, adalah penting untuk dicamkan bahwa para penulis
karya-karya ini dan para perawi hadis tersebut tidak memiliki kebebasan
untuk mencatat semua riwayat-hadis berkenaan dengan al-Mahdi yang
dijanjikan, dan, lebih khususnya lagi, hadis-hadis berkaitan dengan
kegaiban dan kemunculan al-Mahdi yang dijanjikan.
Mungkinkah
mempercayai bahwa Bani Abbasiyyah tidak mempunyai keterlibatan apapun
atau pengaruh atas peristiwa-peristiwa yang di dalamnya Mahdiisme telah
mengambil bentuk politik? Atau, bahwasanya mereka mengizinkan para
perawi secara bebas mencatat dan mempublikasikan hadis-hadis mengenai
peran mesianik Imam al-Mahdi dan kegaibannya yang sesungguhnya akan
merugikan kepentingan mereka sendiri?
Boleh jadi Anda mungkin
membantah kaum Abbasiyyah mengetahui sedikit banyak hal ini: bahwa itu
bukanlah kepentingan masyarakat untuk memikul batasan-batasan terhadap
para ulama dan turut campur dengan karya ilmiah mereka. Alih-alih, para
ulama dan para perawi riwayat-hadis ini semestinya ditinggalkan sendiri
untuk menyajikan kebenaran kepada orang-orang dan menyadarkan mereka
akan tanggung jawab mereka.
Baiklah, kami akan mengutip
beberapa contoh yang di dalamnya Bani Abbasiyyah dan para pendahulu
mereka, yakni Bani Umayyah dan para khalifah sebelumnya, membatasi
kebebasan berekspresi dan dengan begitu menekankan hadis-hadis yang
melawan dominasi politik mereka.
Pelanggaran Kebebasan Berekspresi Di Bawah Para Khalifah
Ibn Asakir telah meriwayatkan sebuah hadis yang di dalamnya, menurut
Abdurrahman bin Auf, Umar bin Khaththab mengutus sejumlah sahabat
terkemuka Nabi saw-termasuk Abdullah bin Hudzaifah, Abu Darda, Abu Dzarr
al-Ghiffari, dan Uqbah bin 'Amir-dan mengecam mereka seraya mengatakan:
"Apakah hadis-hadis ini yang kalian sampaikan dan sebarluaskan di
tengah-tengah manusia?"
Para sahabat menjawab: "Tampaknya,
Anda ingin menghentikan kami dari meriwayatkan hadis-hadis." Umar
menjawab: "Anda tidak punya hak untuk keluar dari Madinah dan selama aku
masih hidup, jangan kalian jauh dariku. Aku mengetahui lebih baik hadis
mana yang harus diterima dan mana yang harus ditolak." Para sahabat
tidak punya pilihan selain tetap tinggal di Madinah selama Umar hidup.9
Ibn Sa'd dan Ibn Asakir telah meriwayatkan bahwa Mahmud bin Ubaid
mendengar Utsman bin Affan mengatakan kepada masyarakat bahwa: "Tak
seorang pun punya hak untuk meriwayatkan sebuah hadis yang tidak
diriwayatkan selama masa Abu Bakar dan Umar."10
Selama masa
kekuasaannya, Mu`awiyah telah memberikan arahan-arahan resmi dimana ia
menyebutkan keamanannya terancam oleh siapapun yang meriwayatkan hadis
pujian Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Di saat lain, ia menuliskan
perintah tertulis yang mengharuskan orang-orang untuk meriwayatkan
keutamaan-keutamaan para sahabat dan khalifah. Mereka [para pemalsu
hadis] dipaksa meriwayatkan semua keutamaan para sahabat lainnya yang
serupa dengan keutamaan yang disandarkan kepada Ali bin Abi Thalib.11
Pada tahun 218 H/833 M, Ma'mun memerintahkan semua ulama dan fuqaha
Irak dan tempat-tempat lain untuk menghadiri pertemuan. Kemudian ia
meneruskan pertanyaan kepada mereka perihal keyakinan-keyakinan mereka
dan menanyakan kepada mereka secara khusus menyangkut keyakinan mereka
kepada al-Quran, apakah ia makhluk atau Firman Tuhan yang abadi. Ia
mencela mereka yang meyakini al-Quran sebagai bukan makhluk dan
memerintahkan kepada para gubernurnya di semua provinsi untuk menolak
kesaksian mereka. Dengan mengecualikan segelintir orang, keputusan
tersebut memaksa mayoritas para ulama mendukung pendapat sang
khalifah.12
Malik bin Anas, faqih agung Madinah, mengeluarkan
fatwa hukum yang berlawanan dengan keinginan Ja'far bin Sulaiman,
gubernur Madinah. Akhirnya ia meminta Malik untuk hadir di depan
pengadilannya tempat ia pertama kali dilecehkan dan kemudian dicambuk
secara brutal dengan 70 kali cambukan.
Perlakuan ini
menyebabkan Malik terbaring di ranjang untuk beberapa waktu. Belakangan,
Manshur mengutus Malik. Awalnya, ia meminta maaf atas perlakuan Ja'far
bin Sulaiman yang begitu keras terhadap Malik. Kemudian ia meminta Malik
menulis kitab tentang fiqih dan hadis-hadis. "Namun hati-hatilah,
jangan memasukkan hadis-hadis rawan yang diriwayatkan oleh Abdullah bin
Umar, topik-topik remeh yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, dan
hadis ganjil yang dilaporkan Ibn Mas`ud.
Masukkanlah
hadis-hadis yang tentangnya para khalifah telah bersepakat. Tulislah
buku ini sehingga saya mengirimkannya ke semua kota dan mengimbau
orang-orang untuk mengikuti kitab ini saja secara ketat. Lain tidak."
Malik mengeluhkan bahwa para ulama Irak memegang pendapat yang berbeda
tentang masalah-masalah yang terkait dengan hukum dan dengan demikian
tidak akan menerima fatwanya. Manshur memintanya untuk menulis kitab
tersebut dan meyakinkan Malik bahwa dirinya akan memerintahkannya
sekalipun kepada penduduk Irak.
"Jika mereka tidak taat, aku
akan memenggal mereka dan akan menghukum mereka secara keras. Oleh
seitu, lekaslah menulis kitab tersebut. Tahun depan putraku Mahdi akan
mendatangimu untuk mengambil kitab tersebut."13
Khalifah
Abbasiyyah Mu'tashim meminta Ahmad bin Hanbal untuk maju di pengadilan
dan mengujinya tentang keyakinannya akan al-Quran. Ketika Ahmad menolak
mematuhi keyakinan sang khalifah ihwal al-Quran itu makhluk, ia
memerintahkan Ahmad bin Hanbal untuk disiksa.14 Demikian pula, Manshur
melecehkan Abu Hanifah untuk datang ke Baghdad dan akhirnya ia
memenjarakan Abu Hanifah.15 Harun ar-Rasyid memerintahkan penghancuran
rumah Abbad bin Awam dan melarangnya dari meriwayatkan hadis-hadis.16
Khalid bin Ahmad, gubernur Bukhara, meminta Muhammad bin Isma`il
al-Bukhari, salah seorang penyusun hadis-hadis Sunni, untuk membawa
hadis-hadis tertulis kepadanya dan membacakannya. Bukhari menolak
berbuat demikian dan melayangkan kepadanya sebuah pesan bahwa jika ia
tidak menginginkannya (Bukhari) mengumpulkan hadis-hadis, ia akan
berbuat demikian, sehingga ia mempunyai hujjah sempurna untuk tidak
berbuat demikian pada Hari Pengadilan.
Karena alasan itulah,
ia dideportasi dari tanah airnya. Ia berlindung di dusun kecil yang
dikenal sebagai Khartang di mana ia bermukim sampai wafatnya. Perawi
menyebutkan bahwa ia mendengar Bukhari berdoa kepada Allah dalam shalat
malamnya: "Ya Allah, jika bumi terasa sempit bagiku, ambillah nyawaku."
Ia wafat di bulan yang sama.17
Ketika ahli hadis lainnya,
an-Nasa`i menulis kitabnya, al-Khashâ'is, yang mencantumkan hadis-hadis
yang memuji Ali bin Abi Thalib, ia diminta datang ke Damaskus dan
diperintahkan untuk menulis kitab sejenis yang memuji Mu`awiyah. Ia
menolak menolak kitab semacam itu lantaran ia tidak menemukan materi
apapun yang memuji Mu`awiyah selain perkataan Nabi saw berikut yang
membicarakan Mu`awiyah: "Semoga Allah tidak akan mengenyangkan
perutnya!" Karena pernyataan ini, an-Nasa`i disiksa sedemikian kejam
sampai ia meninggal karenanya.18
Implikasi-implikasi Situasi
Karena kekacauan politik dan kerawanan sosial yang terjadi di bawah
kekhalifahan Abbasiyyah dan pesan aktivis ihwal hadis-hadis yang
berkenaan dengan Mahdiisme, khususnya ketiadaan dan revolusi ultimat
yang dipimpin al-Mahdi yang telah menghadapi dimensi politis, massa
tertarik pada janji-janji masa depan yang lebih baik yang terdapat dalam
hadis-hadis mesianik ini.
Lagi pula, dalam kondisi yang tak
menguntungkan yang ada bagi para penulis dan penyusun hadis-hadis
semacam itu, nyaris tak terbayangkan mereka akan menerbitkan hadis-hadis
menyangkut tanda-tanda kemunculan al-Mahdi, eksistensi gaibnya dan
kebangkitan ultimatnya dengan misi menghancurkan kekuatan jahat dan
kezaliman.
Yang lebih penting, sangat mustahil dinasti yang
berkuasa pasti mengizinkan penerbitan dan penyebaran informasi yang ada
kepada para ulama ini. Publikasi ide-ide semacam itu dianggap sebuah
bahaya yang secara langsung mengancam stabilitas kekuatan mereka yang
zalim dan tak absah.
Akibatnya, baik Malik bin Anas maupun Abu
Hanifah tidak bisa mencatat hadis apapun yang membahas Mahdiisme dan
kegaiban dalam buku-buku mereka.
Menarik untuk diingat bahwa
selama periode tersebut Muhammad bin Abdullah bin Hasan dan saudaranya
Ibrahim hidup di alam gaib dan mencemaskan. Sejumlah besar orang percaya
bahwa Muhammad adalah Mahdi yang dijanjikan yang akan menggelar
revolusi melawan kekuasaan zalim Bani Abbasiyyah dan memulai reformasi
untuk melembagakan keadilan.
Karena fakta itu, Manshur merasa
khawatir akan ketiadaan dan revolusi ultimat Muhammad, maka ia pun
memenjarakan sejumlah anggota Bani Alawi yang tidak berdosa. Pada
akhirnya, ialah khalifah yang sama yang telah membunuh Abu Hanifah
dengan racun dan yang gubernurnya telah menyiksa Malik bin Anas.
Tampaknya, amat relevan untuk mengingat bahwasanya Manshurlah yang
telah memerintahkan Malik menulis sebuah kitab yang di dalamnya ia harus
menolak hadis manapun dari tiga Abdullah (yakni Abdullah bin Umar,
Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin Mas`ud).
Ketika Malik
keberatan dengan menunjukkan bahwa penduduk Irak memiliki hadis-hadis
dan pendapat-pendapat sendiri, Manshur menjanjikan bahwa ia akan memaksa
mereka untuk menerima (hadis dan ketetapan hukum) versi Malik. Siapa
yang keberatan dengan sang khalifah dimana ia akan menjamin masalah
agama masyarakat? Mengapa hadis-hadis yang dilaporkan oleh tokoh
terkemuka terdahulu semisal Ibn Mas`ud dan yang lainnya ditolak?
Tidak ada alasan yang bisa dinukil secara benar untuk menjelaskan
perilaku irasional semacam itu di pihak mereka yang memegang tampuk
kekuasaan. Tentu saja, orang-orang ini-yang hadis-hadisnya dilarang
untuk dikutip-meriwayatkan hadis-hadis yang dipandang oleh
penguasa-penguasa yang lalim ini sebagai suatu ancaman terhadap
kekuasaan mereka.
Dengan demikian, mereka melarang penerbitan
dan penyebarannya. Dalam kasus Malik, dikatakan bahwa ia telah mendengar
ratusan ribu hadis yang darinya ia hanya menerbitkan lima ratus buah
dalam kitab hadisnya, Al-Muwaththa`.
Dengan kata lain, adalah
mustahil bagi para ahli hadis semisal Ahmad bin Hanbal, Bukhari, dan
an-Nasa`i untuk mencatat hadis-hadis yang lebih sesuai dengan kaum Alawi
tanpa mengalami siksaan dan pengusiran di tangan Bani Abbasiyyah.
Kesimpulan Akhir
Dari semua hal yang telah kita diskusikan, kita bisa menarik beberapa kesimpulan berikut:
(a) Karena hadis-hadis yang membahas Mahdiisme, secara lebih spesifik
kegaiban dan revolusi al-Mahdi, telah mengasumsikan dimensi politis yang
dianggap oleh para penguasa sebagai ancaman terhadap kekuasaan mereka
namun sejalan bagi rival-rival mereka, kaum Alawi, maka para ulama Sunni
tidak bisa mencatat hadis-hadis ini dalam kitab-kitab mereka lantaran
pengungkungan yang dibebankan kepada mereka oleh para khalifah dan
gubernur-gubernur mereka.
Dan, apabila sebagian berhasil dalam
menghindari larangan tersebut dan memuat hadis-hadis ini, pelbagai
jalan dilakukan untuk menekan mereka. Ini boleh jadi disebabkan
keyakinan fundamental akan al-Mahdi, dalam bentuknya yang ambigu dan
ringkas, tidak berbuntut pada ancaman kepada kekhalifahan di mana ia
terbebas dari penganiayaan. Namun informasi ihwal semua tanda al-Mahdi
yang dijanjikan dan detail-detail lain terjaga dalam hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh Nabi saw dan para imam as serta beredar di kalangan
Syi`ah.
(b) Meskipun semua rintangan yang diciptakan oleh
otoritas kekhalifahan, kitab-kitab hadis Sunni mengandungi sejumlah
hadis tentang topik al-Mahdi. Suatu hari seseorang menyebutkan hadis
berikut di depan Hudzaifah: "Anda pasti sangat beruntung apabila
al-Mahdi hadir ketika para sahabat Nabi saw masih hidup.
Bukankah
itu benar? Al-Mahdi tidak akan muncul sampai seorang yang disembunyikan
lebih cinta kepada orang-orang ketimbang kepadanya [Nabi saw]."20
Di sini Hudzaifah telah mengingatkan kegaiban al-Mahdi. Hudzaifah
adalah salah seorang di antara segelintir sahabat Nabi saw yang memiliki
informasi tentang keadaan waktu itu dan sejumlah masalah gaib yang
dikatakan oleh Nabi. Dia biasa mengatakan, "Di antara semua orang,
akulah yang paling mengetahui perihal peristiwa-peristiwa masa depan,
karena Nabi saw telah menyebutkan semua itu dalam suatu majlis di mana
aku satu-satunya orang yang masih hidup [di antara para anggota
lainnya]."21
Dr. Jalali: Berapa Lama Imam Gaib akan Hidup?
Tn. Hosyyar:
Jangka hidupnya tidaklah dipastikan. Namun hadis yang diriwayatkan
berdasarkan otoritas para imam mengenalkannya sebagai orang yang
diberkati dengan umur yang panjang. Misalnya, Imam Hasan al-Askari
meriwayatkan:
Sepeninggalku putraku adalah al-Qâ`im. Ia salah
seorang yang dalam dirinya ada dua ciri para nabi terdahulu-yakni umur
panjang dan kegaiban-akan diwujudkan. Kegaibannya begitu panjang
sehingga hati-hati manusia akan menjadi keras dan gelap [dengan
keraguan]. Hanya mereka yang menerima rahmat khusus Tuhan dan yang
hati-hatinya tetap teguh dan diperkuat dengan ruh suci akan tetap setia
kepadanya.22
Dr. Jalali: Semua yang telah Anda
jelaskan tentang Imam Zaman sejauh ini rasional dan tepat. Akan tetapi,
ada satu hal yang sesungguhnya mengganggu pikiran saya juga benak-benak
mereka yang ada di sini dalam pertemuan kita, yakni masalah umur
panjang. Orang-orang yang terdidik dan cerdas tidak mendapatkan bukti
umur panjang sebagai yang masuk akal, karena usia sel manusia terbatas.
Organ-organ fisik seperti jantung, otak, ginjal, dan perut mempunyai
potensi yang dapat diramalkan dalam melakukan fungsi-fungsi mereka.
Secara logis, tidak mungkin bagi saya untuk mempercayai bahwa jantung
orang yang normal bisa berfungsi lebih dari seribu tahun. Jujur saja
saya katakan bahwa Anda tidak bisa menyajikan fenomena semacam itu
kepada masyarakat di abad ilmu dan teknologi ini.
Tn. Hosyyar:
Dr. Jalali, saya memang mengakui bahwa usia panjang Imam Zaman as
merupakan hal-hal sulit untuk dipercayai. Saya tidak mempunyai
pengetahuan akan pengobatan ataupun biologi. Akan tetapi, saya siap
menerima kebenaran. Oleh seitu, saya meminta Anda untuk membagikan
pengetahuan Anda tentang usia panjang kepada kita.
Dr. Jalali:
Saya juga akan mengakui bahwa pengetahuan ilmiah saya sendiri tidaklah
memadai untuk membiarkan saya memecahkan persoalan mendasar yang kita
hadapi. Dengan sendirinya, kiranya lebih baik untuk mendapatkan sejumlah
pendapat para pakar tentang topik ini. Saya kira Dr. Nafisi, Dekan dan
Gurubesar Fakultas Kedokteran Universitas Isfahan, merupakan orang yang
paling tepat untuk tujuan kita ini. Di samping pendidikannya yang
sempurna di bidang pengobatan secara umum, ia mempunyai ketertarikan
pada umur panjang.
Tn. Hosyyar: Saya tidak
keberatan dengan usul Anda. Saya akan membuat pertanyaan-pertanyaan
penting dan menulis surat kepada Dr. Nafisi, mengundangnya untuk
bergabung dalam salah satu pertemuan. Ini pasti menjadi kepentingan kita
bersama untuk mendengar darinya. Seitu, saya akan menyarankan agar kita
bertemu kembali setelah mendapatkan informasi memadai tentang umur
panjang sehingga kita bisa meneruskan diskusi kita dengan pemahaman
lebih baik. Saat Dr. Nafisi menjawab undangan, saya akan meminta Dr.
Jalali untuk menghubungi Anda semua lewat telepon agar Anda mengetahui
pertemuan mendatang kita.[]
Catatan-catatan:
1. Ta'rikh (edisi Najaf, 1348 H), jilid 3, hal.142.
2. Maqâtil al-Thâlibiyyîn, hal.233-234.
3. Ibid., hal.233-299.
4. Ibid., hal.405-427.
5. Ibid., hal.577-88.
6. Ibid., hal.463-483.
7. Ibid., hal.519.
8. Ibid., hal.294-296.
9. Sebagaimana dikutip oleh Mahmud Abwar, Adwâ' `alâ as-Sunnah al-Muhammadiyyah, hal.54.
10. Ibid.
11. Sayyid Muhammad bin Aqil, An-Nashâ`ih al-Kâfiyyah, hal.78,88.
12. Ya'qubi, Ta'rikh, jilid 3, hal.202.
13. Al-Imâmah wa as-Siyâsah, jilid 2, hal.177-180.
14. Ya'qubi, Ta'rikh, jilid 3, hal.206.
15. Maqâtil, hal.368.
16. Ibid., hal.241.
17. Ta'rikh Baghdad, jilid 2, hal.33.
18. An-Nashâ`ih al-Kâfiyyah, hal.109.
19. Adwâ' `alâ as-sunnah al-Muhammadiyyah, hal.271.
20. Al-Hâwî li al-Fatâwâ, jilid 2, hal.159.
21. Ibn Asakir, Ta'rikh, jilid 4, hal.9.
22. Bihar al-Anwâr, jilid 51, hal.224. Juga, ada sekitar 46 hadis lain dalam pasal ini tentang tema yang sama.
17
IMAM MAHDI
BAB 9
Penelitian Tentang Umur Panjang
KIRA-KIRA
sebulan kemudian Dr. Jalali menginformasikan kepada hadirin mengenai
pertemuan mendatang pada Jum`at malam di rumahnya. Para hadirin
berkumpul kembali untuk melanjutkan diskusi. Setelah perkenalan singkat
dan ramah tamah sekadarnya maka sesi tersebut dibuka secara resmi oleh
Tn. Hosyyar. Ia menginformasikan kepada para peserta mengenai surat yang
baru diterima dari Dr. Nafisi. Dia meminta Dr. Jalali untuk membacanya
secara nyaring. Dr. Jalali menyatakan persetujuan dan membaca surat
tersebut:
Kepada yang terhormat Tn. Hosyyar
Saya ucapkan terima kasih atas surat dan undangan Anda untuk
menyampaikan penelitian saya tentang umur panjang. Tapi karena banyaknya
kesibukan saya, maka saya tidak bisa menyampaikannya secara lisan.
Meski demikian karena pokok bahasan tersebut amat bernilai bagi saya,
maka saya akan meresponnya secara tertulis dan ringkas demi manfaat bagi
kolega-kolega Anda. Saya harap tulisan ini bisa memuaskan.
Apakah Ada Batas Umur Manusia?
Tn. Hossyar:
Adakah batas umur manusia dalam ilmu kedokteran atau biologi yang
menyebabkan mustahilnya pengecualian [orang berumur panjang-penerj.]?
Dr. Nafisi:
Tidak ada batas usia bagi kehidupan manusia yang menyebabkan
mustahilnya pengecualian. Namun biasanya usia terpanjang hampir barang
sedikit dari 100 tahun. Menurut catatan sejarah manusia, periode umur
ini tidak pernah berubah-ubah.
Namun, rata-rata usia
berbeda-beda bergantung pada daerah, iklim, ras, keturunan, serta gaya
hidup. Selain itu terdapat variasi usia di setiap zaman dan di setiap
periode sejarah. Sebagai perbandingan usia antara periode waktu, dapat
dilihat bahwa di abad terakhir terdapat usia yang amat bervariasi.
Misalnya, antara tahun 1838 dan 1854 rata-rata usia manusia di Inggris
adalah 39,91 tahun untuk laki-laki dan 41,85 tahun untuk wanita. Namun
pada tahun 1937, rata-rata naik menjadi 60, 8 dan 64,4 tahun.
Di Amerika Serikat, rata-rata usia laki-laki pada tahun 1901 adalah
48,23 dan perempuan 51,8 tahun. Sebaliknya, pada tahun 1944 rata-ratanya
menjadi 63,5 dan 68,95. Kenaikan ini merupakan akibat dari perawatan
bayi yang baik yang merupakan hasil dari peningkatan kepengurusan bayi,
pengobatan preventif, dan yang lebih khusus lagi adalah imunisasi
melawan penyakit menular. Namun, pengobatan yang bertalian dengan
penyakit orang tua belum cukup berhasil.
Tn. Hosyyar: Adakah peraturan atau standar umum untuk menentukan panjang usia manusia?
Dr. Nafisi:
Keyakinan umum yang tersebar bahwa ada korelasi langsung antara ukuran
badan dan panjangnya usia. Misalnya, binatang yang berusia pendek dengan
ngengat dan lalat dibandingkan dengan kura-kura yang bisa hidup selama
dua abad. Namun korelasi ini tidak sekonstan yang diperkirakan karena
burung beo dan gagak seringkali berusia lebih panjang daripada
burung-burung berukuran lebih besar dan bahkan lebih lama daripada
mayoritas mamalia.
Beberapa ikan, seperti ikan salem hidup seratus tahun, sedangkan kuda tidak lebih dari tujuh puluh tahun.
Sejak zaman Aristoteles, telah ada keyakinan bahwa rentang kehidupan
(life span) masing-masing makhluk sebanding dan sebangun dengan waktu
yang dibutuhkan untuk tumbuh. Persamaan untuk binatang ini, seperti yang
diestimasikan oleh beberapa ilmuwan, adalah 8 kali periode yang
dibutuhkan oleh sebuah spesies untuk matang. Sedangkan yang lainnya
mencapai 5 kali periode tersebut. Bagi manusia, rentang waktu yang
dianggap normal adalah 100 tahun. Opini ini masih dipercayai sampai
sekarang. Namun Nabi Daud menganggap rentang waktu 70 tahun merupakan
usia yang alamiah.
Di zaman kuno, dipercayai bahwa sebilangan
individu hidup lebih dari 100 tahun. Namun identitas dan skala aktual
(actual scale) mengenai kehidupan mereka tidaklah seakurat yang
diperkirakan. Di antaranya adalah Henry Jenkins yang meninggal pada
bulan Desember 1970 di usia 169 tahun; Thomas Parr yang meninggal pada
bulan November 1639 di usia 152 tahun; dan Catherine putri Desmond
(Countess of Desmond) yang meninggal pada tahun 1604 di usia 140 tahun.1
Sejumlah nama-nama lainnya terpampang di berbagai jurnal di belahan
dunia manapun.
Faktor-faktor Penyebab Umur Panjang
Tn. Hosyyar: Faktor-faktor apa yang menyebabkan umur panjang?
Dr. Nafisi: Faktor-faktornya adalah sebagai berikut:
1. Hereditas:
Signifikansi dan pengaruh hereditas terhadap usia panjang nyata sekali.
Ada banyak keluarga yang para anggotanya berumur lebih panjang daripada
umur manusia umumnya, kecuali bila terjadi kecelakaan.
Berkaitan dengan itu, ada baiknya menyebutkan penelitian yang dilakukan
oleh Raymond Peril. Dalam sebuah buku yang ia tulis bersama putrinya, ia
meneliti sebuah keluarga yang telah menorehkan rekor panjang umur
selama tujuh generasi. Jumlah tahun secara keseluruhan dari tujuh
generasi ini adalah 699 tahun, termasuk dua orang yang meninggal dalam
kecelakaan. Selain itu, terdapat pula statistik yang lebih mutakhir yang
dilaksanakan oleh perusahaan asuransi.
Dalam statistik itu
terlihat bahwa ada hubungan langsung antara nenek moyang yang berumur
panjang dengan keturunannya yang berumur panjang.
Faktor
hereditas dapat dinetralisir oleh faktor-faktor lain, misalnya faktor
lingkungan dan kebiasaan buruk. Namun, hereditas dapat menguraikan
sebab-seindividu tertentu yang hidup dalam kondisi yang tak baik,
misalnya sebagai peminum alkohol, namun dapat hidup lama. Seorang anak
mewarisi badan dan organ yang sehat serta kuat dari kedua orang tua
mereka, termasuk sistem saraf dan sirkulasi darah.
Tentang
ini, ada sebuah peribahasa terkenal yang berbunyi, "Usia seseorang dapat
diukur dari bentuk arterinya." Dengan kata lain, bagi beberapa orang,
ketika mereka mencapai usia senja, arterinya diblokir oleh jenis
hereditasnya. Selain itu, mayoritas orang yang meninggal pada usia
kurang dari 90 tahun karena serangan jantung atau stroke ternyata
menderita arteriosclerosisa.
2. Lingkungan:
Faktor ini merupakan faktor terpenting kedua yang mempengaruhi umur.
Lingkungan yang diliputi oleh iklim yang baik dan udara yang bersih
(bebas dari mikroba yang berbahaya dan racun) dan diliputi oleh kondisi
kehidupan yang damai dan aman mempunyai hubungan dengan kesehatan dan
umur penduduknya.
3. Profesi: Jenis pekerjaan,
kondisi kerja, lamanya kerja, dan aktivitas psikologis-spiritual
mempunyai pengaruh pada panjangnya usia. Orang yang mampu menikmati
kesehatan fisik yang prima dan kedamaian mental akan menjalani rentang
waktu hidupnya secara berarti. Sebaliknya, orang yang menjalani hidupnya
dengan gelisah, kurang istirahat akan mengalami usia pendek (reduce
lifespan).
Karena latar belakang inilah, para ulama dan
tokoh-tokoh suci berusia lebih panjang ketimbang manusia biasa. Umur
panjang ini berkaitan langsung dengan cara kerja dan manajemen stress
yang terus menerus muncul lantaran tekanan profesi. Karena faktor
inilah, para penganggur dan para pensiunan muda mungkin mengalami pendek
umur.
4. Nutrisi: Jenis dan jumlah makanan
yang kita konsumsi berpengaruh terhadap umur kita. Mayoritas orang yang
hidupnya lebih dari 100 tahun adalah orang yang menjalankan diet. Ada
beberapa peribahasa yang menerangkan bahaya makan berlebihan. Di
antaranya: "Seseorang menggali kuburannya dengan giginya sendiri."
Maksudnya, kelebihan makan menyebabkan badan bekerja lebih keras dan
menyebabkan kerusakan pencernaan, penyakit jantung, ginjal dan penyakit
lainnya.
Malangnya, para penggemar makanan ini menikmati
energi berlebihan yang merugikan mereka sendiri hingga gejala-gejala
kerusakan mulai nampak. Selama Perang Dunia I, angka kematian disebabkan
penyakit diabetes menurun secara signifikan di beberapa negara.
Penyeutamanya adalah kekurangan makanan di negara-negara tersebut.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kemiskinan yang disebabkan oleh
kurangnya makanan adalah rahmat terselubung (a blessing in disguise).
Selain itu, mengkonsumsi daging secara berlebihan setelah usia 40 tahun
amatlah berbahaya.
Penelitian Dr. McCay mengenai tikus di
Universitas Cornell menunjukkan bahwa tikus-tikus kecil bisa menundukkan
tikus-tikus besar. Seekor tikus mencapai kematangan fisik pada usia
empat bulan, usia tua pada usia dua tahun, dan mati sebelum berumur tiga
tahun. Eksperimen Dr. McCay ini menggunakan sekelompok tikus yang
diberlakukan diet secara ketat dan hanya mengkonsumsi makanan yang
berkalori rendah namun diperkaya vitamin dan mineralnya.
Setelah beberapa lama, ia menyimpulkan sebagai berikut: periode
kematangan fisik tikus-tikus ini dapat diperpanjang 1000 hari, bukannya
empat bulan. Lebih jauh lagi, ia menambahkan, tikus-tikus tertua yang
diberi makan dengan sistem diet secara teratur meninggal setelah berusia
965 hari. Namun tikus-tikus yang dibiarkan diet secara ketat tetap muda
dan berenergi penuh melebihi umur yang normal.
Dalam
perbandingan secara relatif dengan jangka hidup manusia, kelompok kedua
tersebut hidup sampai usia 100 atau 150 tahun. Yang lebih penting lagi
kelompok ini tetap sehat, tak pernah menderita sakit, dan lebih
cemerlang daripada orang yang berdiet biasa-biasa saja. Eksperimen
semacam ini juga pernah dilakukan pada ikan dan amfibi yang membuahkan
hasil penelitian yang sama.
Perlu diperhatikan, sebagaimana
makan berlebihan (overeating) dapat menyebabkan umur yang lebih pendek,
kekurangan makan pun akan menyebabkan membengkaknya penyakit dan umur
yang pendek. Oleh karena itu, diet mesti diiringi dengan makanan yang
tepat. Jika tidak, maka akan mengundang penyakit.
Kerentaan dan Penyebabnya
Tn. Hosyyar: Apa arti "kerentaan" dan "menua"?
Dr. Nafisi:
"Kerentaan" ditandai dengan melemahnya organ-organ manusia seperti
jantung, perut, otak, dan kelenjar-kelenjar bagian dalam yang semuanya
tidak dapat berfungsi sesuai dengan kapasitasnya. Penyeutamanya adalah
ketidakmampuan memperbaharui sel-sel mereka dan ketakmampuan
meningkatkan pengeluaran untuk memperbaharui diri. Keadaan ini
menyebabkan kelemahan yang tampak pada badan manusia pada tahapan ini.
Tn. Hosyyar: Apa penyekerentaan?
Dr. Nafisi:
Tanda-tanda usia tua mulai muncul pada tahapan tertentu dalam kehidupan
manusia. Namun, kerentaan tidak harus ditentukan berdasarkan perjalanan
waktu dan tanda-tanda khusus pada bagian tubuh sehingga seseorang
berani mengatakan bahwa bila seseorang telah hidup beberapa tahun, maka
ia telah mencapai usia tua. Alasan yang lebih tepat adalah alasan yang
mengatakan bahwa penyeutama kerentaan dan manifestasinya adalah gangguan
keseimbangan pada tahapan ini.
Jadi, alasan utama kerentaan
bukan oleh perjalanan waktu, tetapi oleh bagian-bagian tubuh yang kurang
berfungsi dengan baik. Pada usia ini, berbagai fungsi badan menurun
secara anatomis, jaringan-jaringan mengecil, suplai darah pun menurun.
Sistem pencernaan melemah karena tidak mampu berfungsi dengan sempurna.
Keadaan ini menyebabkan kelemahan badan secara menyeluruh. Kekuatan
prokreatif melemah, otak pun bergerak lambat. Daya hafal (memory power)
kebanyakan orang mengalami penurunan, khususnya hafalan nama dan
tanggal. Namun sangat mungkin ketika fungsi-fungsi fisik menurun,
kekuatan spiritual malah meningkat.
Perlu diingat, seluruh
keadaan dan kelemahan yang terjadi dalam kehidupan merupakan akibat dari
gangguan keseimbangan. Oleh karena itu, akan lebih akurat apabila
dikatakan bahwa kerentaan bukanlah sebuah penyebab. Ia adalah akibat.
Dengan kata lain, bila seseorang walaupun sudah berusia lanjut tidak
mengalami gangguan atau ketidakseimbangan, malah ia mungkin hidup jauh
lebih lama karena badan dan jiwanya sehat.
Sebaliknya,
walaupun seseorang masih muda mungkin dia kehilangan vitalitas dan
menjadi tua sebelum memasuki usia yang dianggap renta.
Tn. Hosyyar: Apa yang menyebabkan sistem badan yang seimbang menjadi lemah dan lunglai?
Dr. Nafisi:
Organ tubuh seseorang sejak lahir telah berfungsi secara alamiah.
Kemampuan organ ini sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik orang tua,
jenis makanan, lingkungan, dan iklim yang ada. Selama tidak ada
kerusakan, organ-organ tubuh seseorang akan berfungsi dengan baik
sepanjang kehidupannya.
Tetapi bila kerusakan melanda salah
satu organ atau organ lainnya, maka akan mengganggu kerja organ yang
normal. Pada akhirnya, kerentaan dan selisih tanda-tandanya akan
mengancam, ketuaan pun muncul.
Singkatnya, badan manusia
terus-menerus diserang oleh berbagai jenis virus, bakteri, dan
mikroorganisme yang mengeluarkan zat-zat beracun di dalam tubuh manusia,
lalu menghancurkan sel-sel yang sehat sehingga keberlangsungan hidup
terganggu. Ketika hal-hal ini terjadi dalam satu sisi, tubuh manusia
sangat berperan dalam menyiapkan gizi yang penting bagi keselamatannya.
Di sisi lain, tubuh manusia mesti membuat pertahanan atas serangan
mikroorganisme yang menyebabkan kerapuhan. Selain itu, tubuh manusia
mesti memulihkan organ-organ yang sakit yang diserang serta berusaha
mematikan zat racun yang berlebihan dalam aliran darah ketika
mengirimkan bantuan ke organ yang sakit.
Namun ketika satu
musuh lumpuh, maka datanglah musuh yang lain. Begitulah seterusnya.
Karena itu, sistem pertahanan tubuh yang internal mesti tetap siaga.
Demi kepentingannya, tubuh manusia mesti mencari pertolongan dari luar.
Sayangnya, manusia tidak memiliki ilmu yang cukup mengenai fisik dan
kebutuhan internalnya.
Selain itu, dalam pertempuran suci ini
manusia tidak mampu bekerjasama dengan tubuhnya. Bahkan karena
kebodohannya dan kepicikannya, ia akhirnya membantu musuhnya dengan cara
memakan makanan yang tidak tepat sehingga menurunlah kesehatan dan
rentang usia hidupnya. Nyata sekali, ketika keadaan tidak mampu
memperbaharui jaringan-jaringan yang penting, maka badan kehilangan
kemampuan untuk berfungsi baik ketika diserang oleh mikroorganisme yang
berbahaya. Dalam kondisi demikian, tubuh manusia pun menurun dan
muncullah tanda-tanda kerapuhan.
Tubuh seorang manusia tidak
hanya renta, karena bekerja keras tetapi juga akibat stress yang dialami
selama hidupnya. Beberapa ilmuwan percaya bahwa kerentaan dini
(untimely senility) disebabkan oleh beberapa penyakit atau kebiasaan
buruk. Menurut beberapa penelitian, pengeluaran toksin yang diproduksi
oleh fermentasi mikroba usus dapat menyebabkan kerentaan. Oleh karena
itu, bila mikroba ini bisa dimusnahkan dan dibasmi, usia manusia bisa
diperpanjang.
Dasar kesimpulan di atas diperoleh dari data-data
empiris yang dikumpulkan di Balkan, lebih khusus lagi di Bulgaria,
Turki, dan Kaukasus. Di negara-negara ini, banyak orang yang hidup lebih
dari 100 tahun. Ternyata, usia panjang ini berkat yoghurt yang banyak
dikonsumsi oleh rakyat di sana. Para ilmuwan percaya, karena yoghurt
mengandung asam susu (lactic acid) yang dapat membunuh mikroba dalam
usus, maka para peminumnya bisa hidup panjang.
Akan tetapi,
nyata sekali bahwa rahasia umur panjang rakyat yang hidup di pegunungan
negara-negara Balkan ini bukan hanya karena diet, tetapi juga karena
iklim, budaya kerja keras yang menyenangkan, dan komposisi genetik
turunan. Semua faktor ini setidaknya telah berperan pada usia panjang
mereka. Umur panjang (longevity) juga terlihat dalam kasus-kasus lain
pada orang-orang yang tinggal di kawasan pegunungan di belahan dunia
lain.
Tn. Hosyyar: Apakah kematian suatu
kemestian bagi orang yang berusia lanjut dan pekerja keras, meskipun
faktor utama kematian mungkin sesuatu yang lain?
Dr. Nafisi:
Penyeutama kematian adalah kerusakan yang terjadi di semua organ tubuh
yang vital. Selama tidak ada kerusakan semacam ini, maka kematian tidak
akan tiba. Secara faktual, jika kerapuhan telah melanda sebelum usia
tua, maka anak muda pun akan wafat. Tetapi jika dia kebal dari gejala
ini, maka menurut perjalanan kehidupan yang alami dia akan merasakannya
di usia tua.
Penting diketahui, seandainya ada seseorang yang
tampak luar biasa dan bisa hidup lama atau panjang umur, namun karena
struktur tubuhnya yang unik dan kondisi sosial lainnya dimana tak
satupun organ tubuhnya rusak, maka usia panjangnya tidak niscaya
menyebabkan ia meninggal.
Tn. Hosyyar: Apakah
mungkin orang di masa depan dapat menemukan obat yang dapat meningkatkan
vitalitas badan sehingga mencegahnya dari ketuaan dan kerapuhan fisik?
Dr. Nafisi:
Sangat mungkin. Berdasarkan keterbatasan ilmu yang kita miliki
sekarang, kita tidak bisa menafikan kemungkinan tersebut. Para ilmuwan
selalu berusaha menyingkapkan fenomena panjang umur. Mudah-mudahan suatu
hari mereka dapat menemukan rahasia umur panjang dan menyebabkan
manusia mampu mengatasi umur pendek dan masalah di usia tua.
Umur Panjang Imam Keduabelas
Tn. Hosyyar:
Sebagaimana Anda ketahui, Syi`ah meyakini bahwa al-Mahdi yang
dijanjikan dalam hadis Nabi saw identik dengan anak Imam Hasan al-Askari
yang lahir di tahun 255 H/873 M atau 256 H/874 M. Dia hidup sejak saat
itu, hingga ia mengalami kegaiban. Selain itu, dia mungkin terus hidup
selama berabad-abad dalam keadaan seperti itu. Apakah menurut ilmu
kedokteran, umur panjang semacam ini aneh dan mustahil?
Dr. Nafisi:
Pertanyaan yang masih misteri bagi saya, sejauh yang saya ketahui dari
buku-buku yang saya baca dan keterangan-keterangan yang saya dapatkan,
adalah rahasia umur panjangnya al-Qâ`im (semoga Allah mempercepat
kelapangannya melalui kemunculannya) dari keluarga Nabi saw. Namun,
berkat kemajuan di bidang ilmu alam dan dengan kehendak Allah SWT, kami
mendapatkan pemecahan dalam hal ini dan sebagian di antara kita berusaha
keras memahami misteri ini mungkin mampu menyaksikan kearifan Allah di
dalamnya.
Satu hal yang dapat saya kemukakan adalah bahwa pada
tahapan pengetahuan manusia sekarang, seseorang tak bisa menolak
kemungkinan semacam itu berdasarkan analogi bahwa karena masalah gaibnya
Imam tak dapat dilihat secara empiris, maka ia (masalah gaibnya Imam
Keduabelas) adalah tidak benar.
Alasannya, selain prinsip kemungkinan, ada juga rangkaian informasi mengenai makhluk-makhluk hidup yang berumur panjang.
a. Di dunia tumbuhan, terdapat spesies-spesies yang ternyata memiliki
umur yang panjang dan dikenal sebagai makhluk hidup terlama yang hidup
di dunia. Di antaranya adalah Californian Sequoia. Tinggi pohon itu
adalah 300 kaki dengan keliling batang pohon 110 kaki.b Umur beberapa
pohon sejenis ini melebihi 5000 tahun. Bisa diperkirakan bahwa ketika
Fir`aun mulai membangun piramid terbesar di Mesir, pohon-pohon ini masih
berumur muda. Dan ketika Nabi Isa as lahir, kulit batangnya baru
mempunyai kekebalan satu kaki. Misalnya, satu bagian batang pohon ini
yang diawetkan di Museum Sejarah Alam di Kensington
Selatan mempunyai 1.335 lingkaran, maka masing-masing lingkaran mewakili satu tahun.2
Spesies-spesies hidup yang tertua saat ini, kira-kira berumur 4600
tahun, merupakan sejenis pohon pinus yang bernama pinus aristata yang
tumbuh di California tengah dan timur. Binatang hidup yang tertua adalah
seekor penyu yang hidup di pulau Galapagos, berumur 177 tahun, berat
450 lbsc dan panjang 4 kaki.3
b. Penggalian arkeologi yang
dilaksanakan di Mesir berhasil menemukan gandum di Piramid Tutan Khamen,
yang saya saksikan secara pribadi dan membacanya di dalam jurnal, yang
ditebarkan beberapa tempat dan berkecambah. Gandum yang tumbuh di
ladang-ladang ini menunjukkan bahwa kecambah-kecambah ini terus hidup
kira-kira 400 tahun.
c. Virus dapat dianggap sebagai makhluk
hidup tertua. Virus adalah makhluk hidup yang dapat dipelajari untuk
menguak rahasia kehidupan. Virus merupakan makhluk yang berperan dalam
perkembangan penyakit-penyakit tanaman, binatang, dan manusia.
Influensa, cacar air, cacar, biring peluh merupakan penyakit yang
berkaitan dengan virus. Dalam penggalian yang dilaksanakan di lokasi
peninggalan kuno, mungkin dapat ditemukan virus-virus prasejarah yang
ditemukan di area-area tertentu. Dengan kata lain, walaupun
makhluk-makhluk ini hidup di tempat tersembunyi dan tidak berbeda dengan
benda mati, mereka sebenarnya terus hidup bahkan mungkin akan hidup
lebih dari ribuan tahun.4
d. Baru-baru ini saya mendapat
informasi dari suratkabar yang menginformasikan bahwa binatang besar
yang membeku ditemukan di lokasi penggalian di Siberia, setelah binatang
itu ditempatkan di tempat yang lebih hangat, tampak-tampak kehidupan
nampak muncul kembali.
e. Salah satu cara memperpanjang
kehidupan suatu makhluk dan membuatnya setengah hidup untuk keperluan
penelitian adalah hibernasi (hibernation) yang juga dikenal dengan
kondisi "tidur di musim dingin" (winter sleeping). Hibernasi pada
beberapa binatang berlangsung terus selama musim dingin, sedangkan yang
lainnya berlangsung selama musim panas.
Ketika seekor binatang
tidur di musim dingin, ia kehilangan nafsu makan dan kekuatannya
badannya naik sekitar 30-100%. Fungsi termal (fungsi panas) badannya
berhenti sementara. Karena lingkungannya juga dingin maka kulit dan
rambut tersebut tidak kaku dan badannya pun tidak gemetaran. Temperatur
tubuhnya menjadi mirip temperatur lingkungan yang mencapai kira-kira
39-41° Fahrenheit, beberapa derajat di atas titik beku. Napasnya menjadi
lambat dan tak teratur; detak jantungnya menjadi tak menentu dan
lambat.
Gerakan-gerakan refleks berhenti dan denyut syaraf
otak tak dapat diamati di bawah suhu 52-66? Fahrenheit. Beberapa
binatang laut termasuk ikan dapat hidup di bawah air yang amat dingin
dalam waktu yang amat panjang. Berbagai sel hidup misalnya sperma
manusia dan hewan dapat diawetkan dalam suhu dingin untuk kepentingan
inseminasi buatan; sel darah merah pun dapat diawetkan untuk transfusi
darah.
Selain itu, ada pula beberapa spesies binatang kecil
dapat dibekukan dan dihidupkan kembali dalam suhu yang berbeda tanpa
membahayakan spesies-spesies tersebut. Penelitian hibernasi dapat
menembus dan menyingkapkan rahasia umur panjang dan pada akhirnya impian
manusia untuk berumur panjang dapat menjadi kenyataan.
Penelitian-penelitian dalam dunia pengobatan dan ilmu biologi dapat
memberi motivasi manusia untuk menyingkapkan rahasia umur panjang dan
mengatasi usia tua di suatu hari. Ada harapan bahwa penelitian ilmiah
yang ditujukan untuk memahami rahasia umur panjang dapat menyingkapkan
rahasia umur panjang al-Qâ`im yang merupakan Ahlulbait Nabi saw.
Kita berharap masa itu akan segera datang.
Dr. Abu Turab Nafisi
Profesor dan Ketua Fakultas Kedokteran
Universitas Isfahan
Tn. Hosyyar:
Selama penantian jawaban dari Dr. Nafisi, saya menemukan sebuah artikel
yang amat menarik, yang diterjemahan dari bahasa Prancis, tentang tema
tersebut. Saya akan membacanya untuk Anda sehingga kita semua bisa
mendapatkan manfaat dari penelitian ini.
Artikel karya Justine Glace
Para ahli biologi telah mampu menentukan rentang kehidupan suatu
makhluk hidup dari usia beberapa jam hingga ratusan tahun. Beberapa
serangga hanya mampu hidup selama satu hari, dan yang lainnya berusia
satu tahun. Namun dari masing-masing spesies terdapat beberapa spesies
yang melebihi usia yang biasa dan hidup dua atau tiga kali usia normal.
Di Jerman, terdapat pohon mawar yang bila dibandingkan dengan jenisnya
sendiri dapat dikatakan sebagai bunga yang dapat bertahan selama 100
tahun. Di Meksiko pun terdapat sebuah pohon Pinus yang berusia 2000
tahun. Beberapa buaya mampu hidup selama 1700 tahun.
Pada abad
17 di London terdapat seorang laki-laki yang bernama Thomas Parr.
Usianya 152 tahun. Saat ini di Iran terdapat seorang laki-laki yang
bernama Sayyid Ali. Usianya 195 tahun dan anaknya berusia 120 tahun. Di
Rusia terdapat seorang laki-laki yang bernama Louis Poof Pujak. Usianya
120 tahun. Umur Mikokho Polov, seorang Kaukasia, adalah 141 tahun.
Para ahli biologi menduga bahwa panjangnya usia yang luar biasa itu
disebabkan beberapa faktor internal. Individu-individu yang berusia
seabad adalah anak kesayangan alam (the favorite off spring of nature).
Komposisi kimia badannya benar-benar sesuai dan cocok dengan
kesempurnaan yang diinginkan.
Menurut teori ilmu biologi,
lamanya kehidupan yang dialami tiap-tiap spesies sekitar tujuh sampai
empat belas kali periode pertumbuhannya. Oleh karena itu, bila periode
pertumbuhan seseorang dua puluh lima tahun maka usia alaminya sekitar
dua ratus delapan puluh tahun.
Dengan menerapkan diet,
seseorang dapat menembus aturan alam. Bukti dari masalah ini dapat
dilihat pada kasus yang terjadi pada lebah madu yang hanya berumur 4-5
bulan. Di sisi lain, lebah ratu-yang lahir dari sebutir telur dan larva
sebagaimana yang lainnya-dapat berumur panjang karena melakukan diet
khusus. Usianya dapat mencapai kira-kira delapan tahun.
Namun
perkaranya tidak sesederhana itu. Kita tidak dapat hidup di tempat
khusus sebagaimana lebah ratu, dengan temperatur kediaman manusia yang
cenderung konstan demi menjaga lingkungan yang sama. Kita berhadapan
dengan banyak masalah. Sebagian di antaranya, menurut para ahli biologi,
adalah peracunan diri (self- poisoning), kekurangan vitamin, dan
arteriosclerosis termasuk masalah yang dihadapi manusia.
