Seni, budaya, hingga bangunan bernafaskan Islam masih sangat kental di Kota Ranai di Pulau Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Perpaduan itu dibalut dengan masih tingginya warga Natuna yang teguh menjalankan ajaran Nabi Muhammad Sallahualaiwasalam. Satu buktinya adalah Masjid Agung Natuna yang berdiri gagah di salah satu wilayah ring satu Pulau Natuna.
Dibangun di atas lahan seluas sekitar satu hektare, Masjid Natuna menjadi ikon wisata religi di salah satu pulau terluar di Indonesia tersebut. Untuk sampai ke masjid yang terlihat mirip Taj Mahal di India, dari Bandara Lanud Ranai membutuhkan sekitar 10 menit berkendara mobil melalui Jalan Datuk Kaya Wan Mohammad Benteng dari arah Kota Ranai menuju Pantai Tanjung.
Jamaah yang baru datang ke masjid itu langsung disambut pemandangan masjid dengan latar belakang bukit hijau. Dua ruas jalan masuk dan keluar selebar lima meter mengapit sungai selebar sepanjang satu kilometer. Refleksi masjid yang terpantul dari genangan air kolam menambah keindahan masjid berkubah warna biru hijau tersebut.
Guna mencari tahu lebih detail, usai menunaikan ibadah Shalat Jumat, saya sempat menemui salah satu imam Masjid Agung Natuna, Ustaz Tjitjo. Di depan mimbar masjid berbahan kayu jati, pria berusia 37 tahun itu merawikan sejarah singkat masjid.
"Masjid ini termegah se-Kepri. Dibangun pada 2007 dan selesai pada 2009," kata Ustaz Tjitjo membuka percakapan, Jumat (5/5) kemarin. "Setelah selesai dibangun, masjid ini lalu diresmikan oleh Bupati Natuna saat itu, Daeng Rusnadi. Presiden Jokowi juga pernah shalat di sini," kata dia.
Masjid ini, kata dia melanjutkan pembicaraan, dibangun memadukan masjid di Cordoba (Spanyol), Masjid Nabawi (Arab Saudi), Taj Mahal (India), dan ukiran khas Turki. "Yang mengurus masjid ini ada Badan Pusat Pengelola Natuna Gerbang utaraku (BP2NGU)," kata pria yang siang itu memakai thawb, gamis khas Timur Tengah dan kopiah putih.
Selain sebagai pusat dakwah, masjid itu menurut keterangan Ustaz Tjitjo juga dimanfaatkan sejumlah event. Seperti Idul Fitri, Idul Adha, dan lomba tilawah Alquran. "Di belakang masjid ini juga ada Taman Pendidikan Alquran dan Taman Pendidikan Seni Alquran," tutur ayah satu putra tersebut.
Mihrab masjid setinggi 10 meter dengan dilapisi kayu jati dan ukiran kaligrafi dua kalimat syahadat. Dua mimbar berbahan kayu tertata di samping tempat imam memimpin shalat. Sementara ruang utama masjid ditopang dengan enam pilar.
"Enam pilar itu menandakan rukun iman. Sementara konsep masjid ini adalah doa sapu jagat yang melingkupi Komplek 'Gerbang Utaraku', gerakan membangun anak cucu," tutur dia menjelaskan.
Masjid yang dapat menampung sekitar 200 ribu jamaah itu merupakan titik utama dari kompleks Gerbang Utaraku, kawasan yang dipersiapkan sebagai pusat pemerintahan dan bisnis Natuna di wilayah Ranai, ibu kota Kabupaten Natuna.
Pembangunan nanti dilanjutkan pada proses pembangunan lanjutan tahap I B, pembangunan fasilitas lain akan dilaksanakan, di antaranya pembangunan Masjid Laut, Pusat perekonomian, pasar, terminal, Asrama STAI, Gedung Olah raga, dan lain sebagainya.
Di kesempatan terpisah, saya mengikat janji dengan arsitek masjid, Both Sudargo. Pria berusia 73 tahun itu saya temui di hari yang sama di sebuah kedai kopi. "Masjid agung konsepnya menjadi pusat kota," kata Sudargo bercerita.
Masjid itu, menurut Sudargo berbeda dengan pusat-pusat kota di Indonesia. Di Indonesia umumnya pusat kota adalah pusat pemerintahan, namun di Natuna, pusat kota berupa masjid.
"Jadi Masjid Agung Natuna itu dengan simetris diagonal. Sehingga saya membangun agar orang dengan mudah mengetahui ke mana arah kiblatnya," ucap dia.
Ayah empat anak tersebut melanjutkan, "Orang bilang itu seperti Taj Mahal, sebenarnya dia (Masjid Agung Natuna) lebih anggun dari Taj Mahal. Karena kalau Taj Mahal kan skalanya kecil, kalau ini besar."
Ornamen masjid terinsiprasi dari Alquran yang menjadi sumber segala hukum. Kubah masjid mirip dengan Taj Mahal. Bedanya, Taj Mahal putih bersih, sementara Masjid Agung Natuna berlapis lukisan bintang berkelir hijau dan kuning.
Di siang hari, cahaya matahari menembus dari kaca patri yang ditanam di beberapa sudut kubah dan dinding masjid. Bagian tepi lantai satu dipayungi lantai dua sehingga cukup gelap. Untuk menerangi bagian ini, di atas pintu masuk ada ventilasi yang cukup besar.
Dari segi bentuk, pintu masuk masjid memiliki geometrika lengkung yang bagian atasnya lancip. Memiliki dua pintu utama, tiga pintu di sayap kanan dan kiri pintu utama, serta empat pintu di sisi kanan dan kiri bangunan utama. Semua pintu mengarah ke ruang utama yang disinari cahaya matahari.
Sementara latar belakang mihrab masjid ini terbuat dari bahan kayu dengan lengkungan berdiameter cukup besar. Geometrikanya juga terbentuk dari lengkung atau busur dengan pertemuan lancip di bagian tengah di posisi atasnya. Latar mihrab masjid didesain dengan labirin busur lancip.
"Taman dan jalan sebenarnya belum jadi. Itu baru tahap satu, harusnya tahap berikutnya indah sekali. Bangunannya tidak mencontoh apa-apa. Dalam mendesain sesuatu saya selalu memohon kepada Allah. Maka jadilah masjid tersebut," ucap dia.
Sayangnya, di balik kemegahan masjid, Pemda Natuna belum melakukan perawatan cukup baik. Saya yang sempat berkeliling bangunan masjid menemukan beberapa lantainya terlepas. Langit-langit yang terbuat dari gipsum rusak terkena tetesan air.
Bahkan, saat saya menyempatkan diri Shalat Subuh, masjid gelap gulita. "Pemerintah kurang perhatian. Lihat saja, perawatan sangat kurang, dan banyak lampu yang putus dan tidak diganti sehingga membuat masjid gelap saat malam hari," kata seorang petugas pembersih masjid yang enggan disebutkan namanya.
(Republika/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email