Menurut salah seorang pakar dari London, gangguan pada keseimbangan dan
kelebihan salah satu unsur-unsur berikut-zat besi, almumunium,
magnesium, atau potasium-dalam tubuh dapat mempercepat kematian. Hal
yang mencengangkan dari masalah-masalah ini adalah tidak disebutkannya
kerentaan secara khusus, sekematian tidaklah benar-benar disebabkan oleh
kerentaan.
Seorang ahli fisika Swedia yang lama mengepalai
Asosiasi Ilmuwan Amerika untuk urusan umur manusia (the American
Scientific Association of Human Aging) percaya bahwa usia tua
diakibatkan oleh belitan molekul protein pada sel-sel badan. Kondisi ini
menyebabkan sel-sel secara perlahan berhenti berfungsi, yang akhirnya
menyebabkan kematian.
Fisikawan ini menyelidiki zat yang dapat
melepaskan belitan ini untuk menghidupkan sel-sel badan guna melakukan
tugas baru lalu mengalahkan kerentaan. Dalam eksperimen laboratorium,
kehidupan beberapa binatang, semisal babi India dapat diperpanjang
sekitar 46,4% dengan cara meningkatkan dosis vitamin B6, nucleic acidd
dan pantonxic acide dalam makanan mereka.
Biolog Rusia
Philatoff berharap bahwa dia mampu mengurangi usia tua secara
bersama-sama dengan menggunakan jaringan-jaringan pasif.
Jaringan-jaringan ini bisa berfungsi seperti pupuk tanaman yang dapat
menyegarkan tubuh manusia. Selain itu, terdapat peraturan-peraturan
tertentu yang dapat memperpanjang usia. Peraturan-peraturan ini mencakup
peraturan diet dan biokimia, relaksasi, seni bernafas, dan
petunjuk-petunjuk kesehatan lainnya. Beberapa ahli gizi berpendapat
bahwa dengan melakukan diet secara benar maka umur seseorang akan lebih
dari seabad. Kita adalah apa yang kita makan.5
Penelitian tentang Umur Panjang
Ada artikel lain menyangkut penelitian umur panjang yang muncul di jurnal berbahasa Arab. Inilah terjemahannya:
Beberapa ilmuwan handal berkata: "Masing-masing organ utama binatang
mampu hidup tanpa batas. Bila manusia tidak berhadapan dengan bahaya dan
kecelakaan, maka manusia bisa bertahan hidup ratusan tahun." Pernyataan
ini berdasarkan penelitian panjang yang dilakukan di laboratorium.
Salah seorang ahli bedah berhasil mengawetkan potongan badan binatang
lebih lama daripada jangka hidup binatang tersebut.
Berdasarkan penelitian ini, dia menyimpulkan bahwa kehidupan potongan
binatang tersebut bergantung pada bahan makanan yang diberikan. Selama
ia menerima bahan makanan yang benar, maka ia bisa terus hidup.
Ahli bedah ini, Dr. Alexis Carell melakukan penelitiannya di bawah
naungan Yayasan Rockefeller (the Rockefeller Foundation) di New York.
Dia melakukan penelitian pada suatu bagian badan ayam. Bagian ini terus
tumbuh sebagaimana layaknya lebih dari delapan tahun. Sebuah team dokter
melakukan hal yang sama pada beberapa bagian tubuh manusia: jaringan
otot, jantung, kulit, dan ginjal.
Mereka menyimpulkan bahwa
selama bahan makanan yang penting mencapai bagian-bagian in,i maka
bagian-bagian ini akan terus kembali dan hidup. Menurut para profesor
pengobatan di Universitas Johns Hopkins, organ-organ badan yang utama
dapat hidup tanpa batas. Fakta ini telah terbukti melalui
eksperimen-eksperimen serupa dan menjadi pendapat yang besar.
Alasannya adalah bahwa kehidupan organ-organ yang diteliti ini dijaga
terus hingga tak terganggu. Jadi tesisnya berdasarkan fakta yang jelas
dan eksperimen ilmiah yang akurat.
Mungkin, orang pertama yang
memulai eksperimen pada organ binatang adalah Dr. Jack Lobe. Dia
terlibat dalam riset yang dilakukan di Yayasan Rockefeller.
Ketika ia sedang mempelajari reproduksi katak dengan objek telur yang
tidak dibuahi (unfertilized egg), ia melihat beberapa telur hidup lama
sedangkan yang lainnya mati muda. Penemuan ini memacu dia untuk
melakukan eksperimen pada organ katak. Dia berhasil membuktikan bahwa
organ-organ ini dapat hidup lama.
18
IMAM MAHDI
Dr. Warren Lewis dan istrinya juga mengikuti
jejak Dr. Jack Lobe. Mereka berusaha membuktikan bahwa sebuah embrio
burung dapat diawetkan dalam campuran garam sedemikian rupa sehingga
pertumbuhannya dapat hidup kapan saja apabila sebuah bagian campuran
tersebut disentuhkan padanya.
Eksperimen dilakukan
berulang-ulang untuk memasukkan penemuannya, termasuk penelitian untuk
mengetahui apakah sel-sel hidup seekor binatang dapat diawetkan dalam
sebuah campuran bahan makanan yang membuatnya terus tumbuh dan hidup.
Namun, tidak ada bukti bahwa binatang itu dapat bertahan hidup (tidak
mati).
Melalui riset dan eksperimen yang tekun, Dr. Carell
dapat membuktikan bahwa bagian-bagian tubuh yang diteliti ini tidak
dapat menua dan bahkan hidup lebih lama dari binatang-binatang yang
diteliti. Dia dan para koleganya memulai riset ini bulan Januari 1912
dan telah menghadapi masalah-masalah yang pelik yang mereka pecahkan
guna menyimpulkan butir-butir penting berkaitan dengan umur.
a.
Selama sel-sel hidup yang diteliti tidak menghadapi kondisi yang tidak
teratur dan mengancam kehidupan seperti penurunan kualitas campuran gizi
atau serangan mikroba, maka sel-sel tersebut dapat hidup abadi.
b. Organ-organ ini tidak saja hidup bahkan mampu tumbuh dan berkembang.
c. Pertumbuhan dan perkembangannya dapat dibandingkan dan diukur menurut gizi yang disiapkan.
d. Perjalanan waktu tidak mempengaruhinya. Mereka (organ-organ
tersebut-penerj.) tidak melemah dan menua bahkan tidak ada tanda ketuaan
padanya.
Organ-organ ini terus tumbuh dan berkembang
sepanjang tahun. Sepanjang sel-sel ini diawasi secara cermat oleh
saintis, yang memberi mereka secara memadai, mereka terus hidup dan
berkembang.
Jadi, kerentaan merupakan akibat sesuatu bukan
penyesesuatu. Lalu timbul pertanyaan, "Mengapa manusia mati? Mengapa
hidupnya terbatas? Mengapat mayoritas usia manusia hanya 70 atau 80
tahun?" Jawabannya adalah sebagai berikut: tubuh atau organ
masing-masing binatang berbeda-beda dan banyak.
Terdapat
hubungan dan berkaitan yang kuat antarbagian-bagian tersebut. Bila satu
atau beberapa bagian darinya lemah dan tak berfungsi, maka bagian-bagian
lainnnya pun akan mati. Misalnya kematian yang diakibatkan oleh
serangan mikroba yang mendadak. Inilah alasan utama mengapa kehidupan
manusia tidak meningkat di atas rata-rata tujuh puluh, delapan puluh
atau bahkan kurang dari itu. Hal yang sama juga terjadi pada kematian
bayi.
Dalam analisis terakhir, terdapat bukti bahwa hitungan
tahun bukanlah penyekematian. Sebenarnya kondisi buruk yang menimpa
badan, melumpuhkan organ utama dan ketidakmampuan dalam mempertahankan
dirilah yang menyebabkan kematian. Oleh seitu, bisa dikatakan bahwa
tatkala ilmu kedokteran mampu mengatasi kondisi buruk ini dan mampu
mengkontrolnya, tetap saja akan muncul rintangan lainnya yang
menghalangi manusia berusia lebih dari beberapa abad (berabad-abad),
sebagaimana yang terjadi pada beberapa pohon. Terobosan dunia kedokteran
dalam memanjangkan usia belum bisa diduga secara pasti. Namun, tidaklah
berlebihan bila rata-rata usia manusia dapat meningkat dua atau tiga
kali lipat.6
Riset Yang Lebih Mendalam
Seorang dokter berkebangsaan Inggris telah menulis artikel lengkap
mengenai usia. Ia berargumen bahwa beberapa ilmuwan telah mampu
meningkatkan umur lalat buah seratus kali dari usia normal. Kesuksesan
ini diakibatkan oleh perlindungan yang diberikan kepada lalat dari racun
dan musuh-musuh lainnya, serta menciptakan lingkungan yang cocok
dengannya.7
Ir. Madani: Sungguh saya telah
mendapatkan beberapa artikel ilmiah yang menarik yang menyertakan
pembahasan mengenai penemuan yang berkaitan dengan rahasia umur panjang,
penyebab, dan faktor-faktor yang menyebabkan ketuaan dan kematian,
serta cara memeranginya. Namun, karena waktu tidak mencukupi, kita mesti
meneruskannya di kesempatan yang akan datang.
***
MINGGU berikutnya, pertemuan diselenggarakan di rumah Dr. Fahimi. Dr.
Hosyyar meminta Insinyur Madani berbagi informasi mengenai umur panjang
yang ia dapatkan dari bacaan-bacaannya.
Ir. Madani:
Saya akan menyampaikan isi beberapa artikel yang saya baca beberapa
waktu yang lalu. Artikel-artikel ini mudah-mudahan dapat menjawab
beberapa pertanyaan kita mengenai kemungkinan umur panjang.
Penelitian Baru Mengenai Umur Panjang
Menurut Profesor Metalinkef, seorang ahli dalam bidang kematian, tubuh
manusia terdiri dari tiga puluh triliun sel-sel yang berbeda yang tidak
bisa mati secara bersamaan. Konsekwensinya kematian akan datang ketika
otak manusia mengalami perubahan kimia yang sulit diatasi. Pada tanggal 3
Agustus 1959, Dr. Han Seally yang berprofesi sebagai penyelidik dalam
perkara kematian di kota Montreal, Kanada menunjukkan jaringan sel
seekor binatang kepada seorang wartawan dan mengklaim bahwa jaringan
tersebut hidup dan tak akan pernah mati.
Dengan kata lain,
jaringan sel binatang tersebut secara teknis "abadi". Selain itu, ia
menambahkan bahwa bila jaringan sel manusia ditempatkan pada kondisi
yang sama, maka manusia pun dapat hidup hingga 1000 tahun.
Secara teoritis, Profesor Seally menganggap kematian sebagai jenis
penyakit yang datang secara perlahan. Menurutnya, tak akan ada seorang
pun yang mati karena usia tua, sebila demikian maka kerusakan seluruh
sistem sel diakibatkan oleh pengaruh usia tua. Selain itu, seluruh organ
harus berhenti berfungsi.
Sebaliknya, setelah kematian banyak
sel dan bagian-bagian tubuh orang tua berada dalam keadaan baik.
Menurut fakta, mayoritas manusia mati tiba-tiba karena organ-organ
vitalnya sudah tidak berfungsi lagi. Karena anggota-anggota badan saling
berhubungan maka kerusakan pada satu anggota akan menyebabkan kekacauan
di tempat lainnya. Profesor Seally menyimpulkan bahwa suatu hari ilmu
pengobatan mampu mencapai kemajuan pada taraf dimana ia (ilmu
pengobatan-penerj.) dapat menyuntikkan sel-sel baru pada organ-organ
yang rusak dan lemah sehingga ia (ilmu pengobatan) dapat menghidupkan
kembali tubuh manusia dan memperpanjang umur sesuai dengan keinginan
seseorang.8
Beberapa ilmuwan menyarankan para fisiolog untuk
membedakan antara usia tua yang diakibatkan oleh proses alamiah dan usia
tua yang diakibatkan oleh pengaruh buruk pada organisme, misalnya oleh
racun, penyakit-penyakit dan masalah-masalah lainnya. Lebih jauh lagi,
mereka menegaskan bahwa usia tua harus dianggap penyakit dan perlu
diperhatikan kelemahan. Kehidupan manusia bisa lebih lama lagi dan haru
terus bergerak. Oleh karena itu, seluruh langkah yang realistis untuk
meningkatkan usia tanpa menurunkan energi dan kemampuan hidup alami
perlu dilakukan.9
Umur Panjang
Hal-hal
di bawah ini merupakan rangkaian eksperimen panjang Profesor Seally dan
para koleganya yang menghasilkan kesimpulan berikut: Fluktuasi kalsium
merupakan penyeusia tua dan perubahan-perubahannya. Adakah senyawa yang
bisa mencegah pengaruh buruk usia tua? Dr. Seally, dengan eksperimen
yang berulang-ulang dengan menggunakan zat kimia yang disebut 'iron
dextran', menemukan agen pencegah pada endapan kalsium yang ditemukan
pada jaringannya.
Oleh seitu, gambaran buruk akibat usia tua
merupakan akibat dari kondisi yang diciptakan oleh manusia sendiri yang
direproduksi dan dikontrol berdasarkan eksperimen pada manusia. Dr.
Seally menegaskan bahwa usia manusia tidak mungkin diubah dari 90 tahun
ke 60 tahun. Namun, amat memungkinkan menghentikan ke 60 tahun ke usia
90 tahun walaupun kondisinya buruk dan tidak normal.10
Dalam
salah satu kuliahnya, Profesor Ottinger mengingatkan generasi yang lebih
muda bahwa suatu hari mereka mungkin akan menyaksikan ternyata
kemungkinan hidup abadinya manusia sama dengan kemungkinan akan adanya
perjalanan ruang angkasa (space travel). Dengan kemajuan teknologi dan
riset di zaman ini, mungkin pernyataan bahwa manusia di abad akan datang
akan hidup sampai seribu tahun benar adanya.11
Ringkasan Studi tentang Umur Panjang oleh Orang Rusia
Umur panjang menjadi angan-angan manusia semenjak manusia muncul di
bumi. Menurut ilmuwan Rusia terkenal, Michnikoff, manusia sampai saat
ini belum menemukan metode yang canggih untuk memperpanjang usia. Yang
pasti, kematian merupakan akhir kehidupan yang alami. Tak ada satu
makhluk pun yang dapat mengelak darinya.
1. PenyeUsia Tua
Tubuh manusia terdiri dari kira-kira enam puluh trilyun sel. Sel-sel
ini menua secara bertahap dan ketika saatnya tiba (ketuaan-penerj.)
sel-sel ini nyaris tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar
tubuhnya. Kemudian perkembangan sel-sel ini terganggu dan mengakibatkan
kematian. Sel-sel otot dan syaraf yang sudah mati secara perlahan
berubah menjadi jaringan yang kokoh dan kuat. Perubahan menjadi otot
yang keras dan jaringan syaraf yang disebabkan oleh sel-sel mati ini
disebut sklerosis. Jadi kita memiliki sklerosis jantung, sklerosis
saluran darah, sklerosis syaraf, dan lain-lain.
Elia
Michnikoff, dokter dan fisiolog Rusia yang terkenal, pernah mengira
bahwa fenomena di atas terjadi karena toksin beracun yang dihasilkan
oleh mikroba yang masuk ke usus besar binatang dan secara perlahan
mengakibatkan kematian jaringannya. Paloff berpendapat bahwa rangkaian
sel-sel syaraf yang mengerahkan tekanan pada otak yang berasal dari luar
memegang peranan penting dalam usia manusia.
Secara
psikologis, kondisi-konsisi tegang seperti depresi, putus asa, ketakutan
dan lain-lain menyebabkan sel-sel lemah dan payah. Kerapuhan syaraf ini
disebabkan oleh banyaknya kelemahan di usia tua yang pada akhirnya
mengantarkan pada kematian. Mimpi hidup abadi hanyalah angan-angan saja.
Namun, peningkatan usia manusia dan antisipasi usia tua adalah sesuatu
yang memungkinkan.
2. Ilmu yang Mempelajari Usia dan Kematian
Kira-kira tiga abad yang lalu, cabang ilmu biologi yang dikenal dengan
'gerontologi'f muncul. Tujuan gerontologi adalah menyelidiki dan
menemukan hukum-hukum praktis yang mengatur usia dan menaklukkannya.
Cabang penyelidikan ilmiah ini benar-benar berkaitan dengan cabang lain
dari disiplin ilmu yang sama yaitu thanatologi.
Thanatologi
adalah studi tentang kematian.g Penelitian dan studi hukum yang bertahan
dengan kematian, dan pada tahap tertentu menundanya, merupakan ruang
lingkup baru ilmu biologi. Menurut para ahli ini, kematian selalu
diakibatkan oleh gangguan pada jalannya kehidupan, sedangkan akhir
kehidupan dikenal dengan kematian fisiologis.
Saat ini para
ilmuwan berusaha mencari jalan keluar untuk berumur panjang sampai batas
yang alami dan logis. Batas ini, menurut para ilmuwan, bervariasi.
Pavloff menetapkan batas alamiah hidup manusia sampai ratusan tahun.
Michnikoff memperkirakannya antara 150-160 tahun. Goffland, dokter dan
ilmuwan Jerman yang populer memperkirakan usia normal 200 tahun.
Sebaliknya, ahli fisiologi abad ke-19, Dr. Floger menegaskan bahwa usia
normal adalah 600 tahun.
Akhirnya, Roger Bacon menyebutkan
1000 tahun. Tapi para ilmuwan ini tidak bisa membuktikan argumen tentang
jangka hidup manusia yang alami dengan bukti yang kuat.
3. Teori yang diajukan oleh orang Prancis, Dr. Boufon.
Ahli ilmu alam yang terkenal, Dr. Boufon meyakini bahwa jangka waktu
kehidupan makhluk adalah lima kali periode masa pertumbuhan menjadi
dewasa (maturation). Periode bagi burung unta adalah delapan tahun, maka
rata-rata jngka kehidupannya adalah empat puluh tahun. Periode bagi
kuda adalah dua tahun, maka rata-rata jangka kehidupannya adalah lima
belas sampai dua puluh tahun.
Konsekwensinya, Boufon
menyatakan bahwa rata-rata jangka kehidupan manusia adalah 100 tahun.
Seproses pendewasaan manusia terus berlangsung selama dua puluh tahun.
Namun, ada banyak perkecualian dalam formula umum Boufon. Karena alasan
inilah, maka rumusnya sering diabaikan. Misalnya, biri-biri menjadi
dewasa setelah berusia lima belas tahun.
Burung beo menjadi
dewasa setelah dua tahun, namun ia hidup hingga seratus tahun. Dalam
kasus burung unta, walaupun ia mencapai dewasa dalam waktu tiga tahun,
namun ia dapat hidup sampai usia 30-40 tahun. Dengan kata lain, para
ilmuwan tidak dapat menentukan batas usia manusia. Namun, kebanyakan
dari mereka percaya bahwa dengan menghilangkan kelemahan dan kondisi
yang menyimpang yang dapat memendekkan umur, maka manusia bisa berusia
hingga 200 tahun. Dan, walaupun tahapnya masih pada tingkat teoretis, ia
tidak dapat dianggap tidak ada atau khayalan.
4. Rata-rata Panjang Umur Manusia.
Di zaman Yunani kuno, rata-rata usia manusia adalah 29 tahun, sedangkan
di Romawi kuno sedikit lebih panjang dari itu. Di Eropa abad ke-16,
rata-rata umur penduduknya adalah 21 tahun, di abad ke-18 rata-rata umur
26 tahun, dan di abad ke-19 rata-rata umur 34 tahun. Tiba-tiba terdapat
lonjakan pada awal abad ke-20, rata-rata umur penduduknya menjadi 45-50
tahun.
Tentu saja, jumlah-jumlah di atas diambil di Eropa.
Penyenaiknya rata-rata usia pada saat ini adalah menurunnya jumlah
kematian bayi. Namun, terdapat ketimpangan antara negara maju dan negara
berkembang dalam permasalahan ini. Misalnya rata-rata usia di Rusia 71
tahun, sementara di India lebih sedikit dari 30 tahun.
Rata-rata rentang hidup binatang dibandingkan dengan manusia tidak
menunjukkan perbedaan amat besar. Untuk perbandingan dengan rata-rata
usia manusia, yakni 60-80 tahun, amat menarik diperhatikan bahwa seekor
bebek berusia rata-rata 30 tahun, burung unta 35-40 tahun, burung gagak
70 tahun, kuda 20-30 tahun, anjing 16-22 tahun, katak 16 tahun, burung
beo 90 tahun, kucing 10-12 tahun, elang 162 tahun dan lain-lain.
Anehnya, walaupun manusia dianggap sebagai spesies tersempurna di
antara bangsa binatang, namun ia berumur lebih pendek dari
makhluk-makhluk tingkat rendah lainnya.
5. Gagasan Michnikoff
Evaluasi yang apik tentang teori Michnikoff menerangkan secara mendasar
rata-rata usia manusia dan rata-rata binatang tingkat rendah. Dia
memperkirakan bahwa penyekematian awal-awal adalah infeksi sel-sel dan
jaringan badan yang disebabkan oleh sekresi zat-zat beracun oleh bakteri
usus. Penting untuk diingat, posisi dan panjang usus yang ada merupakan
tempat yang nyaman bagi mikroorganisme ini.
Kira-kira 130
trilyun mikroba diperkirakan lahir tiap hari. Kebanyakannya berada di
usus dan tidak berbahaya. Tetapi beberapa di antaranya berbahaya karena
mengeluarkan racun yang dapat melemahkan dan membuat sakit badan.
Mungkin sekali sel-sel dan jaringan-jaraingan tubuh di atas terinfeksi
oleh mikroba-mikroba ini yang menyebabkan kematian muda.
Secara perbandingan, reptil hidup lama daripada mamalia. Reptil tidak
mempunyai usus besar. Di antara bangsa burung, hanya burung unta yang
mempunyai usus panjang. Oleh karena itu rata-rata usianya lebih pendek.
Di antara bangsa binatang, ternak adalah binatang yang berusia paling
pendek. Alasannya tetap sama, yaitu usus besar yang berkembang dengan
baik. Kelelawar memiliki usus besar yang berukuran kecil, jangka
hidupnya lebih lama daripada serangga-serangga lain yang sejenis yang
berukuran sama.
Nampaknya terdapat hubungan antara
perkembangan usus besar dan jangka hidup manusia. Namun, kenyataannya
tidak semirip Michnikoff ucapkan.
Beberapa individu hidup lama
walaupun usus besarnya sudah dibuang. Jadi, keberadaan organ ini tidak
penting bagi tubuh. Ada juga individu yang hidup lama walaupun berusus
panjang. Tujuan para ilmuwan yang meneliti usia adalah untuk
mengidentifikasi individu dan menelitinya.
6. Manusia Masa Datang Akan Hidup Lebih Lama
Sangat
sedikit orang-orang yang hidup lebih dari 150 tahun. Mereka berasal
dari tempat yang berjauhan. Beberapa di antaranya disebutkan di sini:
Seorang petani Hungaria pada tahun 1724 berumur 185 tahun. Dikabarkan
bahwa ia masih mampu bekerja seperti seorang pemuda di akhir hayatnya.
Orang lainnya adalah John Rawl, ia berusia 170 tahun ketika ia
meninggal, sementara istrinya saat itu berusia 164 tahun. Mereka telah
hidup bersama selama 130 tahun. Seorang Albania yang bernama Khude juga
hidup selama 170 tahun.
Pada saat kematiannya ia dirawat oleh
200 anak, cucu, dan cicit. Beberapa bulan yang lalu, sebuah artikel
koran melaporkan bahwa seorang laki-laki dari Amerika Selatan baru
meninggal di usia 207 tahun. Di Rusia terdapat kira-kira 30.000 orang
yang hidupnya lebih dari satu abad. Saat ini, para ilmuwan Rusia sedang
menyelidiki faktor-faktor usia pendek dan mencari cara memanjangkannya.
Tak syak lagi, ilmu manusia dapat mengatasi usia pendek di masa depan
dan para penduduknya akan dapat hidup lebih lama.
Sedikit Teori Mengenai PenyeKematian
Di akhir pembahasan ini, patut diingat bahwa kematian pasti berhubungan
dengan pemisahan ruh dari jasmani. Namun, ada lagi bahasan yang penting
dikaji, yaitu apakah kerentangan tubuh menyebabkan berpisahnya ruh, dan
karenanya jasmani (badan) memegang peranan penting pada kematian. Atau,
apakah ruh yang menjadi penyekematian? Apakah ruh pada saat kematian
tidak mampu menjaga jasmani sehingga membuatnya lemah dan menderita
berbagai jenis penyakit.
Mayoritas ilmuwan dan dokter menerima
tesis pertama dengan pernyataan mereka yang berbunyi: tatkala energi
organik tubuh habis maka seluruh sistem fisik berpisah. Organ-organ dan
kemampuannya melakukan fungsinya menjadi lemah, bagian-bagian utama
menjadi usang, serta tidak mampu bangkit mengatasi masalahnya. Karena
ruh lelah dan payah dalam mengatur dan menjaga jasmani, maka ruh menjadi
tak berdaya dan mau tak mau harus melepaskan jasmani, lalu terjadilah
kematian:
Ruh ingin pergi
Aku melarangnya
Dia berkata: Apa yang dapat aku lakukan? Rumahku akan segera jatuh berantakan!
Terdapat penjelasan dari seorang filosof agung, yakni Mulla Shadra,
yang merupakan kebalikan dari penjelasan di atas. Dalam bukunya
Al-Asfâr, ia mengatakan bahwa manajemen dan proteksi jasmani dilakukan
oleh ruh. Ruhlah yang mengatur jasmani sesukanya. Selama ruh memerlukan
jasmani, ruh akan menjaganya.
Tetapi ketika ia ingin lebih
independen dan tidak lagi bergantung pada jasmani dalam memenuhi
hajatnya, maka ruh menjadi kurang tertarik pada jasmani dan agak acuh
tak acuh. Akibatnya, jasmani mengalami kerentaan dan lemah tak berdaya.
Pada saat itulah, ruh benar-benar melepaskan kendali atas jasmani, maka
terjadilah kematian.
Nah, sahabat-sahabatku, Anda sekalian
mengetahui bahwa bila teori terakhir ini terbukti dan bila diyakini
bahwa kematian berada dalam tangan ruh, maka permasalahan umur Imam
Keduabelas as yang panjang amat mudah diterangkan. Menurut teori Mulla
Shadra, seseorang dapat berkata bahwa karena ruh suci Imam Keduabelas
merasa bahwa eksistensinya diperlukan demi kebaikan manusia, maka ia
(ruh) akan terus berperan melindungi jasmani Imam as dan membuatnya
terus muda, segar, dan energis.
Ketahuilah, saya tidak sedang
membuktikan atau menyangkal teori ini. Saya hanya memperkenalkan teori
yang belum dikenal oleh hadirin di pertemuan ini.
Saya mafhum
bahwa pokok bahasan ini asing dan belum akrab di telinga Anda. Kita
semestinya tidak tergesa-gesa menyikapinya sebagai hal yang
dibuat-dibuat atau menolaknya karena ia tidak berarti bagi kita.
Seseorang bisa menilai manfaat teori ini bila ia mengenal realitas ruh
yang sebenarnya, pengaruh dan hubungannya yang kompleks dengan jasmani.
Tentu saja, ini bukan tugas yang mudah seia perlu menganalisis senarai
masalah filosofis dan psikologis serta melakukan eksperimen-eksperimen
biologi yang panjang dan rumit untuk memahami hubungan jasmani-ruhani.
Sejauh ini, pengetahuan manusia belum mampu mencapai kesimpulan yang
valid. Psikologi sebagai ilmu jiwa baru memahami sedikit fungsi jiwa
manusia. Tentu saja, bila pengetahuan manusia saat ini memperhatikan
jasmani dan ruhani manusia, maka dunia kita akan menjadi tempat yang
benar-benar berbeda.
Dr. Alexis Carell dalam bukunya berjudul
The Human: A Being Unknown (Manusia: Makhluk yang Tidak Dikenal)
menulis: "Kita tidak mengetahui keadaan jasmani kita, kecuali dengan
cara terbatas dan tidak sempurna. Bila Galileo, Newton, dan yang lainnya
mencurahkan perhatiannya pada penelitian tentang tubuh manusia dan
jiwanya, maka dunia kita akan berbeda dari apa yang tampak sekarang."
Kesimpulan
Tn. Hosyyar: Ada beberapa poin yang dapat diambil dari keterangan-keterangan di atas:
1. Kehidupan manusia tidak terbatas, dalam arti bahwa segala sesuatu
yang melewatinya akan dianggap mungkin. Tak satu ilmuwan pun mengatakan
bahwa jumlah tahun tertentu merupakan batas maksimum kehidupan manusia,
sehingga bila seseorang mencapainya maka ia tak akan dapat menghindari
kematian.
Sebaliknya, seluruh ilmuwan dari barat dan timur,
dahulu dan sekarang, telah menjelaskan dengan gamblang bahwa kehidupan
manusia tidak terbatas. Manusia masa depan mampu menaklukkan kematian.
Keadaan seperti ini merupakan kemungkinan yang ilmiah dan harapan
positif telah mendorong para peneliti untuk terus meneliti dan melakukan
eksperimen. Terbukti mereka telah berhasil secara gemilang.
Eksperimen-eksperimen ini membuktikan bahwa kematian disebabkan oleh
faktor-faktor alam. Jika faktor-faktor itu diidentifikasi dan
akibat-akibatnya dikendalikan, maka hal itu bisa menunda kematian dan
memberi peluang bagi manusia untuk hidup lebih lama dan bebas dari
ketakutan.
Karena penelitian ilmiah telah berhasil menemukan
penyedan faktor-faktor yang menyebabkan sakit, mengkontrol akibatnya
untuk kesejahteraan manusia, maka wajar bila dikatakan bahwa ilmu
pengetahuan akan selalu berhasil mengidentifikasi penyebab-penyekematian
dan mencegah kematian dini.
2. Pada spesies-spesies makhluk
hidup yang meliputi tanaman, binatang, manusia, ada sebagian di
antaranya yang berusia lebih panjang daripada spesies lainnya yang
sejenis. Adanya perkecualian ini menunjukkan tidak adanya batas usia.
Benar bahwa kebanyakan manusia meninggal sebelum usia 100 tahun, namun
tidak menutup kemungkinan ada yang lebih dari 100 tahun.
Sebab, ada beberapa individu yang berusia lebih dari 100 tahun. Adanya
individu yang berusia 150, 180 dan 250 tahun merupakan bukti kuat akan
ketiadaannya batas usia. Apa yang akan terjadi bila manusia hidup selama
200 atau 2000 tahun? Jumlah umur semacam ini tidak dikenal dan dianggap
aneh.
3. Usia tua bukanlah cacat yang tak dapat dicegah. Usia
tua adalah sejenis penyakit yang dapat diobati. Seperti halnya ilmu
pengetahuan medis yang mampu menemukan sedan faktor-faktor yang
menyebabkan berbagai penyakit dan memberi pengobatan dan pencegahan,
maka masuk akal bila ilmu pengetahuan juga akan mampu menemukan
penyeusia tua dan sarana-sarana untuk mengetahuinya.
Sekelompok ilmuwan dengan tekun berusaha menemukan obat yang manjur yang
dapat mencegah usia tua. Sejauh ini usaha ilmiah ini telah menghasilkan
hasil yang secara relatif berhasil. Berdasarkan usaha akademis ini,
tidak menutup kemungkinan bahwa penelitian di masa datang akan mampu
menemukan cara mengatasi usia tua dan memberi obat untuk menyembuhkan
kerapuhan. Dalam hal ini, manusia akan mampu menjaga usia muda mereka
untuk waktu yang lama.
Saya yakin Anda akan setuju bahwa
berdasarkan penemuan para peneliti dan penegasan para ilmuwan yang
mempelajari fenomena usia tua dan umur panjang, dapat diprediksi bahwa
seseorang yang dapat memiliki jasmani yang sempurna secara genetis dan
susunan organis yang utuh akan hidup lama. Malah lebih meyakinkan bila
organ-organnya bebas dari kerapuhan dan kerusakan karena ia menjalani
hidup sehat dan menghindari hal-hal berbahaya yang mengganggu
keseimbangan hidup.
Selain itu, ia juga bebas dari cacat
bawaan, hidup tak bermoral, dan stress. Tidak diragukan lagi bahwa orang
semacam itu mampu menikmati keseimbangan yang paripurna antara
kebutuhan jasmani dan ruhani yang membuat dia bebas dari segala ancaman,
lahir atau batin, yang akan membuatnya tua dan mati. Ilmu pengetahuan
dan kearifan mendukung kemungkinan ini. Keduanya benar-benar menunjukkan
kemungkinan tersebut melalui penelitian yang tekun.
Karena
alasan inilah, orang-orang tidak pantas memustahilkan umur Imam Zaman as
yang panjang. Sebaliknya, ilmu pengetahuan dan kearifan menganggap umur
panjang yang diperoleh dengan pemeliharaan energi dan vitalitas pemuda
sebagai keadaan yang sangat memungkinkan.
Bila eksistensi
seseorang sangat diperhatikan di dunia dan bila menjadi keharusan bahwa
orang ini mesti berumur panjang, Allah Yang Mahakuasa akan mampu
mengkontrol sistem penciptaan dan rangkaian penyesedemikian rupa agar
individu sempurna ini didukung oleh ilmu pengetahuan dan sumber keilmuan
lainnya demi merealisasi tujuan penciptaan manusia.
Dr. Fahimi:
Apa-apa yang Anda katakan hanya membuktikan kemungkinan eksistensi
individu tersebut. Tetapi bagaimana cara meyakini keberadaan orang
tersebut?
Tn. Hosyyar: Kami telah
memperlihatkan, baik secara rasional ataupun menurut wahyu, bahwa
eksistensi seorang imam merupakan keharusan bagi keselamatan manusia.
Selain itu, berdasarkan hadis-hadis yang sahih, jumlah Imam tidak lebih
dari dua belas. Kami juga telah membuktikan bahwa anak Imam Hasan
al-Askari, Imam Keduabelas adalah al-Mahdi yang ditunggu-tunggu
(al-Muntazhar).
Ia dilahirkan oleh seorang ibu dan sekarang
sedang mengalami kegaiban. Ada banyak hadis yang menguraikan
permasalahan ini. Untuk mendukung ucapan kami mengenai persoalan umur
panjang dan pernyataan dari para ahli agama maka kami akan menjelaskan
masalah tersebut di bawah ini.
Orang-orang Yang Berumur Panjang Menurut Sejarah
Ir. Madani: Bagaimana cara kita menerangkan karunia umur panjang yang hanya dikhususkan untuk Imam Keduabelas?
Tn. Hosyyar:
Mudah saja. Kita mendapati beberapa orang yang berumur panjang. Di
antaranya adalah Nabi Nuh as. Beberapa ahli sejarah menyebutkan bahwa
Nabi Nuh berusia 2500 tahun. Menurut Taurat, 950 tahun. Al-Quran dengan
jelas menyebutkan bahwa dia menyebarkan ajaran Allah SWT kepada umatnya
selama 950 tahun. Allah SWT berfirman dalam surah al-Ankabut [29] ayat
14:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya,
maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun.
Maka mereka ditimpa banjir besar dan mereka adalah orang-orang yang
zalim.
Walaupun kita meragukan ahli sejarah, namun kita tak
dapat meragukan al-Quran. Kitab suci ini menjelaskan bahwa Nabi Nuh
menghabiskan waktu 950 tahun. Pada zaman ini, usia sepanjang Nabi Nuh as
merupakan hal yang sangat tidak biasa.
Ir. Madani: Saya dengar ayat al-Quran di atas adalah ayat yang termasuk samar sehingga mesti bisa diinterpretasikan.
Tn. Hosyyar:
Di mana letak kesamarannya? Apakah kesamarannya diakibatkan oleh arti
dan maksudnya yang aneh atau ringkas? Siapa saja yang minimal tahu
bahasa Arab dapat menerangkan ayat ini dengan mudah. Bila ayat ini
dianggap samar, maka tidak ada ayat yang jelas dalam al-Quran! Saya
tidak sependapat dengan penilaian ini, kecuali kalau orang-orang yang
mengatakannya benar-benar menentang isi al-Quran tapi mereka tidak
berani mengatakannya.
Mas`udi menyebutkan beberapa figur
sejarah yang berumur panjang. Di antaranya adalah: Adam (930 tahun),
Syits (912 tahun), Anusy (960 tahun), Luth (732 tahun), Idris 800 tahun,
Nuh (950 tahun), Ibrahim (195 tahun), Jamsyid (600 tahun), Umar bin
Amir (800 tahun); Ad (1200 tahun).12
Bila Anda mengacu pada
kitab-kitab sejarah, hadis dan Taurat, Anda akan mendapatkan beberapa
orang semacam ini. Namun, perlu diketahui bahwa sumber-sumber utamanya
hanya diambil dari Taurat dan sejarah-sejarahnya yang keandalannya masih
dipertanyakan; hadis ahad, yang tidak meyakinkan; atau buku-buku
sejarah yang keautentikannya tidak terjamin dan tidak lepas dari
penggambaran yang berlebihan.
Karena keautentikannya tidak
jelas, saya tidak menjadikannya sebagai argumen saya. Dalam pembahasan
ini, saya hanya menyoroti Nabi Nuh as saja seperti yang dinyatakan dalam
al-Quran. Bila Anda ingin tahu lebih banyak lagi, Anda dapat membaca
buku mengenai orang-orang yang berumur panjang karya Abi Hatim
as-Sijistani, al-Mu`ammarûn wa al-Washâyâ. Anda pun bisa membaca buku
Abu Rayhan al-Biruni al-Atsâr al-Bâqîyah. Selain itu, ada sejumlah
sumber historis lain yang membahas figur-figur manusia yang berumur
panjang dalam sejarah.[]
Catatan Kaki:
1. Encyclopedia Britannica, artikel Pertumbuhan dan Perkembangan: bagian yang menyangkut "Usia Tua dan Kerentaan", hal.428.
2. Ibid., jilid 14, hal.346
3. Encyclopedia Americana, jilid 17, hal.463.
4. Ittilâ`ât.
5. Terjemahan artikel berbahasa Prancis yang terbit di Jurnal Shohrat, 1342 H, hal.289.
6. Artikel berbahasa Arab yang dinukil oleh Ayatullah Shadr, Kitâb
al-Mahdî dari jurnal al-Muqtathif, jilid 59, nomor 35, hal.141-143.
7. Muntakhab al-Atsar, hal.278, mengutip Jurnal al-Hîlâl, jilid 38, nomor 5.
8. Berdasarkan pada beberapa jurnal asing yang diterjemahkan ke bahasa Parsi dalam Dânishmand, jilid 3, nomor 7.
9. Dânishmand, jilid 4, nomor 45. Bagian ini berdasarkan tulisan orang
Rusia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Parsi, dalam judul: Vaqtî Ki
Insân Pîr Mîshayad (Ketika manusia menua) diterjemahkan oleh Abu
al-Fadhl Azmudeh.
10. Dânishmand, jilid 3, nomor 5.
11. Dânishmand, jilid 6, nomor 6.
12. Murûj al-Dzahâb, jilid 1 dan 2.
19
IMAM MAHDI
BAB 10
Kediaman Imam Keduabelas
Dr. Fahimi: Di manakah Imam Zaman tinggal selama masa gaibnya?
Tn. Hosyyar:
Tempat tinggal beliau tidak diketahui. Mungkin dia tidak mempunyai
tempat tinggal yang tetap dan hidup di antara orang-orang tanpa
terlihat, berinteraksi, dan terseleksi. Dalam beberapa hadis, dikabarkan
bahwa Imam Keduabelas datang ke Makkah selama musim haji dan
berpartisipasi dalam ritual-ritual haji. Dia melihat dan mengetahui
orang-orang, sedangkan orang-orang tidak melihatnya.1
Dr. Fahimi:
Saya pernah mendengar kabar bahwa orang-orang Syi`ah meyakini bahwa
Imam menghilang di kota Samarra yang menjadi situs suci yang diziarahi.
Mereka berkata di sinilah Imam tinggal dan akan muncul kembali di tempat
ini pula. Bila beliau di sana, mengapa tidak kelihatan? Siapa yang
membawakan makanan dan minuman untuknya? Mengapa dia tidak keluar dari
sana? Salah seorang penyair Arab pernah menyusun sebuah puisi mengenai
permasalahan ini. Dia bertutur:
Belum waktunyakah ruangan itu mengeluarkanmu
sehingga menjadi jelas engkau diyakini sebagai manusia?
Tak tahu malu, menciptakan makhluk fiktif ketiga,
selain burung legenda dan hantu
Tn. Hosyyar:
Anggapan ini hanyalah isapan jempol yang disebarkan oleh orang-orang
yang bodoh. Kaum Syi`ah tidak mempunyai keyakinan semacam itu. Sungguh
tidak ada riwayat seperti itu. Tidak ada satu pun ulama Syi`ah
menyebutkan riwayat ini. Sebaliknya, terdapat banyak hadis ataupun
riwayat yang mengabarkan bahwa ia hidup di antara orang-orang dan
berkumpul dengan mereka. Sadir ash- Sairafi meriwayatkan hadis dari Imam
Ja'far ash-Shadiq as yang berkata:
Ada kemiripan Imam
Keduabelas dengan Nabi Yusuf as. Saudara-saudara Yusuf tidak mengenalnya
(Yusuf as) ketika mereka datang (ke Mesir) walaupun Yusuf as bersikap
bijaksana dan baik serta telah berkumpul dengan mereka sebelumnya hingga
akhirnya ia memperkenalkan diri pada mereka. Selain itu, walaupun jarak
antara Nabi Yusuf as dan Nabi Ya'qub as tidak lebih dari delapan belas
hari (perjalanan-penerj.), Ya'qub as tidak mengetahui kabarnya.
Lalu, mengapa orang-orang menyangkal bahwa Allah SWT bisa melakukan hal
yang sama pada Hujjah-Nya (Imam Keduabelas)? Dia juga dapat
berinteraksi dengan orang-orang, berjalan di sekitar pasar mereka, duduk
di karpet mereka, dan tetap saja orang-orang tak mengenalnya! Dia akan
terus begitu hingga Allah SWT mengizinkannya memperkenalkan diri.2
Riwayat Mengenai Negara-Negara Milik Anak-anak Imam
Dr. Jalali:
Saya mendengar berita bahwa Imam Zaman mempunyai banyak anak yang
tinggal di negara-negara besar yang maju. Ibukota-ibukota negara ini
adalah Zhahira, Rathiqah, Shafiyah, Zalum, dan Anathis. Lima dari
anak-anaknya yang terhormat ini adalah Thahir, Qasim, Ibrahim,
Abdurrahman, dan Hasyim.
Mereka memimpin lima negara ini. Ada
beberapa gambaran mengenai negara-negara ini, seperti kemiripannya
dengan surga. Iklimnya sempurna dan karunianya melimpah. Tempat-tempat
ini begitu damai sehingga serigala dan biri-biri pun hidup berdampingan.
Binatang buas tidak mengganggu manusia. Para penghuni negara-negara ini
pengikut setia Imam yang mendapatkan ajaran dari mazhab Imam. Tidak ada
kebohongan dan penipuan di dalamnya. Imam sering mengunjungi
tempat-tempat ini. Begitulah riwayat mengenai anak-anak Imam dan
negara-negaranya.
Tn. Hosyyar: Riwayat di atas
sesungguhnya hanya merupakan legenda saja. Satu-satunya sumber mengenai
ini adalah riwayat yang dikisahkan dalam Hadîqat al-Syî`ah, Anwâr
al-Nu'maniyyah dan Jannat al-Ma'wa. Untuk lebih jelasnya, marilah kita
lihat cerita ini:
Diriwayatkan oleh Ali Fathullah al-Kasyani
bahwa Muhammad bin Ali bin Husain al-Alawi telah mengabarkan dalam
kitabnya dari Said bin Ahmad, ia berkata:
Hamzah bin Musayyib
mengabarkan kepada saya sebuah riwayat berkenaan dengan hari kedelapan
bulan Sya'ban 544 H (1149 M) bahwa Utsman bin Abdul-Baqi bercerita
tentang hari ketujuh bulan Jumadi al-Tsani 543 H (1148 M), yang secara
bergantian diriwayatkan dari Ahmad bin Muhammad Yahya al-Anbari mengenai
hari kesepuluh bulan Ramadhan 543 H (1148 M) kepada saya, ia berkata:
"Saya bersama beberapa orang di jamaah wazir Awn al-Din Yahya bin
al-Hubairah. Dalam kumpulan tersebut terdapat juga seorang terhormat
yang identitasnya tidak diketahui.
Orang tersebut termasuk
orang yang menceritakan perjalanan lautnya. Tahun itu terdapat kapal
yang tersesat yang pada akhirnya membawa para penumpangnya ke pulau
misterius. Kami mesti mendarat di pulau tersebut."
Pada
titik ini, Ahmad bin Muhammad menceritakan kisah tentang negara-negara
tersebut di atas secara mendetail melalui perawi tak dikenal dan di
penghujung ceritanya ia bicara seperti berikut:
Setelah mendengar kisah ini, sang wazir masuk ke kamar khususnya dan
mengajak kami semua masuk. Lalu ia berkata: "Tak seorang pun berhak
menyampaikan kisah ini pada siapapun selama saya hidup." Kami pun tak
pernah menceritakannya selama dia masih hidup.3
Kami
menyampaikan sumber kisah ini agar pembaca mengetahui kelemahan
periwayatan dan kesahihannya. Untuk lebih detailnya, Anda bisa langsung
melihat buku tersebut. Jelaslah bagi para ulama bahwa keberadaan
negara-negara tersebut tak dapat dibuktikan berdasarkan kisah ini.
Pertama, nama dan identitas sang perawinya tidak diketahui.
Oleh karena itu, kisah ini tidak memiliki kredibilitas, sezaman sekarang
ini seluruh bagian dunia telah dipetakan dan dipelajari oleh para
ilmuwan. Namun, tetap saja beberapa orang mempertahankan keberadaan
tempat-tempat ini dengan amat serius seolah-olah sedang mempertahankan
prinsip-prinsip Islam yang fundamental. Mereka berkata, mungkin saja
tempat-tempat itu masih ada sekarang, tapi Allah SWT menyembunyikannya
dari orang-orang asing dan para munafikin!
Saya berkeyakinan,
pendapat seperti itu tidak usah ditanggapi. Sungguh, saya tidak mengerti
apa yang mendorong orang-orang tersebut membuat kisah aneh dan tidak
sahih ini.
Telah ditegaskan, bahkan bila diduga bahwa
negara-negara tersebut tidak ada sekarang, seseorang bisa membela dengan
mengatakan bahwa negara-negara tersebut ada di zaman yang lalu dan
sekarang telah hancur dan para penghuninya musnah. Pernyataan semacam
ini pun tidak berdasar sebila negara-negara makmur dan berpenduduk
Syi`ah tersebut pernah eksis maka akan diketahui dan diceritakan dalam
buku sejarah oleh orang banyak.
Dan juga tak masuk akal bahwa
keadaan ini hanya diketahui oleh seseorang yang tak dikenal, lalu
mengabarkan kisah yang fantastis. Selain itu, tidak ada bukti sejarah
dan penggalian arkeologis serta informasi tentang penduduknya!
Ulama besar Allamah Aqa Buzurg Tehrani secara kritis mengevaluasi
riwayat ini dan meragukan keabsahannya. Dalam studi bibliografinya yang
ditulis oleh para ulama mengenai berbagai masalah keislaman, beliau
menuliskan sumber riwayat yang mengisahkan negara-negara makmur yang
kepunyaan anak-anak Imam Keduabelas:
Kisah ini termuat pada
akhir salah satu naskah buku Ta`âzî, yang ditulis oleh Muhammad bin Ali
al-Alawi. Oleh karena itu, Ali bin Fathullah al-Kasyani mengira bahwa
riwayat ini merupakan bagian dari buku tersebut. Dia benar-benar keliru
karena riwayat tersebut tak mungkin masuk dalam bagian buku tersebut.
Alasannya, Yahya bin Hubairah, wazir yang rumahnya dipakai dalam
pertemuan tersebut meninggal tahun 560 H (1164 M), sedangkan pengarang
Ta`âzî hidup dua abad sebelumnya.
Selain itu, terdapat
ketidakkonsistenan dalam teks riwayat tersebut karena si periwayat Ahmad
bin Muhammad bin Yahya al-Anbari berkata: "Sang wazir mewanti-wanti
kami untuk tidak menceritakan riwayat tersebut, kamipun merahasiakannya
dan selama dia hidup, kami tidak mengabarkan riwayat tersebut."
Berdasarkan penjelasan ini, riwayat tersebut pasti terjadi setelah tahun
560 H (1164 M) sesuai dengan hari wafatnya wazir tersebut.
Sebaliknya, Utsman bin Abdul-Baqi dalam riwayat tersebut berkata: "Ahmad
bin Muhammad bin Yahya al-Anbari mengisahkan riwayat tersebut kepada
kami tahun 543 AH (1148 M)."
Di tempat lain, kata Aqa Buzurg,
riwayat itu menyebutkan: "…Utsman bin Abdul-Baqi meriwayatkan kepadaku
mengenai hari ketujuh Jumadi al-Tsani 543 H (1148 M) bahwa Ahmad bin
Muhammad (al-Anbari) meriwayatkan kepadaku hari kesepuluh bulan Ramadhan
543 AH …!" Karena bulan Ramadhan jatuh dua bulan setelah bulan Jumadi
al-Tsani, maka mana mungkin seseorang melaporkannya pada Jumadi al-Tsani
sesuatu yang terjadi pada bulan Ramadhan?
Singkatnya,
berdasarkan hukum akal dan hukum agama, kita tidak perlu berspekulasi
dan menggunakan argumen yang lemah dalam membicarakan tempat tinggal
Imam Keduabelas dan membuktikan keberadaan Jaza`ir Khadra (Pulau Hijau/
Evergreen Islands) atau kota Jabulqa atau Jabursa adalah tempat
tinggalnya. Atau menyatakan bahwa Imam telah memilih daerah kedelapan
(the eighth clime) sebagai tempat tinggalnya.
Dr. Fahimi: Kalau begitu, bagaimana kisah Jaza`ir Khadrah?
Tn. Hosyyar:
Karena waktunya tidak memungkinkan, bagaimana kalau dilanjutkan minggu
depan? Bila Anda setuju, kita bisa bertemu di rumah saya.
Jazirah Khadra (Pulau Hijau)
Diskusi diadakan tepat waktu di rumah Tuan Hosyyar.
Dr. Jalali: Kalau saya tidak salah Dr. Fahimi bertanya Jazirah Khadra di pertemuan yang lalu.
Dr. Fahimi:
Saya mendapat kabar bahwa Imam Keduabelas as dan anak-anaknya tinggal
di Jazirah Khadra. Bagaimana pendapat Anda mengenai keyakinan ini?
Tn. Hosyyar:
Cerita Jazira Khadra ini hanyalah legenda saja. Allamah al-Majlisi
telah meriwayatkan semua riwayat ini dalam kitabnya Bihâr al-Anwâr.
Ringkasannya sebagai berikut. Al-Majlisi berkata:
Saya menemukan sebuah naskah di Perpustakaan Amirul Mukminin di Najaf
yang menceritakan riwayat Jazira Khadra. Pengarang naskah ini adalah
Fadhl bin Yahya al-Thayyibi. Dia mengatakan bahwa ia mendengar riwayat
Jazira Khadra dari Syaikh Syamsuddin dan Syaikh Jalaluddin di makam Imam
Husain di Karbala pada malam 15 Sya'ban 699 H (1299 M). Mereka
mengisahkan riwayat tersebut berdasarkan wewenang Zainuddin Ali bin
Fadhl al-Mazandarani. Oleh karenanya, saya memutuskan mendengar riwayat
itu darinya.
Untunglah, di awal bulan Syawwal pada tahun yang
sama, Syaikh Zainuddin sedang bepergian ke kota Hilla. Saya bertemu
dengannya di rumah Sayyid Fakhruddin. Saya memintanya untuk menceritakan
kepada saya riwayat yang telah disampaikan kepada Syaikh Syamsuddin dan
Syaikh Jalaluddin. Dia berkata:
Saya berguru kepada Syaikh
Abdurrahim al-Hanafi dan Syaikh Zainuddin Ali al-Andalusi di Damaskus.
Syaikh Zainuddin adalah seorang yang saleh dan mempunyai pandangan
positif tentang Syi`ah dan menghormati para ulamanya. Saya tinggal
bersamanya sementara waktu dan mendapat hikmah ceramahnya.
Kebetulan dia mesti berangkat ke Mesir. Karena kami sudah saling cocok
maka ia mengajak saya serta. Kami berangkat bersama-sama ke Mesir dan
tinggal di Kairo. Kami tinggal di tempat yang ternyaman di sana selama
sembilan bulan. Pada suatu hari, dia menerima sepucuk surat dari ayahnya
yang memintanya pulang karena ayahnya sakit parah dan ingin bertemu
dengannya sebelum sang ayah meninggal.
Syaikh menangis dan
memutuskan pulang ke Andalusia. Saya pun menemaninya pulang. Ketika kami
sampai di kota pertama semenanjung tersebut, saya jatuh sakit parah dan
tidak bisa bergerak sedikit pun. Syaikh sangat mengkhawatirkan keadaan
saya. Dia menitipkan saya pada da`i kota tersebut dan memintanya merawat
saya.
Lalu berangkatlah ia ke kotanya. Saya sakit selama tiga
hari dan secara bertahap semakin baik. Saya pergi ke luar dan
berjalan-jalan di jalan raya. Di sana saya melihat beberapa kafilah yang
baru saja tujun dari daerah bergunung sambil membawa barang dagangan.
Saya bercakap-cakap dengan mereka. Mereka mengatakan kepada saya bahwa
mereka baru tiba dari daerah Barbar yang jaraknya berdekatan dengan
pulau-pulau kaum Rafidhi (Syi`ah).
Setelah mendengar nama
pulau-pulau itu, saya menjadi penasaran ingin mengetahuinya. Mereka
mengatakan bahwa jarak kota ini ke kota tersebut memakan waktu dua puluh
lima hari perjalanan; dan, setelah memakan waktu kira-kira dua hari
akan sampai di daerah yang tidak ada air dan orang. Untuk menghabiskan
dua hari ini, saya menyewa sebuah keledai, dan sisanya saya berjalan
kaki.
Akhirnya saya tiba di pulau Rafidhi yang dibentengi oleh
dinding yang kuat, dan menara pengamat yang kokoh. Saya memasuki mesjid
kota tersebut yang luas. Saya mendengar seorang muazin mengumandangkan
azan ala Syi`ah, kemudian berdoa memohon kemenangan Imam. Saya menangis
bahagia. Orang-orang datang ke mesjid dan berwudhu serta shalat dengan
cara Syi`ah.
Seorang laki-laki yang berparas tampan memasuki
mesjid menuju mihrab. Jama`ah memulai shalatnya dan setelah usai mereka
berdoa. Lalu mereka memandang dan menanyakan identitas saya. Saya
menceritakan asal muasal perjalanan saya dan memberitahu mereka bahwa
saya berasal dari Irak. Ketika mereka mengetahui bahwa saya orang
Syi`ah, mereka menghormati dan menempatkan saya di salah satu ruangan
mesjid. Imam shalat nampak hormat pada saya dan tidak pernah
meninggalkan saya sendirian.
Suatu hari saya menanyakan asal
makanan dan kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Dia mengatakan bahwa
mereka mendapatkannya dari Jazira Khadra yang berlokasi di Gunung Putih.
Makanan dan kebutuhan tersebut datang dua kali dalam satu tahun. Saya
menanyakannya kapan kapal itu kembali, dia menjawab bahwa kapal itu
pulang kembali dalam waktu empat bulan.
Saya sedih
mendengarnya. Namun, setelah empat puluh hari kapal tersebut berangkat
lagi. Dari kapal terbesar muncul seorang laki-laki tampan, dia memasuki
pekarangan mesjid, wudhu, shalat zhuhur dan ashar dengan cara Syi`ah.
Setelah itu ia menyapa saya dan menyebutkan nama ayah dan ibu saya.
Saya terheran-heran dan berkata: "Apakah Anda tahu nama saya selama
perjalanan dari Damaskus ke Kairo atau dari Kairo ke Andalusia?" Dia
menjawab:
"Tidak. Tetapi, namamu dan nama ayahmu, juga nama
sifat dan karaktermu telah kukenal. Saya akan membawamu ke Jazira
Khadra." Dia tinggal di sana selama satu minggu. Setelah menyelesaikan
pekerjaannya, kami pun berangkat. Setelah kira-kira enam belas hari di
laut, saya tertarik pada air yang jernih di tengah laut. Muhammad, orang
yang mengantar saya, bertanya kepada saya tentang perhatian pada air
laut tersebut.
Saya berkata bahwa airnya mempunyai warna yang
khas. Dia mengatakan bahwa nama laut yang sedang dilihat saat itu adalah
Laut Putih dan Jazira Khadra ada di sebelah sana. "Air ini merupakan
benteng hidup yang mengelilingi kami dan melindungi kami dengan
sedemikian rupa sehingga, dengan pertolongan Allah SWT, bila kapal-kapal
milik musuh kami berusaha mendekat benteng ini, maka dengan berkat Imam
Zaman mereka akan tenggelam." Saya mencicipi air tersebut, airnya
mempunyai cita rasa semanis air Eufrat.
Setelah menyeberangi
air putih tersebut, kami tiba di Jazira Khadra. Kami pun mendarat, lalu
pergi ke kota. Kota tersebut makmur dan penuh dengan buah-buahan. Di
dalamnya terdapat beberapa pasar yang menjual burung-burung; penduduknya
pun hidup dengan suka ria. Hatiku berbunga-bunga karena bahagia.
Temanku, Muhammad, mengajakku ke rumahnya. Setelah istirahat sejenak,
kami pun berangkat ke mesjid jami. Khalayak ramai telah berkumpul di
tempat tersebut. Di antara orang-orang banyak itu terdapat orang yang
penting dan terhormat yang ciri-cirinya tidak dapat saya gambarkan.
Namanya Sayyid Syamsuddin Muhammad. Orang-orang berkumpul
mengelilinginya untuk belajar bahasa Arab, al-Quran, dan ilmu-ilmu
keislaman lainnya.
Ketika saya bergabung, ia menyambut saya
dan mempersilakan saya duduk di dekatnya. Dia menanyakan keadaan saya.
Ia juga mengatakan bahwa ialah yang menyuruh Syaikh Muhammad menjemput
saya. Dia menyuruh (seseorang) menyiapkan salah satu ruangan di mesjid
untuk saya. Saya tetap di sana dan makan bersama Sayyid Syamsuddin dan
para sahabatnya. Saya tinggal di sana selama delapan belas hari.
Hari Jum`at pertama, saya pergi shalat Jum`at. Saya melihat Sayyid
Syamsuddin melakukan dua rakaat shalat Jum`at sebagai amalan wajib.5
Saya terheran-heran melihatnya. Tatkala shalat usai, saya bertanya
secara pribadi, "Apakah saat ini periode munculnya Imam sehingga shalat
Jum`at menjadi amalan wajib?" Dia berkata: "Belum, Imam belum hadir.
Saya hanyalah wakilnya." Saya terus bertanya, "Apakah Anda pernah
melihat Imam?" Dia berkata:
"Belum, saya belum pernah
melihatnya, tapi ayahku pernah berkata bahwa ia biasa mendengar suara
beliau tetapi tak dapat melihatnya. Sementara kakek saya bisa mendengar
dan melihatnya juga." Lalu saya bertanya: "Wahai tuanku, apa alasan yang
membuat beberapa orang dapat melihat beliau dan yang lainnya tidak."
Dia berkata: "Ini hanyalah karunia Allah SWT yang dianugerahkan pada
sebagian makhluk."
Kemudian Sayyid memegang tangan saya dan
kami pun pergi ke luar kota. Saya melihat pohon-pohon lebat, kebun buah
dan kebun bunga yang tidak pernah saya lihat di Suriah dan Irak. Ketika
sedang berjalan, kami bertemu seorang laki-laki tampan. Dia menyapa
kami. Saya bertanya kepada Sayyid apakah beliau mengenalnya.
Beliau berkata, "Apakah engkau melihat gunung tinggi tersebut?" Saya
menjawab, "Ya". "Di tengah gunung tersebut, terdapat rumah yang indah.
Rumah tersebut memiliki sumber mata air manis di bawah pohon. Selain itu
terdapat sebuah kubah yang terbuat dari bata. Orang tadi dan para
sahabatnya yang lain adalah para pembantu kubah dan istana tersebut.
Setiap Jum`at pagi, saya pergi ke sana dan bertemu Imam Zaman. Setelah
shalat Jum`at, saya menemukan kertas jawaban permasalahan saya. Oleh
karena itu, Anda juga sebaiknya pergi ke sana dan bertemu Imam."
Saya berjalan ke arah gunung tersebut. Saya sampai pada kubah yang
digambarkan oleh Sayyid, dan melihat dua pembantu yang telah saya lihat
sebelumnya. Saya menyatakan permohonan untuk bertemu Imam. Namun mereka
tidak bisa mengabulkannya semereka tidak mempunyai wewenang mengizinkan
siapapun.
Maka saya pun berkata pada mereka, "Doakanlah saya".
Mereka setuju, lalu berdoa. Saya menuruni gunung dan pergi ke rumah
Sayyid Syamsuddin, namun beliau tidak ada. Kemudian saya pergi ke rumah
Syaikh Muhammad, yang mengantarkan saya ke Sayyid. Saya menceritakan
pengalaman saya di gunung dan juga mengatakan bahwa kedua pembantu
tersebut tidak mengizinkan saya melihat Imam.
Syaikh Muhammad
mengatakan, tak seorang pun diizinkan bertemu dengannya kecuali
Syamsuddin. Sebab, ia adalah salah seorang anak Imam. Antara dia dan
Imam al-Mahdi terdapat lima generasi, dan Sayyid adalah wakil khususnya.
Setelah itu saya minta izin kepada Sayyid Syamsuddin untuk menanyakan
kepadanya tentang fatwanya mengenai beberapa masalah agama yang saya
dapat amalkan. Saya juga minta diajar makhraj al-Quran yang benar. Dia
menyatakan persetujuannya dan bersedia mengajar al-Quran terlebih dulu.
Selama proses pengajaran, saya mengabarkan berbagai jenis bacaan
(qira`at) al-Quran di antara para qari (pembaca).
Beliau
mengatakan, mereka tidak mengenal perbedaan tersebut dan berkata:
"Bacaan kami sesuai dengan bacaan versi Ali as." Lalu ia menceritakan
kisah pengumpulan al-Quran oleh Ali bin Abi Thalib.
Saya
bertanya kepadanya mengenai ketidakrelevanan beberapa isi al-Quran
dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Dia menyatakan persetujuannya akan
pendapat saya dan menyampaikan riwayat bagaimana al-Quran dikumpulkan
oleh Abu Bakar dan bagaimana para khalifah menolak susunan (mushhaf)
al-Quran yang Ali bin Abi Thalib lakukan. "Karena itulah, Anda
menyaksikan sejumlah ayat tidak terkait satu sama lain dengan ayat
sebelum maupun sesudahnya." katanya.
Saya meminta izinnya dan
meriwatkan darinya sekitar 90 fatwa, yang saya tidak bisa mengizinkan
siapapun untuk membacanya selain beberapa orang khusus pengikut Imam …
Sampai kata-kata di atas, perawi kemudian menyampaikan kisah lain yang pernah disaksikannya:
Saya bertanya kepada Sayyid tentang sebuah hadis dari Imam Zaman yang
telah disampaikan kepada kami bahwa siapapun yang mengklaim pernah
melihat Imam selama kegaibannya adalah pembohong. "Jadi, bagaimana bisa
hadis ini senapas dengan apa-apa yang telah Anda lihat?" Ia menjawab,
"Hadis ini benar. Imam pernah mengatakan seperti itu. Namun, Imam
mengatakannya ketika ia menghadapi musuh-musuh dari Dinasti Abbasiyah
dan yang lainnya. Tapi saat ini karena para musuh telah berputus asa dan
karena kota-kota kami jauh dari mereka maka tak akan ada seorang pun
yang dapat mendekati kami; bertemu Imam dengan tidak membahayakannya
(Imam)."
Kemudian saya bertanya apakah ia mengetahui hadis lain
yang dirawikan oleh ulama Syi`ah dari Imam Keduabelas mengenai
khumus-dimana Imam menghalalkannya bagi orang-orang Syi`ah. Dia
menjawab, "Imam telah mengizinkan khumus kepada Syi`ah-nya."
Kemudian perawi mengutip beberapa fatwa lain yang diberikan oleh Sayyid,
yang mengatakan kepadanya, "Sampai saat ini Anda telah melihat Imam dua
kali tanpa mengenalnya." Kisah ini berakhir dengan pernyataannya,
"Sayyid mengingatkan saya untuk tidak mengabarkan pengalaman saya di
Maghrib dan segera pulang ke Irak. Dan, aku memenuhi perintahnya."6
Tn. Hosyyar: Begitulah ringkasan kisah Jazirah Khadra. Kisah ini tidak memiliki kredibilitas, mirip legenda dan fiksi dengan alasan berikut:
Pertama, rangkaian
sanad hadis ini tidak valid. Riwayatnya berasal dari naskah tak
dikenal. Alamah Majlisi sendiri bicara, "Karena saya tidak menemukan
kisah ini di buku autentik manapun, maka saya membuat bagian khusus
untuk membahasnya [sehingga tidak akan bercampur dengan isi kitab Bihâr
al-Anwâr yang terpercaya]".
Kedua, terdapat
beberapa ketidakkonsistenan dalam perawian. Saya yakin Anda
memperhatikan bahwa dalam satu tempat Sayyid Syamsuddin memberitahu si
perawai bahwa ia adalah wakil Imam, namun ia tidak melihatnya. Kemudian
dia berkata, "… tetapi ayah saya berkata bahwa ia pernah mendengar
suaranya namun tak dapat melihatnya.
Sementara kakek saya bisa
mendengar dan melihatnya juga." Sayyid juga mengatakan bahwa dia
melihat Imam setiap Jum`at pagi dan mendorong perawi melakukan hal yang
sama. Syaikh yang mengantarkan penutur cerita ke fulan tersebut juga
mengatakan kepadanya bahwa Sayyid dan orang-orang sepertinya adalah
orang-orang khusus yang dapat bersua dengan Imam.
Jelas
terdapat kontradiksi di sini. Jika sang Sayyid tahu bahwa ia sendiri
dapat menemui Imam, kenapa dia menyarankan sang penutur cerita pergi ke
gunung dan melihat Imam?
Ketiga, kisah ini
menyinggung perubahan al-Quran, dan pandangan-pandangan tersebut sulit
dipertahankan. Para ulama Muslim sepakat menolak keyakinan adanya
perubahan al-Quran seperti itu.
Keempat, kehalalan khumus disinggung dalam kisah di atas. Padahal, menurut para ahli fikih, khumus tak dapat diganggu gugat.
Bagaimanapun, kisah tersebut ditulis bak karya fiksi, dan tampak aneh
dan jauh dari kebenaran. Seseorang yang bernama Zainuddin pergi
meninggalkan rumahnya di Irak untuk belajar di Suriah. Lalu ia menemani
gurunya ke Mesir, kemudian ke Andalusia, Spanyol. Dia menempuh semua
perjalanan ini, sakit, dan gurunya meninggalkannya.
Setelah
sembuh, ia mendengar nama Jazirah orang-orang Rafidhi. Dia jadi
penasaran, sehingga ia lupa pada gurunya dan pergi menuju pulau-pulau
tersebut. Pulau tersebut tidak ditumbuhi tetumbuhan seketika ia bertanya
mengenai makanan, ia mendapat informasi bahwa makanan didatangkan dari
Jazirah Khadra.
Walaupun dia diberitahu bahwa kapal berikutnya
yang membawa makanan akan tiba setelah empat bulan, namun ternyata
kapal tersebut tiba empat puluh hari kemudian! Setelah tinggal seminggu
lamanya, dia diajak melaut. Di tengah Laut Putih, dia melihat air putih
jernih…dan akhirnya tiba di Jazirah Khadra. Yah, begitulah, Anda tahu
cerita selanjutnya!
Sangat mengagumkan seorang Irak dapat
bepergian jauh menembus berbagai negara dan berbicara dengan bahasa
rakyat yang dia temui. Apakah orang-orang Spanyol juga berbicara dengan
bahasa Arab?
Hal aneh lainnya adalah berkaitan dengan Laut
Putih. Sebagaimana Anda ketahui bahwa Laut Putih terletak di bagian
utara Rusia. Kisah tersebut sebagaimana diriwayatkan terjadi di kawasan
lain. Tentu, Laut Mediterania juga dikenal dengan Laut Putih. Namun,
seluruh laut ini disebut Laut Putih, bukan hanya sebagian tempat saja,
seperti yang dikatakan perawi.
Siapapun yang mengecek kisah ini
secara dekat akan menyadari bahwa kisah ini hanya dibuat-buat saja.
Dalam analisis terakhir, izinkan saya tunjukkan bahwa sebelumnya kita
telah mengetahui hadis yang melaporkan bahwa Imam Zaman as hidup bersama
orang-orang dan bergaul dengan mereka. Dia juga ikut serta dalam acara
penting, termasuk ibadah haji ke Makkah dan menolong orang yang
kesusahan.
Dengan sinaran hadis-hadis ini, untuk memperkenalkan
tempat jauh yang sulit dilalui di tengah-tengah laut, sebagai tempat
berdomisilinya Imam as-Imam yang merupakan harapan orang-orang tertindas
dan pemberantas orang-orang yang melakukan kekeliruan-kekeliruan adalah
tidak masuk akal. Akhirnya, saya meminta maaf saya karena telah
mengambil waktu Anda yang berharga untuk menganalisis dan mendiskusikan
riwayat yang lemah ini.
Dr. Jalali: Apakah Imam Zaman punya anak atau tidak?
Tn. Hosyyar:
Kami tidak memiliki argumen yang kuat mengenai pernikahan dan keturunan
beliau. Mungkin-mungkin saja, ia menikah dan berketurunan namun tak
seorang pun yang mengetahuinya. Dia bisa melakukan apa saja yang ia
suka, yang, dalam pandangan sejumlah orang, mungkin Imam telah memiliki
anak atau akan lahir kemudian.7
20
IMAM MAHDI
Kapan Imam Zaman Muncul?
Dr. Jalali: Kapan Imam al-Muntazhar muncul?
Tn. Hosyyar:
Tak ada waktu pasti mengenai kemunculannya (zhuhur). Para Imam as
berkata bahwa orang-orang yang memastikan kemunculan Imam Mahdi as
adalah para pembohong. Fudhail, salah seorang sahabat Imam al-Baqir
bertanya kepada Imam mengenai waktu kemunculannya Imam Mahdi as. Imam
al-Baqir as mengulang-ulang kalimat berikut sebanyak tiga kali, "Siapa
saja yang menentukan waktu kemunculan Imam Mahdi maka ia sedang
mengatakan kebohongan."8
Sahabat Imam ash-Shadiq, Abdurrahman
bin Katsir, sedang bersama Imam tatkala Mahzam al-Asadi mengunjunginya.
Tanyanya kepada Imam, "Kapan al-Qâ`im dari Ahlulbait Nabi muncul dan
menegakkan pemerintahan yang adil yang Anda harapkan?" Imam as menjawab,
"Barangsiapa menentukan kemunculannya maka ketahuilah bahwa ia
pembohong. Barangsiapa yang tergesa-gesa dalam urusan ini, maka ia
menghancurkan dirinya sendiri dan barangsiapa yang bersabar maka ia akan
dimenangkan dan kembali kepada kami."9
Sahabat Imam Ja'far
ash-Shadiq as yang terpercaya dan terkenal bernama Muhammad bin Muslim
diwanti-wanti oleh Imam. Katanya, "Bila ada orang yang memastikan
kemunculan (al-Mahdi-penerj.) kepadamu, maka janganlah ragu-ragu
mengatakannya pembohong, sekami tidak memastikan waktu kemunculannya."
Selain hadis ini, ada pula sepuluh hadis lain dengan tema yang sama.10
Hadis-hadis di atas dan hadis-hadis yang senada membuktikan bahwa Nabi
saw dan para imam tidak pernah menentukan waktu kemunculannya al-Mahdi.
Oleh karena itu, bila ada hadis berkenaan dengan hal ini yang menentukan
waktu kemunculannya dan bila matannya bisa ditafsirkan dengan beberapa
penafsiran, maka mesti ditafsirkan. Kalau tidak, mesti didustakan atau
diabaikan. Contoh mengenai penjelasan hadits lemah dan tidak sahih ini
dapat dilihat pada kasus Abu Walid Makhzumi yang berkata, "Al-Qâ'im kami
akan muncul di ALR."11
Tanda-tanda Kehadiran Imam Mahdi
Ir. Madani: Seberapa bisa dipercaya tanda-tanda kehadiran Imam Mahdi?
Tn. Hosyyar:
Ada sejumlah tanda kehadiran Pemilik Perintah (semoga Allah mempercepat
kelapangan melalui kemunculannya) yang tercantum dalam beberapa kitab
hadis. Kami tidak dapat mendiskusikannya satu persatu berhubung waktu
tidak memungkinkan. Ia menuntut banyak diskusi. Namun di sini kami hanya
menyampaikan sekadarnya.
a. Riwayat hadis dari Ahlulbait
tentang ini dibagi menjadi dua bagian: Pertama, tanda-tanda yang pasti
terjadi dan mutlak. Tanda-tanda ini pasti terjadi sebelum kemunculan
al-Mahdi. Kedua, tanda-tanda yang terjadi tanpa kepastian.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi bukanlah tanda mutlak kehadiran Imam.
Bila persyaratan-persyaratannya terpenuhi, maka dapat dipastikan bahwa
tanda-tanda munculnya Imam sudah datang. Hal ini disebabkan adanya
beberapa kemestian sebelum hadirnya Imam.
b. Tanda-tanda yang
merupakan kemestian bagi munculnya Imam. Terpenuhinya tanda-tanda ini
sebagai tanda telah dekatnya kehadirannya. Namun, tidak berarti bahwa
setelah terpenuhinya tanda-tanda ini maka Imam langsung muncul tanpa
ditunda-tunda. Perlu disebutkan di sini, bila hal ini terjadi maka Imam
mungkin akan muncul.
c. Beberapa tanda kemunculan berupa
mukjizat, sehingga kuatlah hak al-Mahdi dan manusia pun menyaksikan
keadaan yang luar biasa. Keadaan tanda-tanda ini sama dengan
mukjizat-mukjizat lain. Bahkan, walaupun melebihi hukum alam dan
fenomena normal tidak boleh dikatakan mustahil.
d. Ada sejenis
tanda yang disebutkan dalam beberapa kitab yang nampak tidak mungkin,
misalnya perkataan yang menyebutkan bahwa ketika al-Mahdi muncul,
matahari akan terbit di ufuk barat dan gerhana matahari akan terjadi di
pertengahan bulan Ramadhan, sedangkan gerhana bulan akan terjadi di
akhir bulan yang sama.
Semua orang berakal mengetahui bahwa
kalau hal ini terjadi maka tatanan dunia akan hancur lebur dan tatasurya
akan berubah. Mesti diterangkan di sini, hadis-hadis yang melaporkan
peristiwa ini di akhir zaman (hari kiamat-penerj.) hanyalah hadis ahad.
Bila rangkaian sanadnya diteliti, maka akan segera diketahui bahwa
hadis-hadis ini dibuat dan direka-reka serta disebarkan di zaman Bani
Umayyah dan Bani Abbasiyyah atas pengawasan mereka.
Pada
periode sejarah ini terdapat individu-individu yang mendakwakan diri
sebagai Mahdi al-Muntazhar dan mengancam pemerintahan yang ada (de facto
governments) dengan cara menggalang dukungan rakyat untuk melawan
pemerintah zalim. Karena Umayyah dan Abbasiyyah tahu bahwa mereka tak
mungkin mampu memalsukan hadis-hadis mengenai Imam Mahdi yang
diriwayatkan secara bersambung dari generasi ke generasi, maka mereka
menyiasati rakyat agar tidak berontak di bawah kepemimpinan Alawiyyin.
Oleh karena itu, mereka membuat hadis palsu dan menyebarkannya untuk
memustahilkan kemunculan al-Mahdi. Dengan cara ini, mereka menghalangi
rakyat bergabung dengan kalangan Alawiyyin dalam menentang kezaliman
pemerintah. Namun, bila hadis seperti ini benar, maka tidak akan ada
masalah bila memvisualisasikan bencana besar tersebut sebelum kemunculan
Imam untuk mengabarkan manusia mengenai pentingnya masalah ini, dan
membangkitkan semangat pemerintahan Ilahiah di bumi.
Kisah Sufyani
Ir. Madani: Apakah ciri-ciri kemunculan Sufyani menjelang hari kiamat ketika al-Mahdi akan hadir?
Tn. Hosyyar:
Berdasarkan beberapa hadis, sebelum munculnya Pemilik Perintah, akan
didahului oleh munculnya seorang laki-laki dari keturunan Abu Sufyan.
Secara lahiriah ia digambarkan sebagai orang saleh yang selalu menyeru
kepada Allah SWT, tapi nyatanya dialah orang terjahat di dunia. Dia akan
menipu orang banyak dan menarik mereka untuk berkumpul di sekitarnya.
Dia akan menguasai lima tempat: Damaskus, Hims, Palestina, Yordania, dan
Qinnasrin. Kekuasaan Abbasiyyah akan terus menerus dirusak oleh
tangannya.
Dia akan membunuh banyak orang Syi`ah. Lalu dia
akan menyadari kemunculan Imam dan akhirnya mengirim sepasukan tentara
untuk memeranginya. Namun pasukan tersebut tidak bisa mendekati Imam dan
akan terbenam di antara Makkah dan Madinah.
Dr. Jalali:
Seperti yang Anda mafhum, Dinasti Abbasiyyah sudah lama menyaksikan
kejatuhannya. Sehingga tidak ada lagi peninggalan yang dapat dihancurkan
oleh Sufyani.
Tn. Hosyyar: Dalam sebuah hadis
dari Imam Musa al-Kazhim as, berkata: "Bani Abbasiyyah didirikan atas
dasar penipuan dan kelicikan. Ia akan hancur dengan sedemikian rupa
sehingga tidak ada jejaknya sedikit pun. Namun, ia akan hidup kembali
dengan sedemikian rupa sehingga seolah-olah ia tidak pernah melihat
kehancuran tersebut."12
Arti lahiriah hadis ini menunjukkan
bahwa kekuatan Abbasiyyah akan muncul kembali dan serangan terakhir akan
dikalahkan dengan Sufyani. Dapat dikatakan, walaupun kebangkitan
Sufyani dapat dinilai sebagai salah satu tengara yang pasti sebelum
kebangkitan Imam Mahdi, namun cara dan waktu kemunculannya nampaknya
tidak mutlak. Misalnya, mungkin kehancuran Abbasiyyah di tangan Sufyani
tidak termasuk tanda-tanda kemunculan yang absolut dan mungkin saja akan
dilakukan oleh orang lain (bukan oleh Sufyani-penerj.).
Dr. Fahimi:
Saya pernah mendengar bahwa Khalid bin Yazid bin Mu`awiyyah bin Abi
Sufyan mempunyai keinginan merebut kekhalifahan yang berada di tangan
Bani Marwan. Oleh karenanya, ia membuat hadis mengenai Bani Sufyani
untuk menghibur dirinya dan menaikkan moralitas Bani Umayyah. Penulis
kitab Aghânî berkata mengenai Khalid seperti berikut: "Dialah orang
terpelajar dan ahli syair. Konon, dialah yang membuat-buat hadis
mengenai Sufyani."13
Menurut sejarahwan, ath-Thabari, Ali bin
Abdullah bin Khalid bin Yazid bin Mu`awiyyah dikenal pada tahun 159
H/775 M di Damaskus. Dia adalah Sufyani yang dijanjikan. Ia selalu
mengajak rakyat untuk mengikuti gerakannya.14 Dari bukti sejarah ini,
nyatalah bahwa hadis mengenai Sufyani adalah hadis palsu.
Tn. Hosyyar:
Hadis mengenai Sufyani dikabarkan oleh ulama Sunni dan Syi`ah.
Nampaknya hadis ini termasuk hadits mutawatir. Oleh karena itu, tidak
dapat disebut palsu walaupun terdapat seorang pembohong dalam rangkaian
sanadnya. Kita mesti mengatakan bahwa karena hadis ini terkenal di
masyarakat, maka mereka (masyarakat) terus menunggu-nunggunya. Beberapa
orang memanfaatkannya untuk memberontak pada penguasa yang mengaku
Sufyani, dan menipu para pengikutnya.
Cerita Dajjal
Dr. Jalali:
Kemunculan Dajjal dianggap sebagai salah satu tanda akan bangkitnya
Imam Mahdi. Di dalam hadis, ia digambarkan sebagai orang kafir yang
hanya mempunyai satu mata terletak di dahi dan bersinar bak bintang. Di
dahinya terdapat tulisan "Dia orang kafir". Tulisan ini dapat dimengerti
baik oleh orang yang dapat membaca ataupun oleh yang buta huruf.
Terdapat makanan yang melimpah dan sesungai air di sisinya yang dapat
dinikmati setiap saat. Dia akan mengendarai keledai putih yang satu
langkahnya berjarak satu mil. Dia dapat menurunkan hujan dan menumbuhkan
tetumbuhan. Dunia ada dalam kekuasaannya; dia dapat menghidupkan orang
mati. Teriakannya seperti ini, "Aku adalah Tuhan kalian Yang Mahakuasa.
Akulah yang menciptakan kalian dan memberi rezeki kepada kalian. Maka,
bergegaslah kepadaku!"
Konon, ada seorang di zaman Nabi saw
yang bernama Abdullah atau Sa`id bin Shaidah. Nabi dan para sahabat
pergi mengunjungi rumahnya. Dia mengaku sebagai Tuhan. Umar ingin
membunuhnya, namun Nabi saw melarangnya. Dia terus hidup dan di akhir
zaman nanti akan muncul kembali dari Isfahan di desa Yahudiyyah.15
Diriwayatkan oleh seorang muallaf Nasrani yang bernama Tamim ad-Dari
pada tahun 9 H/630 M, yang berkata, "Aku pernah melihat Dajjal di pantai
dan dibelenggu oleh besi di salah satu pulau di barat."16
Tn. Hosyyar:
Dalam bahasa Inggris Dajjal dikenal dengan nama "anti-Kristus" yakni
orang yang 'melawan' dan 'menentang' Kristus. Nama Dajjal bukanlah nama
asli seseorang. Dalam bahasa Arab, setiap penipu besar disebut 'Dajjal'.
Dalam Injil pun, kata 'dajjal' dapat dimaknai dalam arti yang sama.
Dalam Surat Pertama Yohanes 2: 22 tertulis:
Siapakah pendusta
itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu
adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak.
Di tempat lain dalam surat yang sama, 2: 18 tertulis:
Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang
telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah
bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar
adalah waktu yang terakhir.
Dan dalam Yohanes 4: 3, tertulis:
Dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh
itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia
akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia.
Dalam Surat Kedua Yohanes ayat 7 tertulis:
Sebanyak penyesat telah muncul dan pergi ke seluruh dunia, yang tidak
mengaku bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia. Itu adalah si
penyesat dan antikristus.
Dari referensi-referensi Injil di
atas, nyatalah bahwa kata dajjal (antikristus) digunakan dalam arti
"seorang pembohong" dan "seorang penyesat." Selain itu, kisah bangkitnya
antikristus terkenal di kalangan orang-orang Kristen yang menunggu
kebangkitannya.
Tampaknya Nabi Isa as telah menyebutkan
kemunculan antikristus dan memperingatkan manusia tentang
kedurhakaannya. Oleh karena itu, orang-orang Kristen menunggu-nunggunya.
Mungkin sekali, antikristus yang disebut oleh Isa as adalah messiah
palsu, seseorang tertentu yang bernama Dajjal, yang muncul sekitar lima
abad setelah Isa as dan menyatakan dirinya sebagai seorang nabi. Dialah
orang yang disalib. Bukan Isa. Dalam Islam pun terdapat beberapa hadis
tentang keberadaan Dajjal. Nabi saw memperingatkan manusia mengenai
Dajjal dengan mengatakan, "Semua nabi yang datang setelah Nuh as selalu
memperingatkan umatnya tentang kedurhakaan Dajjal."17
Nabi saw dilaporkan telah bersabda, "Hari Pembalasan tidak akan terjadi sebelum muncul 30 Dajjal dan mengaku seorang Nabi."18
Ali bin Abi Thalib, "Takutlah pada dua Dajjal yang akan dilahirkan dari
keturunan Fatimah. Seorang Dajjal (pembohong) akan muncul dari Dijla di
Basrah, dia bukan berasal dariku. Dia akan menjadi pelopor beberapa
Dajjal (para pembohong)."19
Dalam hadis lain, Nabi saw
bersabda, "Hari Pembalasan tidak akan terjadi sebelum 30 orang pembohong
dan orang-orang yang mirip Dajjal muncul dan mengatasnamakan kebohongan
kepada Allah dan Nabi-Nya."20
Dalam hadis yang lain, Nabi
bersabda: "Sebelum kebangkitan Dajjal terdapat lebih dari 70 Dajjal
(para pembohong) akan muncul."21
Dari semua hadis ini, nampak
bahwa Dajjal bukanlah nama orang tertentu. Sebagaimana kata
'antikristus', Dajjal pun umumnya diterapkan kepada pembohong, penipu,
dan orang curang manapun. Singkatnya, akar-akar kisah Dajjal harus
dilacak dalam Injil di kalangan Kristen. Kemudian, sebagian besar hadis
tentang tema ini, dengan semua detailnya, bisa dijumpai di kitab-kitab
Sunni dan diriwayatkan oleh para perawi mereka.
Amat mungkin
kejadian sebenarnya mengenai Dajjal, seperti yang dinubuatkan dalam
beberapa hadis adalah benar adanya. Namun, semua detail mengenai
ciri-ciri dan karakter-karakter Dajjal tidaklah autentik karena sebagian
besar paparan yang tercantum dalam kitab Bihâr al-Anwâr dan kitab-kitab
lainnya diriwayatkan oleh perawi yang tak dikenal.22
Oleh
karena itu, walaupun secara autentik diakui bahwa contoh yang benar
mengenai munculnya Dajjal adalah benar, namun rincian yang ditunjukkan
telah diwarnai dengan kisah-kisah fiktif. Kami bisa menerangkannya
dengan mudah: bahwa di Hari Kiamat dan masa yang dekat dengan kemunculan
Imam Keduabelas, kelak ada seorang laki-laki pembohong, penipu, dan
melampaui kejahatan semua Dajjal terdahulu. Dia akan menyesatkan
sekelompok orang dengan pengakuan kosongnya.
Dia akan tampil
sedemikian rupa sehingga ia berperan sebagai pengontrol kebutuhan
mereka. Ia akan menampilkan dirinya kepada manusia seolah-olah ia
mengendalikan makanan dan minuman mereka, sehingga mereka kemudian
percaya bahwa seluruh alam raya berada dalam kontrolnya (Dajjal). Dengan
menggunakan kepiawaian komunikasi, ia mampu memutarbalikkan fakta:
pekerjaan buruk tampak baik dan demikian pula sebaliknya. Dia akan
memperlihatkan neraka seperti surga. Tetapi kekafirannya nyata bagi
semua orang, baik yang dapat membaca maupun yang buta huruf.
Namun tidak ada bukti menyangkut Sa`id bin Shaid sebagai Dajjal yang
dijanjikan atau mempercayai dia hidup terus sejak zaman Nabi saw. Selain
karena kelemahan dalam rangkaian riwayat, Nabi saw pernah bersabda
perihal Dajjal: "Dia tidak akan memasuki dua kota yaitu Makkah dan
Madinah." Sebaliknya, Sa`id bin Shaid telah memasuki kota-kota ini. Dia
meninggal di Madinah dan beberapa orang menyaksikan kematiannya.23
Bila secara hipotetis diterima bahwa Nabi saw benar-benar menamai Sa`id
sebagai "Dajjal", maka Nabi pasti menggunakan kata yang umum yang
berarti 'pembohong' dan 'penipu' bukannya Dajjal yang merupakan bagian
dari tanda-tanda kemunculan Imam Mahdi. Dengan kata lain, ketika Nabi
saw bertemu Sa`id, beliau mengabarkan bahwa dia merupakan personifikasi
antikristus bagi para sahabatnya.
Ketika Nabi saw mengabarkan
kepada orang-orang mengenai munculnya Dajjal di Hari Kiamat, mereka yang
mendengar kata-katanya menyangka orang yang dimaksud adalah Sa`id bin
Shaid dan Dajjal inilah yang bakalan muncul sebagai salah satu
tanda-tanda Hari Kiamat. Hadis megnenai Dajjal yang berumur panjang
berasal dari peristiwa ini.[]
Catatan Kaki
1. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.152.
2. Ibid., hal.154.
3. Al-Anwâr al-Nu'maniyyah (edisi Tabriz), jilid 2, hal.57.
4. Tihrani, adz-Dzarî`ah ilâ Tashanîf al-Syi`ah, jilid 5, hal.108.
5. Menurut fiqih, selama kegaiban Imam Keduabelas, karena tidak ada
wakil imam yang diangkat secara langsung maka shalat Jum`at dilaksanakan
sebagai amalan yang dianjurkan dan dilanjutkan dengan shalat zhuhur dan
ashar sebagai amalan wajib. [Dengan kata lain, shalat Jum`at di masa
kegaiban bersifat wajib ikhtiyari (wajib pilihan), artinya seseorang
boleh memilih antara shalat Jum`at atau shalat zhuhur-peny.] Dalam hal
ini, Sayyid Syamsuddin adalah wakil Imam Keduabelas, maka karena adanya
wakil, shalat Jum`at menjadi amalan wajib. (A.A. Sachedina).
6. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.159-174.
7. Doa ini merupakan doa yang diambil dari Mafâtîh al-Jinân yang di
dalamnya seorang mukmin bermunajat kepada Tuhannya, "Ya Allah, berilah
dia (Imam Keduabelas), keluarganya, anak-anaknya, keturunannya, umatnya
dan urusan-urusannya secara keseluruhan yang menyenangkan matanya."
Juga, dalam doa lain, yang diterima dari Imam Keduabelas, di mana mukmin
berkata: "Wahai Allah, karuniailah dia, keturunannya, pengikutnya,
sahabatnya, pendukungnya, musuh-musuhnya, dan seluruh penghuni bumi
sesuatu yang menyenangkan mata." Namun, perlu diingat bahwa doa di atas
bukanlah bukti yang kuat yang menunjukkan bahwa Imam Keduabelas as
mempunyai keturunan. Demikian pula sebaliknya. Imam Ja'far ash-Shadiq as
pernah berkata, "Seolah-olah saya sedang melihat al-Qâ`im menuruni
mesjid Kufah beserta keluarga dan saudaranya." Lihat Bihâr al-Anwâr,
jilid 52, hal.317.
8. Ibid., jilid 52, hal.103.
9. Ibid.
10. Ibid., jilid 52, hal.104 dan 117.
11. Ibid., jilid 52, hal.106.
12. Ibid., jilid 52, hal.250.
13. Abu al-Faraj al-Isfahani, al-Aghâni, jilid 16, hal.171.
14. ath-Thabari, Tarikh, jilid 7, hal.25.
15. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.193-197; Muslim, Shahih, jilid 18, hal.46-87; Abu Dawud, Sunân, jilid 2, hal.212.
16. Muslim, Shahih, jilid 18, hal.79; Abu Dawud, Sunân, jilid 3, hal.214.
17. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.197.
18. Abu Dawud, Sunân, jilid 2.
19. Al-Malâhim wa al-Fitan, hal.113.
20. Abu Dawud, Sunân, jilid 2.
21. Majma' al-Zawâ`id, jilid 7, hal.333.
22. Untuk mengetahui lebih jauh rangkaian sanad dan perawi tak dikenal
dalam sanad tersebut dapat dilihat dalam Bihâr al-Anwâr jilid 52
dikabarkan di mana hadis-hadis tersebut diriwayatkan dan ditulis dengan
lengkap oleh orang-orang tak dikenal.
23. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.199.
21
IMAM MAHDI
BAB 11
Tingkat Kesempurnaan Akal Manusia Menjelang Kemunculan Imam Mahdi
PERTEMUAN diadakan tepat waktu. Dr. Jalali memulai pembicaraan dengan sebuah pertanyaan.
Dr. Jalali:
Kenyataan hidup yang ada di sekitar kita menunjukkan banyaknya
perbedaan pemikiran, keyakinan, dan agama. Fakta ini juga menghasilkan
faktor- faktor yang munculnya perbedaan-perbedaan yang ada dalam
imajinasi Anda. Dengan perbedaan seperti ini, bagaimana mungkin
membayangkan bahwa segenap manusia akan tunduk pada satu pemerintahan
dan satu kekuasaan ketika dunia diatur oleh pemerintahan al-Mahdi?
Tn. Hosyyar:
Bila kondisi umum dunia dan tingkat pengetahuan, persepsi dan akal
manusia tetap pada level yang sama sebagaimana sebelumnya, maka memang
mustahil memikirkan suatu pemerintahan dunia yang bersatu di bawah
kepemimpinan Imam Mahdi.
Akan tetapi, di pihak lain, ketika
tingkat pemikiran dan peradaban manusia serta pengetahuan di abad-abad
silam tidak sama dengan abad sekarang-setelah melalui perubahan dan
transformasi yang begitu pesat yang merupakan bagian sejarah manusia di
mana secara bertahap manusia mencapai tingkatan lebih tinggi-maka
amatlah logis meyakini bahwa tingkat pengetahuan sekarang berbeda dengan
yang sebelumnya.
Dengan kata lain, tingkat pengetahuan
manusia dari masa ke masa tidaklah stagnan. Dapat dikatakan, dengan
bekal kepercayaan diri seperti ini, pemahaman kemasyarakatan akan lebih
baik. Untuk memahami hal ini dengan sempurna, kita harus memahami zaman
lampau dan membandingkannya dengan zaman sekarang guna merumuskan visi
kita atas kemungkinan masa depan.
Sudah umum diketahui dan
bukti tak terbantahkan bahwasanya sifat egoisme dan mementingkan diri
sendiri merupakan instink alamiah manusia. Sifat-sifat ini berperan
banyak dalam mendorong manusia untuk mencapai kesempurnaan, kebahagiaan,
dan kepentingan pribadi lainnya. Setiap orang berusaha keras untuk
meraih keinginan pribadi dan berusaha mengatasi segala penghalang.
Dalam langkahnya ini, galibnya sangat sedikit perhatian yang dicurahkan
kepada kepentingan orang lain. Akan tetapi, saat mereka menyadari bahwa
kepentingannya lebih baik dikhidmatkan dengan cara menjaga kepentingan
orang lain, maka mereka menerima gagasan tersebut. Bahkan dengan senang
hati mengorbankan beberapa kesenangannya untuk orang lain.
Mungkin, kesadaran akan kepentingan pribadi dalam bentuk penjagaan
kebaikan umum inilah yang mendorong perkembangan lembaga pernikahan.
Setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan menyadari bahwa mereka
saling memerlukan. Rasa membutuhkan dan saling kebergantunganlah yang
memperkuat tali pernikahan mereka.
Kebutuhan untuk
menyeimbangkan keegoisan diri sendiri guna meraih kebahagiaan merupakan
kunci untuk mengembangkan keluarga yang sehat dan hubungan sosial yang
saling menguntungkan. Dalam kenyataannya, masing-masing anggota keluarga
hanya memiliki satu keinginan yaitu meraih kebahagiaan sendiri. Namun,
karena untuk meraih kebahagiaan ini pasti bergantung pada kebahagiaan
anggota keluarga lainnya, maka usaha meraih kebahagiaan kolektif melalui
rasa kerja sama dan interaksi dengan segera menjadi dasar hubungan
kemanusiaan yang ideal.
Untuk waktu yang lama, manusia
menerapkan keluarga besar (extended family) dalam tenda-tenda. Menyusul
peristiwa-peristiwa pertikaian, konflik dan perselisihan yang mengganggu
rasa aman mereka, keluarga-keluarga itu berkumpul membentuk sebuah
masyarakat untuk mengkonsolidasikan sumber-sumber penghasilan mereka
guna membela diri sendiri terhadap keluarga dan kelompok lainnya.
Perkembangan ini mendorong pembentukan kelompok kekeluargaan dan
kebangsaan. Anggota-anggota kelompok ini-melalui
kesalingcocokan-mengorbankan beberapa hak individu dan masyarakat untuk
kepentingan suku bangsa sehingga akan terjalin rasa bahagia bersama,
lalu timbulah kehendak mendirikan pertahanan guna melindungi kepentingan
umum mereka dan menghadang ancaman dari luar.
Kemajuan dalam
pemikiran kolektif dan kesadaran akan kebutuhan yang mendesak ini perlu
dipelihara, baik dalam hubungannya dengan intern suku bangsa dan dalam
hubungannya dengan suku bangsa lain. Pada akhirnya, faktor-faktor
tersebut mendorong masyarakat untuk membentuk dusun-dusun dan kota-kota
untuk membela kepentingan umum.
Perkembangan dari kehidupan
desa ke kota dan kehidupan bernegara terjadi secara berjenjang dan
didorong oleh sebuah keputusan pragmatis guna memajukan kebaikan bersama
yang sangat ditentukan oleh kebutuhan akan keamanan dan hubungan damai
dengan masyarakat yang lebih banyak dan kuat. Kelahiran suatu bangsa
merupakan kosekuensi logis kebutuhan manusia untuk mendapatkan manfaat
maksimal dari hukum wilayah tertentu.
Bila ditilik dari
beberapa segi, bangsa merupakan perkembangan dari struktur keluarga.
Dalam sebuah bangsa, rakyat memperoleh dasar untuk berkehidupan sosial
dan politik. Yang lebih penting lagi, rasa kebangsaan melebihi perbedaan
ras dan bentuk-bentuk perbedaan lainnya yang kemudian berkumpul dalam
budaya satu bangsa.
Akhirnya, sejalan dengan perkembangan
bangsa tersebut maka segala konflik dan permusuhan musnah. Kemudian
tampaklah manfaat kebersamaan yang dapat memacu tercapainya masyarakat
yang bahagia. Dengan pengalaman ratusan abad hidup bersama, maka
keegoisan yang berlebihan dan kepicikan disaring. Walaupun demikian
semua manfaat yang diraih melalui kontrak sosial yang diketahui bersama
tetap meniscayakan kebutuhan kerja yang lebih keras lagi untuk
meningkatkan kondisi kehidupan. Ini harus ditindaklanjuti melalui
penciptaan infrastruktur sosial dan ekonomi.
Peranan teknologi
dalam meningkatkan kualitas kehidupan ditentukan oleh usaha negara
dalam memberi keyakinan bahwa kemajuan ilmu dapat diraih melalui
lembaga-lembaga khusus dan melalui pengontrolan manusia rasional. Saat
ini kita merupakan saksi bagi teknikalisasi masyarakat dunia yang
membawa pada terobosan yang luar biasa di dalam hubungan global melalui
teknologi komunikasi.
Hal-hal yang pernah muncul di generasi
yang lampau sebagai fiksi ilmiah telah menjadi kenyataan. Dari sekian
banyak hal yang ada, batas negara dan budaya yang tampak seperti "tirai
besi", yang memisahkan bangsa-bangsa ke dalam blok Barat dan Timur,
dapat ditembus berkat sarana elektronik.
Revolusi komunikasi
telah mengubah tatanan ideologi dunia. Tak satu pun negara dapat hidup
menyendiri. Namun di tengah-tengah semua kemajuan ini, masih terdapat
permasalahan yang mengganjal, yaitu bagaimana caranya menciptakan
seorang individu yang responsif pada nilai-nilai spiritual dan etika
yang berfungsi sebagai tulang punggung masyarakat sehat. Apakah
demokratisasi bangsa-bangsa dapat menjamin terpeliharanya kebutuhan inti
manusia yang fundamental dan mutlak ini?
Masyarakat dunia
telah banyak melakukan eksperimen dengan berbagai macam pemikiran
(filsafat) dan ideologi untuk memperkuat visi bersama yang dapat
menjamin keharmonisan dan keadilan di antara orang yang berbeda-beda
bangsa dan keyakinan. Nasionalisme, komunisme, sosialisme, kapitalisme,
dan isme-isme lain saling membagi negara-negara dan menggabungkan
beberapa diantaranya (negara) ke dalam satu isme atau isme lainnya,
menggiring negara-negara tersebut ke perang nuklir yang dahsyat, memaksa
mereka bergabung dalam organisasi internasional, misalnya Persatuan
Bangsa-bangs (PBB).
Penelitian manusia dalam rangka mencapai
keharmonisan dan kedamaian yang adil tetap menjadi anugrah yang paling
berharga bagi masyarakat dunia. Pada saat yang sama, peristiwa dua
perang dunia yang dasyat dapat menjadi ukuran jauh-dekatnya rasa
kemanusiaan yang ideal di hati manusia di bumi ini.
Organisasi-organisasi internasional dicemari oleh politik kotor negara
kuat. Bentuk imperialisme dan kolonialisme yang berbeda terus merajalela
bahkan di era pascakolonialisme. Walaupun telah merasakan pengalaman
buruk karena perang dan konflik, namun negara-negara di dunia ini tetap
saja mengumpulkan senjata perusak massal yang dapat membumihanguskan
manusia hanya dalam beberapa bentar.
Sekiranya sejarah masa
lalu bisa dijadikan sebagai solusi bagi arah masa depan aktivitas
manusia, tentunya tak akan sulit mengkategorikan jenis manusia. Jenis
manusia secara mendasar dibagi dua: pertama, jenis manusia yang
semata-mata memburu materi; kedua, jenis manusia yang menerima Tuhan
sebagai satu-satunya pembimbing guna menjawab tantangan moral-spiritual.
Dengan kata lain, dengan mengunggulkan materi dan
memfungsikan individualisme dan sekularisme sebagai dua sayap yang
mendukungnya, maka Tuhan dan etika ketuhanan serta arahan spiritual
diremehkan dan secara sistematis disingkirkan dari kehidupan publik
sebuah bangsa. Pada saat yang sama, terdapat dorongan alami manusia
untuk mencari Pencipta mereka dan meyembah Tuhan Maha Pemurah.
Sebelum keinginan ini terpenuhi, manusia niscaya tidak akan merasakan
kedamaian dan keharmonisan. Tak satu pun ideologi, baik ideologi materi
maupun sekular, mampu menggantikan keyakinan sederhana dan alamiah ini
yang dapat memberikan kedamaian batin, keharmonisan kosmik, dan
integritas total manusia.
Agama Ibrahimik, terutama, telah
menekankan agama kemanusiaan yang alamiah yang diasaskan pada ketaatan
fitriah (an innate disposition) untuk menyembah Tuhan Yang Esa dan
mengejawantahkan kehendak Tuhan di bumi dengan cara menciptakan
masyarakat yang berorientasi spiritual dan etika.
Agama-agama
wahyu ini juga menjanjikan bahwa Tuhan akan menganugrahi kekuasaan
kepada orang-orang yang menyambut dorongan alamiah mereka dengan
menjadikan mereka panutan dan pemimpin bagi manusia. Selain itu, karena
seluruh keyakinan-semu dan tuhan-tuhan palsu cenderung memicu konflik,
maka mereka harus diluluhlantakkan sekiranya tatanan Tuhan ingin
diwujudkan.
Keinginan ini dapat terwujud bilamana manusia
mengakui alam semesta-yang-berporos-Tuhan ini demi mencapai masyarakat
dunia yang ideal. Masyarakat semacam ini akan merespon secara alami
seruan Islam dan Nabi-Nya saw yang menyeru Ahli Kitab, yaitu Yahudi dan
Nasrani untuk meninggalkan perbedaan dan menyembah satu Tuhan, Allah
Yang Mahakuasa. Seruan ini diabadikan dalam al-Quran surah Ali Imrân [3]
ayat 64:
Wahai Ahli Kitab! Marilah berpegang kepada suatu
kalimat yang sama antara kami dan kalian, bahwa kita hanya menyembah
kepada-Nya saja, dan tidak mempersekutukan-Nya, dan janganlah beberapa
orang di antara kita mempertuhankan selain Allah.
Al-Quran
mempersembahkan program penciptaan tatanan etis revolusioner ini yang
akan merefleksikan kehendak Ilahiah di bumi melalui hamba-hamba-Nya yang
saleh yang telah menyerahkan diri mereka sendiri kepada kehendak Alla
SWT, yakni kaum Muslimin. Nabi saw pun telah mewartakan kepada kita
bahwa seorang yang berkualitas dan saleh akan memimpin manusia sehingga
mereka bersatu di bawah Tuhan Yang Mahaesa dengan menolak semua bentuk
penyembahan dan hanya memusatkan pada maksud dan tujuan Ilahi. Dialah
al-Mahdi yang dijanjikan, seorang keturunan Muhammad saw. Imam al-Baqir
as pernah berkata, "Tatkala al-Qâ`im hadir, dia akan meletakan tangannya
di atas kepala hamba-hamba Allah SWT. Dia akan menyatukan akal budi
manusia. Dia akan memimpin mereka untuk mencapai tujuan yang satu. Dia
akan menjadikan mereka berakhlak mulia."1
Dalam hadis lain,
Imam Ali bin Abi Thalib as menyampaikan esensi peranan al- Qâ`im bagi
masa depan umat manusia. Dia berkata: "Ketika al-Qâ`im muncul maka
permusuhan dan kemurkaan akan hilang-lenyap di mata manusia, dan
keamanan umum akan tercipta di seluruh jagad."2
Akhirnya, Imam
al-Baqir berkata, "Tatkala al- Qâ`im memegang kendali, maka seluruh
kekayaan umum, tambang dan harta karun yang ada dalam bumi akan melimpah
[untuk dibagikan secara adil di antara manusia]."3
Kemenangan Terakhir Kaum Mustadh`afin
Dr. Jalali:
Di seluruh penjuru dunia, selalu ada penindas dan tiran yang memimpin
dan mengatur kaum mustadh`afin. Para penindas ini menguasai segala
sesuatu dan menggunakan kekuatannya untuk meneror rakyat umum. Dengan
latar belakang ini, bagaimana al-Mahdi mengambil alih kekuasaan dan
mengalahkan para tiran ini?
Tn. Hosyyar:
Sebenarnya, kemenangan al-Mahdi adalah kemenangan kaum mustadh`afin
dunia dari para penindas. Sebenarnya mereka adalah mayoritas dan sumber
kekuatan. Sedangkan para penindas adalah kaum minoritas walau sebesar
bagaimanapun kekuatan mereka. Dengan hakikat inilah, kemenangan
universal Imam Keduabelas dapat diraih. Izinkanlah saya menjabarkannya
berdasarkan latar belakang tersebut sehingga segalanya menjadi jelas.
Berdasarkan al-Quran dan beberapa riwayat hadis, kita tahu bahwa kaum
mustadh`afin dipimpin oleh Imam Mahdi akan memberontak para penindas.
Mereka akan meraih kemenangan. Mereka selamanya akan mengalahkan
kekuatan tirani dan kezaliman dan mengambil alih pemerintahan dunia.
Allah Yang Mahatinggi berfirman:
Dan Kami hendak memberi
karunia kepada orang-orang tertindas di bumi, dan menjadikan mereka para
pemimpin (a'immatan), dan menjadikan mereka para pewaris (bumi). (QS
al-Qashash [28]: 5)
Secara eksplisit, ayat ini menyampaikan
kabar gembira bahwa yang akan memegang kekuasaan dan pemerintahan dunia
adalah "kaum mustadh`afin". Jadi kemenangan Imam Keduabelas sama dengan
kemenangan kaum tertindas di bumi.
Untuk lebih jelasnya, izinkan saya menekankan hal-hal berikut:
(1) Apa makna mustadh`'afin dan siapakah mereka itu?
(2) Apa karakteristik penindas (mustakbirin)?
(3) Kenapa para penindas menguasai para mustadh`afin?
(4) Mungkinkah kaum mustadh`afin mengalahkan para penindas?
(5) Siapakah pemimpin gerakan dunia ini?
Al-Quran menyejajarkan kata "mustadh`afin" dengan kata mustakbirin.
Oleh karenanya, dua kata ini mesti ditelaah secara bersamaan. Menurut
al-Quran, mustakbirin (penindas) mempunyai karakteristik-karakteristik
tertentu. Fir`aun, sebagai seorang penindas, dikabarkan dalam al-Quran:
Sesungguhnya Fir`aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan
menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari
mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak
perempuan mereka. Sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang berbuat
kerusakan (QS al- Qashas [28]: 4)
Tiga karater para penindas
yang disebutkan pada ayat di atas adalah: pertama, berbuat
sewenang-wenang; kedua, suka memecah belah; dan ketiga, berbuat
kerusakan.
Dalam ayat lain Allah berfirman:
Fir`aun berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya ia
termasuk orang-orang yang melampaui batas. (QS Yûnus [10]: 83)
Dalam ayat ini, perbuatan melampaui batas disebutkan sebagai karakter seorang penindas.
Allah berfirman dalam surah az-Zukhruf [43]: 54):
Maka dia (Fir`aun) mempengaruhi kaumnya, lalu mereka patuh padanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.
Ayat ini memusatkan perhatian pada "mempengaruhi kaumnya" yaitu
menghina dan memaksa mereka tunduk kepadanya. Karakter ini merupakan
karakter seorang tiran.
Allah berfirman dalan surah al-Ankabût [29]: 39:
Dan (juga) Qarun, Fir`aun, dan Haman. Dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka Musa dengan (membawa) keterangan-keterangan yang nyata.
Akan tetapi, mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tiadalah mereka
orang-orang yang luput (dari kehancuran).
Dalam ayat ini sifat suka menolak kebenaran dimasukan pada sifat seorang penindas.
Allah berfirman dalam surah al-A'râf [7] ayat 75-76:
Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada
orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka:
"Tahukah kamu bahwa Shaleh diutus oleh Tuhannya?" Mereka
menjawab,"Sesungguhnya kami beriman pada wahyu, yang Shaleh diutus untuk
menyampaikannya". Orang-orang yang menyombongkan diri berkata:
"Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu
imani itu."
Dalam bagian lainnya al-Quran menyatakan bahwa para tiran adalah orang-orang yang menyebarkan kekafiran dan berbuat kesyirikan:
Orang-orang yang tertindas akan berkata kepada orang-orang yang
menyombongkan diri, "Jika bukan karena kalian, kami akan menjadi
orang-orang yang beriman."…Dan orang-orang tertindas berkata kepada
orang-orang yang menyombongkan diri, "Sekali-kali tidak, dengan cara
merencanakan siang dan malam, apabila kalian terus memerintah kami untuk
mengingkari Allah dan mensyirikannya."
Beberapa sifat penindas yang dapat diketahui dari ayat-ayat al-Quran di atas adalah :
1. Membanggakan diri, yaitu menganggap dirinya besar
2. Menciptakan perbedaan dan konflik di antara orang-orang agar dapat memecah belah mereka
3. Berbuat melampaui batas
4. Menghina dan menyiksa manusia
5. Menyebarkan kerusakan
6. Menolak kebenaran
7. Menyebarkan kekafiran dan membuat kesyirikan
Para penindas adalah orang-orang yang menyatakan lebih besar dari orang
lain tanpa dasar. Mereka berkata bahwa mereka adalah para negarawan dan
para ahli cemerlang yang lebih mampu mengatur urusan orang-orang.
Mereka memandang orang-orang tidak mempunyai kedewasaan dan kemampuan
untuk merealisasikan kebaikan mereka sendiri. Karena itu, rakyat mesti
menuruti orang-orang yang menyebut dirinya ahli ini bila ingin mencapai
kemakmuran dan kebahagiaan.
Salah satu metode yang dipakai
orang-orang ini untuk memecah belah rakyat adalah pecah dan kuasai
(divide and rule). Selain itu, untuk mengokohkan kekuatan mereka, mereka
benar-benar aktif menyebarkan kerusakan dengan cara menghidupkan
kekafiran dan mendukung penyimpangan dan kejahatan di tengah-tengah
masyarakat. Dengan cara memanipulasi dan mengeksploitasi kekayaan
rakyat, mereka berhasil mendominasi kehidupan sosial dan politik rakyat.
Atas nama pertahanan negara dan rakyat, mereka mengumpulkan
senjata-senjata perusak yang pada akhirnya merugikan masyarakatnya
sendiri. Jadi, orang-orang semacam ini terlibat dalam eksploitasi
besar-besaran untuk mengumpulkan kekayaan dan menumpuk-numpuknya untuk
kepentingannya sendiri tanpa pertanggungjawaban sedikit pun. Sebenarnya
orang-orang ini, menurut al-Quran, adalah orang-orang yang membanggakan
diri dengan cara menipu dan menyalahgunakan kekuasaan yang berasal dari
rakyat.
Sebaliknya, orang-orang mustadh`afin sebenarnya bukan
orang-orang yang lemah dan cacat. Mereka adalah orang-orang yang
menderita karena tekanan para penindas yang menyepelekan martabat mereka
dan mengeksploitasinya habis-habisan guna meraih tujuan material dan
jahat. Karena eksploitasi para penindaslah maka orang-orang mustadh`afin
lupa pada harkat dan martabatnya sendiri dan jatuh pada perbudakan
mental para penindas.
22
IMAM MAHDI
Sebenarnya, segala sesuatu yang berupa kekayaan
negara, tanah, air dan lain-lain adalah milik mereka. Sumber daya alam,
tenaga kerja, pengetahuan, industri, dan sumber kehidupan baru yang
menghasilkan kekayaan juga milik mereka. Daya para pekerja, pemilik
industri, tentara, para pelaksana keadilan, dan lembaga-lembaga
pemerintah dibuat oleh mereka. Jadi orang-orang inilah (mustadh`afin)
yang menjadi sumber kekuatan. Bukannya para penindas. Bila rakyat tidak
bekerja sama dengan para tiran, maka darimanakah sumber kekuatan mereka
(para penindas)?
Para penindas berhasil menjauhkan rakyat dari
diri mereka yang suci dan fitri serta terpuruk dalam kekuasaan mereka
yang tidak adil. Mereka menghembuskan janji-janji palsu dan licik.
Mereka memperalat rakyat untuk memerangi rakyat lainnya. Dengan kata
lain, para penindas sepanjang sejarah menjadi menjadi kaum minoritas
yang berusaha melestarikan kebodohan rakyat akan diri mereka sendiri dan
ditindas selamanya sehingga para penindas dapat mendominasi mereka
selamanya.
Dengan latar belakang di atas, kita dapat mengetahui
misi para nabi as, yaitu membebaskan mereka dari kebodohan dan
menyadarkan harkat martabat diri sendiri. Para nabi as menjadi menjadi
pemimpin orang-orang tertindas, membimbing mereka untuk membebaskan diri
dari praktik perbudakan yang dilakukan oleh para tiran yang berlaku
sombong dan curang secara terbuka, mengancam para penindas untuk tidak
meneruskan kejahatan dan eksploitasinya. Dengan kata lain, misi para
nabi as adalah menyokong para tertindas untuk menyadari tujuan
penciptaan masyarakat yang adil dan merata di muka bumi.
Al-Quran merekam perjuangan para nabi as menentang para tiran. Ibrahim
as bangkit melawan Namrud, Musa berdiri tegar melawan dominasi Fir`aun,
Isa gigih melawan para penguasa yang zalim, dan Nabi Muhammad saw
bangkit melawan Abu Jahal, Abu Sufyan, para kaisar, penguasa lainnya di
zamannya. Beliau mengobarkan api jihad untuk membebaskan rakyat dari
belenggu penindasan dan tirani para penguasa. Misi Nabi saw yang
membedakan dengan misi para tiran adalah menyadarkan manusia akan
hakikat dirinya. Misi Nabi saw ini dapat dilihat dalam ayat al-Quran
berikut:
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap
umat, yang menyeru 'Sembahlah Allah, dan jauhilah thâghût!' (QS an-Nahl
[16 ]: 36)
Maka barangsiapa mengingkari thâghût dan percaya kepada Allah, maka ia telah berpegang pada pegangan yang terkokoh.
Al-Quran membolehkan perang di jalan Allah dan menjadikannya kewajiban
bagi seorang Muslim, karena ia diperintahkan untuk menyelamatkan dan
melindungi kaum tertindas. Allah berfirman dalam al-Quran:
Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela)
orang-orang yang lemah baik laki-laki, perempuan-perempuan, maupun
anak-anak yang semuanya berdoa, "Tuhan kami, keluarkan kami dari negeri
ini yang penduduknya pelaku kejahatan dan dan angkatlah bagi kami
seorang penolong dari-Mu!" Orang-orang yang beriman berperang di jalan
Allah, sedangkan orang-orang kafir berperang dijalan taghut. Oleh karena
itu perangilah teman-teman syetan; niscaya tipu daya mereka lemah. ( QS
an-Nisâ`[4]: 76)
Mari kita simpulkan apa-apa yang kita diskusikan di atas:
(1) Para penindas yang menguasai rakyat bukanlah orang besar. Mereka
sebenarnya tidak memiliki kekuasaan. Mereka hanya memakai kekuasaan yang
pada hakikatnya milik kaum mustadh`afin yang mereka perbudak dengan
cara melemahkan dan mengeksploitasi mereka.
(2) Orang-orang
yang tertindas adalah kaum mayoritas yang memiliki kekuasaan yang riil.
Mereka tidak selemah dan tidak seburuk yang tampak disebabkan strategi
cuci otak (braiwashing) para tiran.
(3) Penyeutama kemalangan
orang-orang tertindas adalah kelemahan dan ketidakberdayaan. Karena
mereka merasa lemah dan para tiran kuat dan berkuasa, maka secara tak
sadar mereka menjadi kendaraan yang dapat didominasi. Mereka menaati
perintah dan mengiakan berbagai jenis penghinaan dan perampasan tanpa
perlawanan. Penyeutama kejumudan mereka adalah ketidaksadaran akan
kekuatan mereka sendiri. Ujung-ujungnya, kaum terjajah akan dicengkeram
oleh tipu daya para penjajah berupa unjuk kekuatan palsu.
(4)
Satu-satunya cara untuk menyelamatkan kaum tertindas dari kondisi yang
memprihatinkan adalah dengan cara membangkitkan kesadaran diri. Cara ini
memerlukan revolusi pemikiran dan usaha keras guna mengantisipasi
akibat cuci otak yang sudah lama digalakkan oleh penindas dan para
pendukungnya. Ikhtiar ini membebaskan mereka dari belenggu-belenggu
dominasi zalim. Kekuatan semacam ini yang bersemayam di masyarakat perlu
digali dan diberdayakan untuk meraih kesejahteraan segenap masyarakat.
Bila semua sektor masyarakat-para sarjana, profesional, pekerja,
tentara, dan lain sebagainya-telah mengetahui kesadaran diri ini,
niscaya mereka bisa mengatasi rezim yang paling opresif sekalipun di
muka bumi.
Bagaimanapun, seideal dan sepraktis apapun
usulan yang diajukan, tetap saja ada sedikit keraguan mengenai apakah
ini yang dikehendaki al-Quran dari manusia:
Dan Kami
hendak memberi karunia kepada orang-orang tertindas di bumi, dan
menjadikan mereka para pemimpin (a'immatan), dan menjadikan mereka para
pewaris (bumi). Dan Kami akan teguhkan kedudukan mereka di muka bumi.
(QS al-Qashash [28]: 5-6)
Revolusi universal untuk membebaskan
manusia dari jeratan para tiran dan para penguasa jahat akan dilancarkan
oleh Imam Keduabelas. Para sahabat, pengikut, dan para pendukungnya
akan menjadi para pewaris sebagaimana yang dijanjikan dalam ayat di
atas. Imam al-Baqir as berkata:
Ketika al-Qâ`im muncul, Allah
Yang Mahatinggi akan memerintahkannya untuk meletakkan tangannya di atas
kepala-kepala orang-orang sehingga kesadaran dan akal mereka menjadi
sempurna [untuk menerima arahannya dalam melangsungkan revolusi
globalnya]. 4
Dari pesan al-Quran dan hadis di atas, nyatalah
bahwa revolusi ini berwatak universal dan demi agama Allah serta
penerapan teraju keadilan Tuhan. Pemimpin revolusinya adalah Imam Mahdi
al-Muntazhar as dan para pendukungnya yang sejati dan amanah akan
melakukan perjuangan, jihad yang absah dan adil, di jalan Allah.
Allah berfirman dalam al-Quran:
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia menjadikan orang-orang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar
(keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu
apapun dengan-Ku. (QS an-Nûr [24]: 55)
Dalam sebuah riwayat
hadis, dikabarkan bahwa orang-orang yang dimaksud dalam ayat di atas
adalah Imam Mahdi, para sahabat, dan pengikutnya. Melalui merekalah
agama Allah, Islam (dalam arti yang mendasarnya, islâm bermakna
ketundukan kepada kehendak Allah), akan tersebar ke seantero dunia,
menggantikan semua agama yang ada. Al-Quran dan hadis-hadis dari para
imam as menjanjikan suatu hari ketika kaum mustadh`afin terjaga dari
tidur dan kebodohan yang mematikan harga diri mereka. Mereka akan
menyadari klaim-klaim kosong para tiran yang arogan dan sombong.
Pada saat itu, mereka akan berkumpul di bawah kepimpinan Imam Mahdi, di
bawah naungan panji tauhid. Mereka akan meraih kemenangan karena
keimanan kepada Allah. Mereka akan menghadapi para penguasa zalim.
Dengan sebuah pukulan kolektif yang mematikan dan didorong oleh kekuatan
iman, mereka akan melumpuhkan para penindas selama-lamanya.
Di saat inilah, pemerintahan yang berkeadilan dan berkesetaraan akan
tegak dan kekuatan kafir yang jahat akan punah selamanya. Tidak akan ada
lagi peperangan antara manusia, sekeadilan Allah akan mengatur dan
menghapuskan penyekonflik dan peperangan. Zaman ini adalah zaman
perdamaian dan keharmonisan gemilang di bawah pemerintahan Allah
Mengapa Imam Mahdi Tidak Muncul?
Dr. Jalali:
Saat ini kezaliman, penindasan, dan kekafiran, serta materialisme telah
menyebar di mana-mana. Lantas, mengapa al-Mahdi yang dijanjikan itu
tidak muncul untuk mengakhiri kondisi dunia yang chaotic ini?
Tn. Hosyyar:
Setiap pemberontakan atau gerakan revolusioner untuk mencapai tujuan
tertentu mesti didahului oleh persiapan. Salah satu prasyaratnya adalah
kesiapan dan rasa perlunya manusia untuk melakukan revolusi dan juga
kesiapan psikologis serta dukungan atasnya. Jika tidak demikian, maka
revolusi yang dilancarkan akan gagal.
Revolusi Imam Mahdi pun
tidak lepas dari persyaratan ini. Revolusi beliau akan berhasil bila
didukung oleh kondisi yang baik. Gerakan al-Mahdi bukan gerakan
reformasi biasa yang menjangkau komunitas kecil. Ia merupakan gerakan
internasional. Misinya global dan mencakup seluruh umat manusia. Oleh
karenanya amat sulit merealisasikan gerakan ini tanpa mempersiapkan
landasannya.
Dalam rangka mengukur aspek revolusi yang
menentang ini, perlu diingat bahwa salah satu tujuan kemunculan Mahdi
adalah mengeliminasi semua bentuk diskriminasi-rasial, keyakinan,
kebudayaan, bahasa, dan seterusnya-sehingga umat manusia mampu
menggalang hubungan yang sangat erat di antara mereka.
Untuk
menciptakan masyarakat global yang berbasis perdamaian dan keharmonisan
melalui penerapan keadilan dan kejujuran, al-Mahdi mesti memperbaiki
situasi sampai ke akar-akarnya, sehingga segala bentuk konflik yang
merusak masyarakat hilang. Tugas semacam ini sulit dilakukan. Bahkan
dengan adanya organisasi dunia seperti PBB pun tugas itu tidak dapat
diselesaikan.
Selama umat manusia tidak dikembalikan pada
naluri spiritualnya, dan selama materialisme serta bentuk-bentuk sikap
egois ekstrem lainnya yang tampil dalam bentuk individualisme tidak
dilempangkan, maka masyarakat manusia yang berorientasi-Tuhan
(God-centered) tidak mungkin terwujud. Masyarakat semacam ini hanya
dapat ditegakkan di atas hukum-hukum Tuhan dan tatanan Islam.
Revolusi al-Mahdi menyuntikkan semangat pada orang-orang yang bingung.
Ia akan menghancurkan semua tuhan palsu dan jahat yang diciptakan oleh
pikiran manusia, yaitu batas-batas geografis, suku bangsa, kebangsaan,
partai-partai politik, nabi-nabi palsu, dan lain sebagainya, serta
mengganti mereka semua dengan kesucian akal, keikhlasan amal, dan
nilai-nilai yang berperan dalam perbaikan nilai-nilai insani.
Tentu saja, membicarakan dan menulis hal ini adalah hal yang mudah.
Namun menerapkannya jelas perkara sulit. Gerakan internasional semacam
ini akan memeras banyak tenaga untuk membentuk manusia yang siap
menyambut kemenangan. Naluri revolusi religius menuntut kesadaran yang
mendalam pada jiwa manusia. Khususnya orang-orang Islam, semereka mesti
menjadi pelopor dan pemegang kepemimpinan revolusi.
Mereka
harus membuktikan kemampuan mengemban tanggung jawab besar ini dengan
cara yang luhur. Al-Quran menunjukkan keadaan luhur dengan baik sebagai
prasyarat untuk memangku tugas kemanusiaan.
Dan sungguh telah
Kami tulis dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh al-Mahfuzh,
bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. (QS al-Anbiya
[21]: 105)
Oleh karena itu, Mahdi al-Muntazhar tidak akan
muncul selama umat manusia belum meraih tingkat kesempurnaan yang amat
penting bagi pemerintahan yang benar. Tentu, kematangan mental bukanlah
perkembangan semalam. Ia sebuah proses yang menuntut berbagai kejadian
dan pengalaman untuk meraih kesuksesan.
Umat manusia harus
terus berjuang keras sampai seluruh energinya habis dan hakikat batas
negara yang dibuat manusia jelas kesalahannya sebagaimana jelasnya
cahaya matahari di siang hari. Hanya dengan demikianlah mereka dapat
berhenti memikirkan istilah-istilah sempit dan meributkan hal-hal yang
dapat menumpahkan darah dan kekejaman.
Manakala umat manusia
mulai memikirkan hal-hal yang menyatukan mereka dan seorang berkulit
coklat, putih, atau hitam mulai memikirkan problem umum manusia yang dia
diskusikan dengan orang lain, maka saat inilah revolusi terakhir harus
terjadi.
Situasi yang memicu keputuasaan ini juga terjadi pada
bidang-bidang lainnya sampai pada keadaan di mana umat manusia tidak
mempunyai pilihan kecuali apa-apa yang Allah siapkan. Bahkan dalam
bidang hukum pun, manusia terus menerus merevisi hukum dalam rangka
menghasilkan hukum yang lebih adi dan lurus. Oleh karena itu, dari satu
generasi ke generasi yang lain para ahli fiqih terlibat dalam penyebaran
hukum-hukum baru dan mencabut hukum lama sehingga hukum-hukum tersebut
dapat merefleksikan perubahan-perubahan waktu dalam proses pembuatan
hukum.
Proses ini akan terus berlangsung hingga orang-orang
menyadari bahwa hukum yang dibuat tersebut mempunyai keinginan dan
kepentingan pribadi penguasa. Di saat itulah ditemukan hukum-hukum Tuhan
abadi yang telah dibawa para nabi as, wakil Allah di muka bumi.
Saat ini manusia masih belum siap tunduk pada rencana Allah SWT. Mereka
percaya, mereka akan senang dan bahagia bila mereka menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Karena dalih inilah, mereka mengesampingkan
nilai-nilai moral-spiritual dan mengakrabkan diri dengan materialisme
semata.
Mereka terus mengejar materi sampai tiba waktunya
ketika mereka menyadari bahwa kemajuan ilmu dan tekhnologi ini-walaupun
mampu membawa umat manusia pada titik tertinggi di angkasa dan
memanfaatkannya, atau mampu memelihara kekuasaannya-sama sekali tidak
mampu memecahkan masalah ketidakadilan di dunia internasional dan
menghapuskan sisa-sisa imperialisme dan kolonialisme demi menegakkan
masyarakat dunia yang etis dan adil.
Pada saat manusia memilih
penguasa, gubernur, dan komandan, mereka mengakui wewenang orang-orang
tersebut dan mempunyai beberapa harapan.
Mereka juga selalu
berharap, individu-individu yang lebih pintar dan lebih kuat akan dapat
mengendalikan para penindas dan bekerja untuk meraih kemakmuran bersama.
Namun, harapan ini jarang sekali terpenuhi dan pemerintahan ideal pun
jarang terwujud. Dalam setiap zaman selalu muncul berbagai jenis dan
bentuk pemerintahan. Namun mereka semua selalu terjebak dalam
kekurangan, ketidakadilan, kerusakan sehingga diganti oleh bentuk
pemerintahan lain yang baru.
Pemerintahan-pemerintahan
tersebut mau tidak mau harus menguras segala kemampuannya untuk
menyadarkan manusia bahwa sesuatu yang cukup adalah cukup adanya, sampai
tibalah waktunya pemerintahan Tuhan yang berdasarkan tauhid mengambil
alih mereka semua. Hisyam bin Salim mewartakan sebuah hadis dari Imam
ash Shadiq. Beliau bermadah:
Pemilik perintah [al-Mahdi] tidak
akan menjalankan pemerintahan sebelum semua manusia [dengan segala
bentuk pemeritahan dalam benak] telah selesai menerapkan
kepemerintahannya. Sehingga ketika pemerintahan al-Mahdi telah
melembaga, tak akan ada seorang pun yang berkata, "Seandainya kami
berkuasa, kami pun akan melaksanakan pemerintahan dengan adil."5
Imam al-Baqir bermadah:
Pemerintahan kami adalah pemerintahan terakhir. Semua keluarga yang
haus kuasa akan meraih kekuasaan sebelum kami. Fenomena ini akan
mencegah klaim apapun setelah pemerintahan kami tegak: "Seandainya kami
berkuasa, kami pun akan bertindak seperti Ahlulbait Muhammad." Makna ini
cocok dengan ayat al-Quran yang berbunyi: "Hasil terakhir adalah milik
orang yang bertakwa". 6
Berdasarkan diskusi di atas, terbukti
bahwa kedewasaan manusia belum cukup mampu berperan sebagai wadah dalam
pemerintahan yang berdasarkan keyakinan tauhid. Namun, tidak ada alasan
untuk berputus asa sekondisi ini tidak akan tetap begini selamanya. Pada
akhirnya, karunia dan kasih sayang Allah SWT akan meliputi manusia.
Allah akan melimpahi umat manusia kebijaksanaan yang bermakna dan
keyakinan untuk memenuhi tujuan penciptaan.
Tak seorangpun
menolak kehendak seluruh generasi sejak zaman dahulu, yaitu umat manusia
mesti bahagia dan sejahtera dalam kehidupannya, mesti ada keadilan dan
persamaan dalam masyarakat, mesti ada rasa aman dari ancaman internal
dan eksternal. Aspirasi ini merupakan bagian dari penciptaan Tuhan yang
bertahta dalam jiwa manusia.
Oleh karena itu, Allah SWT
membimbing dan membantu mereka dalam meraihnya. Manusia akan mengalami
keadaan ini tatkala semua ideologi dan isme-isme yang diciptakan manusia
benar-benar telah gagal total dalam menggapai masyarakat yang baik. Di
saat penuh dengan keputusasaan ini, akan ada harapan baru pada
ajaran-ajaran para nabi dan pada hukum-hukum keadilan serta kesetaraan
Tuhan.
Tentu akan ada suatu kesadaran bahwa masyarakat
manusia-agar menjadi logis secara spiritual dan moral serta
makmur-memerlukan dua hal: pertama, rencana yang gamblang dan sempurna
dari Tuhan yang menyatakan program reformasi dan kebangkitan; kedua,
pemimpin maksum (terjaga dari dosa dan kesalahan) yang akan melaksanakan
rencana Tuhan tersebut tanpa kesalahan perbuatan atau kelalaian. Allah,
dengan kebijaksanaan-Nya, telah menyiapkan al-Mahdi pada saat yang
benar-benar sensitif tersebut sehingga beliau dapat menerapkan program
yang diajarkan Islam kepada Nabi saw.
Alasan Lain Ditundanya Kemunculan Imam Mahdi
Alasan lain yang disebutkan dalam hadis diriwayatkan oleh Imam ash-Shadiq as:
Pada pinggang orang-orang kafir dan munafik, Allah menaruh benih
orang-orang yang beriman. Oleh karena itu, Imam Ali bin Abi Thalib
melarang membunuh ayah-ayah orang kafir sehingga anak-anak yang beriman
dapat lahir dari mereka. Setelah itu kapanpun beliau bertemu mereka,
beliau akan membunuh mereka. Demikian pula, al-Qâ`im kami tidak akan
muncul hingga makhluk-makhluk Allah lahir dari mereka. Setelah itu,
al-Qâ`im akan muncul dan membunuh orang-orang kafir.7
Program
yang akan dijalankan oleh Imam Keduabelas adalah menawarkan agama Islam
kepada orang-orang kafir. Barangsiapa yang menerimanya akan selamat dari
pembunuhan, dan barangsiapa menolak Islam akan dibunuh. Sebaliknya kita
sudah sama-sama mafhum bahwa menurut sejarah banyak anak-anak yang
lahir dari orang tua kafir dan orang tua munafik.
Bukankah
orang-orang Muslim awal lahir dari orang tua kafir pra-Islam? Bila Nabi
Muhammad membunuh seluruh orang kafir selama penaklukan Makkah, maka
tidak akan ada orang Islam yang lahir di zaman tersebut. Karena kasih
sayang Allah, maka manusia dibiarkan memegang keyakinannya sehingga
apabila waktunya telah tiba maka anak-anak beriman akan lahir dari
mereka.
Bumi mesti melahirkan orang-orang beriman, sesuai
dengan potensi dan kemampuannya, sehingga Allah memberi kehidupan bagi
mereka. Selama manusia melahirkan orang-orang yang beriman dan penyembah
Allah, maka ia mesti tetap tinggal di bumi. Situasi semacam ini akan
tetap berlangsung hingga orang-orang paham bahwa mereka harus mengakui
keesaan Allah dan menyembah-Nya. Pada saat itu, Imam Zaman as akan
muncul. Sejumlah besar kaum kafirin akan masuk Islam melalui tangannya.
Dan barangsiapa yang tetap dalam kekafiran di saat itu maka tidak akan
lahir keturunan yang beriman darinya.
*****
HARI telah larut namun diskusi amat menarik perhatian dan menuntut
keseriusan. Oleh karena itu, pertemuan ditunda dan diputuskan untuk
dilanjutkan di rumah Dr. Jalali.[]
CATATAN KAKI
1. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.336.
2. Ibid., hal.316.
3. Ibid., hal.351.
4. Ibid., hal.336.
5. Ibid., hal.244.
6. Ibid., hal.332.
7. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.105.
23
IMAM MAHDI
BAB 12
Pengetahuan Imam Mahdi Tentang Saat Kemunculannya
PERTEMUAN dibuka tepat waktu. Dr. Jalali menyambut rombongan dan membuka pertemuan dengan sebuah pertanyaan.
Dr. Jalali:
Bagaimana cara Imam Zaman mengetahui saat kemunculannya telah tiba?
Bila dikatakan bahwa ia akan menerima instruksi dari Allah SWT pada saat
tertentu, maka apa bedanya dia dengan para nabi as ketika menerima
wahyu?
Tn. Hosyyar: Pertama-tama, perlu
diketahui bahwa dalil-dalil dan hadis-hadis berkenaan dengan imamah
menyatakan bahwa eksistensi kudus Imam memiliki kontak dengan alam gaib.
Terkadang dalam keadaan-keadaan yang memaksa, Imam diberi kemampuan
untuk mengetahui kebenaran-kebenaran agama semacam itu. Dalam sejumlah
hadis, dikabarkan bahwa Imam dapat mendengar suara malaikat, walaupun
tidak melihatnya.1
Oleh karena itu, mungkin saja Allah SWT memberi informasi pada Imam melalui ilham. Imam ash-Shadiq as mengabarkan:
Salah seorang dari kami, para imam, tetap menang walau dalam kegaiban.
Ketika Dia berkehendak agar ia melaksanakan tugasnya, maka Dia akan
memberi petunjuk. Dan ia pun akan muncul dan melaksanakan tugas dari
Allah.2
Dilaporkan oleh Abu Jarud, yang menemui Imam al-Baqir
as dan bertanya kepadanya ihwal pemilik perintah, Imam Zaman. Imam
al-Baqir berkata:
Di malam hari, dia akan tampak sebagai salah
seorang yang amat khawatir, sedangkan di pagi hari, dia berubah menjadi
salah seorang yang sangat percaya diri dan tenang. Programnya akan
disampaikan padanya kira-kira satu hari satu malam. Abu Jarud bertanya
lagi, "Apakah beliau menerima wahyu?" Imam menjawab, "Ya, dia akan
menerima wahyu.
Namun tidak seperti wahyu para nabi. Wahyu
yang diterimanya seperti wahyu yang disampaikan kepada Mariam putri
Imran, ibunya Musa, dan seekor lebah madu. Wahai Abu Jarud, al-Qâ`im
dari Ahlulbait Nabi lebih mulia daripada Mariam, ibu Musa, dan lebah
madu!"3
Hadis ini dan hadis-hadis sejenis menunjukkan bahwa
para imam as juga menerima wahyu dan ilham, namun ada perbedaan antara
wahyu pada Nabi dan Imam. Nabi adalah pemberi hukum dan menerima
norma-norma serta keputusan-keputusan syariah melalui wahyu, sedangkan
imam hanya menjaga hukum.
Dia tidak menerima keputusan-keputusan dan hukum-hukum melalui wahyu.
Selain itu, mungkin juga Nabi saw memberitahu para imam mengenai waktu
kemunculan Imam Mahdi yang tepat melalui pemberitaan kondisi-kondisi
yang akan terjadi sebelum kemunculannya. Imam Mahdi al-Muntazhar (yang
ditunggu-tunggu) juga menantikan terpenuhinya kondisi-kondisi yang Nabi
saw sebutkan. Misalnya dalam hadis Nabi berikut diprediksikan kemunculan
Imam Mahdi. Nabi saw bersabda:
Ketika waktu zuhur tiba, Allah
akan membawakan pedang dan panji al-Mahdi, kemudian terdengar sebuah
seruan, "Wahai hamba Allah, bangkit dan bunuhlah musuh-musuh Allah!"4
Sebuah dokumen yang mungkin terdapat dalam hadis adalah riwayat yang
memerikan perintah-perintah Allah tersegel yang diberikan kepada setiap
imam mengenai peran mereka melalui wahyu kepada Nabi. Atas perintah-Nya,
Nabi menyerahkan sebuah gulungan kepada Ali bin Abi Thalib. Ketika
dirinya memangku jabatan kekhalifahan, dia membuka gulungan tersebut dan
membaca instruksi di dalamnya dan menjalankan instruksi tersebut selama
pemerintahannya. Demikian juga para imam setelahnya melakukan hal yang
sama pada periode imamahnya masing-masing. Kini, gulungan bersegel yang
memuat instruksi untuk Imam Keduabelas berada di tangannya.5
Persiapan Kemunculan Imam Mahdi Akan Terjadi Satu Malam
Banyak hadis dari para imam as yang menggambarkan peristiwa-peristiwa
di hari-hari terakhir menjelang kemunculan al-Mahdi yang benar-benar
akan menyiapkan jalan bagi revolusinya dan kesuksesan ultimatnya
tersebut. Peristiwa-peristiwa yang akan terjadi semalam ini, mempercepat
rencana-rencananya dan mengantarkan pada kemunculan puncak. Misalnya,
dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdul Azhim al-Hasani, dia
melaporkan bahwa Imam al-Jawad berkata:
Al-Qâ'im kami adalah
Mahdi yang akan ditunggu selama masa gaibnya dan akan ditaati ketika
beliau muncul. Dia adalah keturunanku yang ketiga. Aku sungguh-sungguh
bersaksi demi Allah yang memilih Muhammad sebagai Rasul-Nya dan
menganugrahi kami dengan imâmah, sekiranya tersisa satu hari saja di
dunia ini, maka Allah akan memperpanjangnya sedemikian rupa sehingga
al-Mahdi akan muncul dan memenuhi dunia dengan keadilan dan sebagaimana
hari-hari sebelumnya diisi dengan tirani dan kejahatan. Allah akan
melakukan perbaikan dalam satu malam sebagaimana Dia memerintahkan Musa
dalam satu malam ketika Musa pergi mengambil api untuk istrinya dan
kembali dengan mahkota kenabian." Lalu dia (Imam al-Baqir-penerj.)
mengimbuhkan, "Salah satu amal terbaik para pengikut kami adalah
menantikan keselamatan [melalui kemunculan al-Qâ'im]."6
Demikian juga, Nabi saw menyatakan bahwa al-Mahdi adalah salah seorang
keturunannya dan Allah akan membantu beliau melaksanakan tugasnya dalam
satu malam.7 Imam ash-Shadiq menyampaikan sebuah hadis yang menjelaskan
alasan dirahasiakannya kelahiran Imam Mahdi, seraya menambahkan, "Allah
akan menolongnya dalam melaksanakan tugasnya dalam satu malam."8
Akhirnya, dalam sebuah hadis dari Imam Husain, dia berkata, "Dalam
keturunanku yang kesembilan, sunah Yusuf dan sunah Musa akan kembali.
Dialah al-Qâ`im dari Ahlulbait. Allah akan menolongnya dalam
melaksanakan tugas dalam satu malam."9
Menunggu Kemunculan Imam
Dr. Jalali: Apa yang mesti kaum Muslimin lakukan selama kegaiban beliau? Dengan kata lain, apa kewajiban mereka pada masa penantian ini?
Tn. Hosyyar:
Para ulama kami dalam kitab-kitabnya telah mengidentifikasi dan menulis
hal-hal tertentu yang harus dilakukan selama kegaiban beliau, yaitu
mendoakan beliau, melakukan kerja-kerja mulia, meminta pertolongan dan
bantuannya ketika dalam kesulitan, dan sebagainya. Tidak ada keraguan
atas nasihat-nasihat tersebut dan oleh karenanya tak usah didiskusikan.
Namun, kewajiban yang paling penting yang disebutkan dalam kitab-kitab
rujukan yang perlu pendedahan lebih lanjut adalah penantian kelapangan
melalui kemunculannya (intizhar faraj). Sampai batas-batas tertentu,
kewajiban ini telah diabaikan dan tidak ada diskusi mendetil tentangnya
Terdapat banyak hadis dari para imam, baik yang menganjurkan penantian
ataupun menyebutkan pahala dan keutamaannya, selama kegaibannya. Mari
kita kutip beberapa contoh:
Imam ash-Shadiq berkata:
Seseorang yang meninggal dengan kecintaan (wilâyah) kepada Ahlulbait
seraya menantikan kelapangannya (melalui kemunculan al-Qâ`im) maka ia
sama dengan orang yang akan bernaung di bawah tenda al-Qâ`im.10
Imam Ali ar-Ridha as meriwayatkan hadis dari datuk-datuknya dan dari
Nabi saw di mana beliau berkata bahwa Nabi bersabda, "Sebaik-baik
perbuatan umatku adalah menunggu kelapangan."11
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata:
Barangsiapa menunggu pemerintahan kami, sama halnya dengan orang yang,
di jalan Allah, telah berputar-putar dalam darahnya sendiri.12
Dalam hadis lain, Imam ar-Ridha memuji orang-orang yang menunggu kelapangan [melalui al-Mahdi-penerj.) dengan berkata:
Betapa baiknya kesabaran dan penungguan kelapangan! Belumkah kalian
mendengar bahwa Allah telah berfirman dalam al-Quran, "Tunggulah olehmu
sesungguhnya kami pun menunggu (pula) [QS al-An`âm (6): 58]?" Oleh
karena itu, bersabarlah sekemunculannya akan tiba setelah terjadinya
keputusasaan. Orang-orang sebelum kalian bahkan lebih sabar dari
kalian.13
Banyak hadis berkaitan dengan tema yang sama. Para
imam selalu menasihati umatnya untuk menunggu kelapangan. Mereka
mengingatkan umatnya bahwa menantikan kelapangan [melalui Imam
Mahdi-penerj.] merupakan sejenis pembebasan. Barangsiapa yang menunggu
sama dengan orang yang berperang melawan kaum kafirin di medan
pertempuran dan berputar-putar dalam darahnya sendiri.
Oleh
karena itu, tidak ada keraguan sedikit pun bahwa kewajiban terberat bagi
kaum Muslim selama kegaiban adalah mengharapkan kelapangan. Mari kita
diskusikan makna menunggu atau mengantisipasi kelapangan.
Bagaimana mungkin seseorang yang mengantisipasi kelapangan menerima
ganjaran terbesar yang melebihi orang yang berbuat kebaikan? Apakah
orang yang mengatakan bahwa dia menunggu kelapangan [melalui kehadiran
Imam Keduabelas] sudah memenuhi kewajibannya? Ataukah mungkin dari waktu
ke waktu, dia mesti berteriak dan berdoa, "Ya Allah, turunkanlah
kelapangan melalui Imam Zaman!" Atau, setelah shalat-shalat harian atau
[ziarah-ziarah] di makam-makam suci dia harus memohon kepada Allah SWT
untuk menyegerakan kelapangan! Atau, setelah membaca shalawat kepada
Nabi dan keluarganya, dia harus menambahkan, "Allâhummâ `ajjil
farajahu-syarif", yang artinya "Ya Allah, segerakanlah kelapangan
melalui [Imam] yang mulia ini!" Atau mungkin, dia mesti memanjatkan doa
Nudbah (ratapan) khusus tiap hari Jum`at pagi dengan ratapan dan sedu
sedan yang nyaring.
Semua sunah ini (mustahabat) dapat
dilaksanakan. Namun, saya tidak bermaksud mengatakan bahwa hanya dengan
mengucapkan hal-hal di atas seseorang bisa beroleh manfaat sejati
penantian kelapangan yang keutamaannya disebutkan dalam beberapa hadis
ihwal tema ini. Khususnya perbandingan antara seseorang yang menanti
kelapangan dengan orang yang gugur di medan pertempuran melawan musuh
Allah, seperti yang diriwayatkan dalam salah satu hadis di atas,
tidaklah berlebihan seperti itu. Sebab, hadis tersebut berasal dari imam
yang terpelihara dari kesalahan.
Bayangkan seseorang atau
sekelompok orang yang melarikan diri dari setiap bentuk tanggung jawab
sosial, dari tanggung jawab moral berupa amar makruf nahi munkar, dari
melawan kejahatan dan dosa, dari melakukan sesuatu untuk menghentikan
kezaliman, hanya dengan mengucapkan, "Ya Allah, segerakan kelapangan
melalui kehadiran Imam Zaman sehingga ia dapat mencegah tindakan jahat
ini!" Apakah hati nurani Anda menerima bahwa status orang ini sebanding
dengan status orang yang terbunuh dalam mempertahankan agama? Apakah dia
setaraf dengan orang yang mengorbankan hartanya, keluarganya, dan
kesenangan serta keamanannya di jalan Allah dan meraih gelar seorang
syahid?
Sudah barang tentu, ada makna dan signifikasi yang
lebih jeluk dari tindakan menunggu kehadiran Imam. Untuk memahaminya,
izinkan saya mendahului diskusi ini dengan dua observasi umum:
Pertama, berdasarkan
hadis-hadis menyangkut fungsi Imam Mahdi, tampak bahwa program yang
diembannya merupakan program yang ideal, komprehensif, dan tentu saja
sulit. Program-program beliau adalah: mereformasi seluruh dunia,
mengalahkan kekuatan tiran dan penjahat, menjadikan Islam sebagai agama
resmi segenap penghuni bumi ini, menghilangkan purbasangka dan
pikiran-pikiran buruk di benak orang-orang sehingga mereka dapat hidup
berdampingan secara damai dan harmonis di bawah pemerintahan Allah.
Selain itu, revolusi al-Mahdi akan mendirikan pemerintahan dunia di
bawah satu Tuhan, satu agama, dan satu sistem hukum ideal, serta membawa
semua komunitas lainnya di bawah panji persatuan Islam. Jelas,
tujuan-tujuan semacam ini bukanlah tugas mudah.
Program
seperti ini mudah dilaksanakan apabila akal manusia sudah siap menerima
tujuan-tujuan tersebut dan siap mengangkangi ideologi materialistis yang
terbatas untuk membuminyatakan nilai-nilai ketuhanan bagi manusia.
Keinginan melakukan revolusi dan mensyiarkan rencana Allah dalam rangka
menggapai masyarakat yang ideal mesti datang dari orang-orag yang
berperan serta aktif dalam menyiapkan sarana yang bisa dimanfaatkan oleh
Imam Keduabelas dalam melaksanakan programnya, yaitu mewujudkan tatanan
dunia baru.
Kedua, menurut beberapa hadis
yang diriwayatkan dari para imam: Imam Mahdi al-Muntazhar dan para
pendukungnya akan mengatasi kekuatan kaum kafir dan materialis dengan
cara jihad. Kekuatan musuh Allah dan para pendukung kaum kafir serta
para pelaku kezaliman akan dibasmi oleh kekuatan yang handal.
Banyak hadis yang membicarakan kekuatan yang akan mencapai tujuan di atas. Misalnya, Imam al-Baqir as berkata:
Al-Mahdi mirip kakeknya, yaitu Muhammad saw. Nabi memulai perjuangannya
dengan pedang, dia (al-Mahdi) pun akan melakukan hal yang sama.
Al-Mahdi akan membunuh musuh-musuh Allah, Nabi-Nya, dan orang-orang yang
menindas orang lain dan yang menyesatkannya. Al-Mahdi akan memperoleh
kemenangan dengan pedang dan membuat takut (musuh-musuhnya). Tak satu
pun pasukannya mengalami kekalahan.14
Sahabat Imam al-Baqir as, Basyir, berkata kepada Imam:
Orang-orang berkata bahwa ketika al-Mahdi melancarkan revolusinya,
tugas tersebut terasa ringan untuknya sehingga tidak ada pertumpahan
darah walau hanya luka kecil luka karena berbekam* (al-hijamah).
Imam berkata, "Demi Allah, pernyataan tersebut salah. Bila hal tersebut
dapat terjadi, maka hal yang seperti itu akan terjadi pula di zaman
Nabi. Sebaliknya, gigi beliau terluka dan dahinya pun cedera dalam
sebuah pertempuran. Aku dengan sepenuh hati menyatakan bahwa revolusi
al-Mahdi akan terjadi dengan pertempuran dan pertumpahan darah." Lalu
beliau menyeka dahinya dengan tangan beliau.15
Hadis ini
menunjukkan bahwa kemenangan al-Mahdi bukan hanya akibat dari bantuan
Allah dan dunia gaib saja. Kemenangan tidak akan dapat diraih tanpa
kekuatan semisal mukjizat-yang dengan kekuatan seperti ini maka program
reformasi dan kebangkitan akan terwujud. Kemenangan tidak bergantung
pada kejadian-kejadian biasa. Selain pertolongan Ilahiah ini, revolusi
juga akan didukung oleh tentara yang bersenjata layak dan handal, yang
dapat menggunakan persenjataan termodern di gudang-gudang senjata
kontemporer.
Dengan menilik sejumlah hadis ihwal revolusi
penghabisan yang dipimpin al-Mahdi ini, kita mulai dapat memahami
prasyarat-prasyarat kehadiran beliau. Hal ini akan membantu kita dalam
memahami tanggung jawab yang mesti diemban kaum Muslimin dalam
menyongsong revolusi ini dan kemudian menilai apakah umat Islam sekarang
sudah siap mendukung tugas ini secara aktif dan apakah penantian mereka
akan tegaknya pemerintahan ideal di bawah al-Qâ`im memiliki manfaat?
Pemahaman saya, berdasarkan hadis-hadis Ahlulbait, menunjukkan bahwa
tugas terpenting kaum Muslimin selama kegaiban Imam adalah, pertama,
mereformasi diri dari dalam [batin] dengan semua kesungguhan. Mereka
harus menghiasi diri dengan nilai-nilai Islami, melaksanakan segenap
kewajiban, dan menunaikan bimbingan al-Quran dalam kehidupan
sehari-hari. Kedua, mereka mesti mendalami ajaran-ajaran Islam mengenai
kemasyarakatan yang diambil dari al-Quran, Nabi, dan Ahlulbaitnya, dan
menerapkannya secara sempurna di tengah-tengah masyarakat mereka.
Dengan membumikan program ekonomi Islam, mereka akan mampu memecahkan
masalah ekonomi dan mengentaskan kemiskinan, pengangguran, dan
penumpukan harta. Dengan menerapkan hukum-hukum Tuhan, mereka dapat
membebaskan diri dari kezaliman dan kejahatan. Pendeknya, mereka harus
bergerak aktif untuk merealisasikan sistem politik, sosial, ekonomi,
hukum Islam dan menunjukkan kepada dunia bahwa sistem ini merupakan
sistem alternatif yang dapat diterapkan (a viable alternative).
Yang lebih penting lagi, umat Islam harus mempelajari sains-sains
modern secara serius yang tidak saja menguntungkan mereka sendiri tetapi
masyarakat lain di seluruh dunia. Mereka harus menjadi pelopor di semua
bidang pengetahuan. Melalui kemajuan agama dan ilmu mereka sendiri,
mereka harus membuktikan ke seluruh dunia bahwa hukum-hukum dan etika
Islam mampu berperan sebagai sistem ideal dunia yang membangun
keseimbangan dunia dan akhirat. Selain itu, dengan memadukan ketentuan
hukum yang lengkap dengan ajaran spiritual dan moral dari sistem Islam,
umat Islam bisa menjadi sumber inspirasi bagi sistem politik, sosial,
ekonomi yang manusiawi.
Dengan kata lain, kaum Muslim punya
kewajiban untuk mengungguli (kaum lainnya-penerj.) dalam segala bidang
yang terkait dengan perbaikan umat manusia hingga bidang-bidang tersebut
akan diwarnai oleh nilai-nilai moral dan spiritual Islam. Hanya dengan
cara itu, mereka dapat mewujudkan dan menjalankan sistem ideal di bawah
kepemimpinan Imam Mahdi as. Mereka yang terlibat dalam ikhtiar-ikhtiar
ini untuk memungkinkan keberhasilan revolusi al-Mahdi adalah mereka yang
betul-betul menantikan kelapangan melalui kemunculan Imam Keduabelas
as. Orang-orang yang bekerja keras dan bersedia mengorbankan diri ini
adalah laskar-laskar Imam Keduabelas. Mereka dapat disetarakan dengan
orang-orang yang berjuang di medan pertempuran melawan kekuatan buruk
dan kejahatan.
Adapun orang-orang yang mengharapkan masalah
mereka teratasi melalui sistem politik, sosial, dan ekonomi yang
diciptakan pihak yang tidak punya kesetiaan pada agama dan moral akan
ataupun kepada unsur-unsur moral-spiritualnya, hanya memicu
diskriminasi, pemborosan pengeluaran, kezaliman dalam distribusi
sumber-sumber alam, dan banyak kejahatan lainnya. Situasi seperti ini
begitu meresahkan dan dapat membuat putus asa sehingga sukar
membayangkan dampak eksploitasi, kerusakan, konflik yang diakibatkan
oleh kekayaan dan kekuatan baru serta kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan.
Negara-negara kaya mempunyai niat mendominasi;
negara-negara miskin tak malu-malu tunduk pada kompromi jahat yang
disetir oleh para penguasa mereka sendiri yang kebanyakan berlaku jahat
dan tak bermoral. Untuk tetap berkuasa, mereka menjual rakyat dan negara
mereka pada penguasa adidaya. Mereka (negara adidaya) memutuskan segala
permasalahan dengan memakai remote control yang memberi persenjataan
militer destruktif yang digunakan untuk menekan warganya sendiri.
Nah, umat Islam yang duduk-duduk saja dan tidak memikirkan masalah
sedikit pun yang dihadapi saudara seiman mereka, tidak dapat dikatakan
sebagai orang-orang yang mengharapkan kehadiran Imam Keduabelas. Mereka
tidak melakukan usaha-usaha penting untuk melembagakan pemerintahan
Dunia Islam. Walaupun mereka rajin mengucapkan: Allâhummâ 'ajjil
farajahu-syarif, yang berarti, "Ya Allah, segerakanlah kelapangan
melalui [kemunculan] orang suci (Imam) ini!"
Inilah yang saya
pahami dari hadis-hadis yang membahas keutamaan mengharapkan kehadiran
Imam Keduabelas as. Semua hikmah intizhâr terangkum dalam kata-kata Imam
as-Shadiq:
Siapkanlah diri-diri kalian untuk revolusi al-Qâ'im
kami, meski berupa mengumpulkan anak panah [untuk memerangi musuh-musuh
Allah].16
Abdul Hamid al-Wasithi berkata kepada Imam al-Baqir,
"Dalam mengharapkan terjadinya [revolusi al-Qâ'im], bahkan kami telah
menarik diri dari perdagangan!"
Imam as berkata:
Wahai Abdul Hamid, apakah Anda menyangka bahwa orang yang mengorbankan
hidupnya di jalan-Nya, Allah tidak meluluskan jaminan untuknya? Demi
Allah, niscaya Dia melapangkannya [dari kesulitan-kesulitan-peny.].
Semoga Allah merahmati orang-orang yang menghidupkan misi kami.
Abdul Hamid bertanya, "Apa yang terjadi apabila saya meninggal sebelum kemunculan tersebut?" Imam as menjawab:
Siapa saja yang berkata, "Bila saya bertemu dengan al-Qâ`im, saya akan
menolongnya." Maka orang ini berstatus sebagai orang yang akan berperang
dekat Imam [membelanya]. Sungguh, dia akan berstatus sebagai orang yang
akan terbunuh [dalam membelanya].17
Menurut Abu Bashir,
seorang sahabat Imam Keenam terkemuka, suatu hari Imam ash-Shadiq
berkata kepada para sahabatnya, "Haruskah saya memberitahu kalian
mengenai perbuatan yang menjadi syarat keridhaan Allah?" Abu Bashir
meminta Imam untuk menyebutkannya. Imam as berkata:
Bersaksi
atas keesaan Allah dan kenabian Muhammad, mengagungkan perintah dan
larangan Allah, mencintai kami dan menjauhi musuh-musuh kami, menerima
otoritas para imam, dan beramal secara sungguh-sungguh dan penuh takwa,
berlaku lembut dan menantikan kelapangan melalui kehadiran al-Qâ`im.
Lalu Imam as berkata:
Kami akan memiliki otoritas yang Allah akan anugerahkan pada saat yang
tepat. Siapapun yang ingin menjadi sahabat dan teman dekat al-Mahdi,
mesti menanti kelapangan melalui kehadirannya. Selain itu, orang
tersebut mesti bertakwa dan beramal saleh serta terus mengharapkan
al-Mahdi dalam keadaan seperti itu.
Bila ia tetap hidup
seperti itu dan meninggal sebelum kemunculan al-Qâ`im, maka dia akan
mendapat ganjaran yang sama dengan orang yang benar-benar beserta
al-Qâ`im. Wahai pengikutku, bersungguh-sungguhlah dan bekerja keraslah
ketika kalian menunggu kehadiran al-Qâ`im. Wahai yang dikaruniai rahmat
Allah, semoga kalian merasakan manisnya kemenangan terakhir.18
*****
Penelitian atas Hadis yang Berlawanan dengan Kebangkitan (Qiyâm)
Ir. Madani:
Tuan Hosyyar! Berdasarkan pembahasan yang Anda suguhkan mengenai
penantian kehadiran al-Mahdi, tampaknya selama masa gaibnya Imam
Keduabelas, kaum Syi`ah harus melakukan sikap aktif dan berusaha
mewujudkan pemerintahan Islam, melaksanakan sosial dan politik Islam,
serta melakukan jihad untuk meraih itu semua.
Dengan cara
demikian, seperti yang Anda sampaikan, sebenarnya mereka tengah
menyiapkan kehadiran Imam untuk melancarkan revolusi global. Saya kira,
tafsiran Anda tidak sesuai dengan beberapa hadis lain. Seperti yang Anda
ketahui, ada sejumlah hadis yang melarang keterlibatan Syi`ah dalam
gerakan revolusioner sebelum kehadiran al-Mahdi. Alangkah baiknya kalau
kita mendiskusikan beberapa hadis yang berkenaan dengan ini.
Tn. Hosyyar:
Saya ucapkan terima kasih kepada Anda yang bersedia mengingatkan saya
tentang perspektif yang berbeda mengenai filsafat penantian (intizhâr).
Saya kira amat tepat bila kita meneliti hadis-hadis ini dalam rangka
mengungkap keauntentikannya. Karena itu, pertama-tama, kita mesti
memeriksa rangkaian sanad untuk menentukan keandalannya. Kedua, kita
mesti memeriksa matan (redaksi kalimat) guna menetapkan keabsahan opini
yang berasal darinya.
Namun izinkan saya mengawali penelitian kita pada dua masalah ini dengan suatu penilaian umum berdasarkan dua topik berikut:
1. Persoalan pemerintahan dalam agama
2. Penelitian riwayat hadis
Pemerintahan dalam Agama
Berdasarkan pada ajaran Islam, seseorang bisa mengatakan bahwa Islam
bukanlah agama sebatas akidah (aqidah) dan penghambaan ('ibâdah). Islam
adalah sistem akidah, ibadah, etika, politik dan masyarakat yang
lengkap.
Prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran Islam secara umum dapat digolongkan pada dua bagian:
(1) Kewajiban individu, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada mukmin
dan mukminat, misalnya shalat lima kali sehari, puasa di bulan Ramadhan,
bersuci (thaharah), haji, dan seterusnya. Seseorang tidak memerlukan
pemerintah dan organisasi sosial untuk menjalankan ini semua. Dia bisa
melakukannya sendirian sekewajiban ini merupakan hubungan antara Allah
dan manusia.
(2) Kewajiban kolektif, yaitu kewajiban yang
dibebankan kepada sekelompok orang beriman, misalnya berjihad, amar
makruf nahi munkar, menjalankan keadilan, menyelesaikan konflik,
melembagakan hukuman-hukuman resmi, dan lain-lain. Kewajiban ini
bersifat sosial dan politik yakni berkaitan dengan hubungan antar
manusia.
Sebagai anggota masyarakat, masing-masing orang perlu
belajar menghormati hak-hak orang lain dan melindungi hak pribadi.
Allah SWT telah memberikan prinsip-prinsip hubungan antarmanusia yang
secara asasi dilambari keadilan dan persamaan. Seitu, sistem Islam
disiapkan untuk mengatur hubungan ini sedemikian rupa sehingga mencakup
semua bidang kehidupan manusia.
Dengan kata lain, Islam
dilengkapi dengan sistem hukum dan religius yang serba-mencakup yang
merangkum kebutuhan-kebutuhan masyarakat tanpa membedakan antara ranah
duniawi dan ukhrawi dari eksistensi manusia. Misalnya, jihad di jalan
Allah merupakan kewajiban untuk mempertahankan diri sendiri dan makhluk
hidup lainnya dalam masyarakat. Hukum Islam mencakup segenap peraturan
penting yang meliputi aspek-aspek kewajiban kaum Muslimin untuk membela
dan mempertahankan haknya.
Dalam hal ini, Allah berfirman:
Perangilah mereka itu sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga)
agama itu hanya semata-mata untuk Allah (QS al-Baqarah [2]: 193)
Jika mereka (orang-orang kafir) merusak sumpahnya setelah mereka
berjanji dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin
orang kafir itu; karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang
tidak dipegang janjinya supaya mereka berhenti (QS at-Taubah [9]: 12)
Banyak ayat sejenis yang menunjukan bahwa umat Islam punya kewajiban
menyebarkan Islam dan memerangi kaum kafirin. Selain itu, Islam juga
menyeru mereka untuk memobilisasi diri dan tegar menghadapi musuh:
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedangkan Allah
mengetahuinya. (QS al-Anfâl [8]: 60)
Oleh karena itu, dugaan
bahwa mendirikan dan menyelenggarakan tatanan politik dan sosial
merupakan sebagian dari ajaran agama adalah benar adanya.
Kaum
Muslim berkewajiban melakukan apa saja untuk menyukseskan tujuan ini
dan membuat musuh takut serta segan pada Islam sehingga mereka tidak
akan mencoba mengganggu lagi.
24
IMAM MAHDI
Kewajiban Amar Makruf Nahi Munkar
Kewajiban ini merupakan suatu ajaran Islam terpenting untuk menggapai
keadilan Islam. Kewajiban ini membentuk landasan pemerintahan Islam.
Setiap Muslim harus membendung segala bentuk kezaliman dan kerusakan.
Penyebaran agama yang benar hanya mungkin bila disertai penyucian akhlak
yang menjadi dasar kebenaran tugas sosial ini. Banyak ayat al-Quran
yang mewajibkan kaum Muslimin beramar makruf nahi munkar yang menjadi
tanggung jawab mereka sebagai orang yang mengaku meyakini keesaan Allah.
Tentang ini, Allah berfirman:
Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kewajiban, menyuruh kepada yang
makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang
beruntung. (QS Ali Imrân [3]: 104)
Kalian adalah umat terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imrân [3]: 110)
Kesimpulan
Semua pembahasan di atas meyakinkan kita bahwa Islam sebagai agama
menuntut penciptaan masyarakat dunia yang mengakui, di satu sisi,
hubungan personal seseorang dengan Allah yang memerintahkan manusia
menjalankan perintah-perintah-Nya; dan, di sisi lain, tanggung jawab
individu sebagai anggota masyarakat yang di dalamnya hubungan
antarpersona diatur oleh asas keadilan dan persamaan sebagaimana
ditetapkan dalam wahyu Allah.
Oleh seitu, penegakkan
pemerintahan untuk mengatur urusan manusia merupakan bagian dan paket
ajaran Islam. Sebagaimana Allah menurunkan hukum untuk mengarahkan
hubungan sesama manusia, Allah pun mengeluarkan perintah yang berkaitan
dengan otoritas masyarakat Islam. Bagaimana mungkin seseorang
membayangkan suatu kewajiban untuk berperang tanpa petunjuk, yaitu siapa
yang memberi komando kepada pasukan Muslim, siapa yang menentukan
strategi perang dan lain-lain? Dengan kata lain, umat Islam memerlukan
hukum dan pengawas rencana Allah di bumi. Maka, amat tepat bila
dikatakan bahwa pemerintahan adalah bagian dari keyakinan dan sunah
Islam yang terpadu.
Nabi sebagai Pemimpin Muslimin
Nabi saw adalah pemimpin umat Islam sepanjang hayatnya. Sebagai wakil
Allah, beliau mengatur urusan umat. Dia dianugrahi otoritas yang luas
dalam urusan yang ada hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari
dan pemerintahan Islam yang pertama. Menurut al-Quran, Nabi saw memiliki
kendali penuh pada urusan umatnya.19 Allah berfirman dalam al-Quran:
Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (QS al-Mâidah [5]: 48)
Karena itu, Nabi saw memangku dua jabatan: di satu sisi, melalui wahyu
dari Allah SWT, beliau menerima perintah-perintah yang akan disampaikan
pada umatnya; di sisi lain, dia berperan sebagai pemimpin masyarakat
Muslim, yang diatur secara politis dan sosial dengan mengajarkan hukum
Islam.
Studi terhadap biografi Nabi saw memperlihatkan bahwa
beliau bertugas mengurusi urusan umat dan memerintah mereka. Dia
mengangkat gubernur dan komandan, hakim, dan aparat negara. Beliau
memaklumatkan perang, mengutus pasukan untuk kepentingan pertahanan dan
mengatur setiap aspek kehidupan umat di negara Islam.20
Jabatan
yang beliau emban adalah tugas dari Allah. Sesuai dengan jabatan ini,
beliau diberi tugas untuk menyusun undang-undang dalam bidang sosial dan
politik untuk kepentingan umat dan mengawasi pelaksanaannya. Ketika
kaum Muslimin dituntut untuk berperan serta peperangan, maka Nabi saw
harus menyiapkan mereka untuk hal tersebut dan memerintahkan untuk
melakukannya ketika waktunya telah tiba. Misalnya, al-Quran
memerintahkan Nabi saw agar memotivasi umatnya untuk ikut perang di
jalan Allah:
Hai Nabi, kobarkanlah semangat kaum mukmin itu untuk berperang. (QS al-Anfâl [8]: 65)
Hai Nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-orang
munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka. (QS at-Taubah [9]: 73)
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab-kitab dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi pendukung para
pengkhianat. (QS an-Nisâ` [4]: 105)
Selain sebagai Nabi-yang
berarti dia menerima wahyu dari Allah dan menyampaikan wahyu tersebut
kepada umatnya-dia juga pemimpin umat Islam. Dia diberi wewenang dan
kekuasaan untuk membuat hukum dan memberi keputusan, menegakkan
keadilan, dan memberi hukuman. Dengan kata lain, melaksanakan
fungsi-fungsi yang sebenarnya merupakan fungsi kepala negara. Berkenaan
dengan ini, al-Quran menyuruh kamu Muslimin untuk taat kepada perintah
Allah yang disampaikan melalui Nabi. Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu. (QS an-Nisâ` [4]: 59)
Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu gentar dan hilang kekuatan.
(QS al-Anfâl [8]: 46)
Kami tidak mengutus seorang Rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. (QS an-Nisâ` [4]: 64)
Berdasarkan ayat-ayat di atas, ketaatan kepada Nabi didahului oleh
ketaatan kepada Allah. Kaum Muslimin diperintahkan taat kepada Allah dan
Nabi-Nya.
Ketaatan kepada Allah diwujudkan dengan cara
menerima ketentuan yang disampaikan kepada Nabi-Nya. Selain itu, kaum
Muslimin mesti menaati perintah Nabi sebagai kepala negara yang meliputi
apa saja yang mereka mesti kerjakan. Jelaslah bahwa ketaatan kepada
Nabi bersumber dari ketaatan kepada Allah. Dan, dalam makna ini, ia
merupakan kewajiban. Kiranya tepat meyakini bahwa pemerintahan
merupakan-dari awal kemunculan Islam-bagian integral dari fungsi Nabi
sebagai pemimpin umat dan sistem sosio-politiknya.
Pemerintahan Islam Setelah Nabi
Setelah wafatnya Nabi, kenabian (nubuwwah) dan wahyu pun berakhir.
Namun ketentuan dan hukum agama yang mencakup program sosio-politik
tetaplah dijalankan. Muncul pertanyaan: Apakah dengan berakhirnya
kenabian berarti pemerintahan umat juga mesti berhenti? Apakah Nabi
sendiri sudah mempersiapkan masa depan umatnya? Apakah Nabi tidak
meninggalkan pesan untuk memastikan bahwa warisannya (ajaran-peny.)
terus dijalankan setelah beliau wafat? Atau, apakah Nabi meninggalkan
semua masalah kepemimpinan kepada masyarakat sesuai dengan keinginan
mereka?
Syi`ah percaya bahwa Nabi juga seorang negarawan dan
penguasa atas urusan umat. Beliau menjalankan program-program yang
diwahyukan kepadanya.
Beliau memahami betul pentingnya
kepemimpinan umat. Agar kaum muslimin tetap sebagai umat, mereka
memerlukan pemerintahan yang dipimpin oleh pemimpin yang berkualitas
yang dapat menerapkan ajaran Islam. Nabi sendiri mengetahui bahwa
umatnya tidak dapat selamat tanpa pemerintahan yang adil untuk
menjalankan misinya.
Karena alasan inilah, dari awal
dakwahnya, ketika kesempatan itu datang sendirinya dan senapas dengan
perintah dari Allah, Nabi saw memperkenalkan Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah dan imam umat sepeninggalnya. Ulama Sunni dan Syi`ah telah
mendokumentasikan beberapa peristiwa ketika Ali bin Abi Thalib
diperkenalkan sebagai wakil Nabi (washi-penerj.) Di antara
peristiwa-peristiwa tersebut adalah pidato monumental Nabi dalam
peristiwa Haji Wada di Ghadir Khum. Nabi berdiri di tengah-tengah
umatnya, termasuk para sahabat besar Islam, dan berkata:
"Wahai
manusia! Siapakah yang lebih mulia ('awla) [di mata] orang-orang
beriman daripada diri mereka sendiri?" Mereka menjawab: "Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui." Nabi saw berkata: "Allah adalah maulaku
(pemimpinku) dan aku maula orang-orang beriman dan aku lebih utama di
mata mereka daripada mereka sendiri. Barangsiapa yang menjadikan aku
sebagai maulanya, maka Ali adalah maulanya." Beliau mengucapkannya
sampai tiga kali, dan menurut Ahmad, imam mazhab Hanbali, empat kali.21
Maklumat yang terjadi di Ghadir Khum di atas menyangkut kepemimpinan
Imam Ali bin Abi Thalib di tahun terakhir kehidupan Nabi (10 H/ 632 M).
Setelah itu, Umar bin Khaththab menemui Ali dan mengucapkan selamat
kepadanya dan berkata, "Wahai anak Abu Thalib, selamat atas jabatan baru
Anda. Mulai sekarang, engkau adalah maulaku dan maula segenap
mukmin-laki-laki maupun perempuan."
Banyak sekali riwayat
semacam ini dalam berbagai sumber. Semuanya membuktikan bahwasanya
posisi Nabi sebagai pemimpin umat akan diteruskan oleh Ali bin Abi
Thalib. Dia mempersiapkan Ali bin Abi Thalib dan memberi sepupunya ini
informasi penting berkenaan dengan tanggung jawab yang akan diemban oleh
Ali bin Abi Thalib.
Selain itu, ia juga tahu bahwa Ali
dikaruniai kemaksuman dan dilantik sebagai imam sepeninggalnya
berdasarkan penunjukan Tuhan. Ali juga menyadari tanggung jawab besar
yang diembannya. Dia adalah pelindung ajaran Islam dan pelaksananya.
Peristiwa Ghadir Khum adalah titik kulminasi sebuah proses yang telah
terjadi di hari-hari awal misi Nabi.
Sebenarnya, pernyataan
Umar ketika dia mengucapkan selamat kepada Ali menunjukkan bahwa dia
mengerti maksud kata maula yang berarti pemimpin. Kaum Muslimin lainnya
pun tahu pernyataan Nabi, "Barangsiapa yang maulanya adalah aku, maka
Ali adalah maulanya," sebagai tanda pengangkatan Ali sebagai imam.
Oleh seitu, mereka tetap setia dan loyal kepadanya. Jika pernyataan
tersebut memiliki makna lain selain makna politik, niscaya tidak perlu
menyatakan sumpah setia (bai`at).
Ali bin Abi Thalib: Khalifah Pelanjut Nabi
Walaupun Nabi saw telah memastikan bahwa hak pemerintahannya akan
berlanjut di tangan Ali bin Abi Thalib, yaitu dalam bentuk imâmah,
setelah Nabi meninggal sejumlah sahabat dekatnya memutuskan untuk
merebut kekhalifahan. Dengan memanfaatkan kebodohan dan kelemahan
rakyat, mereka merampas hak Ali yang sah.
Kenyataan ini
menjadi pemicu penyimpangan pemerintahan Islam dari jalan yang benar.
Penolakannya (Imam Ali-penerj.) untuk menyatakan sumpah setia kepada
orang-orang yang berkuasa, dan dalam khutbah-khutbahnya yang secara
kritis mengevaluasi situasi setelah wafatnya Nabi, menunjukkan bahwa Ali
bin Abi Thalib benar-benar mengetahui keadaan pemerintahan Islam yang
ideal dan keadaan Islam setelah direbut oleh para sahabat.
Selain itu, khutbah-khutbah tersebut menunjukkan pentingnya permasalahan
mengenai pemerintahan umat yang komprehensif. Bukan hanya
dimensi-dimensi spiritual dan religius saja. Para khalifah tidak
merampas otoritas spiritual dan religius Ali yang kepadanya mereka
merujukkan semua masalah agama mereka. Yang mereka rampas adalah
otoritas politik Ali, otoritas untuk melaksanakan hukum-hukum Islam.
Akhirnya, ketika memegang kendali pemerintahan pada tahun 35 H/656 M,
Ali memikul kekuasaan luas yang mencakup segala sesuatu yang Nabi
lakukan sebagai penguasa. Ketika Thalhah dan Zubair menentang
kekhalifahan, mereka mengganggu aspek pemerintahannya yang luas ini.
Mereka tidak pernah menentang otoritas spiritual dan religius. Mu`awiyah
menentang Imam Ali bukan dalam masalah interpretasi perintah [hukum].
Dia menentang Ali dalam hak pemerintahan dan posisinya sebagai pemimpin
umat yang utuh.
Dari pembahasan ini bisa disimpulkan,
pemerintahan Islam tidaklah berakhir dengan wafatnya Nabi. Sebaliknya
dengan mengangkat Ali, Nabi saw memastikan kelanggengan pemerintahan
Islam di tangan keturunannya; juga menunjukkan bahwa pembuat hukum Islam
tidak pernah membangun suatu sistem yang ditujukan bagi umat yang tidak
bisa berfungsi dalam mengatur sistem sosial dan politik umat. Dengan
kata lain, pemerintahan Islam mesti menjadi bagian kehidupan Muslim yang
permanen sepanjang sejarah.
Imam Ali bin Abi Thalib
mengangkat putranya, Hasan, sebagai imam setelahnya. Imam Hasan
mengangkat saudaranya Husain untuk melanjutkan estafet kepemimpinan
(imâmah). Dari Imam Husain, imamah berlanjut ke anaknya, yaitu Ali Zain
al-Abidin; dengan cara ini imamah ini berlanjut sampai kepada imam
terakhir, yaitu [Muhammad al-Mahdi al-Muntazhar] Hujjah bin Hasan
al-Askari as.
Keduabelas imam ini selain dikaruniai
perlindungan Ilahi dalam bentuk kemaksuman dan ilmu Islam yang mendalam,
juga dianugrahi kebijakan untuk memerintah dan mengatur sesuai dengan
hukum Ilahi dan timbangan keadilan. Karena itu, kepemimpinan umat dan
pemerintahan imam maksum merupakan aspek penting dari tatanan umat Islam
yang ideal.
Namun, selain pemerintahan singkat Ali bin Abi
Thalib, para imam yang lain tidak diberi kesempatan untuk memerintah
sejalan dengan hukum-hukum Allah dan memulihkan arah yang benar dan
membangkitkan kepercayaan diri dalam masyarakat Islam.
Pemerintahan Islam Selama Masa Kegaiban
Kini, muncul sejumlah pertanyaan mengenai status program sosial politik
Islam selama kegaiban (Imam Mahdi). Apa yang mesti dilakukan oleh kaum
Muslimin ketika mereka tidak bisa berhubungan dengan Imam, pemimpin yang
hak? Siapa yang mesti membimbing umat untuk melaksanakan program Ilahi?
Apakah kaum mukmin harus mengabaikan hadis Nabi berkenaan dengan
pemerintahan?
Apakah perintah Nabi hanya relevan selama masa
hidup beliau yang singkat saja, dan apakah perintah tersebut hanya
berlaku kembali ketika Imam Mahdi hadir? Haruskah sebagian besar
perintah Allah mengenai masalah sosial-politik-hukum terus ditunda
selama masa gaibnya Imam? Dengan kata lain, apakah kita mesti membaca
ayat-ayat al-Quran dan mendiskusikannya berdasarkan riwayat hadis untuk
mencerahkan diri kita sendiri tanpa berusaha melaksanakannya dalam
kondisi sosial politik saat ini?
Sudah pasti, seorang Muslim
tidak boleh menganggap perintah dan cita-cita Islam mesti ditunda sampai
pemimpin yang berkualitas seperti Imam sendiri memegang kendali
pemerintahan. Tak ada seorang ulama pun yang mengakui bahwa ideal-ideal
yang disampaikan kepada Nabi ini sampai generasi belakangan hanya untuk
didiskusikan, diperselisihkan, dan akhirnya dituliskannya saja untuk
generasi yang akan datang.
Bila kenyataannya seperti ini, maka
umat tidak memiliki pilihan kecuali menerima bahwa baik Nabi maupun
para imam tidak meninggalkan semua perintah ini bagi pemerintahan Islam
selain hanya pada masa al-Mahdi. Tentu saja, seseorang tidak bisa
mengatakan bahwa Islam datang untuk memberi bimbingan kepada umat dengan
dilengkapi peraturan dan undang-undang sosial politik tanpa disertai
sarana untuk melaksanakan ideal-ideal ini melalui seorang pelaksana
rencana Allah, yaitu Imam, sang pemimpin.
Kewajiban Muslim Selama Masa Kegaiban
Nabi dan Imam diangkat oleh Allah untuk menegakkan pemerintahan umat.
Nabi dan Imam mesti melaksanakan kehendak Ilahi ini. Namun, kewajiban
pokok terdapat di atas pundak umat: mereka mesti memberi dukungan penuh
yang dibutuhkan oleh Nabi dan Imam untuk mengendalikan dan menggunakan
kekuatan guna mencapai kehendak Allah.
Selama umat tidak
menunjukkan kesetiaan dan ketaatan kepada pemimpin pilihan Allah ini,
maka pemerintahan yang ideal sulit ditegakkan. Oleh karena itu, selama
Imam Mahdi tidak hadir (gaib) seperti yang terjadi sekarang ini, umat
Islam mempunyai tanggung jawab untuk bekerja serius demi mewujudkan
bentuk pemerintahan Islam. Islam, bahkan dalam kondisi sekarang ini,
tidak mencegah kewajiban kaum Muslimin untuk menerapkan dan mengikuti
ajaran Allah. Kenyataannya, banyak ajaran Islam ditujukan kepada umat
Islam:
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan
ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan
Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
(QS at-Taubah [9]: 41)
Berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. (QS ash-Shaff [61]: 11)
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas. (QS al-Baqarah [2]: 190)
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS
al-Mâidah [5]: 38)
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang
berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera,
dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah… (QS an-Nûr [24]: 2)
Wahai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan yang sebenarnya,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri, atau ibu
bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya maupun miskin. (QS an-Nisâ`[4]:
135)
Semangat di atas ditujukan kepada kaum Muslimin secara
umum dan menyeru kepada mereka untuk cergas kepada kewajiban sosial
mereka berkaitan dengan tatanan umat Islam yang lebih baik. Tentunya,
menjalankan kewajiban sosial ini tidak mungkin dapat dilakukan tanpa
seorang penguasa yang dapat menjamin pelaksanaannya secara adil.
Hukum yang berkaitan dengan tatanan sosial pasti memerlukan sebuah
badan pemerintahan yang dilengkapi dengan kekuasaan eksekutif untuk
melaksanakan ajaran Islam. Dengan kata lain, pelaksanaan sempurna dari
tatanan umat Islam beserta semua kandungan spiritual, moral, dan
hukumnya, tak mungkin dilakukan tanpa pemerintahan yang mempunyai
kekuasaan eksekutif. Untuk menjalankan semua dimensi Islam amat
diperlukan adanya pemerintahan yang mendukung pelaksanaannya. Allah
berfirman:
Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa
yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa
yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.
(QS asy-Syûra [42]: 13)
Kiranya bisa disimpulkan dari
perintah-perintah umum al-Quran kepada kaum Muslimin dan dari ketetapan
Nabi untuk mengabadikan pemerintahan Islam melalui ajaran yang bermuatan
sosial, politik, hukum, dan moral Islam bahwa selama kegaiban Imam
Keduabelas, umat Islam berkewajiban untuk bekerja keras demi membumikan
tujuan Islam dalam kehidupan sosial dan personal sehari-hari.
Selama kita meyakini bahwa Islam hadir untuk memberi kebahagiaan dunia
dan akhirat, dan, oleh karenanya, melegislasikan hukum-hukum yang
mencakup setiap aspek hubungan Tuhan-manusia dan hubungan antarmanusia,
maka kita mesti meyakini keniscayaan pengaturan urusan-urusan kita
sesuai dengan hukum-hukum ini.
Kesimpulan ini akan terasa lebih
masuk akal apabila kita menyadari bahwa hukum ini tidak hanya berlaku
di zaman Nabi tapi juga berlaku bagi manusia hingga Hari Pembalasan.
Oleh karena itu, kita mesti menjalankan norma-norma ini sekarang juga.
Kaum Muslimin mesti menyiapkan diri untuk mendukung revolusi akhir Imam
Mahdi dengan cara mengintrospeksi kekurangan-kekurangan dan membenahi
diri guna melakukan tanggung jawab besar, yaitu menjadikan tatanan umat
Islam sebagai satu-satunya tatanan yang dapat menjamin kedamaian dan
keharmonisan di muka bumi.
Dua Fakta
Perlunya pendirian sebuah pemerintahan dan usaha untuk menstabilkannya
merupakan keniscayaan rasional dan disetujui oleh semua orang berakal.
Dalam hal ini, Islam sangat mendukungnya. Untuk menguatkan kesimpulan
tersebut, mari kita tengok dua peristiwa sejarah pada masa Islam awal.
Diceritakan, selama Perang Uhud, pada masa awal-awal Islam, muncul
berita bohong yang tersebar di kalangan Muslimin yang mengabarkan bahwa
Nabi telah terbunuh. Akibatnya, moral pasukan Muslim menciut. Mereka
segera meninggalkan posisinya dan bercerai-berai.
Peristiwa ini didefinisikan dalam al-Quran:
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul. Mengapa, bila dia meninggal atau
terbunuh, kamu akan berbalik ke belakang? (QS Ali Imran [3]: 144
Apakah ayat ini berarti bahwa setelah wafatnya Nabi, umat Islam harus
kembali pada kebiasaan lama (jahiliah) mereka? Tentu saja tidak. Islam
merupakan realitas yang akan tetap eksis, meskipun Nabi telah wafat.
Oleh karena itu, kaum Muslimin harus setia kepada ajaran Islam dan
bekerja dengan mengimplementasikannya tanpa gangguan. Tidak ada tugas
eksplisit yang dibebankan oleh al-Quran yang dihapus setelah wafatnya
Nabi atau gaibnya Imam.
(2) Fakta kedua, diperlihatkan oleh
kaum Muslimin tidak lama setelah wafatnya Nabi saw. Para sahabat
berkumpul di Saqifah Bani Sa`idah. Mereka semua setuju bahwa
pemerintahan negara Islam harus dilanjutkan oleh seorang pemimpin baru,
yaitu khalifah. Ketidaksetujuan berkisar pada siapakah orang yang layak
jadi pemimpin, bukannya pada perlunya kepemimpinan.
Kaum
Anshar bersikeras pemimpin harus dari kelompoknya, namun golongan
Muhajirrin menolak. Mereka berpendapat, kepemimpinan sebenarnya hak
orang-orang Makkah. Mereka berkompromi, khalifah adalah untuk satu
kelompok dan komandan untuk kelompok lainnya.
Namun, tak
seorang pun berkata bahwa umat Islam tidak memerlukan seorang pemimpin
dan mereka bisa membentuk sebuah masyarakat tanpa seseorang yang
mengarahkan kehidupan sosial dan politik.
Bahkan lebih jelas
lagi, Ali bin Abi Thalib, yang tidak menyetujui hasil Saqifah dan
menentang keputusannya, mengetahui persis bahwa haknya untuk memimpin
umat pada saat yang sangat genting telah diabaikan. Akan tetapi, dia
sama sekali tidak menyangkal perlunya pemimpin negara Islam yang masih
amat muda itu.
Menurut keyakinan Ali bin Abi Thalib,
kekhalifahan pasca-Saqifah adalah kekhalifahan yang menyimpang namun
tetap perlu diselenggarakan demi kehidupan sosial-politik umat. Dengan
alasan inilah, dia tidak pernah berusaha menumbangkan kekhalifahan
tersebut. Sebaliknya, karena menyadari bahaya yang diakibatkan oleh
huru-hara politik, dia tidak pernah enggan memberi nasihat terbaik untuk
kelestarian Islam.
Selain itu, dia tidak pernah melarang para
pendukungnya yang paling loyal dan juga anggota keluarganya untuk
menerima tugas resmi dari para khalifah. Dia benar-benar bersikukuh pada
prinsip pemerintahan demi keberlanjutan tatanan umat Islam yang akan
datang. Dalam perselisihannya dengan kaum Khawarij yang melepaskan diri
dari pasukannya dan menafsirkan ayat al-Quran, 'Keputusan adalah milik
Allah semata' (lâ hukm illâ li-Allâh) secara salah, dengan jalan
memberontak terhadap otoritas Ali, ia menolak interpretasi mereka dengan
mengatakan:
Sungguh itu adalah kalimat haqq, namun dimaksudkan
untuk sesuatu yang batil! Memang benar, "tiada hukum kecuali bagi
Allah". Namun orang-orang itu bermaksud mengatakan: "Tiada kepemimpinan
kecuali bagi Allah". Padahal, masyarakat harus punya seorang pemimpin,
apakah ia seorang yang baik atau yang jahat.
Di bawah
kepemimpinannya, seorang Mukmin melaksanakan tugasnya; seorang kafir
menikmati hidupnya sementara Allah SWT mencukupkan ajal segala sesuatu.
Penghasilan uang negara dikumpulkan; musuh-musuh diperangi; jalan-jalan
diamankan dan hak si lemah diambil kembali dari si kuat, sehingga orang
yang baik akan hidup tenteram dan yang jahat dapat dicegah dari
kejahatannya.22
Oleh karena itu, seseorang tidak boleh
meragukan prinsip-prinsip bahwa penegakkan dan kelangsungan pemerintahan
merupakan perkara-perkara penting.
Selain itu, tanggung jawab
ini telah dibebankan di pundak umat. Ketika Nabi atau Imam hadir,
mereka harus mendukung dan menolongnya untuk mengurus masalah-masalah
kepemerintahan. Ketika Imam sedang gaib, umat mesti mencari dan memilih
faqih (faqih) yang berkualitas, berilmu Islam yang luas dan mendetail,
berpengalaman dalam dunia sosial-politik, dan dianugrahi oleh wawasan
politik dalam rangka mengatur tatanan umat Islam.
Pembenaran
untuk memilih seorang ahli hukum (faqîh) yang berkualitas untuk mengatur
pemerintahan Muslim dapat dilihat dalam hadis para imam yang tidak
hanya menerima pemerintahan seorang faqih di masa kegaiban Imam
Keduabelas, tetapi bahkan merekomendasikan para pengikutnya untuk
mencari pemimpin-pemimpin seperti ini di antara mereka. Orang semacam
ini mampu mengarahkan umat Islam dan mampu melaksanakan program
sosial-politik Islam.
Perlu disebutkan, perdebatan mengenai
pemerintahan Islam dan hubungannya dengan pemerintahan seorang faqih
(wilayat al-faqih) adalah hal yang rumit dan perlu penjelasan mendetail
yang tidak dapat kita lakukan pada kesempatan ini dalam pembahasan kita
mengenai Imam Keduabelas as. Namun, kita akan membicarakannya secara
ringkas dan menyimpulkan diskusi kita.
Maksud kami membahas
detail-detail mengenai perlunya pemerintahan Islam selama kegaiban ini
adalah untuk menyadarkan Anda bahwa ketika kita menganggap hadis-hadis
yang menolak segala keterlibatan yang aktif dalam gerakan sosial dan
politik sebelum datangnya al-Mahdi, maka kita harus menyadari seluruh
kewajiban tersebut diklasifikasikan sebagai bagian dari tugas-tugas
kolektif-misalnya, perang, pertahanan, lembaga peradilan, pelaksanaan
keadilan, dan lain sebagainya. Dan, oleh karena itu, merupakan
perkara-perkara yang diperlukan dari hadis hukum Islam.
Dengan
demikian, seseorang tidak bisa meragukan pelaksanaannya dalam tatanan
umat Islam. Untuk melaksanakannya secara efektif, maka diperlukan
otoritas Muslim yang memiliki kekuatan untuk melaksanakan agenda sosial
politik Islam. Oleh karena itu, kita harus memeriksa hadis-hadis yang
mendorong kepasifan politik di saat perlunya menata urusan Muslimin.
Saya harap, saya bisa membicarakan permasalahan ini di kesempatan yang
akan datang dan memerikannya dengan agak detail sehingga kita dapat
menarik kesimpulan secara objektif. Berhubung waktu kalian tidak
memadai, kita harus menundanya sekarang.
Dr. Jalali: Mari kita diskusikan pemasalahan lainnya di rumah saya.
Catatan Kaki:
1. Al-Kulaini, al-Kâfî, jilid 1, hal.271.
2. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.364.
3. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.172; Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.389.
4. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.389.
5. Al-Kulaini, al-Kâfî, jilid 1, hal.279
6. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.420.
7. As-Suyuthi, Kitâb al-Hawi li al-Fatâwâ, jilid 2, hal.78.
8. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.96.
9. Ibid., jilid 51, hal.133.
10. Kamâl al-Dîn, jilid 2, hal.644.
11. Ibid.
12. Ibid.
13. Ibid., hal.645.
14. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.218.
15. Ibid., jilid 52, hal.358.
16. Ibid., hal.366.
17. Kamâl al-Dîn, jilid 2, hal.644.
18. Nu'mani, Kitâb al-Ghaibah, hal.211.
19. QS al-Ahzab: 6.
20. Untuk detailnya, lihat Syaikh Abdul-Haqq, Kitâb al-Tarâtib al-Idâriyyah dan al-Hafizh Abu Ubaid, Kitâb al-Amwâl.
21. Yanâbî' al-Mawaddah, hal.3.
22. Nahj al-Balâghah, khutbah 39.
25
IMAM MAHDI
BAB 13
Penelitian Lebih Lanjut Tentang Hadis-hadis
Dr. Jalali:
Saya harap Tn. Hosyyar bersedia meneruskan pembicaraan kita sebelumnya
perihal hadis-hadis menyangkut pahala menantikan keselamatan (faraj)
melalui kehadiran Imam Mahdi.
Tn. Hosyyar:
Mari kita bicarakan topik utama kita ihwal penyelidikan atas hadis-hadis
tentang ketidakbolehan beraktivitas politik dan sosial selama masa
kegaiban Imam.
Sebagaimana telah kami tunjukkan, sebagian besar
ajaran Islam berkaitan dengan peraturan-peraturan yang menghubungkan
tatanan umat Islam dengan amal-amal yang baik secara syariah.
Ajaran-ajaran ini mencakup partisipasi dalam pertahanan keluarga
seseorang, rumah, harta milik, dan lain sebagainya; berperang dengan
orang-orang yang menekan rakyat; beramar makruf dan nahi munkar; dan
seluruh kewajiban lainnya yang menjadi prasyarat penting bagi seorang
Muslim sebagai anggota dari masyarakat, sebagai anggota sebuah tatanan
umum. Namun, mungkin saja beberapa orang melepaskan diri dari kewajiban
masyarakat ini dan membaca satu atau dua hadis untuk memuaskan diri
dengan cara hanya melakukan beberapa ritual yang menghiburnya. Karena
alasan inilah, saya menganggap bahwa hadis-hadis yang mereka gunakan
untuk membenarkan tingkah laku tersebut haruslah diperiksa secara
seksama guna menentukan sumber dan validitasnya.1
Kelompok Hadis Pertama
Terdapat hadis-hadis yang menyarankan golongan Syi`ah untuk tidak
menyambut ajakan seseorang yang mengangkat senjata tanpa meneliti dahulu
surat mandat dan tujuan-tujuannya secara cermat. Lebih lanjut lagi,
hadis-hadis ini menuntut kaum Syi`ah untuk menolak klaim-klaim
kepemimpinan dan tujuan-tujuan luhur individu-individu semacam itu.
Sekalipun mereka kebetulan termasuk keturunan Ali bin Abi Thalib.
Hadis pertama:
Diriwayatkan dari Muhammad bin Ya`qub, dari Ali bin Ibrahim, dari
ayahnya, dari Shafwan bin Yahya, dari Isa bin al-Qasim, yang berkata:
Saya mendengar Imam ash-Shadiq berkata:
Jangan meninggalkan ketakwaan kepada Allah, Zat Yang Mahaesa dan tiada
sekutu bagi-Nya, dan lindungilah diri kalian selamanya. Saya berpesan
dengan sesungguhnya bahwa bila seseorang telah memilih seorang gembala
untuk memelihara biri-birinya, namun setelah itu ia menemukan orang lain
yang lebih bijaksana daripada pengembala yang pertama, maka ia akan
meninggalkan yang pertama dan menggantinya dengan yang kedua.
Demi Allah, bila engkau mempunyai nyawa rangkap, dan engkau telah
berpengalaman pada hidup yang pertama, maka engkau tidak akan mengalami
kesulitan dalam menerapkan pengalaman yang pertama tersebut. Namun
realitasnya tidak demikian. Setiap orang hanya memiliki satu kesempatan.
Oleh karena itu, bila seseorang gagal maka dia tidak akan
memiliki kesempatan lagi untuk bertaubat atau kembali. Maka
berhati-hatilah dalam mengevaluasi dan menyeleksi jalan terbaik bagi
diri kalian sendiri.
Karenanya, bila seorang dari kami datang
kepada kalian dan mengajak memberontak, pikirkanlah dengan cermat dan
carilah alasan mengapa dia memberontak.
Janganlah hanya
berkata [untuk membenarkan pemberontakannya, ia berkata seperti
berikut:] "Ya, Zaid bin Ali juga telah melakukan sebelumnya!" Sebabnya,
Zaid seorang yang berilmu dan bertakwa dan tidak berperang demi
kepemimpinannya. Malahan, ia menyeru kepada seseorang yang akan diterima
dan didukung oleh Ahlulbait.
Bila ia berhasil, maka ia akan
memenuhi janjinya dan menyerahkan wewenang kepada yang berhak. Zaid
memberontak pemerintah dan berusaha menumbangkannya. Tapi apa yang
dikehendaki oleh seseorang yang mengajak berontak pada saat ini? Apakah
ia menyeru kalian pada seseorang yang dapat diterima dan didukung oleh
Ahlulbait? Tidak, sama sekali tidak. Saya menyeru kalian untuk bersaksi
bahwa kami tidak menyukai pemberontakan orang semacam ini.
Dia
tidak memiliki kekuasaan, namun telah mulai menentang kami. Dan apabila
dia meraih kekuasaan dan berhasil mengibarkan bendera, dia tidak akan
mengembalikannya kepada kami karena ketaatan.
Oleh karena itu,
sambutlah seruan yang disetujui oleh seluruh keturunan Fathimah. Orang
tersebut adalah imam dan pemimpin kalian. Ketika bulan Rajab
menyingsing, mintalah pertolongan Allah. Tidak mengapa bila kalian ingin
menundanya hingga bulan Sya'ban. Bahkan lebih baik bagi Anda, bila Anda
berpuasa Ramadhan bersama keluarga kalian. Bila Anda perlu beberapa
tanda, maka cukuplah mengingatkan diri kalian sendiri ihwal kemunculan
Sufyani.2
Hadis ini dinilai autentik seseluruh rangkaian sanad telah diakui oleh para ulama.
Arti dan Implikasi Hadis Tersebut
Peringatan dari Imam ash-Shadiq ini menyangkut masalah orang-orang dari
Ahlulbait yang bangkit melawan kekuatan tirani para khalifah dan
mengklaim kekhalifahan bagi mereka sendiri. Imam menyampaikan kriteria
untuk mengantisipasi klaim-klaim tersebut: bila si individu benar-benar
berkualitas atau bila dia jujur pada tujuan dan pada pemimpin yang dia
perjuangkan, maka Syi`ahnya boleh menyambut ajakannya. Kondisi semacam
ini boleh-boleh saja di masa para imam sebelum Imam Keduabelas gaib.
Hadis ini berbicara mengenai pemberontakan Muhammad bin Abdullah bin
Hasan bin Ali bin Abi Thalib dibandingkan dengan pemberontakan
sebelumnya yang dilakukan oleh Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi
Thalib. Imam mengingatkan umat tidak mencampurbaurkan dua pemberontakan
tersebut. Imam memberikan respon yang positif pada perjuangan Zaid,
sedia (Zaid) berontak demi terealisasinya imamah imam yang hak.
Sedangkan Muhammad bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib tidak memiliki tujuan semulia itu.
Selain itu, terdapat bentuk kepemimpinan yang berbeda dari dua gerakan
orang tersebut. Kepribadian Zaid jauh lebih unggul ketimbang kepribadian
Muhammad. Penilaian Imam ash-Shadiq bahwa Muhammad tidak akan
menaatinya benar-benar menjelaskan bahwa ia meragukan tujuan gerakan
yang dilakukan oleh orang kedua tersebut.
Abu Faraj
al-Isfahani, yang menulis mengenai Muhammad bin Abdullah, berkata bahwa
Ahlubait semula memanggil Muhammad sebagai al- Mahdi dan meyakini bahwa
dia adalah al-Mahdi yang ditunggu-tunggu. Keyakinan ini tersebar begitu
luas sehingga sekelompok orang dari Bani Hasyim, keturunan Ali bin Abi
Thalib, dan Bani Abbas memberikan ba`iatnya. Untuk menumbuhkembangkan
suasana penuh harap dan pemberontakan ini, menurut Abu Faraj, Muhammad
bin Abdullah pernah menyatakan dengan terang-terangan bahwa dialah
al-Mahdi.3
Muhammad bin Abdullah bangkit sebagai al-Mahdi
selama periode Imam ash-Shadiq dan mengajak orang-orang untuk
mengikutinya. Dengan konteks inilah hadis di atas disampaikan. Beliau
mengingatkan kaum Syi`ah untuk tidak terjebak dengan klaim-klaim
messianik semacam itu. Dengan kata lain, maksud Imam bukanlah melarang
secara mutlak segala jenis aktivitas yang merespon bencana
sosial-politik. Tapi, usahanya diarahkan untuk mendidik para pengikutnya
agar bisa membedakan bentuk perjuangan yang baik yang dilakukan oleh
Zaid dan bentuk pemberontakan yang buruk yang dilakukan oleh Muhammad,
yang notabene keduanya dari Ahlulbait.
Menurut fakta,
berdasarkan riwayat di atas, nampak Imam menyatakan persetujuannya pada
orang pertama, termasuk orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya, dan
mengecam orang kedua.
Kita perlu memahami
tujuan-tujuan revolusi Zaid, yang direspon baik oleh Imam ash-Shadiq.
Tentu saja, kita hanya menyebutkannya secara ringkas di sini mengingat
ruang terbatas yang kita miliki:
(1) Zaid adalah orang
yang saleh, berilmu, dan dapat dipercaya. Dia layak menjadi pimpinan
perjuangan tersebut. Penilaian Imam ash-Shadiq mengenai karakter
pamannya menjadi fakta yang jelas akan persetujuan beliau atas gerakan
sang paman. Beliau berkata, "Pamanku Zaid berharga bagi kami baik di
dunia ataupun di akhirat. Sesungguhnya, ia meraih kesyahidan di jalan
Allah. Kesyahidannya sama seperti kesyahidan orang-orang yang berperang
bersama Nabi, Ali bin Abi Thalib, Hasan, dan Husain."4
Dalam
sebuah hadis yang diwartakan oleh Abu Faraj al-Isfahani, Nabi saw
berkata kepada Imam Husain, "Engkau akan dianugrahi salah seorang anak
yang bernama Zaid. Dia dan para pengikutnya akan dibangkitkan dengan
wajah yang tampan dan bersinar di Hari Pembalasan, dan akan memasuki
Surga."5
(2) Alasan Zaid melakukan pemberontakan adalah logis.
Beliau tidak mengklaim sebagai Imam. Tujuan utamanya adalah menumbangkan
pemerintahan yang tidak adil dan memulihkan otoritas kepada imam yang
hak dari kalangan Ahlulbait. Sekiranya dia berhasil, niscaya ia akan
memenuhi janjinya. Kembali, Imam ash-Shadiq berkata, "Semoga Allah
merahmati pamanku Zaid! Seandainya ia berhasil dalam misinya, ia akan
memenuhi janjinya. Dia menyeru orang-orang untuk mengakui [keimamahan]
seseorang dari Ahlulbait yang bisa diterima dan didukung mereka."6
Dalam beberapa sumber, terdapat pernyataan-pernyataan yang menyatakan
bahwa Zaid adalah seorang imam. Namun, putranya, Yahya, menolaknya.
Justru, sebaliknya, ia mengakui Imam ash-Shadiq as sebagai imam. Di
kalangan pendukung dan pasukan Zaid pun Imam ash-Shadiq diakui sebagai
seorang keturunan Bani Hasyim yang paling berilmu dan lurus.
Ammar bin Sabathi menceritakan suatu peristiwa tatkala seseorang
bertanya pada Sulaiman bin Khalid, salah seorang anggota pasukan Zaid,
"Apa pendapatmu tentang Zaid? Siapa yang lebih utama, Zaid atau Ja'far
bin Muhammad (ash-Shadiq)?" Sulaiman berkata, "Demi Allah, satu hari
kehidupan Ja'far bin Muhammad lebih berharga dari seluruh kehidupan
Zaid." Ketika Zaid dikabarkan tentang hal ini, ia pun mengaminkannya
seraya berkata, "Ja'far bin Muhammad adalah imam kita dalam berbagai
persoalan yang berhubungan dengan halal dan haram."7
(3)
Pemberontakan Zaid adalah tindakan yang telah diperhitungkan sebelumnya;
tindakannya tidak emosional dan tanpa persiapan. Tujuannya adalah
melakukan amar makruf nahi munkar, serta memerangi kekuatan tiran dan
kejahatan. Zaid ingin menumbangkan pemerintahan yang lalim dengan
kekuatan dan menggantikannya dengan anggota Ahlulbait yang berkualitas
yang didukung oleh setiap orang.
Dengan alasan inilah sejumlah
besar kaum Muslimin menyambut ajakan beliau. Di Kufah saja, terdapat
15.000 orang yang menyatakan dukungannya pada Zaid. Pasukan beliau
terdiri dari orang-orang yang berasal dari berbagai tempat di Irak dan
Khurasan.8
Legitimasi dan kebermaknaan revolusi Zaid lebih luar
biasa lagi sesejumlah ulama Sunni pun merespon ajakannya dan bergabung
dengannya. Beberapa imam Sunni, misalnya Imam Abu Hanifah, mendukung
beliau dan mengirimkan bantuan keuangan kepada Zaid.9
Zaid
sebelumnya telah mendiskusikan maksud beliau kepada Imam ash-Shadiq
untuk bangkit melawan penguasa yang lalim. Imam berkata, "Paman, bila
engkau ingin terbunuh dan digantung di tempat sampah di Kufah, maka
lakukanlah apa yang engkau pikir baik." Zaid begitu ingin mewujudkan
rencananya meskipun Imam ash-Shadiq as telah meramalkan ia akan terbunuh
lantaran perjuangannya. Ia berjuang di jalan Allah sampai ia terbunuh.
Tentangnya, Imam ar-Ridha as berkata:
Zaid adalah termasuk orang alim di kalangan keturunan Muhammad. Dia
marah karena Allah dan bertempur melawan musuh Allah sampai ia syahid di
jalan-Nya.10
Mari kita tengok kembali pembahasan kita mengenai
hadis di atas. Jelaslah, seseorang tidak bisa mengartikan hadis yang
disampaikan oleh Isa bin Qasim sebagai hadis yang menentang reaksi
seorang aktivis terhadap kekisruhan politik yang terjadi di Dunia Islam.
Sebaliknya, hadis tersebut mendukung gerakan yang sah guna
menghancurkan ketidakadilan.
Maksud dari peringatan Imam as
adalah untuk menghindarkan para pengikutnya dari bertaklid buta pada
seseorang dan pada gerakan yang membuat mereka terjerat pada hal-hal
yang sangat membahayakannya. Selama kriteria penting di atas, seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, terpenuhi maka tidak ada larangan
mengikuti seorang pemimpin dan gerakannya. Oleh karena itu, seseorang
tidak bisa menyatakan bahwa hadis di atas adalah hadis yang melarang
berbagai gerakan orang Syi`ah selama gaibnya Imam Keduabelas.
Hadis kedua:
Dilaporkan oleh Ahmad bin Yahya al-Maktab, dari Muhammad bin Yahya
as-Sulli, dari Muhammad bin Zaid an-Nahwi, dari Ibn Abi Abdun, dari
ayahnya, dari Imam ar-Ridha as yang berkata kepada Ma'mun seorang
khalifah Abbasiyah:
Jangan bandingkan saudaraku Zaid dengan
Zaid bin Ali bin Husain. Zaid bin Ali termasuk otoritas yang alim dari
keturunan Muhammad, marahnya karena Allah dan ia berperang melawan musuh
Allah hingga ia meninggal sebagai syahid. Ayahku, Musa bin Ja'far
berkata bahwa ia mendengar dari ayahnya, Ja'far bin Muhammad, yang
berkata, "Semoga Allah merahmati pamanku Zaid.
Dia menyeru
rakyat kepada seseorang yang diterima dan didukung oleh Ahlulbait.
Apabila dia berhasil, dia pasti akan memenuhi janjinya." Dia juga
berkata, "Zaid berkonsultasi dulu padaku mengenai misinya dan aku
berkata padanya, 'Bila engkau ingin terbunuh dan digantung di atas
tempat sampah Kufah, maka lakukanlah apa yang engkau pikir baik.'"
Imam ar-Ridha as kemudian berkata:
Zaid tidak menuntut sesuatu yang bukan miliknya. Dia orang yang sangat
bertakwa sehingga dia tidak pernah mengklaim sesuatu yang bukan
miliknya.
Sebaliknya, ia (Zaid) pernah berkata, "Saya menyeru kalian untuk mengakui seseorang yang bisa diterima oleh keluarga Nabi."11
Hadis tersebut tidak logis kalau dilihat dari segi sanad. Para perawi
dinilai tidak handal menurut para ulama penyusun biografi. Namun kalau
dilihat dari segi isinya, ia tidak berlawanan dengan sikap aktivis
selama masa kegaiban. Hadis ini menilai tindakan dan kepribadian Zaid
secara positif. Namun, Imam ar-Ridha mengecam tindakan Zaid yang lain
yang notabene saudaranya sendiri.
Zaid ini (Zaid bin Musa)
muncul di Bashrah dan mengajak orang-orang untuk mendaulatnya sebagai
pemimpin mereka. Ia menghancurkan rumah-rumah mereka dan merampas
isinya. Ia akhirnya kalah dan ditangkap oleh penguasa khalifah. Ma'mun
memaafkannya dan mengirimkannya pada Imam as. Imam ar-Ridha as
membebaskannya tapi melarang dia berbicara padanya lagi.12
Jelaslah, hadis ini bukan bukti atas respon seorang aktivis terhadap
ketidakadilan yang terjadi di pemerintahan Islam selama ketiadaan Imam
Keduabelas as.
Kelompok Hadis Kedua
Kelompok ini menunjukan bahwa revolusi apapun sebelum revolusi akhir
Imam Mahdi yang amat meluas akan berujung dengan kekalahan. Hadis
pertama: Dilaporkan dari Ali bin Ibrahim, dari ayahnya, dari Hammad bin
Isa, dari Rab`i, dari Ali bin Husain as dia berkata:
Demi
Allah, tak seorang pun dari kami akan bangkit sebelum revolusi al-Qâ`im,
kecuali orang yang mirip seekor ayam yang meninggalkan sarangnya
sebelum ia bisa terbang. Hal semacam ini akan jatuh di tangan anak-anak
yang akan bermain-main dengannya.13
Hadis ini dianggap lemah
dari segi sanad setidak lengkap karena tidak lengkap. Karena itu ia
tidak dihitung sebagai bisa dipercaya. Hadis kedua: Diriwayatkan dari
Jabir, dari Imam al-Baqir, yang berkata:
Bentuk revolusi
al-Qâ`im kita akan menyerupai kemunculan Nabi saw. Bentuk revolusi
seseorang dari kita, Ahlulbait, sebelum kemunculan al-Qâ`im akan
menyerupai seekor ayam yang meninggalkan sarangnya [sebelum ia siap
terbang] dan menjadi mainan anak-anak.14
Hadis ketiga: Diriwayatkan dari Abu al-Jarud yang mendengar Imam al-Baqir berkata:
Tak seorang pun di antara kami, Ahlulbait, bangkit menentang kezaliman
dan berperang demi kebenaran, kecuali dia terperangkap dalam kesulitan
dan menghadapi kekalahan. Hingga pada saatnya, ketika mereka yang hadir
dalam perang Badar dan pergi bergegas membantu mereka yang berjuang, dan
tidak memiliki keperluan akan kuburan bagi yang terbunuh dan tidak
memerlukan perawatan bagi yang terluka, muncul.
Perawi bertanya, "Siapa yang dimaksud oleh Imam?" Abu Jarud berkata, "Malaikat."15
Hadis keempat:
Diriwayatkan dari Abu al-Jarud, dari Imam al-Baqir as. Dia meminta Imam
menyarankan sesuatu yang bermanfaat baginya. Imam berkata:
Aku
mengingatkan engkau untuk bertakwa dan tetap tinggal di rumah. Dan
hiduplah bersama masyarakat umum. Hindari orang-orang di antara kami
yang bangkit, semereka tidak memiliki tujuan…Hati-hatilah karena tidak
ada kelompok yang bangkit untuk memerangi ketidakadilan dan
mengembalikan kegemilangan Islam, kecuali mereka tersungkur kena bencana
sampai bangkit sekelompok orang yang turut serta dalam Perang
Badar...16
Kelanjutan hadis di atas sama dengan hadis
sebelumnya. Tiga hadis terakhir ini yang juga berdasarkan rantai
periwayatan lemah dianggap tidak bisa dipercaya.
Lagi pula,
salah seorang perawinya adalah Abu al-Jarud yang yang mengikuti faksi
Zaidi dan merupakan pendiri sekte Jarudiyyah. Dia dinilai sebagai perawi
lemah oleh para ulama biografi (al-jarh wa al-ta'dil).
Penelitian Makna dan Implikasi Hadis-hadis Di Atas
Hadis-hadis di atas menunjukkan bagaimana Imam al-Baqir menjawab para
pengikutnya yang ingin mengetahui alasan ia tidak tidak bangkit.
Hadis-hadis ini mengabarkan kebenaran eksternal mengenai situasi yang
dihadapi oleh para anggota Ahlulbait yang bangkit dan berinisiatif
melakukan gerakan melawan ketidakadilan namun mendapat perlawanan dan
kehancuran.
Hadis ini juga menyatakan keyakinan pada revolusi
Mahdi di masa depan yang akan mendapatkan pertolongan Ilahi dengan
perantaraan malaikat, sebagaimana orang-orang di pertempuran Badar yang
monumental di awal-awal munculnya Islam. Dengan kata lain, hadis-hadis
tersebut menjelaskan alasan mengapa para imam tidak bisa bangkit melawan
kekuatan lalim tanpa persiapan yang cukup dan bantuan Ilahi.
Ada pula aspek lain pada hadis-hadis ini: sebagai pengingat bagi
orang-orang yang memaksa untuk melakukan respon radikal dalam waktu yang
tidak tepat.
Hadis-hadis ini menjadi pengingat yang efektif
bagi wangsa Alawiyin yang terbunuh pada masa-masa yang berbeda karena
mereka telah tinggal landas "sebelum mampu terbang keluar dari sarangnya
yang aman". Dengan kata lain, tidak ada jaminan kesuksesan pada
siapapun yang bangkit sebelum revolusi al-Mahdi. Namun hadis-hadis
tersebut tidak berarti bahwa secara legal dan moral, kewajiban-kewajiban
agama seperti jihad di jalan Allah, membela Islam dan kaum Muslimin
(difa`), amar makruf nahi munkar, menentang kejahatan dan kezaliman
tertunda hanya karena para imam tidak memiliki wewenang penuh untuk
melaksanakan tugas-tugas ini.
Bila seseorang diberi informasi
mengenai akibat malang sebuah peperangan tidak berarti dia tidak bisa,
kemudian, memutuskan untuk berperang. Dalam hal ini, Imam Husain patut
menjadi suri teladan yang baik. Dia tahu akibat yang akan dihadapi
apabila ia melawan ketidakadilan Bani Umayyah, namun dia tetap maju
berperang demi memenuhi kewajiban legal dan moral, yaitu mempertahankan
Islam dan al-Quran. Tak syak lagi, Islam saat ini bisa terus bertahan
hanya karena pengorbanan Imam Husain, keluarganya, dan para pengikutnya.
Oleh karena itu, hadis-hadis di atas tidak mengimplikasikan bahwa
kewajiban mempertahankan dan melindungi masyarakat Muslim yang
ditetapkan oleh syariah tertunda dahulu sampai Imam Keduabelas kembali.
Kelompok Hadis Ketiga
Kelompok hadis ini mewajibkan orang-orang Syi`ah menahan diri dari segala gerakan sebelum kemunculan terakhir Imam Keduabelas.
Hadis pertama:
Diriwayatkan oleh beberapa perawi, dari Ahmad bin Muhammad bin Utsman
bin Isa, dari Bakr bin Muhammad, dari Sudair, yang mengatakan bahwa Imam
ash-Shadiq berkata:
Tinggallah kalian di rumah-rumah kalian.
Selama siang dan malam merambat tenang, kalian pun harus tetap tenang.
Apabila kalian mendengar bahwa Sufyani telah muncul, maka datanglah
kepada kami, walaupun berjalan kaki.17
Sanad hadis ini
bermasalah seterdapat seorang Waqifi, yaitu orang yang mengimani imamah
hanya sampai pada Imam Ketujuh, Imam Musa al-Kazhim. Utsman bin Sa`id
adalah wakil Imam al-Kazhim ketika beliau masih hidup. Setelah sang Imam
mangkat, ia menjadi seorang Waqifi dan tidak pernah menyerahkan khumus
pada Imam ar-Ridha. Beliau memperlihatkan ketidaksetujuan yang amat
sangat padanya karena permasalahan tersebut. Dia (Utsman) akhirnya sadar
dan mengembalikan seluruh barang kepunyaan Imam (al-Kazhim). Hadis ini
juga bermasalah karena ketidakandalan Sudair bin Hakim ash-Shairafi.
Hadis kedua:
Diriwayatkan dari Ahmad bin Ali bin al-Hakam, dari Abi Ayyub al-Kazzaz,
dari Umar bin Hanzalah. Dia berkata bahwa ia mendengar dari Imam
ash-Shadiq yang berkata:
Terdapat lima tanda sebelum
kemunculan al-Qâ'im: (1) seruan (dari langit); (2) (kemunculan) Sufyani;
(3) tenggelamnya (bagian dunia di beberapa tempat); (4) pembunuhan
an-Nafs az-Zakiyyah; dan (5) munculnya seorang Yamani. Perawi bertanya,
"Wahai putra Nabi, kalau salah seorang anggota Ahlulbait berontak
sebelum tanda-tanda ini terjadi, apakah kami mesti mengikutinya?" Imam
menjawab, "Tidak."18
Sanad hadis ini juga mengandung masalah seterdapat Umar bin Hanzalah yang tidak diakui.
Hadis ketiga:
Diriwayatkan dari Muhammad bin al-Hasan bin al-Fadhl bin Syadzan, dari
al-Hasan bin Mahbub, dari Amr bin Abi al-Miqdam, dari Jabir, dari
al-Baqir as. Beliau berkata:
Tetaplah di tempat. Jangan
gerakan tangan dan kaki kalian, sampai tanda-tanda yang aku sampaikan
padamu terjadi. (Yaitu), perselisihan antarkeluarga fulan; dan seruan
dari seorang penyeru di langit; dan suara yang bersumber dari arah
Damaskus.19
Hadis ini juga tidak sahih karena rangkaian
sanadnya terdapat Umar bin Abi al-Miqdam. Syaikh Thusi meriwayatkan
hadis dari dua sumber yang kebetulan kedua-duanya tidak bisa dipercaya.
Hadis keempat:
Dikisahkan dari al-Hasan bin Muhammad ath-Thusi, dari ayahnya, dari
al-Mufid, dari Ahmad bin Muhammad al-Alawi, dari Haidar bin Muhammad bin
Nu`aim, dari Muhammad bin Isa, dari al-Hasan bin Khalid, yang berkata,
"Aku berkata pada Abu al-Hasan ar-Ridha bahwa Abdullah bin Bukair
mengabarkan sebuah hadis yang akan aku katakan padamu."
Dia
berkata, "Silahkan dan sebutkan hadis tersebut!" Aku berkata, "Ibn
Bukair mendapat kabar dari Ubaid bin Zurarah yang berkata, 'Ketika
Muhammad bin Abdullah bin Hasan berontak, aku sedang bersama Imam
ash-Shadiq as. Salah seorang sahabat beliau berkata, "Semoga nyawaku
menjadi tebusanmu! Muhammad bin Hasan telah berontak. Apa pendapat Anda
mengenai masalah ini?" Imam berkata:
Selama langit dan bumi
tenang, kalian juga harus tetap tenang. Oleh karena itu, bila situasi
seperti ini tidak ada [tidak ada ketenangan-penerj.] maka tidak akan ada
al-Qâ`im dan revolusi.
Imam ar-Ridha as berkata:
Imam ash-Shadiq benar. Namun maknanya tidak seperti yang Bukair
simpulkan. Namun maksud Imam adalah selama langit bebas dari seruan
terakhir, dan bumi (bebas) dari menenggelamkan (pasukan musuh Allah)
kalian juga tetap tak terganggu.20
Hadis ini tidak logis dari
segi sanadnya seAhmad bin Muhammad tidak dikenal oleh para ulama
biografi. Begitu juga, tiga orang yang lainnya yaitu Hasan bin Khalid,
Abu al-Ala dan Shairafi.
Hadis kelima:
Diriwayatkan dari Muhammad bin Humam, dari Ja'far bin Malik al-Fazazi,
dari Muhammad bin Ahmad, dari Ali bin Asbath, dari sejumlah sahabat,
dari Imam ash-Shadiq. Dia berkata:
Jagalah lisanmu dan tetaplah
di rumahmu seengkau tidak akan mendapat apa-apa dari orang yang tidak
mendapatkan apa-apa. Selain itu, golongan Zaidiyyah akan menjadi menjadi
perisainya (melawan kekejian yang sedang berlangsung). 21
Hadis ini bersanad lemah, karena itu tidak bisa dipercaya. Sejumlah
perawi dihilangkan dan hadis tersebut diambil dari Ali bin Asbath tanpa
keterangan apapun ihwal sumber-sumbernya. Lagipula, Ja'far bin Muhammad
bin Malik dianggap sebagai perawi yang lemah.
Hadis keenam:
Diriwayatkan dari Ali bin Ahmad, dari Abdullah bin Musa al-Alawi, dari
Muhammad bin Sinan, dari Ammar bin Marwan, dari Minkhal bin Jamil, dari
Jabir bin Yazid, dari Imam al-Baqir:
Selama langit tenang,
kalian juga tetap tenang dan jangan memberontak terhadap siapapun.
Sungguh situasi yang Anda hadapi tidak jelas. Kecuali (pada ketenangan
ini) ada pukulan-pukulan dari Allah, yang membuat orang-orang tidak
memiliki kekuatan.22
Rangkaian sanad hadis ini juga tidak sahih
karena terdapat seseorang yang bernama Minkhal bin Jamil yang dinilai
lemah dan buruk periwatannya.
26
IMAM MAHDI
Penelitian Makna dan Implikasi Hadis Dirayah Ini
Sebelum memeriksa implikasi hadis-hadis di atas, ada baiknya untuk
diketahui bahwa orang-orang Syi`ah dan para sahabat imam terus
menubuatkan kemunculan Imam Mahdi. Nubuat ini dapat dilihat dari
hadis-hadis yang diterima pada zaman Nabi dan para imam as. Dalam
hadis-hadis ini, terdapat janji bahwa ketika Imam Mahdi muncul, dia
(Imam Mahdi) akan memenuhi dunia dengan keadilan dan persamaan
sebagaimana dunia seebelumnya dipenuhi dengan tirani dan kejahatan.
Mereka juga mendapat kabar dari hadis-hadis di atas bahwa ketika Imam
tersebut datang, ia akan membawa kemenangan dan menikmati karunia khusus
Allah.
Karena alasan inilah, isu kebangkitan dan kemenangan
terakhir Imam Mahdi dan seterusnya adalah hal lazim di kalangan Syi`ah.
Para pengikut imam biasa bertanya pada mereka alasan sikap diam mereka
atas kekejian dan ketidakmanusiawian yang dialami oleh mayoritas Muslim
akibat perbuatan-perbuatan para khalifah. Kadang-kadang mereka
menanyakan hal-hal yang khusus, "Mengapa al-Qâ`im dari Ahlulbait belum
muncul?" Pada kesempatan lainnya, mereka ingin mengetahui tanda-tanda
kemunculan al-Imam. Kondisi semacam ini dimanfaatkan oleh keturunan Ali
bin Abi Thalib yang mengaku sebagai Mahdi al-Muntazhar.
Namun mereka dapat dilumpuhkan, ditangkap, dan dibunuh secara kejam dalam waktu singkat.
Begitulah latar belakang riwayat hadis yang kita periksa dalam bagian
ini. Oleh karena itu, ketika al-Imam menasihati para pengikutnya untuk
bersikap pasif di tengah kekejian yang ada, ia sebenarnya memberitahu
mereka bahwa orang yang memberontak bukanlah al-Mahdi yang dijanjikan.
Mereka harus menunggu keehadirannya yang akan didahului oleh beberapa
tanda khusus serta gerakan perlawanan. Hadis-hadis ini dimaksudkan untuk
memperingatkan para pengikutnya agar tidak terjebak sebelum peristiwa
sebenarnya terjadi.
Meski demikian, hadis-hadis ini tidak
membebaskan umat dari tugas yang ditetapkan hukum untuk kelangsungan
agama dan diri mereka sendiri. Tidak ada fakta bahwa para imam
berpendapat seperti yang dituduhkan orang. Satu-satunya maksud mereka
(para imam) adalah menghindarkan umatnya dari kehancuran yang sia-sia.
Oleh karena itu, hadis-hadis di atas tidak dapat dinilai sebagai hadis
yang menentang gerakan aktivis yang bertekad menjaga dan memelihara
tatanan umat Islam.
Kelompok Hadis Keempat
Terdapat banyak hadis yang mengingatkan orang-orang Syi`ah untuk tidak terburu-buru dalam melawan pemerintahan zalim.
Hadis pertama:
Diriwayatkan dari beberapa sahabat, dari Ahmad bin Muhammad bin Khalid,
dari Muhammad bin Ali, dari Hafs bin Ashim, dari Saif at-Tammar, dari
Abi al-Marhaf, dari Imam al-Baqir, yang berkata:
Kotoran akan
mengenai mata orang yang mengaduk-aduknya. Orang yang tergesa-gesa
sebenarnya menghancurkan diri sendiri…Tentu saja, mereka (yakni kekuatan
para penguasa) ingin melihat umat yang berontak kepada mereka (sehingga
mereka dapat membasminya). Wahai Abu Mahraf, apakah engkau percaya
bahwa orang yang sabar tidak akan mendapat ampunan dari Allah? Sungguh
demi Allah, mereka akan mendapat ampunan.23
Rangkaian sanad
hadis ini lemah, karena terdapat seseorang yang bernama Muhammad bin
Ali, seorang penduduk Kufah, yang dianggap lemah oleh para ulama
biografi. Selain itu terdapat pula seseorang yang tak dikenal yaitu Abu
al-Marhaf.
Konteks hadis ini adalah pada periode ketika
sekelompok orang yang memberontak khalifah yang berkuasa kalah. Karena
alasan inilah sang perawi tampak khawatir bahwa Syi`ah pun akan menjadi
sasaran juga. Oleh karena itu, al-Imam menghibur dan menyakinkannya
bahwa Allah akan mengampuni orang yang tetap tabah. Oleh karena itu,
hadis ini tidak bisa digolongkan pada hadis yang menentang segala jenis
partisipasi aktif yang dipimpin oleh individu-individu sah dan bertujuan
baik.
Hadis kedua: Diriwayatkan oleh
al-Hasan bin Muhammad ath-Thusi, dari ayahnya, dari Ahmad bin Muhammad,
dari Ali bin Asbath, dari ayahnya Ya'qub bin Salim, dari Abi al-Hasan
al-Abidi, dari Imam ash-Shadiq as. Beliau berkata, "Siapa saja yang
bersikap sabar karena Allah, maka Allah akan memasukannya ke dalam
surga."24
Hadis ini secara relatif dinilai baik seseluruh perawinya terpercaya.
Konteks hadis ini tidak jelas dalam teks di atas. Namun jelas, Imam as
secara umum menyarankan untuk bersikap sabar dan menyebutkan pahala bagi
orang-orang sabar. Makna ini tidak selaras dengan suasana revolusi atau
huru-hara sosial-politik.
Hadis ketiga: Imam Ali bin Abi Thalib berkata:
Diamlah di tempatmu, dan ketika bencana menghadangmu maka bersabarlah.
Jangan gerakan tangan dan pedangmu hanya karena dorongan lidahmu.
Janganlah tergesa-gesa. Ketahuilah siapa saja dari kalian meninggal di
atas tempat tidurnya dalam keadaan mengakui hak Tuhan, Nabi, dan
Ahlulbaitnya maka dia menghembuskan napas yang terakhir dalam keadaan
syahid. Dia layak mendapat pahala atas niat baiknya. Dia juga akan
meraih pahala atas niatnya berperang dengan beralatkan sebilah pedang
[dalam mempertahankan kebenaran dan keadilan]. Tentu, ada waktu dan
batas tertentu untuk segala sesuatu.25
Hadis ini sebenarnya cuplikan dari kitab Nahj al-Balâghah dan dinilai autentik.
Hadis keempat:
Diriwayatkan oleh Muhammad bin Yahya, dari Muhammad bin al-Hasan, dari
Abdurrahman bin Abu Hasyim, dari al-Fadhl al-Katib. Ia berkata bahwa ia
sedang bersama dengan Imam ash-Shadiq ketika beliau menerima surat dari
Abu Muslim (al-Khurasani). Imam as berkata pada si pengirim surat bahwa
ia tidak akan membuat surat balasan. Seitu, si kurir tersebut ini
sebaiknya segera pergi. Lalu beliau menambahkan:
Allah tidak
mempercepat suatu urusan sehamba-hamba-Nya tergesa-gesa. Tentu, lebih
mudah menggali sebuah gunung dari tempatnya daripada menumbangkan sebuah
pemerintahan yang belum tahu kapan akan hancurnya.
Sang perawi menanyakan tanda kesegeraan yang akan diketahui oleh Imam dan para pengikutnya. Imam berkata:
Janganlah engkau bergerak sebelum Sufyani muncul. Bila ia telah muncul maka berlarilah ke arah kami.
Dan beliau mengulangi kalimat di atas tiga kali: "Sufyani akan segera muncul."26
Hadis ini sahih bila dilihat dari segi sanad.
Hadis kelima:
Dilaporkan dari Muhammad bin Ali bin al-Hasan, dari sumber-sumbernya,
dari Hammad bin Amr, dari Anas bin Muhammad, dari ayahnya, dari Imam
ash-Shadiq, dari para datuknya. Hadis ini adalah rekomendasi dari Nabi
saw kepada Ali bin Abi Thalib as. Beliau bersabda:
Lebih mudah menggali gunung-gemunung yang besar daripada memorakporandakan penguasa yang waktu kejatuhannya belum tiba.27
Hadis ini bermasalah ketika diperiksa dari segi sanadnya. Dalam hadis
ini ada perawi bernama Hammad yang identitasnya tidak diketahui.
Lagipula, Anas bin Muhammad dan ayahnya kurang terpercaya.
Hadis keenam:
Diriwayatkan dari Humaid bin Ziyad, Ubaidullah bin Ahmad ad-Dihqan,
dari Ali bin al-Hasan ath-Thathari, dari Muhammad bin Ziyad, dari Aban,
dari Shabah bin Siyabah, dari al-Mu`allah bin Khunais yang berkata,
"Saya membawa surat dari Abdussalam bin Nu`aim, Sudair, dan lain-lain
kepada Imam ash-Shadiq ketika seseorang yang berbaju hitam muncul. Ini
persis terjadi sebelum Abbasiah melakukan revolusi. Surat ini berbunyi,
'Kami telah memutuskan bahwa masalah kepemimpinan harus diserahkan
kepada Anda. Apa pendapat Anda tentang hal ini?' Imam as melemparkan
surat tersebut ke tanah dan berkata, 'Sungguh, aku bukanlah imam mereka
(para pemberontak). Tidakkah mereka mengetahui bahwa al-Mahdi akan
membunuh Sufyani?'"28
Dari segi sanad, hadis ini cacat seterdapat seseorang tak dikenal yang bernama Shabah bin Siyabah.
Penelitian Makna dan Implikasi Hadis-hadis Dirayah Ini
Kiranya penting untuk dicamkan apa-apa yang kita telah bahas
sebelumnya: pengikut-pengikut para imam tidak pernah putus-putus
menunggu pembebasan dari kondisi penuh tirani melalui kemunculan
al-Qâ`im dari keluarga Nabi, seperti yang dinubuwahkan oleh beliau dan
para imam as. Selain itu, kita juga jangan lupa bahwa kaum Syi`ah hidup
dalam keadaan amat terancam pada masa ini. Mereka dimata-matai,
dipenjara, dibunuh, dibakar hidup-hidup, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, setiap kali muncul salah seorang anggota Ahlulbait yang
berjanji memimpin gerakan untuk memperbaiki perlakuan buruk (para
penguasa-penerj.), mereka tanpa ragu-ragu mengikutinya. Bahkan mereka
menerima klaim pemimpin pemberontak tersebut sebagai Mahdi yang
dijanjikan.
Adapun pihak pemerintah, Bani Umayyah dan Bani
Abasiyyah, benar-benar mengetahui hadis-hadis messianik dan aktivitas
politik yang muncul dari orang-orang yang tertindas. Mereka juga tahu,
kaum Syi`ah amat menuntut dan mendesak para imam untuk melakukan
pemberontakan melawan kezaliman dan meminta mereka menggantikan para
penguasa zalim tersebut. Karena itulah, semua mata-mata Bani Umayyah
secara intens melaporkan keberadaan para imam Syi`ah dan hubungan mereka
dengan para pengikutnya, yang mengharapkan mereka dapat berkomplot
melawan pemerintah.
Penelitian umum mengenai
peristiwa-peristiwa yang terjadi di zaman para imam hidup yang menjadi
sumber bimbingan bagi para pengikutnya dapat dilihat dari banyak hadis
yang disajikan dalam ini. Tujuan utama yang para imam ingin ingatkan
kepada para pengikutnya adalah kegaiban Imam Keduabelas pada saat itu.
Juga disebutkan tanda-tanda khusus yang akan mendahului revolusi yang
akan dipimpin oleh Imam Mahdi.
Yang lebih menarik, diterangkan
pula penilaian realistis atas tindakan penguasa yang lalim "lebih mudah
menggali gunung-gunung besar daripada menumbangkan penguasa yang masa
kejatuhannya belum tiba." Oleh karena itu, orang-orang Syi`ah dianjurkan
bersabar dan tetap waspada serta tidak melakukan perbuatan yang
merugikan diri sendiri karena para penguasa jahat tidak akan tinggal
diam.
Para imam as tidak mengajarkan kepasifan dan ketundukan
seperti yang disalahpahami orang lain. Sebaliknya, mereka mendorong
orang-orang Syi`ah untuk mengkaji setiap pergolakan dengan cermat agar
mereka terhindar dari kerugian. Secara faktual, seluruh hadis tersebut
menuntut penggunaan kekuatan intelektual untuk memahami realitas dan
tidak merespon persoalan dengan emosional dan reaktif.
Dan
analisis terakhirnya, implikasi hadis-hadis ini merupakan tuntutan yang
eksplisit bahwa para pengikut imam, yang kebetulan menjadi golongan
minoritas dan terus dimusuhi oleh para penguasa, harus menyusun strategi
untuk menjaga diri dan melestarikan tatanan masyarakat Islam. Tentu
saja, maksud pernyataan Imam Ali bin Abi Thalib, "Tetaplah di mana
engkau berada, dan ketika ditimpa bencana bersabarlah.
Jangan
gerakan tangan dan pedangmu karena menuruti kendali lidahmu" adalah
isyarat dan peringatan untuk tidak menuruti hawa nafsu, dan keharusan
belajar dari pengalaman sehingga dapat bertindak hati-hati dan bijaksana
ketika para penguasa bertindak jahat.
Kelompok Hadis Kelima
Hadis-hadis yang termasuk kelompok ini menyatakan bahwa orang yang
memimpin revolusi sebelum revolusi Imam Mahdi adalah seorang pelaku
kejahatan, thâghût.
Hadis pertama:
Diriwayatkan dari Muhammad bin Yahya, dari Ahmad bin Muhammad, dari Isa
bin al-Husain bin al-Mukhtar, dari Abu Bashir, dari Imam ash-Shadiq,
yang berkata:
Pemimpin setiap bendera [dalam suatu
pemberontakan] yang dinaikkan sebelum munculnya al-Qâ`im adalah seorang
pelaku kejahatan yang disembah (thâghût) [oleh orang-orang karena
keberaniannya] selain Allah.29
Hadis ini sahih berdasarkan kualitas semua perawinya.
Hadis kedua:
Diriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim an-Nu'mani, dari Abdullah, dari
Ahmad bin Muhammad bin Rayyah az-Zuhri, dari Muhammad bin al-Abbas, dari
Isa al-Husaini, al-Hasan bin Ali bin Abi Hamzah, dari ayahnya, dari
Malik bin A'yan aj-Jihani, dari Imam al-Baqir, yang berkata:
Pemimpin setiap bendera yang dinaikan sebelum bendera al-Mahdi dinaikkan adalah pelaku kejahatan.30
Penelitian Makna dan Implikasi Hadis-hadis Ini
Tentu, "penaikan bendera" adalah kiasan bagi mulainya sebuah peperangan
melawan suatu sistem untuk mendirikan pemerintahan baru atau sistem
baru.
Pembawa benderanya adalah seorang pemimpin gerakan yang
berusaha meruntuhkan rezim yang sedang berkuasa dan mendirikan
pemerintahan yang baru. Untuk merealisasikan maksudnya ini, dia mengajak
umat untuk mengikutinya.
Thâghût, seperti yang kita lihat
dalam hadis-hadis lain, adalah seorang tiran yang telah menyerang
makhluk-makhluk Allah dan memaksa mereka menerima peraturannya tanpa
penentangan. Kepercayaan kepada pemimpin seperti ini dapat difahami dari
frase berikut: "Seseorang yang menyembah selain Allah." Oleh karena
itu, ia terlibat dalam perusakan kepercayaan umat terhadap otoritas
Allah demi mengejar ambisi pribadinya. Dalam konteks seperti inilah,
kata thâghût diterapkan kepada pemimpin gerakan semacam itu.
Makna hadis tersebut adalah bahwa apapun bendera yang dinaikkan sebelum
revolusi al-Qâ`im dan digunakan untuk menarik umat demi kepentingannya
sendiri, maka orang yang mengibarkan bendera tersebut dianggap sebagai
pelaku kejahatan. Dengan demikian, hadis tersebut mengimplikasikan bahwa
pemberontakan dengan tujuan selain yang diridhai Allah, harus ditolak
pada saat itu juga.
Namun, bila tujuannya untuk memperbaiki
keadilan yang telah sekarat dan menyadarkan manusia pada tanggung jawab
spiritual serta moral maka sah-sah saja.
Pemimpin bagi gerakan
jenis kedua ini tidak menyeru manusia pada dirinya sendiri. Dia adalah
pemimpin yang menyeru kepada Allah sedemikian rupa sehingga bendera yang
dibawanya mempunyai arah yang sama dengan arah bendera al-Mahdi. Dia
tidak terlibat dalam penghapusan prestasi para imam dan Nabi saw yang
berdiri tegak menentang kezaliman dan kejahatan yang ditimpakan pada
orang-orang tak berdosa.
Kesimpulan Diskusi
Mayoritas hadis yang teliti dalam bagian ini digolongkan sebagai hadis
lemah oleh para ulama hadis. Oleh karenanya, hadis tersebut tidak dapat
digunakan sebagai argumen untuk menentang para aktivitis selama masa
penantian Imam Keduabelas. Namun, hadis-hadis tersebut dapat digunakan
sebagai panduan bagi orang-orang Syi`ah untuk mengetahui sah dan
tidaknya gerakan keagamaan yang dipimpin oleh seseorang atau pemimpin
lainnya.
Hadis-hadis di atas juga mejadi pengingat bahwa
kemunculan Imam Mahdi belum tiba. Berdasarkan kondisi yang dihadapi oleh
umat Syi`ah yang hidup sebagai minoritas di bawah kekuasaan khalifah,
alangkah bijaksananya apabila mereka tidak bergabung dengan siapapun
yang mengajak mereka bangkit melawan tirani. Oleh karenanya, pada
kondisi demikian kesabaran adalah kunci yang amat efektif.
Lebih jauh, wajib ditentukan dahulu apa maksud dan klaim kepemimpinan
sebelum membuat keputusan untuk mendukung atau menolak sebuah
pemberontakan.
Tidak setiap bendera yang dinaikkan untuk memerangi
kezaliman layak mendapat dukungan bulat dari orang-orang Syi`ah.
Kriteria untuk menentukan alasan yang benar dalam hadis di atas
berfungsi sebagai pencegah bukannya sebagai larangan total melawan para
tiran.
Dengan kata lain, hadis-hadis di atas tidak dimaksudkan
sebagai penarikan total bagi para pengikut Ahlulbait dari
mempertahankan hukum Allah dan tatanan umat Islam. Mereka mesti tetap
siap siaga dengan tugas dari Allah dan maksud Allah yang berkenaan
dengan kemanusiaan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam
dalam kaitannya dengan keadilan antarpersonal.
******
UNTUK mengikhtisarkan diskusi yang panjang ini, mari kita sederhanakan
dalil utama kita kemudian kita tarik kesimpulan final yang menyeluruh.
(1) Islam tidak hanya berkutat pada aspek-aspek spiritual keagamaan
manusia. Islam mengatur secara komprehensif setiap aspek keberadaan
manusia-sebagai individu yang berhubungan dengan Allah dan sebagai
anggota masyarakat manusia yang berhubungan dengan sesamanya. Karena
itu, semua cabang hukum Islam entah yang berkenaan dengan shalat ataupun
puasa, dengan perang ataupun pertahanan, menunjukkan ciri-ciri Islam
yang berdimensi dua.
(2) Tak pelak lagi, Islam diwahyukan
untuk diimplementasikan sebagai aspek penting keberadaan manusia yang
berarti dan bermanfaat.
(3) Penerapan Islam bergantung pada
pendirian pemerintahan Islam dan pemerintahan yang sepenuh hati
melaksanakan rencana Ilahiah di bumi dengan cara menciptakan tatanan
masyarakat ideal.
(4) Nabi bukan saja seorang utusan Allah
yang datang untuk menyampaikan pesan. Dia juga sebagai pelaksana
kehendak Allah di bumi. Bagian integral dari kewajiban nubuwwah Nabi
adalah mengatur dan membimbing umatnya dalam rangka menerapkan teraju
keadilan Allah di bumi.
(5) Kewajiban menerapkan kehendak
Ilahi di bumi tidak berakhir dengan wafatnya Nabi tapi terus berlangsung
selama Islam menjadi agama umat manusia.
(6) Umat berkewajiban
mendukung dan membantu Nabi serta para penerusnya yang maksum dan lurus
serta mampu menciptakan tatanan umat Islam yang ideal. Persyaratan ini
terus berlangsung ketika tidak ada pemimpin maksum yang berkuasa atau
pemimpin tersebut sedang gaib. Selama ada masyarakat Islam yang
memerlukan dukungan dan penjagaan pemerintah, aparat militer, dan badan
keuangan, maka kaum Muslimin berkewajiban memberikan dukungan tersebut.
Selama masa gaibnya Imam Mahdi, umat mesti memilih seorang faqih yang
paling berkualitas untuk memimpin pemerintahan Islam. Begitulah
pemerintahan Islam. Pemerintahan ini dipimpin oleh seorang faqih saleh
dan berpengalaman. Tidak hanya dalam persoalan agama tetapi juga dalam
masalah pemerintahan dan administrasi masyarakat Islam.
Dalam
diskusi bagian kedua ini, kita menguji semua hadis yang digunakan
sebagai dokumentasi bagi pendapat yang menentang respon aktif [para
pejuang] selama masa kegaiban. Seperti yang telah kami tunjukkan di
muka, kita tidak bisa mengartikan hadis begitu saja dan berkeyakinan
bahwa kewajiban kita sebagai anggota masyarakat Islam yang fundamental
mesti ditunda hingga Imam Keduabelas muncul sebagai Mahdi.
Berdasarkan semua ayat dan riwayat hadis yang mengharuskan kaum Muslimin
berjihad, beramar makruf dan nahi munkar, membela hak-hak orang yang
tertindas dan terpinggirkan, serta kewajiban umum lainnya yang
berkaitan, maka tidak mungkin mempertahankan alasan-sekalipun secara
hipotetis-bahwa karena penguasa Islam sejati tengah mengalami kegaiban,
maka kita tidak bisa melakukan tugas-tugas yang memerlukan kehadiran
pemimpin maksum seperti Imam Keduabelas.
Yang lebih penting
lagi, bila agama Islam menghadapi bahaya maka tidak ada orang Islam yang
dapat dimaafkan karena duduk terpaku dan hanya melakukan hal-hal yang
sia-sia. Termasuk juga tidak dapat dimaafkan bila mereka tidak melawan
segala intervensi atau gangguan oleh musuh dalam maupun luar terhadap
urusan orang Islam.
Tak satu hadis pun yang bisa
diinterpretasikan guna mendiktekan tingkah laku yang tidak bertanggung
jawab yang dilakukan oleh kaum Muslimin hanya karena imam masih gaib.
Seluruh ayat di atas dan banyak ayat lainnya dalam al-Quran merespon
dengan sangat jelas kepada orang-orang yang ingin melepaskan diri dari
kewajiban terpenting sebagai orang Islam, yaitu bekerja guna mewujudkan
tatanan umat yang etis yang mencerminkan kehendak Allah.
Ketika tidak ada ketidakjelasan dalam tugas yang begitu penting untuk
memelihara tatanan umat Islam, maka tidak akan ada interpretasi tentang
sikap pasif yang mungkin dapat digunakan sebagai alasan menghindari
kewajiban syariah yang berkaitan dengan moral dan agama. Bagaimanapun
juga, umat Islam di sepanjang zaman harus melindungi Islam dan
masyarakatnya sebagai tugas pokok seorang yang beriman kepada Allah dan
Nabi-Nya.
Para ulama, khususnya para ahli fiqih, mempunyai
tanggung jawab yang jauh lebih besar dalam masalah ini. Sebagai para
pewaris fungsi Nabi dan pelindung agama yang benar, mereka menjadi
tempat perlindungan umat. Mereka tidak pernah menyetujui ancaman para
penguasa munafik kepada umat Islam. Amirul Mukminin Imam Ali as telah
mengingatkan para pemimpin dengan kata-katanya:
Aku bersumpah
demi Allah Yang membuat benih berkecambah dan menciptakan manusia, bila
orang-orang tidak datang berbaiat kepadaku, dan karena tindakan mereka
tersebut tugas yang aku harus tunaikan menjadi tidak tampak lebih jelas,
maka akan kulemparkan tali kekang unta kekhalifahan dan membiarkannya
pergi kemana pun ia suka. Selain itu, seandainya Allah tidak meminta
janji pada orang-orang berilmu bahwa mereka tidak akan memberi izin
kepada pelaku dosa untuk mengisi perutnya, sedangkan orang yang
teraniaya sedang kelaparan, maka [aku tidak akan pernah menerima
kekalifahan].31
Imam Husain juga menyatakan ungkapan yang sama
ketika dia mau tidak mau harus berkonfrontasi dengan kezaliman Bani
Umayyah, dengan mengutip kata-kata Nabi yang bersabda:
Barangsiapa melihat seorang penguasa tiran yang menghalalkan apa-apa
yang Allah haramkan, melanggar perjanjian Allah dengan orang-orang yang
memegang kekuasaan, menentang hadis Nabi, dan menjadi musuh manusia
dengan cara melakukan kedurhakaan kepada Allah, tapi dia tidak
menentangnya dengan tindakan dan pendapat, maka Allah akan memasukannya
ke tempat yang sama [api neraka] sebagai tiran.32
Imam Husain lebih lanjut menerangkan latar belakang tuntutan yang keras tersebut:
Hal ini karena pelaksanaan hukum dan pengaturan segala urusan ada di
tangan orang-orang yang bermakrifah kepada Allah, dipercaya memelihara
tatanan Ilahiah berkenaan dengan hukum halal-haram. Seitu, engkaulah
yang kehilangan posisi ini. Dan status ini tidak akan direbut darimu
kecuali bila engkau memisahkan dirimu sendiri dari kebenaran dan
berselisih tentang hadis Nabi setelah terdapat bukti yang kuat.
Seandainya engkau berlaku sabar terhadap kesulitan dan mencari rezeki
karena Allah, maka perkara-perkara yang berkaitan dengan Allah tersebut
akan kembali padamu. Namun engkau membiarkan para pelaku kejahatan
mengambil alih tempatmu dan menyerahkan urusan Allah kepada mereka,
walaupun engkau betul-betul mengetahui tujuan, tipu daya, dan ketundukan
mereka pada selera yang rendah. Yang menyebabkan ini adalah tindakanmu,
yaitu melarikan diri dari kematian dan tertarik pada kehidupan dunia.
Engkaulah yang menyebabkan kaum tertindas tersungkur pada kaki mereka,
sehingga mereka dapat menperbudak beberapa orang malang tersebut dan
menjadikan yang lainnya sebagai sumber makanan mereka. Semua ini
menyebabkan para tiran memerintah seenaknya dan memalukan serta
merendahkan diri mereka sendiri dan warganya. Dengan tingkah laku
seperti ini, sebenarnya mereka mengikuti orang-orang jahat, dan menjadi
berani menentang Allah.
Tidak diragukan, orang-orang berilmu
[ulama] di tengah-tengah masyarakat mempunyai tanggung jawab yang besar.
Bila mereka tidak melaksanakan tanggung jawab ini, mereka akan mendapat
siksaan yang berat di Hari Pembalasan. Tugas ulama tidak terbatas pada
mengajar, berdiskusi, berkomentar, memimpin shalat berjamaah dan lain
sebagainya.
Namun, tanggung jawab mereka yang lebih besar
adalah melindungi agama Islam dan Muslimin, memerangi orang-orang kafir
dan pendosa, yang terlibat dalam menghancurkan Islam, menerapkan ajaran
moral dan hukum yang Islami. Bila mereka mengecewakan maka mereka tidak
memiliki hujjah apa-apa di hadapan Allah. Dengan mengacu pada hadis yang
lemah dan singkat ini, mereka tidak dapat membebaskan diri dari
tanggung jawab yang sangat penting ini.
Apakah Allah Yang
Mahatinggi dan Nabinya membolehkan kita terus bersikap acuh tak acuh
pada konspirasi jahat dan berbahaya terhadap Islam dan sikap beberapa
negara Islam yang mengecewakan; sementara kita terus mengajar, ceramah,
dan memimpin shalat sebagaimana biasa? Tidak, tidak sama sekali.[]
Catatan Kaki
1. Hadis-hadis ini dapat dipelajari dalam beberapa koleksi, seperti
Wasâ`il asy-Syi`ah, jilid 11, hal.35-4; Bihâr al-Anwâr, jilid 52.
2. Wasâ`il, jilid 11, hal.35; Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.301. Hadis
kesepuluh dalam bagian ini juga dari perawi yang sama. Oleh karenanya,
tidak dapat dilihat sebagai sebuah hadis yang berbeda.
3. Maqâtil ath-Thâlibiyyin, hal.233-240.
4. 'Uyûn al-Akhbâr, hal.252.
5. Maqâtil ath-Thâlibiyyin, hal.140-41.
6. Bihâr al-Anwâr, jilid 46, hal.199.
7. Ibid., hal.135ff.
8. Maqâtil ath-Thâlibiyyin, hal.146-47.
9. Ibid, hal.99
10. Bihâr al-Anwâr, jilid 46, hal.174.
11. Wasâ`il asy-Syi`ah, jilid 11, hal.39.
12. Bihâr al-Anwâr, jilid 48, hal.315.
13. Mustadrak al-Wasâ`il, jilid 2, hal.248.
14. Ibid.
15. Wasâ`il asy-Syi`ah, jilid 11, hal.36; Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.302.
16. Mustadrak al-Wasâ`il, jilid 2, hal.248
17. Wasâ`il asy-Syi`ah, jilid 36.
18. Ibid, hal.37.
19. Ibid, hal.41.
20. Ibid, 39.
21. Mustadrak al-Wasâ`il, jilid 2, hal.248.
22. Ibid, jilid 247.
23. Wasâ`il asy-Syi`ah, jilid 11, hal.36.
24. Ibid, hal.39.
25. Ibid, hal.40.
26. Ibid.
27. Ibid., hal.38.
28. Ibid., hal.37.
29. Ibid., hal.37.
30. Mustadrak al-Wasâ`il, jilid 2, hal.248.
31. Nahj al-Balâghah, khutbah kedua.
32. Ibn Atsir, al-Kamil fi al-tarikh, jilid 4, hal.48.
27
IMAM MAHDI
BAB 14
Tanda-tanda Kemunculan (Zhuhûr) Imam Mahdi
DISKUSI dimulai tepat pukul 20.00 di kediaman Dr. Jalali. Ia membuka diskusi dengan mengajukan pertanyaan pertama.
Dr. Jalali: Tuan Hosyyar, sudikah Anda menjelaskan kepada kami, bagaimanakah kemunculan Imam Mahdi, Pemilik Perintah itu?
Tn. Hosyyar:
Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Ahlulbait as, ia muncul ketika
dunia telah siap menerima pemerintahan Allah secara psikologis dan
ketika syarat-syarat umum telah sesuai dengan gagasan atas pemerintahan
sejati, maka Allah akan mengizinkannya guna melangsungkan revolusi
sempurnanya. Ia akan tiba-tiba muncul di Makkah dan seorang penyeru
Allah akan mengumumkan ke seluruh dunia bahwa Imam telah muncul.
Sejumlah orang terpilih, yang jumlahnya dalam banyak hadis ditentukan
sekitar 313 orang, menjadi orang-orang pertama yang memenuhi seruannya
dan akan berkumpul di sekitar Imam bak serbuk besi yang menempeli magnet
pada saat-saat pertama kemunculannya.
Imam ash-Shadiq as
meriwayatkan: "Ketika Imam Zaman muncul, golongan muda dari pengikutnya
(syi`ah), tanpa penunjukkan terlebih dulu, akan bangkit dan sampai di
Makkah di gelapnya malam."1
Pada waktu itu, al-Mahdi akan
menyerukan kepada seluruh dunia untuk bergabung dengan gerakannya.
Orang-orang yang telah menderita dan putus asa atas situasi tersebut
akan berkumpul di sekelilingnya dan memberikan bai`at kepadanya. Dalam
sekejap sejumlah pasukan besar yang terbangun dari kesadaran,
pengorbanan, dan orang-orang reformis (reform-seeking) di dunia akan
siap dipimpin olehnya. Imam al-Baqir dan ash-Shadiq as telah memerikan
para pembela al-Qâ'im al-Mahdi sebagai berikut:
Mereka akan
menduduki jurusan timur dan barat dunia serta membawahi semuanya atas
perintahnya. Setiap anggota tentara ini memiliki kekuatan empat puluh
orang kuat manusia. Hati mereka lebih keras ketimbang batangan besi
sehingga gunung besi yang menghadang barisan mereka kepada tujuan, akan
mereka atasi dengan kekuatan batin mereka. Mereka akan meneruskan
perjuangan sampai ridha Allah diperoleh.2
Pada saat itu, para
penguasa yang arogan dan penuh dosa, yang tidak memiliki kesadaran
bahkan merasakan ancaman, akan maju melawan seraya menyeru kepada semua
kekuatan oposisi dari para pengikut mereka sendiri. Namun laskar
keadilan dan reformasi yang merasa jijik dan muak terhadap kezaliman dan
penganiayaan yang dilakukan para durjana, mengambil keputusan untuk
menyerang mereka secara serentak dan dengan upaya habis-habisan.
Dengan pertolongan dan sanksi Allah, laskar al-Mahdi akan menyapu habis
mereka. Kekaguman dan ketakutan akan menghinggapi orang-orang yang
selamat yang akhirnya tunduk seutuhnya kepada kebenaran, pemerintahan
yang adil.
Dengan melihat pemenuhan dari banyak tanda yang
dijanjikan dalam hadis-hadis, sejumlah besar orang kafir akan berpaling
kepada Islam. Orang-orang yang tetap dalam kekafiran serta kejahatan
mereka akan diperangi oleh laskar-laskar Imam Mahdi. Satu-satunya
pemerintahan yang berdaulat di seluruh dunia adalah Islam dan manusia
akan berusaha keras melindunginya. Islam akan menjadi agama bagi setiap
manusia dan akan memasuki ke seluruh sendiri bangsa-bangsa dunia.
Nasib Orang-orang Kafir
Dr. Jalali: Apa yang terjadi kepada orang-orang kafir dan orang-orang musyrik?
Tn. Hosyyar:
Dari bacaan al-Quran dan literatur hadis, tampaknya selama pemerintahan
al-Mahdi, kekuasaan dan kekuatan akan dijauhkan dari orang-orang kafir
non-tauhid3 dan materialistik, dan akan ditetapkan pada kekuasaan kaum
Muslim serta orang-orang saleh lainnya di dunia. Sebagai contoh, mari
kita lihat, ayat-ayat tertentu dalam al-Quran:
Dialah yang
telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan ajaran yang hak agar Dia
memenangkannya di atas segala agama, meskipun orang-orang musyrik benci
(QS ash-Shaff [61]: 9)
Allah telah menjanjikan kepada
orang-orang beriman di tengah-tengah kamu dan melakukan amal saleh bahwa
Dia sungguh-sungguh akan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia
telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan bahwa Dia
sesungguhnya akan menetapkan bagi mereka agama mereka bahwa Dia telah
menetapkan bagi mereka agama yang diridhai-Nya, dan Dia benar-benar akan
menggantikan (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan:
Mereka akan tetap menyembah-Ku, tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku.
(QS an-Nûr [24]: 55).
Dan Kami hendak memberi karunia kepada
orang-orang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka para imam
(pemimpin) dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi) (QS
Qashash [28]: 5).
Ayat-ayat al-Quran ini memberikan kabar
gembira bahwa akan datang suatu masa ketika kekuasaan pemerintahan dunia
berada di tangan orang-orang mukmin dan Muslim sejati serta setia, dan
ajaran Islam (berserah diri kepada Kehendak Allah) mengalahkan semua
ajaran lain serta benar-benar mengungguli semuanya.
Hadis-hadis
membicarakan sekitar periode pemerintahan al-Mahdi dan menjamin
orang-orang Mukmin bahwa kekuatan orang musyrik dan munafik akan
dibinasakan dari muka bumi. Setiap orang menjadi mukmin sejati dalam
tauhid. Nabi Muhammad saw, sebagai misal, bersabda:
Bahkan,
sekiranya ada sisa waktu satu hari dalam kehidupan bumi, Allah akan
membangkitkan dari seorang laki-laki dari keturunanku yang namanya dan
akhlaknya sepertiku, dan julukannya adalah Abu Abdullah. Melaluinya,
Allah akan membangkitkan agama-Nya dan membawanya kembali kepada
kejayaannya semula. Allah juga akan memberkatinya dengan kemenangan dan
tidak seorang pun di bumi ini melainkan mereka yang menyatakan tauhid.
Nabi saw ditanya tentang dari keturunan siapakah Imam Mahdi itu muncul.
Beliau menepukkan tangannya kepada Imam Husain dan berkata: "Dari
keturunannya."4
Imam al-Baqir telah menyampaikan sebuah hadis
yang berbunyi: "Al-Qâ`im dan para pengikutnya akan berperang sedemikian
rupa sehingga tidak ada lagi orang yang menyekutukan Allah."5
Nasib Orang Yahudi dan Kristen
Dr. Jalali:
Karena orang Yahudi dan Kristen adalah pengikut kitab samawi yang
mengajarkan monoteisme, apa yang akan terjadi kepada mereka ketika
al-Mahdi muncul?
Tn. Hosyyar: Arti yang jelas
dari sejumlah ayat al-Quran tampaknya menunjukkan bahwa mereka akan
berselisih sampai Hari Kiamat terjadi. Allah berfirman dalam surah
al-Mâidah [5] ayat 14:
Dan di antara orang-orang yang
mengatakan : "Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani", ada yang telah
Kami ambil perjanjian mereka, namun mereka (sengaja) melupakan sebagian
dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami
timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat.
Dalam surah Ali Imran [4] ayat 55, Dia berfirman:
(Ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan
menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku
serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan
orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang kafir hingga Hari
Kiamat.
Juga dalam surah al-Mâidah ayat 64, Allah berfirman:
Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu" sebenarnya
tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan
apa yang telah mereka katakan itu. Tidak demikian, tetapi tangan Allah
terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan al-Quran yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah
kedurhakaan dan kekafiran bagi sebanyak-banyaknya di antara mereka. Dan
Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai
Hari Kiamat.
Sebagaimana Anda lihat, pembacaan harfiah dari
ayat-ayat ini mendorong pengertian bahwa penganut agama Yahudi dan
Kristen akan berselisih sampai Hari Kiamat. Sebagian riwayat membenarkan
observasi ini. Demikianlah, sebagai contoh, Abu Bashir bertanya kepada
Imam ash-Shadiq, "Apakah yang akan dilakukan oleh Pemilik Perintah
kepada ahlul-dzimmah?" Imam as berkata, "Seperti Nabi, beliau akan
merundingkan waktu dengan mereka, dan mereka akan membayar jizyah,
seraya menerima kedudukan inferior mereka [dalam masyarakat Muslim]."6
Dalam hadis lain Imam al-Baqir as berkata:
Pemilik Perintah dinamai al-Mahdi karena ia akan menggali hukum dari
kitab Taurat dan kitab-kitab samawi lainnya dari gua di Antakiah. Dia
akan memutuskan hukum pada pemeluk Taurat dengan Taurat; kepada penganut
Injil dengan kitab Injil; kepada penganut Zabur dengan kitab Zabur;
kepada penganut al-Quran dengan al-Quran.7
Ada hadis-hadis yang
justru berlawanan dengan apa yang dikatakan al-Quran dan hadis-hadis
yang dikutip di atas. Hadis-hadis ini meriwayatkan bahwa selama
pemerintahan al-Mahdi tidak ada masyarakat lain kecuali masyarakat
Muslim. Al-Mahdi akan menawarkan agama Islam kepada orang Yahudi dan
orang Kristen; jika mereka menerimanya mereka akan selamat.
Jika tidak, mereka akan dibunuh. Dalam satu riwayat, misalnya, Ibn
Bukair bertanya kepada Imam ar-Ridha, mengenai tafsir ayat berikut:
"Kepada-Nya segala sesuatu tunduk/berserah diri yang ada di langit dan
di bumi, secara taat dan terpaksa." Imam as menjawab :
Ayat
khusus ini diwahyukan sehubungan dengan al-Qâ'im. Ketika muncul, ia akan
menyampaikan ajaran Islam kepada orang Yahudi, Kristen, Sabi`in, dan
orang-orang musyrik di timur dan di barat. Setiap orang yang menerima
Islam secara sukarela akan diperintahkan untuk shalat, membayar zakat,
dan melakukan semua perbuatan wajib; dan setiap orang yang menolak Islam
akan dibunuh. Hal ini akan terus berlangsung sampai tiada yang tersisa
kecuali orang yang beriman dan para muwahhid di manapun di seluruh muka
bumi.
Ibn Bukair berkata kepada Imam dalam masalah tersebut
bahwa betapa banyak orang-orang yang akan dibunuh. Imam as berkata:
"Kapanpun Allah menghendaki sesuatu untuk bertambah atau menurun, Dia
berkuasa melakukannya."8
Dalam hadis lain, Imam al-Baqir
menyebutkan bahwa Allah akan membukakan arah barat dan timur bagi Imam
Keduabelas. Ia akan melancarkan peperangan sampai tiada agama lain
selain agama Muhammad.9 Dalam tafsirnya atas ayat yang mengatakan: "Dia
(Allah) akan memenangkannya (Islam), meskipun orang-orang kafir
membencinya," (misalnya surah ash-Shaff [61]: 9 dan ayat-ayat
sejenis-peny.), Imam as berkata: "Dia akan melakukannya sedemikian rupa
sehingga tiada satupun yang tersisa kecuali mereka yang menerima agama
Muhammad."
Oleh seitu, ada dua macam hadis: satu yang
menggembirakan dan yang lainnya memberatkan. Bagaimanapun, mesti
ditunjukkan bahwa hadis-hadis yang sesuai dengan al-Quran memiliki
jumlah yang lebih besar daripada yang sebaliknya. Sehingga, yang
belakangan mesti ditolak sebagai tidak dipercaya.
Kesimpulannya, orang Yahudi dan Kristen akan tetap berada pada
pemerintahan Imam Keduabelas, namun mereka pasti telah menghapus
keimanan mereka akan Trinitas dan semua bentuk kepercayaan yang
berhubungan dengan menyekutukan Allah dan menjadi penyembah Tuhan Yang
Esa. Mereka akan terus hidup di bawah perlindungan pemerintahan Islam.
Pada saat yang sama, pemerintahan yang korup dan tiranis akan punah dan
kekuasaan akan dijalankan oleh kaum Muslim yang berkualitas baik. Islam
akan menjadi agama dunia, memperoleh hak yang lebih tinggi daripada
agama lainnya dan seruan Keesaan Tuhan (tauhid) akan dikumandangkan ke
seluruh penjuru dunia.
Dalam hal ini, Imam ash-Shadiq as
bersabda: "Ketika al-Qâ`im kami bangkit, tiada tempat manapun di dunia
di mana orang takkan mendengar kesaksian: Asyhadu an lâ ilâha illallâh,
wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah (Aku bersaksi tiada tuhan selain
Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah)."10 Menurut Imam
al-Baqir: "Ketika al-Qâ`im menjalankan perintah, semua pemerintahan
tidak bertuhan menjadi musnah selamanya." Lebih jauh, dalam menjelaskan
ayat "ketika mereka akan digabungkan mereka akan menegakkan shalat dan
membayar zakat," Imam as berkata: "Ayat ini diturunkan untuk menjelaskan
para imam, al-Mahdi dan para pengikut setianya.
Allah akan
menjadikan mereka para pemimpin di Timur dan di Barat. Melalui mereka,
Allah akan membentengi agama dan menghapus bid`ah dan kepalsuan
[penafsiran di dalamnya]. Sesungguhnya orang-orang yang bodoh ini telah
meninggalkan kebenaran. Semuanya ini akan diselesaikan dengan cara
sedemikian sehingga di dunia tidak menyisakan sedikitpun kezaliman. Ia
akan melaksanakan kewajiban amar makruf nahi munkar."11
Dalam
riwayat lain, Abu Bashir berkata bahwa ia bertanya ke Imam ash-Shadiq,
"Siapakah al-Qâ`im dari Ahlulbait?" Beliau menjawab:
Wahai Abu
Bashir, ia adalah keturunan kelima dari putraku, Musa, putra dari salah
seorang budak wanita terbaik. Kegaibannya begitu lama sehingga
sekelompok manusia menjadi ragu-ragu [mengenai keberadaannya]. Setelah
itu Allah akan memunculkannya kembali dan membantunya menaklukkan
seluruh dunia. Isa bin Maryam akan turun [dari langit] dan akan shalat
di belakangnya. Pada sore tersebut langit akan cerah dengan cahaya Allah
dan seluruh tempat di bumi di mana selain Allah disembah akhirnya
menjadi rumah ibadah yang ditujukan kepada Allah. Agama sepenuhnya akan
menjadi kepunyaan Allah, meskipun orang-orang musyrik tidak
menyukainya.12
Ir. Madani: Saya teringat
riwayat yang berhubungan dengan topik tersebut, namun karena waktu
berjalan cepat, saya akan membicarakannya pada pertemuan kita
selanjutnya.
Kemudian diskusi pun ditutup. Untuk diskusi selanjutnya diputuskan akan dilangsungkan di rumah Dr. Jalali.
***
PERTEMUAN
dimulai di rumah Dr. Jalali. Diskusi ini dilangsungkan untuk memenuhi
rasa penasaran para peserta ihwal sejumlah isu yang berhubungan dengan
topik Imam Keduabelas as yang diangkat, didiskusikan, dan dianalisis
secara kritis dalam bagian yang bergerak lebih jauh mendalam. Isu
penting berikut adalah nasib umat lain di bawah pemerintahan al-Mahdi.
Apakah Mayoritas Manusia Di Bumi Akan Dibunuh?
Ir. Madani:
Seperti Anda maklum, kaum Muslimin saat ini adalah kaum minoritas di
dunia. Sedangkan mayoritas yang cukup besar yang mendiami planet ini
adalah non-Muslim. Kaum Syi`ah adalah juga minoritas kalau dibandingkan
dengan mazhab Islam lainnya. Di kalangan Syi`ah sendiri, pasti bisa
ditunjuk dengan segala kejujuran, masih banyak pelaku maksiat dan
orang-orang yang menyimpang.
Dengan berpijak pada hal-hal yang
bergerak di masyarakat, selain sejumlah deduksi analogis, kawasan agama
ini di dunia adalah tidak mungkin berubah secara drastis. Mungkin saja
menduga bahwa pada saat al-Mahdi muncul, kaum Syi`ah masih tetap
minoritas.
Pertanyaan saya adalah: Apakah
logis dan bisa dipercaya, meyakini bahwasanya mayoritas penduduk dunia
akan mudah menyerah dan tidak akan melawan ketika mereka dilumpuhkan
oleh pasukan Imam Zaman? Lebih jauh, jika mayoritas penduduk dunia akan
dibunuh, maka bumi ini akan tampak seperti kuburan massal. Apakah ini
berarti bahwa kaum Syi`ah akan memerintah kuburan besar ini?
Tn. Hosyyar:
Sebenarnya kita tidak mempunyai keterangan yang cukup tentang dunia
masa depan. Kita tidak dapat berspekulasi tentang masa depan berdasarkan
masa lalu. Dugaan kaum Muslimin mengenai situasi dan kondisi manusia
pada saat itu adalah bahwa kemanusiaan telah ada dalam aras kesempurnaan
dalam pengertian kapabilitas dan mentalitas. Bahkan mereka akan lebih
siap menerima kebenaran bersama revolusi al-Mahdi.
Acapkali
kita mendengar bahwa kaum intelektual di Timur dan di Barat telah
menyadari bahwa tradisi dan agama mereka sendiri tidak mempunyai
kemampuan memuaskan kesadaran mereka. Pada saat yang sama, kehausan
alamiah untuk menyembah Allah dan mencari suatu agama belum sepenuhnya
memuaskan dan tidak memberikan kepada mereka kedamaian.
Mereka
mencari suatu agama yang bebas dari segala jenis kepercayaan takhayul
dan menyimpang, serta mencari pemilik kekuatan spiritual yang bisa
memberi mereka gizi ruhani yang memuaskan. Dalam menjaga pencarian
manusia akan jalan ini yang bisa memuaskan dahaga spiritual, ia dapat
merenungkan gerak laju masyarakat manusia di masa depan menuju penemuan
kebenaran pengetahuan Islam dan keabadian ajarannya. Pada noktah
tersebut, jelaslah bagi mereka bahwa akidah yang merespon secara positif
kebutuhan batin dan menjamin kebahagian fisik dan mental mereka
hanyalah Islam.
Sayangnya, kita tidak dilengkapi dengan baik,
makna keberanian dan kekayaan, guna menginformasikan kepada manusia di
pelosok dunia akan kebenaran Islam dan ajaran sucinya. Namun, pencarian
manusia akan kebenaran, pada satu sisi, dan syariat Islam yang
ditetapkan dengan baik, di sisi lainnya, akhirnya akan membiarkan
masalah tersebut selesai dengan sendirinya. Pada saat yang tepat,
penduduk dunia akan memeluk ajaran Islam dengan berbondong-bondong,
menjadikan mereka sebagai kaum mayoritas.
Lagipula, berdasarkan
syarat yang berlaku umum pada waktu kemunculannya, orang bisa berharap
bahwa ketika al-Mahdi yang dijanjikan muncul dan menampilkan kebenaran
Islam kepada dunia, memberitahukan kemanusiaan tentang revolusi Islam,
dan aspek-aspek reformatif, sejumlah besar manusia akan menerima Islam.
Dengan demikian, mereka akan menyelamatkan nyawa mereka sendiri dari
pembunuhan. Karena, di satu sisi, mereka pasti menyempurnakan kemampuan
mereka untuk merasakan kebenaran agama dan, di sisi lain, mereka pasti
menyaksikan keajaiban yang dilakukan oleh Imam Zaman. Lebih jauh, mereka
akan menjumpai kondisi-kondisi sosial yang luar biasa dan tak dapat
dipahami, dan seruan dari pemimpin revolusi akan sampai ke telinga
mereka. Situasi ini akan mengarahkan beribu-ribu dan beribu-ribu manusia
memeluk Islam di tangan al-Mahdi.
Pada akhirnya, hal ini
menyelamatkan diri mereka dari kehancuran. Mengenai orang-orang tetap
bertahan dalam kemusyrikan mereka setelah tanda-tanda ini, Ahli Kitab
yakni Yahudi dan Kristen, akan terus menerima perlindungan dari
pemerintahan Islam. Kaum kafir pendosa dan menyimpang akan dibunuh oleh
penegak keadilan universal, al-Mahdi. Jumlah dari kelompok kedua, oleh
karenanya, tidak signifikan.
Ajaran-ajaran Islam akan Disebarkan ke Seluruh Dunia dari Qum
Dari hadis yang diriwayatkan oleh Ahlulbait, tampaknya di masa depan
yang tak lama lagi pemapanan ajaran Syi`ah telah terkuasai lebih baik
daripada sebelumnya di mana ajaran-ajaran Ahlulbait dalam
persoalan-persoalan akidah dan amal, akan keluar dari keadaan yang
kacau, menempa dirinya sendiri dengan teknologi komunikasi modern, dan
sampai kepada manusia di seluruh pelosok dunia dengan informasi yang
tepat tentang ilmu al-Quran dan Islam.
Mereka akan
memperkenalkan kembali ajaran-ajaran Islam yang menjamin kebahagiaan
manusia dan menekankan faktor-faktor yang menegaskan keunggulan dan
keutamaan Islam. Dengan cara ini, mereka akan menyiapkan jalan untuk
kemunculan Imam Keduabelas as. Semoga hari itu semakin dekat!
Dalam salah satu hadisnya Imam ash-Shadiq berkata:
Kota Kufah akan segera kosong dari orang-orang beriman. Pengetahuan
[agama] akan menghilang dari daerah itu bagaikan seekor ular yang
menghilang dari sarangnya masuk ke dalam bumi [tanpa meninggalkan jejak
apapun]. Kemudian ilmu agama akan muncul kembali di kota yang disebut
Qum. Kota tersebut menjadi harta karun ilmu agama dan keutamaan.
Dari sana akan menyebar luas ke seluruh dunia, sepenuhnya menghilangkan
kebodohan dalam persoalan-persoalan agama di antara kaum lemah,
termasuk kaum wanita [yang akan mendukung proses ini dengan mempelajari
lagi ajaran Islam].
Ini akan terjadi menjelang kemunculan
al-Qâ'im kami. Dengan cara ini, Allah menjadikan Qum dan para
penduduknya sebagai pengganti hujjah-Nya. Jika ini tidak terjadi, bumi
akan tenggelam, membenamkan penduduknya, dan di bumi tidak ada hujjah.
Ilmu agama akan melintasi bangsa-bangsa dari Qum dan hujjah Allah akan
diterima manusia dengan cara sedemikian sehingga tak seorang pun di bumi
yang belum mendengar ajaran Islam dan kebijaksanaannya. Menyusul
setelah kejadian itu al-Mahdi pun akan bangkit. Hukuman Allah dan
siksaan-Nya akan siap dilaksanakan, karena Allah memastikan balasan-Nya
hanya ketika manusia telah menolak hujjah-Nya.13
Dalam hadis lain, Imam as berkata:
Allah menjadikan kota Kufah dan para penduduknya sebagai hujjah (bukti)
bagi semua tempat lainnya. Dia akan menjadikan Qum juga sebagai hujjah
yang mengatasi tempat-tempat lain. Melalui penduduknya, Dia akan
menjadikan suatu argumen melawan mereka, termasuk manusia dan jin, yang
menolak hujjah eksistensi-Nya. Allah tidak akan menghinakan dan
mencemarkan kota Qum dan penduduknya. Sebaliknya mereka akan selalu
menikmati rahmat dan pertolongan Allah.
Beliau meneruskan perkataannya:
Agama dan orang-orang saleh di Qum, sekiranya berkurang, tidak akan
menarik perhatian manusia. Sekiranya mereka tidak berperan sebagai
hujjah Allah, baik kota maupun penduduknya pasti binasa dan pasti tidak
ada bukti Ilahi bagi sebagian dunia. Selain itu, langit pasti tidak
menyisakan keamanan dan pasti tidak ada peringatan yang diberikan kepada
manusia.
Qum dan penduduknya akan tetap kebal dari semua
malapetaka. Segera akan datang suatu masa ketika Qum dan para
penghuninya akan menjadi hujjah bagi eksistensi Allah bagi seluruh
dunia. Hal ini akan terjadi selama kegaiban al-Qâ'im kami sampai
kemunculannya. Jika ini tidak terjadi, maka bumi akan menenggelamkan
penduduknya. Malaikat Allah akan mengangkat semua nestapa dan bencana
dari penduduk Qum.
Setiap agresor yang menyerang Qum akan
dibinasakan oleh orang-orang yang berperang melawan para agresor ini.
Lebih jauh, mereka akan ditimpa bencana yang menyusahkan atau akan
berhadapan dengan lawan yang kuat. Sebagaimana para agresor ini
melupakan Allah, maka Allah pun akan menjadikan mereka lupa akan Qum dan
penduduknya.14
Imam Ali bin Abi Thalib as memprediksikan hal-hal berikut tentang Qum:
Akan ada seorang laki-laki dari Qum yang akan menyeru manusia kepada
kebenaran. Sebagian orang akan memenuhi panggilannya dan akan
mengelilinginya bagaikan serbuk-serbuk besi [yang ditarik oleh magnet].
Angin yang kuat tidak mampu menggeserkan mereka dari tempatnya. Mereka
tidak akan letih dan gentar oleh peperangan. Mereka tidak percaya kepada
siapapun selain Allah. Akhirnya kemenangan adalah untuk mereka yang
bertakwa.15
Dr. Jalali: Anda telah
memprediksikan bahwa kaum Muslim akan menjadi mayoritas di masa depan.
Spekulasi ini ditentang oleh beberapa hadis berikut. Misalnya, Nabi
diriwayatkan telah berkata :
Kelak akan datang suatu zaman
ketika tidak ada sesuatupun dari al-Quran kecuali ayatnya saja. Dan
tidak ada yang bertahan dalam Islam kecuali namanya. Ada orang-orang
yang dipanggil Muslim, namun mereka sangat jauh dari Islam. Mereka
membangun masjid-masjid yang megah, tapi kosong dari petunjuk.16
Tn. Hosyyar:
Dalam hadis-hadis semacam itu, Nabi belum memprediksikan lebih jauh
rincian khusus bahwa akan ada suatu masa di mana kebenaran Islam akan
pudar dan itu tidak lebih daripada sekadar gambaran yang tersisa; dan
bahwa, meskipun mereka Muslim, mereka jauh dari kebenaran Islam. Namun,
prediksi ini pun sesuai dengan mayoritas Muslim, karena adalah mungkin
bahwa meskipun Muslim, mereka hanya sedikit dipengaruhi oleh kebenaran
dan spiritualitas Islam.
Malahan debu tebal inkonsistensi dan
tradisionalisme kuno yang pasti hinggap pada Islam akan dibasmi oleh
kemunculan Imam Keduabelas, yang akan meletakkan asas bagi pembaruan
bangunan agama. Dalam hal ini patut diingat kembali hadis Nabi yang
mengatakan :
Aku bersumpah demi Zat yang di tangan-Nya nyawaku bahwa
Islam dan kaum Muslim akan selalu bertambah, sedangkan kaum kafir dan
mereka yang menyekutukan Allah dengan yang lain (musyrikin) akan kian
menyusut.
Lantas beliau menambahkan:
Aku bersungguh-sungguh menyatakan bahwa kapanpun malam tiba agama ini akan sampai.17
Cukuplah untuk menunjukkan, pertama-tama, ramalan bahwa sebelum Imam
Keduabelas muncul, masyarakat Muslim akan mencapai jumlah yang besar.
Kedua, ketika ia muncul, banyak orang akan memeluk Islam lantaran aras
kesempurnaan manusia pasti mencapai kadar tersebut yang niscaya
berkembang sampai ke kadar tertentu yang akan memudahkan orang-orang
menerima kebenaran Islam, sebagaimana banyak hadis meriwayatkannya.
Dalam hadis berikut Imam
al-Baqir telah berkata:
Ketika
al-Qâ'im kami muncul, Allah akan 'menyentuhkan'rahmat kepada kepala
makhluk-makhluk-Nya, sehingga akal mereka menjadi sempurna, dan mampu
merealisasikan mimpi-mimpi mereka dengan akalnya itu.18
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata:
Di Hari Akhir dan hari-hari bencana dan kejahilan manusia, Allah akan
mengangkat seseorang dan akan menolongnya serta melindungi para
pengikutnya melalui para malaikat. Allah akan membantunya melalui
tanda-tanda yang menakjubkan dan akan memberinya kejayaan di atas semua
penduduk dunia, baik mereka suka ataupun tidak, mereka akan memeluk
agama sejati. Dia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan,
kecerdasan dan rasionalitas. Jarak antara tempat-tempat semakin susut
baginya dengan cara sedemikian sehingga tidak ada orang kafir yang akan
tersisa kecuali akan dibawa kepada keimanan [oleh orang yang diangkat
Allah], dan tiada satu pelaku maksiat pun yang akan tersisa melainkan ia
akan menjadi saleh.19
28
IMAM MAHDI
"Musuh-musuhmu Akan Saling Menghancurkan"
Persoalan lain yang membantu memecahkan persoalan yang diajukan oleh
Ir. Madani adalah bahwa kondisi umum dunia, kemajuan dalam
penemuan-penemuan ilmiah yang berbahaya, dan perlombaan senjata antara
bangsa Barat dan Timur, di samping kebangkrutan moral umum dalam
kemanusiaan, membolehkan kita mengantisipasi kekuatan besar tersebut,
termasuk Yahudi dan Kristen, yang akan mendorong satu sama lain dalam
aktivitas perseteruan, dan menghancurkan mayoritas penduduk dunia dengan
perlengkapan senjata-senjata pemusnah massal. Kelompok besar lainnya
akan menjadi korban dari penyakit langka yang akan tersebar di mana-mana
yang mengakibatkan hancurnya sistem kekebalan alami manusia yang
disediakan oleh Allah dalam tubuh manusia dan lingkungan alam.
Seorang sahabat Imam al-Baqir yang bernama Abdul Malik al-A'yan
meriwayatkan bahwa suatu saat ia berdiri ketika Imam al-Baqir datang. Ia
menyandarkan kedua tangannya, menangis, seraya berkata: "Saya sangat
berharap saya akan menyaksikan zaman al-Qâ'im selama masih ada sisa
kekuatanku." Imam as menghiburnya dan berkata:
Apakah kamu
tidak puas bahwa musuh-musuhmu sibuk satu sama lain [dalam konflik],
sedangkan engkau tinggal dengan nyaman di rumah? Ketika al-Qâ`im kami
bangkit, setiap orang dari kalian akan memiliki kekuatan 40 orang. Hati
kalian bagaikan baja, yang sekiranya dilempar ke atas gunung, niscaya
gunung itu hancur seluruhnya. Engkau akan menjadi pemimpin dunia dan
penjaganya.20
Dalam hadis lain Imam ash-Shadiq meramalkan hal berikut:
Sebelum kemunculan al-Qâ`im dua kematian akan terjadi: kematian merah
dan kematian putih. Kematian akan membunuh lima dari setiap tujuh orang.
Kematian merah akan terjadi melalui pembunuhan dan kematian putih
melalui epidemik.21
Zurarah bin A'yan, sahabat dekat Imam
ash-Shadiq, dalam salah satu kesempatan bertanya kepada Imam: "Apakah
seruan dari langit [sebagaimana diprediksikan dalam hadis-hadis
kemunculan al-Qâ'im], itu benar adanya?" Imam menjawab: "Aku nyatakan
sungguh-sungguh bahwa itu akan terjadi sebagaimana semua manusia [yang
telah mendengarnya] akan mengulang [seruan] tersebut dengan lidah
mereka." Beliau menambahkan: "Al-Qâ`im tidak akan muncul sampai sembilan
dari setiap sepuluh orang dibinasakan."22
Perang Tak Dapat Dihindari
Dr. Fahimi:
Apakah tidak mungkin persiapan dari revolusi al-Mahdi bisa dilakukan
dengan sedemikian rupa guna menghindari perang dan pertumpahan darah
dalam menegakkan pemerintahannya?
Tn. Hosyyar:
Sebagaimana yang umum terjadi dalam peristiwa semacam itu, tampaknya
tidak mungkin bahwa katastrof ini dihindari. Bahkan, ketika aras
pemikiran manusia berubah ke suatu tingkat di mana jumlah orang-orang
baik kian bertambah, para penindas dan orang-orang egotistik akan tetap
ada di tengah-tengah masyarakat manusia.
Tak pelak lagi,
kelompok ini menentang keadilan dan takkan pernah menghentikan
antagonisme degil mereka terhadap kekuatan apapun. Orang-orang semacam
ini akan melakukan apa saja terhadap al-Mahdi yang dijanjikan guna
melindungi kepentingan mereka sendiri. Bahkan, mereka akan melakukan apa
saja dengan kekuatan mereka guna mengacaukan dan memerangi mereka yang
mendukung Imam.
Untuk mengikis habis pengaruh negatif dari
kelompok ini, tak ada solusi lain kecuali perang dan pertumpahan darah.
Karena alasan ini, hadis dari Ahlulbait telah mengakui peperangan dan
pertumpahan darah yang tak terelakkan lagi.
Dalam sebuah hadis,
diriwayatkan bahwasanya Bashir, sahabat Imam ash-Shadiq, bertanya
kepada Imam tentang apa yang manusia katakan ihwal kemunculan al-Mahdi:
"Ketika ia muncul, tak setetes darah pun-yang biasanya dibolehkan keluar
selama melakukan canduk-akan tertumpah." Imam as menjawab bahwa hal itu
mustahil terjadi:
Apabila hal itu mungkin dilakukan, tentu
Nabi saw sendiri akan melakukannya. Padahal, dalam peperangan melawan
musuh, darah Nabi tertumpah dari giginya dan dahinya terluka. Demi
Allah, revolusi dari ia yang akan memimpin dan mengatur urusan
[masyarakat Muslim] tidak akan selesai sampai kami berkeringat di medan
perang dan tumpahnya darah." Dia kemudian mengusapkan tangannya pada
dahinya.23
Pertahanan Imam Mahdi
Dr. Jalali:
Saya telah mendengar bahwa Imam Zaman akan muncul dengan pedang. Ini
tampaknya tidak benar. Alasannya, sejauh ini manusia telah menciptakan
dan menemukan berbagai macam senjata untuk digunakan dalam peperangan.
Proliferasi nuklir dan senjata penghancur massa baru saja ditambahkan
kepada susunan persenjataan dalam gudang senjata manusia.
Dengan menggunakan senjata kimia dan biologi, termasuk perlengkapan
detonasi jarak jauh untuk senjata-senjata ganda, berjuta manusia dapat
dihancurkan dalam satu letusan. Pertanyaan yang muncul, dengan semua
persenjataan yang ada sekarang ini, bagaimana orang bisa membayangkan
bahwa al-Mahdi dan pasukannya akan berjaya dengan pedang?
Tn. Hosyyar:
Ya, sesungguhnya topik kemunculan Imam Mahdi dengan pedang dicantumkan
dalam hadis-hadis. Mari saya kutipkan contoh-contoh ini. Imam al-Baqir
as meriwayatkan:
Al-Mahdi mirip dengan leluhurnya, Nabi, ia
juga akan bangkit dengan pedang guna membasmi para tiran dan mereka yang
menyesatkan manusia, musuh Allah dan Nabi. Ia akan memperoleh
kemenangan dengan pedang, dan tak seorang pun dari pasukannya akan
kembali [dengan kekalahan].24
Akan tetapi, kebangkitan dengan
"pedang" merupakan suatu metafora untuk peperangan. Ini menunjukkan
bahwa perang dan pertumpahan darah merupakan bagian dari tugas resmi
Imam al-Mahdi. Beliau diperintah Allah untuk menjadikan Islam sebagai
agama universal dan memerangi kezaliman serta tirani.
Meskipun
dengan kekuatan dan sebilah pedang. Keadaannya bertentangan dengan
perjuangan leluhurnya, yang tidak memerlukan itu semua guna menghadapi
situasi di dalam pola penuh kekuatan tersebut, karena kewajiban mereka
dibatasi dengan teguran dan bimbingan. Akibatnya, "bangkit dengan
pedang" tidak berarti bahwa senjata pertahanannya semata-mata pedang. Ia
menahan dirinya sendiri dari menggunakan jenis senjata manapun. Tentu,
ia mungkin saja menggunakan senjata pada waktu itu atau bahkan
menciptakan senjata-senjata baru untuk mengalahkan semua persenjataan
yang dikenal di zamannya.
Sebenarnya pengetahuan kita tentang
kejadian-kejadian masa depan di dunia amatlah terbatas. Atau, kita
benar-benar tidak tahu dalam persoalan apapun secara rinci tentang masa
depan nasib manusia dan gerak kemajuan teknologisnya. Misalnya, kita
tidak mempunyai hak guna memutuskan masa depan berdasarkan masa lalu
tanpa suatu keterangan.
Kita tidak tahu negara atau bangsa
mana yang memiliki kemajuan teknologis dan peradaban serta keunggulan di
atas yang lainnya. Adalah mungkin bahwa bangsa-bangsa yang lemah dan
terpecah di dunia Islam akan bangkit dan menyingkirkan
perbedaan-perbedaan kecil mereka guna membangun persaudaraan universal
di bawah panji tauhid, dan mengangkat serta menerapkan petunjuk al-Quran
sebagai konstitusi bangsa Muslim universal.
Kemudian
masyarakat Islam bersatu sehingga dapat memanfaatkan sumber daya alam
mereka guna kemajuan mereka dan keluar dari kemalasan yang
mencengkeram-diri dan isolasi yang dibebankan pada diri sendiri guna
menghadapi tantangan menjadi pemimpin-pemimpin peradaban manusia di
bidang sains, industri, dan etika.
Mereka dapat melaksanakan
kontrol mereka atas energi-energi yang terlepas dan tidak terbatas di
Timur dan di Barat guna menyalurkannya ke dalam persiapan pelaksanaan
puncak revolusi al-Mahdi. Pada waktu itu, Imam Mahdi muncul dan
menghancurkan kekuatan-kekuatan zalim serta tiranik dengan membantu
kekuatan perkasa pada akhirnya. Lebih jauh, dengan bantuan Ilahi dan
janji kemenangan, di samping kekuatan luar biasa yang memancar dari
kedudukan wilâyat [pelaksanaan dari kedaulatan yang diatur secara Ilahi
di bawah imamah], ia dapat meletakkan asas pemerintahan Allah yang adil
dan makmur di muka bumi.
Pada waktu itu para saintis dan
sarjana yang hasil penelitiannya memungkinkan terciptanya penemuan semua
peralatan dan teknologi merasakan kesedihan dan menyesali diri karena
penemuan-penemuan mereka tidak digunakan untuk kehidupan layak bagi
kehidupan manusia tapi sebaliknya digunakan untuk menduduki dan menindas
bangsa-bangsa lain di dunia.
Dengan demikian, untuk menebus
pengabaian sumbangan ilmiah mereka, mereka tidak akan melihat jalan lain
kecuali menjawab panggilan al-Mahdi guna berjuang demi keadilan dan
berkarya demi kebaikan manusia di dunia. Kita tidak dapat meramalkan
bagaimana manusia di masa depan akan melepaskan kesombongan dan sikap
keras kepala mereka, keluar dari kebodohan mereka dan berkarya menuju
penghapusan senjata pemusnah massal dan penerapan ketat perjanjian
non-proliferasi nuklir. Namun semua kekayaan tersebut kini digunakan
untuk memproduksi senjata-senjata semacam itu. Padahal, semua itu dapat
dibagikan unutk mengurangi kemiskinan, kemajuan pendidikan, dan
kesejahteraan manusia.
Dunia Di Bawah Pemerintahan Al-Mahdi
Ir. Madani: Sudikah Anda memberikan beberapa indikasi tentang kondisi-kondisi yang muncul di bawah pemerintahan al-Mahdi?
Tn. Hosyyar: Adalah mungkin merekonstruksi gambaran berikut tentang masa depan dari hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ahlulbait:
Ketika al-Mahdi yang dijanjikan, Imam Keduabelas, muncul, menyusul
kemenangannya atas kekuatan-kekuatan jahat dunia, ia akan mengatur
seluruh dunia di bawah satu pemerintahan Islam. Ia akan menunjuk
individu-individu yang well-qualified sebagai gubernur-gubernur dari
berbagai kawasan di dunia dengan instruksi-instruksi dan program yang
jelas untuk kedamaian dan administrasi yang adil terhadap kawasan yang
ada di bawah pengaturan mereka.25
Seluruh dunia akan
berkembang maju di bawah pengelolaan mereka. Al-Mahdi sendiri akan
memantau seluruh dunia dari jauh, kawasan yang luas serta urusan-urusan
yang ekstensif yang dapat diterima olehnya ibarat melihat telapak
tangannya. Para pengikut dan pembantunya bertindak dan berbicara
dengannya dari jarak jauh. Seluruh bumi akan dipenuhi dengan keadilan
dan persamaan.
Manusia niscaya menjadi baik dan akan
memperlakukan satu sama lain dengan kejujuran dan kesetiaan. Ada jaminan
keamanan di mana-mana karena tak seorang pun akan saling mengganggu.
Grafik ekonomi manusia akan meningkat pesat. Hujan yang mencurahi bumi
menyuburkannya sehingga panorama hijau terhampar indah dan segala jenis
biji-bijian serta buah-buahan melimpah ruah.
Kemajuan yang
penting akan diperkenalkan dalam pertanian. Manusia akan lebih
memperhatikan kehadiran Allah daripada dosa-dosa. Islam akan menjadi
agama resmi dunia, dengan seruan tauhid yang muncul dari seluruh penjuru
dunia.
Jalan-jalan akan dibangun dengan desain-desain yang
menawan. Lebar jalan-jalan utama sekitar 60 yard. Pembangunan
jalan-jalan akan diperhatikan dengan penuh kesungguhan sehingga
masjid-masjid yang berdiri di tengah-tengah akan dimusnahkan.
Jalan-jalan setapak akan berubah menjadi jalan-jalan besar. Para pejalan
kaki akan diminta menyeberang jalan di tempat penyeberangan yang tepat;
sedangkan para pengemudi akan diminta masuk ke tengah.
Semua
jendela rumah yang terbuka ke jalan akan ditutup. Saluran terbuka dan
tempat pembuangan kotoran di jalan raya dilarang dibangun. Semua
bangunan megah akan dimusnahkan. Masjid-masjid dan menara-menara tinggi
dan penuh hiasan serta mimbar-mimbar yang memisahkan imam shalat jama'ah
dengan makmum akan dihancurkan.
Selama zaman al-Mahdi akal
manusia niscaya mencapai kesempurnaan. Informasi umum di antara manusia
akan mencapai suatu kemajuan sampai ke suatu tingkat di mana kaum wanita
dapat merumuskan keputusan hukum ketika ada di rumah. Imam ash-Shadiq
berkata:
Pengetahuan dibagi ke dalam 27 bagian. Hanya dua
bagian yang diperoleh manusia. Ketika al-Qâ'im bangkit, ia akan membuka
25 bagian lainnya dan menyebarkannya di antara manusia.26
Keimanan manusia akan mencapai keunggulan dan hati mereka bebas dari
kedengkian dan dendam. Akhirnya, mari saya ingatkan Anda bahwa semua
penjelasan ini telah diringkaskan dari hadis-hadis bersangkutan.
Sebagian besar dari hadis ini relatif jarang dan hanya dilaporkan oleh
satu perawi. Siapapun yang menginginkan penjelasan yang lebih terinci
dapat merujuk kitab Bihâr al-Anwâr, jilid 51 dan jilid 52, kitab Itsbat
al-Hudat, jilid 6 dan 7, serta Kitab al-Ghaybah karya Nu'mani.
Kemenangan Para Nabi
Dr. Jalali:
Dari semua paparan Anda dan keutamaan-keutamaan yang berhubungan dengan
al-Mahdi, Imam Keduabelas as dalam hadis-hadis, tampaknya ia lebih
utama (afdhal) dari semua nabi yang lain, termasuk Nabi Islam saw.
Karena, pada akhirnya, tak seorang pun dari mereka (para nabi) berhasil
dalam memperbaiki masyarakat manusia, menegakkan pemerintahan dunia
berdasarkan tauhid, menerapkan aturan-aturan Ilahi secara menyeluruh,
melaksanakan neraca keadilan Tuhan secara sempurna, dan menghapus
kezaliman dan tirani secara mutlak. Satu-satunya orang yang mampu
melaksanakan seluruh tugas ini adalah al-Mahdi. Tak ada yang lain.
Tn. Hosyyar:
Sesungguhnya, perbaikan masyarakat manusia dan pelaksanaan hukum-hukum
Ilahi merupakan aspirasi para nabi as. Setiap pembaharu (reformer) yang
ditunjuk Ilahi berupaya menuntaskan cita-cita mereka sesuai dengan
kesempatan dan kemampuan yang tersedia pada mereka seiring dengan zaman
mereka sendiri dan mengajak manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Jika mereka tidak berjuang dan melakukan
pengorbanan-pengorbanan penting, maka pemerintahan berdasarkan tauhid
tidak akan pernah tercapai. Dengan kata lain, para nabi as merupakan
pendukung-pendukung dan mempunyai andil terhadap keberhasilan akhir ini.
Penyempurnaan oleh al-Mahdi harus dianggap sebagai keberhasilan para
hamba Allah yang lain dalam garis para nabi dan pemimpin agama.
Kemenangan Imam bukan kemenangan dirinya sendiri.
Sebaliknya,
dengan kekuatan menakjubkan dari Imam Mahdi semuanya merupakan
kemenangan kebenaran atas kebatilan, keimanan atas kemusyrikan. Ini
merupakan pemenuhan janji para nabi sebelumnya kepada para pengikut
mereka, dan realisasi dari cita-cita mereka untuk masyarakat manusia.
Kemenangan dari al-Mahdi yang dijanjikan, sejatinya, merupakan
kemenangan Adam, Syits, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad dan para nabi
lainnya (salam atas mereka semua). Mereka merupakan satu kesatuan yang,
melalui pengorbanan dan kegigihan mereka, mempersiapkan jalan agung ini
dan, sampai ke beberapa tingkat, akal manusia menerima seruan ini.
Program itu diterima dan perjuangan tersebut dimulai oleh para nabi
terdahulu. Masing-masing mereka memberikan suatu contoh melalui tindakan
mereka sendiri dan mendorong tahap kesempurnaan manusia kepada tujuan
Allah sehingga garis itu sampai pada
Nabi Islam. Beliau
menyiapkan program sempurna dan menyediakan cetak biru yang menyeluruh
untuk transformasi dunia. Menjelang wafatnya, beliau mewariskannya
kepada para penggantinya yang sah, yakni para imam.
Nabi dan
para imam, kemudian, berusaha melaksanakan rencana Ilahi demi
kemanusiaan pada jalur ini dengan melakukan tindakan oposisi serta
melakukan pengorbanan-pengorbanan besar. Seiring dengan bertambahnya
perjalanan waktu, maka semakin banyak krisis dan revolusi yang harus
dihadapi manusia untuk mencapai kematangan dan pemerintahan berasaskan
tauhid. Ini satu-satunya yang akan terjadi kemudian dimana benteng
terakhir dari kemusyrikan dan ketidakbertuhanan akan ditanggulangi oleh
energi yang menakjubkan dari al-Mahdi as. Baru setelah itu, mimpi
manusia pun menjadi kenyataan.
Dengan demikian, al-Mahdi yang
dijanjikan adalah pelaksana rencana Nabi, termasuk para nabi sebelumnya.
Kemenangannya merupakan kemenangan agama-agama yang diwahyukan. Tentang
hal ini, Allah berjanji kepada Nabi Daud as dalam kitab Zabur. Bahkan,
dalam salah satu ayat al-Quran yang diturunkan untuk menegaskan
kemenangan puncak Imam Mahdi, Allah mengingatkan kaum Muslim tentang
janji itu: "Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami
tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku
yang saleh." (QS al-Anbiyâ` [21]: 105).
Al-Mahdi dan Konstitusi Baru
Dr. Jalali:
Saya mendapat kabar bahwa Imam Keduabelas as akan membawa agama,
konstitusi, dan hukum baru kepada umat manusia. Hukum Islam saat ini
akan dicabut. Bagaimanakah keabsahan hadis ini?
Tn. Hosyyar:
Sumber kabar ini adalah hadis-hadis yang berkaitan dengan permasalahan
ini. Jadi untuk mengklarifikasi permasalahannya, kita mesti menyebutkan
beberapa hadis tersebut.
Abdullah bin Atha bertanya pada Imam mengenai karakter dan tingkah laku al-Mahdi. Imam as menjawab:
Dia akan melaksanakan misi yang sama dengan Nabi (Muhammad
saw-penerj.). Dia akan menumpas bid`ah-bid`ah yang tersebar, sebagaimana
Nabi menghancurkan fondasi-fondasi jahiliyah (moralitas Arab
pra-Islam), dan membangun kembali Islam.27
Dalam hadis lainnya Abu Khadijah mengabarkan dari Imam ash-Shadiq bahwa beliau berkata:
Ketika al-Qâ`im muncul, dia akan datang dengan misi yang baru,
sebagaimana Nabi di permulaan munculnya Islam, menyeru manusia pada
sebuah misi yang baru.28
Dalam hadis yang lainnya lagi, Imam as berkata:
Ketika al-Qâ`im muncul, dia akan datang dengan misi baru, kitab baru,
perilaku baru dan keputusan baru, yang terasa berat bagi orang Arab.
Pekerjaannya tidak lain hanya bertempur dan tidak ada seorang pun (di
antara orang-orang kafir) akan dikecualikan. Dia tidak akan takut pada
cemoohan-cemoohan dalam melaksanakan tugasnya.29
Tindakan Imam Mahdi
Namun, hadis-hadis di atas dan hadis-hadis lainnya merujuk pada satu
faktor yang penting berkenaan dengan tindakan Imam Mahdi, yaitu tindakan
yang akan berdasarkan suri teladan datuknya, Nabi saw. Dia akan
mempertahankan agama dan al-Quran yang diturunkan kepada Nabi. Misalnya,
Nabi saw pernah bersabda, "Salah seorang Ahlulbaitku akan muncul dan
bertindak berdasarkan hadis dan kebiasaanku."30 Beliau pun bersabda,
"Al-Qâ'im di antara anak-anakku, akan memiliki nama dan julukan yang
sama denganku. Dia akan memiliki ciri-ciri sepertiku dan akan
mengikutiku. Dia akan memerintah manusia untuk menaatiku dan pada
hukumku. Dia akan menyeru mereka pada Kitabullah."31
Dalam hadis lain, Nabi saw bersabda:
Keturunanku yang keduabelas akan gaib sedemikian rupa sehingga dia
tidak akan terlihat sama sekali. Akan datang suatu saat di mana tidak
ada satu pun yang tersisa kecuali bekas jejak al-Quran. Pada saat itu,
Allah akan memberi izin kepadanya untuk melakukan revolusi dan melalui
dialah, Allah akan memperkuat Islam dan menghidupkannya kembali.32
Dalam hadis lain, Nabi saw bersabda, "Mahdi dari keluargaku dan akan
bertempur demi tradisiku, sebagaimana aku bertempur demi al-Quran."33
Seperti kita lihat, hadis-hadis yang telah disebutkan di atas dengan
jelas menunjukkan bahwa agenda dan rencana Imam Keduabelas adalah
mensyiarkan Islam dan menghidupkan kembali nilai-nilai al-Quran. Untuk
melaksanakan ajaran-ajaran Nabi, dia akan berusaha sekuat tenaga. Oleh
karena itu, bila ada kesamaran dalam hadis yang disebutkan pada bagian
sebelumnya dalam buku ini, maka hadis-hadis di atas dapat
menjelaskannya. Seitu, hadis-hadis tersebut harus diinterpretasikan
sebagai berikut:
Selama masa kegaibannya, akan muncul
bid`ah-bid`ah dalam agama dan peraturan-peraturan al-Quran serta
ajaran-ajaran Islam akan diinterpretasikan sesuai dengan cita rasa
manusia. Akibatnya, banyak ajaran dan hukum (Islam) akan dilupakan
seolah-olah mereka tidak pernah ada dalam Islam.
Imam
ash-Shadiq as dalam hadis lainnya menyebutkan peranan al-Mahdi di atas
secara eksplisit, "Ketika al-Qâ'im muncul, dia akan mengikuti
tindak-tanduk Nabi. Selain itu, ia juga akan menjabarkan hadis-hadis
dari Nabi Muhammad saw."34
Fadhl bin Yasar mendengar Imam
al-Baqir berkata, "Ketika al-Qâ'im muncul, dia akan menghadapi begitu
banyak gangguan dari manusia yang Nabi sendiri pun tidak pernah
mengalami hal serupa di zaman jahiliah." Fadhl bertanya, "Mengapa
seperti begitu?" Imam as menjawab:
Ketika Muhammad diangkat
sebagai Nabi, orang-orang menyembah batu-batu dan kayu. Namun, ketika
al-Qâ'im muncul, orang-orang akan menafsirkan aturan-aturan Allah yang
berlawanan dengan tafsirannya, dan mereka akan berselisih dengannya
serta membantah berdasarkan al-Quran. Demi Allah, keadilan al-Qâ'im akan
memasuki rumah-rumah, sebagaimana panas dan dingin memasuki mereka
(rumah-rumah tersebut).35
Kebaruan Penjelasan Al-Mahdi
Umat manusia, setelah meninggalkan prinsip-prinsip yang absolut dan
ajaran-ajaran Islam yang pokok, hanya mengikuti lapisan luar agama dan
menganggap sikapnya itu sudah mencukupi. Inilah orang-orang yang-selain
shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, dan penghindaran diri dari
najis-tidak tahu apa-apa tentang Islam.
Selain itu, beberapa
dari mereka membatasi agama di mesjid saja sehingga amat sedikit
pengaruhnya pada sikap dan tindakan mereka. Ketika mereka keluar dari
mesjid, yaitu di pasar atau di tempat kerja, tidak ada tanda-tanda
keislaman dalam dirinya. Mereka tidak menganggap tingkah laku yang etis
dan nilai-nilai moral sebagai bagian dari Islam. Mereka tidak peduli
pada tindakan-tindakan amoral dan membuat-buat alasan atas tindakannya,
tidak mengikuti bimbingan moral seadanya perselisihan ihwal kewajiban
dan larangan-larangan berdasarkan syarat-syarat tertentu.
Mereka jauh melangkah sejajar dengan larangan agama-dengan jalan tipu
daya-dan menjadikannya sesuatu yang boleh dilakukan. Mereka juga
menghindari tanggung jawab untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang
dibebankan kepada mereka oleh syariat. Dengan kata lain, mereka terlibat
dalam menafsirkan agama sesuai dengan keinginan mereka belaka.
Ketika berhadapan dengan al-Quran, mereka menganggap cukuplah bagi
mereka untuk memperhatikan bacaan formal saja dan menghormati kebiasaan
yang berhubungan dengannya. Oleh karena itu, ketika Imam Keduabelas
muncul, dia pasti akan bertanya kepada mereka, yaitu mengapa mereka
meninggalkan intisari agama dan menafsirkan al-Quran dan hadis sesuai
dengan kehendak mereka sendiri.
Mengapa mereka meninggalkan
kebenaran Islam dan puas dengan ketaatan lahiriah belaka? Mengapa mereka
tidak menyesuaikan karakter dan perbuatan mereka dengan ruh Islam?
Mengapa mereka memutarbalikan makna agama agar sesuai dengan ketamakan
mereka pribadi? Sebagaimana mereka begitu memperhatikan bacaan al-Quran
yang benar, mereka pun harus mempraktikkannya. Imam Keduabelas berhak
bertanya, "Kakekku, Imam Husain, tidak terbunuh demi duka cita. Mengapa
kalian mengabaikan tujuan yang dipegang kakekku dan menghancurkannya?"
Imam akan menyuruh mereka mempelajari ajaran sosial dan moral Islami
dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka harus
menghindari perbuatan-perbuatan tercela dan memperhatikan
kewajiban-kewajiban menyangkut keuangan, tanpa membuat alasan-alasan
lemah. Mereka juga harus ingat, mengingat jasa-jasa Ahlulbait dan
meratapi penderitaan mereka tidak akan dapat menggantikan zakat dan
khumus serta melunasi utang-utang seseorang.
Perbuatan-perbuatan itu tidak dapat menggantikan perbuatan dosa semisal
mengambil bunga (bank-penerj.) dan suap, menipu manusia lain dan
memperlakukan mereka dengan tidak jujur. Mereka mesti menyadari bahwa
menangisi dan berkeluh kesah demi Imam Husain tidak pernah dapat
menggantikan perbuatan buruk kepada orang yatim dan janda-janda. Lebih
penting lagi, seyogianya mereka tidak membatasi ketakwaan hanya di
mesjid. Namun mereka pun harus berperan serta aktif di masyarakat dan
melaksanakan amar makruf nahi munkar serta menumpas bid`ah-bid`ah yang
merusak Islam.
Tentu saja, agama semacam ini akan tampak baru
dan sulit bagi orang-orang tersebut. Bahkan boleh jadi mereka
menganggapnya bukan Islam, karena mereka membayangkan Islam sebagai
sesuatu yang lain. Orang-orang semacam ini terbiasa berpikir bahwa
kemajuan dan kebesaran Islam terletak pada pendekorasian mesjid-mesjid
dan pengkostruksian menara-menaranya.
Bila Imam Keduabelas
berkata, "Kebesaran Islam bergantung pada tindakan yang benar,
kejujuran, kepercayaan, penepatan janji, dan penghindaran diri dari
perbuatan yang terlarang", pernyataan ini akan terasa benar-benar baru
bagi mereka! Mereka dulu menganggap bahwa ketika Imam muncul, dia akan
membuat perubahan bagi semua perilaku Muslim dan akan mengistirahatkan
mereka di pojok-pojok mesjid.
Tetapi ketika mereka menyaksikan
bahwa darah bercucuran dari pedang Imam, menyeru umat untuk berjihad
dan beramar makruf nahi munkar, membunuh para ahli ibadah yang berbuat
zalim, serta mengembalikan barang-barang yang mereka curi kepada
pemiliknya, maka tindakan semacam ini sungguh akan terasa baru!
Imam ash-Shadiq as berkata:
Ketika al-Qâ'im muncul, dia akan menyeru manusia untuk kembali kepada
Islam, membimbing mereka kepada hal-hal baru yang telah ditinggalkan
umat. Dia disebut al-Mahdi karena dia akan membimbing manusia kepada
hal-hal yang telah mereka pisahkan. Dia disebut al-Qâ'im karena dia akan
diperintahkan untuk menegakkan kebenaran.36
Singkatnya, ada
perbedaan mencolok antara al-Mahdi yang diperkirakan dengan agendanya
dan al-Mahdi yang benar dengan peranannya. Karena itulah,
tindakan-tindakannya tidak akan disetujui oleh orang-orang. Mereka akan
meninggalkan Imam di awal kemunculannya. Namun, karena mereka tidak akan
menemukan orang lain yang dapat menyelamatkannya, maka mereka akan
tunduk kepadanya. Imam ash-Shadiq as berkata:
Saya dapat
menyaksikan al-Qâ'im mengenakan baju khusus dan mengeluarkan surat Nabi
yang bersegel emas. Setelah merobek segel tersebut, dia membacakannya
kepada manusia dengan keras. Mereka berpencar darinya sebagaimana
biri-biri berpencar dari gembalanya. Tak seorang pun selain dari wazir
dan sebelas orang kepercayaan tetap bersamanya. Lalu orang-orang mulai
mencari seorang pembaharu di mana-mana. Akan tetapi, mereka tidak dapat
menemukan seorang penolong pun selain beliau. Mereka akan lari ke
arahnya. Demi Allah, aku tahu kata-kata al-Qâ'im yang membuat mereka
ingkar.37
29
IMAM MAHDI
Al-Mahdi dan Pencabutan Hukum-Hukum Agama
Dr. Fahimi:
Saya ingat Anda pernah mengatakan pada pertemuan terdahulu bahwasanya
al-Mahdi bukanlah seorang pembuat hukum. Bukan pula pencabut hukum. Di
sini, pernyataan Anda tidak sepadan dengan substansi hadis berikut:
Imam ash-Shadiq berkata:
Dua kasus pertumpahan darah dibolehkan dalam Islam tapi tak seorang pun
melaksanakan aturan Ilahi ini hingga Allah mengutus al-Qâ'im dari
Ahlulbait yang dapat melaksanakan perintah Allah dalam kasus-kasus
tersebut tanpa membutuhkan seorang saksi pun: kasus pertama adalah
seorang suami yang melakukan perzinahan, dia akan dirajam olehnya. Kasus
lainnya adalah orang yang menolak membayar zakat.38
Dalam
hadis lain Imam as berkata, "Ketika al-Qâ'im dari keluarga Muhammad
muncul, dia akan menghukum manusia tanpa perlu saksi-saksi sebagaimana
peristiwa yang terjadi yang berkaitan dengan Daud dan Sulaiman."39
Hadis-hadis ini dan hadis-hadis yang senada lainnya mengimplikasikan
bahwa ajaran Islam akan dicabut oleh Imam dan digantikan dengan
ajaran-ajaran baru. Dengan memegang kepercayaan-kepercayaan semacam ini,
sebenarnya Anda membuktikan kenabian (nubuwah) al-Mahdi, walaupun Anda
tidak menyebutnya seorang nabi!
Tn. Hosyyar:
Pertama-tama, izinkan saya menunjukkan bahwa sumber keyakinan semacam
itu terdiri dari hadis-hadis langka yang dilaporkan oleh satu perawi.
Kedua, saya tidak melihat masalah apapun dengan dalil bahwa Allah dapat
menyampaikan hukum kepada Nabi dan menginformasikannya bahwa hukum
tersebut akan berlaku baginya dan bagi para pengikutnya hingga saat
al-Mahdi muncul. Ketika Imam Keduabelas muncul, dia akan mengikuti hal
yang kedua.
Nabi juga memberitahukan permasalahan ini kepada
penerusnya sampai kepada Imam terakhir. Berdasarkan kasus ini, aturan
agama tidak dicabut dan Imam tidak memperkenalkan aturan baru yang
diwahyukan pada Nabi. Namun, hal yang pertama telah dibatasi oleh waktu,
dan Nabi dikabarkan telah mengatakan hal yang kedua.
Jadi,
pandangan sosial membutuhkan hakim yang menentukan hukumnya berdasarkan
bukti objektif, saksi, dan sumpah. Nabi dan para imam juga diwajibkan
mengikuti prosedur yang sama dalam pemerintahan mereka yang adil. Namun,
ketika Imam Mahdi muncul dan mendirikan pemerintahan Islam, dia harus
memutuskan kasus berdasarkan ilmunya. Oleh karena itu, aturan terakhir
merupakan bagian dari hukum Islam, menunggu pelaksanaan setelah
kemunculan Imam Mahdi.
Apakah Tidak Mungkin Al-Mahdi Telah Muncul?
Dr. Jalali:
Kami meyakini kemampuan Anda yang mendasar mengenai Imam Mahdi. Namun,
bagaimana kita tahu kalau beliau telah muncul? Dari awal-awal sejarah
Islam sampai sekarang telah banyak pengikut Islam di berbagai tempat di
dunia, baik dari suku Quraisy maupun bukan, yang muncul dan mengklaim
sebagai al-Mahdi. Anehnya, mereka mendapatkan pengikut dan bahkan
membuat mazhab sendiri. Malah, sebagian dari mereka berhasil mendirikan
dinasti yang bertahan selama beberapa saat. Saat ini kita sedang
menunggu kemunculan al-Mahdi, dan kemungkinan besar salah seorang yang
mengaku al-Mahdi tersebut mungkin al-Mahdi yang sebenarnya.
Tn. Hosyyar:
Seperti yang telah disebutkan di awal-awal, kita tidak meyakini
al-Mahdi yang tidak teridentifikasi dan karakternya tidak diketahui kita
sehingga kita bisa membuat kesalahan tentangnya. Sebaliknya, Nabi dan
para imam yang mengabari manusia mengenai harapan mendasar ini dan
keberadaaan Imam Mahdi, menggambarkan secara detail ihwal ciri-ciri dan
kualifikasi Imam Mahdi guna menghilangkan semua keraguan dan kesamaran
identitasnya. Hadis berikut merupakan gambaran Imam Mahdi yang akan
datang:
Nama al-Mahdi adalah Muhammad dan julukannya adalah
Abu al-Qasim, ibunya adalah seorang budak yang bernama Narjis, Shaiqal,
dan Sawsan. Dia keturunan dari Bani Hasyim, dari keturunan Imam Husain,
dan anak kandung Imam Hasan al-Askari. Dia lahir tahun 256 H/868 M atau
255 H/867 M di kota Samara, Irak. Dia mengalami dua jenis kegaiban: gaib
pendek (ghaib sugra) dan gaib panjang (ghaib kubra).
Kegaiban
yang kedua akan diperpanjang sedemikian rupa sehingga eksistensinya
diragukan. Usianya akan sangat panjang. Misinya akan dimulai di Makkah.
Dia akan melancarkan pemberontakan dengan pedang serta menumpas seluruh
penindas dan kaum kafirin. Semua Ahli Kitab dan Muslimin akan tunduk
pada kekuasaannya.
Dia akan mendirikan pemerintahan Islam
universal di dunia, akan mengikis habis seluruh kekuatan tiran dan
kezaliman, dan akan menggantikannya dengan keadilan dan persamaan. Islam
akan menjadi agama universal dan al-Mahdi akan mengoptimalkan
kekuatannya untuk menyebarkan Islam kepada seluruh manusia secara damai.
Begitulah sifat dan peran al-Mahdi bagi para penantinya.
Tentang Sayyid Ali Muhammad Syirazi
Tn. Hosyyar:
Dr. Jalali, izinkan saya menyampaikan satu pertanyaan. Di antara sekian
banyak orang yang mengklaim diri sebagai Imam Mahdi, apakah Anda pernah
mendapati orang yang berkarakter seperti al-Mahdi yang telah Anda
sebutkan secara detail?
Misalnya, seseorang yang muncul di
salah satu kota Iran yang mengaku sebagai al-Mahdi. Dia bukan anak Imam
Hasan al-Askari juga tidak mengalami kegaiban panjang atau bertempur
melawan penguasa yang lalim atau mendirikan pemerintahan Islam yang
universal guna mengisi dunia dengan keadilan dan persamaan.
Jelas, dia pun tidak mengangkat tangannya barang sedikit pun untuk
melarang manusia dari berbuat keburukan. Selain itu, dia pun tidak
menyebarkan Islam ke seluruh dunia, tapi sebaliknya mencabut semua hukum
dan menciptakan ajaran baru. Dia tidak mempunyai ilmu yang mendalam dan
juga tidak melaksanakan tugas yang luar biasa. Dan menjelang akhir
jabatannya, walaupun dia menyesal, dia dihukum mati.40
Kisah
Mahdi palsu dari kota Syiraz ini tidak berbeda dengan seseorang yang
diceritakan dalam Matsnawi-nya Jalaludin Rumi perihal seseorang dari
Qazwin, yang mengklaim sebagai orang kuat tetapi tidak dapat menahan
sakit yang disebabkan oleh tusukan yang dilakukan oleh seseorang yang
menusukkan jarum ke tangannya untuk membuat tato yang berbentuk singa
sesuai dengan yang ia kehendaki. Gambar singa, menurut Rumi, adalah
untuk menyombongkan kekuatannya. Namun, pada saat orang kuat dari Qazwin
ini ditato, dia menghendaki sang pentato menghilangkan bagian-bagian
gambar singa yang harus ditusuk oleh jarum dengan lebih sering dan
dalam. Permohonan untuk menghilangkan bagian-bagian gambar singa yang
utama membuat sang pentato dengan senang hati melaksanakan keinginan
pelanggannya:
Siapakah yang pernah melihat singa tanpa ekor, kepala, atau perut?
Kapankah Allah pernah menciptakan singa semacam itu?
Bila engkau tidak menahan tusukan jarum
Maka jangan menginginkan singa sekuat itu (sebagai simbol kekuatanmu)
Salah satu episode menarik berkenaan dengan Sayyid Ali Muhammad Syirazi
yaitu sebelum klaim sebagai al-Mahdi dan al-Qâ'im menghunjam kepalanya,
dia menulis sebuah buku yang berjudul: Tafsîr-i Sûra-yi Kawtsar
(Komentar Surah al-Kautsar). Dalam buku itu, dia melaporkan hadis-hadis
mengenai Mahdi al-Muntazhar yang nantinya tidak sepadan dengan klaim
dia. Kemudian isu ini menjadi sumber kejengkelan dan gangguan bagi dia
dan para pengikutnya.
Dalam bukunya dia menulis:
Musa bin Ja'far al-Baghdadi mengabarkan bahwa dia mendengar dari Imam
Hasan al-Askari: "Saya melihatmu (di masa yang akan datang) berselisih
satu sama lain dalam permasalahan penggantiku. Namun, ketahuilah bahwa
siapa saja mengakui seluruh imam setelah Nabi, dan menolak anakku, maka
ia sama dengan seseorang yang mengakui semua nabi tetapi menolak
kenabian Muhammad saw.
Barangsiapa yang menolak Nabi Allah
sama dengan orang-orang yang menolak semua nabi. Alasannya, ketaatan
kepada orang terakhir dari kami adalah seperti ketaatan kepada orang
pertama dan penolakan kepada orang terakhir dari kami sama dengan
penolakan kepada orang pertama. Ketahuilah, anakku akan mengalami
kegaiban dan semua orang, kecuali beberapa orang yang akan dilindungi
Allah, akan mengalami keraguan."41
Lalu dia mengutip hadis lain sebagai berikut:
Imam ar-Ridha berkata pada Di'bil, "Imam setelahku adalah anakku,
Muhammad. Setelah Muhammad, anaknya Ali. Setelah Ali, anaknya Hasan.
Dan, setelah Hasan, anaknya, yaitu al-Hujjah dan al-Qâ'im, yang akan
ditunggu selama masa gaibnya dan ditaati ketika ia muncul. Sekiranya
tersisa hanya satu hari saja di dunia ini, Allah akan memperpanjangnya
sampai al-Qâ`im muncul dan mengisi dunia dengan keadilan dan persamaan
sebagaimana sebelumnya dunia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani.
Adapun waktu kemunculannya akan diberitakan kemudian, sedangkan
datuk-datuk kami mendapat kabar dari Ali, yang mengabarkan bahwa Nabi
ditanya, "Ya Rasulullah, kapan al-Qâ'im dari keluarga Anda akan muncul?"
Beliau menjawab, "Situasinya mirip dengan Hari Berbangkit (mengenai
waktunya tak seorang pun mengetahuinya kecuali Allah semata). Namun,
permasalahan tersebut penting sekali baik di langit ataupun di bumi.
Oleh karenanya, akan terjadi dengan serta merta."42
Jelaslah,
sejumlah perkara dapat dipecahkan dengan dua hadis ini: pertama,
al-Qâ'im dan Mahdi adalah anak langsung dari Imam Hasan al-Askari.
Kedua, dia akan mengalami periode kegaiban yang panjang. Ketiga, ketika
muncul, dia akan mengisi dunia dengan keadilan dan persamaan. Dan,
keempat, tak seorang pun dapat menentukan waktu kehadirannya.
Pengakuan Sayyid Ali Muhammad Mengenai Keberadaan Imam Gaib
Dalam kitabnya mengenai surah al-Kautsar, Sayyid Muhammad Ali mengakui
eksistensi Imam Gaib (the Hidden Imam) dan menulis tanda-tanda dan
petunjuk-petunjuk menyangkut eksistensinya itu. Umpamanya, dia menulis:
Tak ada keraguan lagi ihwal eksistensi Imam Gaib. Alasannya, andaikan
dia tidak ada, niscaya tak seorang pun yang akan ada [di dunia ini].
Oleh karena itu, perkara ini sejelas matahari di langit. Meragukan
keberadaannya sama dengan meragukan kekuasaan Allah. Barangsiapa
meragukan eksistensi atau keberadaan Allah, maka ia seorang kafir…Adapun
bagi kaum Muslimin dan orang-orang yang beriman di kalangan para
pengikut Duabelas Imam, Imamiyyah, periode kelahiran beliau sudah
terbukti (semoga jiwaku dan jiwa-jiwa yang berada di alam
spiritual-malakut-menjadi tebusannya demi kemuliaanya!).
Selain itu, masa gaib beliau yang pendek dan mukjizat-mukjizatnya yang
terjadi saat ini, juga tanda-tanda yang disampaikan kepada para
wakilnya, terbukti meyakin…Dia (Imam Keduabelas adalah seorang anak yang
saleh. Nama laqab-nya Imam Abu al-Qasim. Dia adalah orang yang
dipercayai perintah Allah (al-qâ'im bi-amr Allâh), hujjah (bukti)
keberadaan Allah bagi para makhluk-Nya, yang dibakakan (baqiyyatullâh)
di antara hamba-hamba Allah, al-Mahdi, yang akan membimbing manusia
kepada masalah-masalah yang misterius.
Namun, aku tidak suka
menyebutkan namanya, melainkan denga cara yang Imam (Askari) telah
sebutkan, yaitu mim, ha, mim, da. Banyak naskah berkenaan dengan ini,
yang telah diterima langsung dari Imam (Keduabelas) as. Imam sendiri
menulis sebuah catatan yang berisi ucapan-ucapannya, "Laknat Allah akan
menimpa orang-orang yang menyebut-nyebutku secara terbuka."… Imam Zaman
(wali al-'ashr) akan mengalami dua (bentuk) kegaiban. Selama kegaiban
kecil, ia memiliki wakil-wakil dan agen-agen. Periode gaib kecil
berlangsung selama 74 lebih beberapa hari.
Wakil-wakil Imam
yang mulia (semoga jiwa kita menjadi tebusannya!) di antaranya adalah:
Utsman bin Sa`id al-Amri dan anaknya, Muhammad bin Utsman, Husain bin
Ruh, dan Ali bin Muhammad as-Samarri.
Di tempat lain dalam kitab yang sama, ia menulis tentang pengalamannya sendiri ketika melihat Imam Keduabelas di Makkah:
Satu hari aku sibuk berdoa di mesjid suci Makkah, di sisi tiang Yamani
(Ka'bah). Aku melihat seorang pemuda yang berpenampilan baik dan tampan.
Ia sedang berthawaf dengan amat khusyuknya. Dia mengenakan surban putih
di kepalanya dan berjubah wol di bahunya. Dia berkumpul bersama
kelompok saudagar dari Parsi. Ia tidak jauh dari kami. Tiba-tiba aku
berpikir bahwa dia mungkin Pemilik Perintah (shâhib al-`amr). Tetapi aku
segan mendekatinya. Selesai berdoa, aku tak melihatnya lagi. Namun, aku
tidak begitu yakin bahwa ia adalah Pemilik Perintah.
Sayyid Ali Muhammad dan Hadis-hadis Ihwal Penetapan Waktu
Hadis berikut juga berkenaan dengan surah al-Kautsar:
Abu Bashir berkata kepada Imam ash-Shadiq as, "Semoga jiwaku menjadi
tebusanmu! Kapankah al-Qâ''im muncul?" Beliau menjawab, "Wahai Abu
Muhammad, kami, Ahlulbait tidak dapat menentukan waktu kemunculannya.
Lagipula, Nabi Muhammad saw bersabda, "Barangsiapa menentukan waktu
kemunculan (al-Qâ'im), dia adalah pendusta."43
Hadis ini dan
hadis-hadis lain yang senada dapat dijadikan bukti bahwa para imam tidak
pernah menentukan waktu kemunculan tersebut dan mereka mendustakan
orang-orang yang menyebutkan ihwal penetapan waktu tersebut. Namun, para
pengikut Sayyid dari Syirazi yang disebutkan di atas mengabaikan
petunjuk-petunjuk yang jelas ini dan-berlawanan dengan bukti tekstual
yang disampaikan oleh pemimpin mereka-mencari dan mendapatkan sebuah
hadis lemah mengenai Abu Labid al-Makhzumi dan melalui interpretasi
misterius yang sulit diterima, disebutkan tahun kemunculan Sayyid
tersebut yaitu 1256 H/ 1840 M.
Kitab-kitab yang ditulis untuk
menyangkal klaim-klaim yang dibuat kelompok khusus ini berdasarkan hadis
yang diriwayatkan oleh Abu Labid jauh lebih banyak jika disampaikan di
sini. Selain itu diskusi lebih lanjut mengenai permasalahan ini akan
menyimpang dari pembahasan kita saat ini. Cukuplah untuk mengatakan
bahwa menurut hadis Abu Bashir, yang diriwayatkan juga oleh Sayyid Ali
Muhammad, hadis apapun yang menentukan kemunculan al-Qâ'im harus ditolak
dan dinilai palsu.
Oleh karena itu, ia tidak bisa dijadikan
bukti, baik hadis yang diriwayatkan oleh Abu Labid maupun oleh yang
lain. Hadis berikut juga disebutkan dalam menjelaskan surah al-Kautsar:
Imam ash-Shadiq as menjelaskan dalam hadis yang panjang, "Kegaiban
al-Qâ'im akan ditolak oleh umat. Beberapa orang akan mengatakan, tanpa
pengetahuan apapun: 'Imam tidak pernah lahir'; sedangkan yang lainnya
mengatakan, 'Dia pernah lahir, namun telah wafat'. Ada juga kelompok
lainnya yang menjadi kufur, mereka mengatakan, 'Imam Kesebelas tidak
memiliki seorang anak pun.
Beberapa orang akan menyebarkan
semangat kekelompokan (factionalism) di masyarakat melalui ucapan mereka
dan akan menambah-nambah jumlah imam yang duabelas dan akan sampai pada
hitungan tigabelas imam atau lebih. Ada juga orang-orang yang membuat
Allah murka dan menenggelamkan mereka karena perkataanya, "Ruh al-Qâ'im
berbicara melalui orang lain."44
Apa Yang Dikatakan Para Pengikut Sayyid?
Walaupun jelas penegasan Sayyid Ali Muhammad mengenai penjelasan surah
al-Kautsar, namun kami tidak tahu apa yang diyakini oleh para
pengikutnya. Bila mereka menganggap dia sebagai Imam Mahdi yang
dijanjikan dan al-Qâ`im, keyakinan ini tidak hanya bertentangan dengan
ajaran Ahlulbait, tetapi bertabrakan dengan kata-kata Sayyid sendiri.
Alasannya, ia menganggap dirinya sendiri sebagai keturunan langsung
Imam Hasan al-Askari yang dia panggil mim, ha, mim, da, sebagai al-Qâ'im
dan al-Mahdi. Dia juga memperkenalkan nama laqab-nya, yaitu Abu
al-Qasim, menganggap penting periode kegaibannya yang panjang dan yang
pendek, dan menyebutkan beberapa wakil. Akhirnya, dia bercerita
pertemuannya dengan seorang pemuda di mesjid suci Makkah yang dia
perkirakan sebagai Imam Gaib.
Bila para pengikut Sayyid
percaya bahwa ruh Imam Keduabelas masuk ke dalam tubuh Sayyid dan
meyakini bahwa dia manisfestasi dari al-Qâ'im, maka keyakinan ini
tidaklah benar. Pertama-tama, harus ditunjukkan bahwa ajaran semacam ini
mengarah kepada keyakinan inkarnasi dan perpindahan ruh.
Keduanya tidak dikenal dalam Islam. Selain itu, keyakinan ini sangat
bertolak belakang dengan hadis dari Imam ash-Shadiq yang dinukil Sayyid
sendiri. Imam as dalam hadis ini berkata, "Akan ada orang-orang yang
akan menyebabkan kemarahan Allah dan membuat Dia menenggelamkan mereka
karena perkataan mereka: Ruh al-Qâ'im berbicara mengenai orang lain."
Sayyid Menyangkal Segala Pertalian Menyangkut Kenabian dan Bâbisme
Namun, bila para pengikutnya meyakini bahwa dia seorang nabi atau
sebuah 'bâb' ("gerbang" berarti mediator antara Imam Gaib dan
pengikutnya), maka dia sendiri menolak anggapan ini. Dalam penjelasannya
mengenai surat ah-Kautsar dia menulis:
Barangsiapa yang
berkata "Ingatlah nama Tuhanmu", yang artinya dia sendiri (yakni Sayyid
Ali Muhammad) sebenarnya mengklaim menerima wahyu dan al-Quran, maka
mereka telah menjadi kafir. Selain itu, mereka yang berkata bahwa ayat
tersebut berarti bahwa dia mengklaim sebagai bâb (mediator) Baqiyatullah
(Imam Keduabelas), dia juga termasuk orang kafir. Ya Allah, Engkau
saksiku (aku menyatakan) siapa saja yang mengklaim sebagai orang hebat
atau memiliki wilâyat atau menerima al-Quran dan wahyu, atau yang telah
menghilangkan atau mengubah segala sesuatu dalam agama-Mu, maka dia
adalah orang kafir.
Sesungguhnya aku menjauh dari orang-orang tersebut. Engkaulah saksiku dan aku tidak mengklaim sebagai bâb (mediator-penerj.).45
Tentu saja, ketika Sayyid menyusun ulasannya, dia tak bermaksud
menyatakan klaim mesiah. Dia hanya menganggap dirinya sebagai orang
terpelajar dan merasa sakit ketika melihat dirinya sendiri terkungkung
di rumah, sementara pemegang kekuasaan yang terpelajar lainnya dibebani
banyak tugas kemasyarakatan. Berkaitan dengan ini dia menulis:
Allah telah mengaruniaiku dengan cara mencerahkan hatiku. Aku ingin
menyebarluaskan agama Allah dengan cara agama itu diwahyukan menurut
al-Quran dan menunjukkan ajaran-ajaran Ahlulbait.
Dia
disulitkan dengan klaim mesiah palsu yang ditujukan kepadanya dan merasa
susah untuk menolaknya. Kemudian dia menyadari bahwa absurditas
orang-orang itu sudah melewati batas. Mereka tidak hanya menerima apa
saja yang ia katakan, mereka juga menambah-nambahkan. Mulai dari sinilah
kecenderungan peranan mesiah Imam Keduabelas menjadi kuat dalam
benaknya dan akhirnya dia memproklamirkan diri sebagai al-Qâ'im.
Al-Bayân dan Klaim Mesiah
Di ketujuh, pasal kedua Al-Bayân-nya, Sayyid menulis:
Karena kemunculan al-Qâ'im dari keluarga Muhammad persis sama dengan
kemunculan Rasulullah, maka dia tidak akan muncul hingga dan kecuali dia
mewujudkan kandungan Islam seperti yang disimpulkan dari ayat-ayat
al-Quran yang telah ditanamkan dalam hati manusia. Tidak ada cara lain
untuk menyimpulkan kandungan Islam kecuali dengan keiman kepadanya dan
statusnya. Saat ini Islam telah menghasilkan buah-buahan, sebaliknya dia
telah tampil nyata di tengah-tengah Islam dan setiap orang
memproklamirkan Islam dengan memakai namanya, sedangkan pada saat yang
sama mereka meyepelekannya tanpa dasar di Maku.
Kita tidak
bermaksud meneliti ajaran ini secara detail untuk menyangkalnya dan
menunjukkan kemustahilannya. Banyak sekali bahasan yang ditulis
menyangkut hal ini dan para pembaca kita dapat mengacu pada karya-karya
ini. Kita juga tidak bermaksud memeriksa masing-masing dan setiap klaim
Mahdiisme yang telah dibuat sepanjang sejarah Islam atau meneliti
klaim-klaim mereka dan menganalisis secara kritis bukti-bukti yang
dipakai untuk mendukung mereka.
Pembahasan ini, mungkin
menarik, melebihi ruang lingkup khusus bagian ini. Izinkan saya
menyatakan kembali bahwa al-Mahdi yang dijanjikan telah diperkenalkan
dengan memadai dan digambarkan dalam hadis-hadis yang autentik serta
memiliki kepribadian yang unik dan cemerlang, dipahami di kalangan orang
Syi`ah. Bila mereka mendapati orang yang cocok dengan riwayat hadis
yang sah, maka mereka harus tunduk kepada otoritasnya.
Jika,
sebaliknya, mereka mendapati bahwa orang tersebut adalah Imam Mahdi
palsu, maka mereka harus benar-benar menolaknya. Mereka yang selama ini
mengklaim posisi mesiah sebenarnya tak layak menyandangnya. Untuk
membuktikan klaim mesiah mereka, mereka tidak boleh mengandalkan
hadis-hadis langka dan meragukan yang disampaikan oleh perawi tunggal
dan menginterpretasikannya demi keuntungan mereka.
Metode
penegakkan klaim mesiah ini benar-benar tidak memadai karena peranan
kritis al-Qâ'im dalam memperbaiki agama Allah dalam pengertian hakiki
dan murninya. Tak satu pun hadis yang dapat menandingi dalam hal
keandalan dan keautentikannya dengan hadis-hadis yang telah disebutkan.
Klaim Palsu dan Eksistensi Pengikutnya
Ir. Madani:
Bila klaim-klaim Mahdi-Mahdi palsu ini tidak bermakna dan mengandung
kebohongan, mengapa orang-orang tertarik menjadi pengikutnya yang setia?
Tn. Hosyyar:
Adanya seorang pengikut setia seseorang tidak dapat dijadikan bukti
bahwa seseorang tersebut orang yang benar. Ketabahan dan pengorbanan
yang dilakukan oleh orang yang kekurangan informasi dan awam tidak dapat
dijadikan sebagai bukti akan kebenaran agama dan pemimpinnya. Bahkan
pandangan sekilas dalam sejarah agama-agama akan memperlihatkan
kesimpulan umum berikut.
Contohnya, di zaman ini walaupun
manusia telah mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan rasionalnya,
namun masih ada saja berjuta-juta orang yang menyembah sapi dan percaya
bahwa binatang ini telah meningkatkan statusnya di langit. Mereka
menganggap membunuh sapi dan mengkonsumsi dagingnya sebagai larangan,
dan menganggap pengacuhan kepada sapi dosa.
Orang-orang Hindu
di India ingin mempertahankan sapinya dengan harga tinggi. Salah satu
seyang menimbulkan konflik antara Hindu dan Muslim di India adalah
penyembelihan sapi untuk makanan yang dihalalkan oleh Islam.
Contoh-contoh ini banyak sekali ditemukan dalam sejarah agama dunia.
Oleh karena itu, jangan terheran-heran bila melihat umat manusia
mengikuti berbagai jenis ajaran dan agama: tak peduli benar atau salah.
Saya percaya kita telah meliput sebagian besar aspek-aspek mendasar
yang berkaitan dengan al-Mahdi dalam Islam secara umum dan dalam Syi`ah
secara khususnya. Karena tidak ada lagi masalah yang akan perlu
didiskusikan, kita sebaiknya menutup pembicaraan ini.
Dr. Jalali: Saya setuju dengan pendapat Anda.
Dr. Emami:
Saya yakin bahwa pertemuan-pertemuan yang telah dilalui benar-benar
bermanfaat bagi pemahaman saya mengenai keyakinan dan akidah Syi`ah.
Saya harap kita dapat terus belajar lagi. Namun, saat ini pembicaraan
kita mengenai al-Mahdi, pemimpin dunia yang universal dan adil
dicukupkan saja. Mari kita sampaikan rasa syukur kita pada Allah. Semoga
Allah mempercepat kemunculan Baqiyatullah (yang dibakakan Allah)
terakhir, Imam Keduabelas. Semoga pula Dia menjadikan kita sebagai
hamba-hamba Islam dan pembantu Imam.
Wassalamu`alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh!
Catatan Kaki:
1. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.370.
2. Ibid., hal.327.
3. Frasa kuffar-i ghayr-i kittabi merujuk kepada orang-orang musyrik
yang bukan Kristen, Yahudi, ataupun Zoroaster. Yang belakangan ketiganya
diakui dalam
syariah sebagai muwahhidun, yakni monoteis. [A.A. Sachedina].
4. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.215, 247.
5. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.345.
6. Ibid., hal.376, 381.
7. Nu'mani, Kitab al-Ghaybah, hal.327.
8. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.340.
9. Ibid., hal.390.
10. Ibid., hal.340.
11. Ibid., jilid 51, hal.47.
12. Ibid., jilid 52, hal.378.
13. Safinat al-Bihâr, hadis yang berhubungan dengan Qum.
14. Ibid.
15. Bihâr al-Anwâr, jilid 60, hal.216
16. Ibid., jilid 52, hal.190
17. Ibn `Asakir, Tarikh (Edisi Damaskus, 1329), jilid 1, hal.87
18. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.328
19. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.49
20. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.335
21. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.401
22. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.244
23. Ibid., hal.358
24. Ibid., jilid 51, hal.218.
25. Ath-Thabari, Dalâ'il al-Imâmah (Edisi Najaf, 1369), hal.249.
26. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.336.
27. Ibid., hal.352.
28. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.110
29. Ibid., hal.83.
30. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.52.
31. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.52.
32. Munthakhab al-Atsar, hal.98.
33. Yanâbî' al-Mawaddah, jilid 2, hal.179.
34. Bihâr al-Anwâr r, jilid 52, hal.347.
35. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.86.
36. Kasyf al-Ghummah, jilid 3, hal.264.
37. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.326.
38. Ibid., hal.325.
39. Ibid., hal.320.
40. Nabil Zarandi, Talkhîsh-i Tarîkh, hal.135-138.
41. Tafsîr Sûra-yi Kautsar.
42. Ibid.
43. Ibid.
44. Ibid.
45. Ibid.
30