Pesan Rahbar

Home » » Aktifitas Sosial Perempuan Dalam Hadis

Aktifitas Sosial Perempuan Dalam Hadis

Written By Unknown on Sunday 15 October 2017 | 21:28:00


Imam Bâqir as yang berkata, “Tidak ada kewajiban bagi para perempuan azan, iqamah, shalat jum’at, shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, mengucapkan nyaring talbiyah (Ucapan labbaik di saat ihram), berjalan dengan cepat diantara Shafâ dan Marwah, mencium Hajar Aswad dan masuk ke dalam Ka’bah.”

Aktifitas Sosial Perempuan dalam Hadis Dalam riwayat-riwayat ada beberapa hal tentang tidak diinginkan hadirnya para perempuan di shalat jum’at, shalat berjemaah, mengiringi jenazah dan hal-hal tersebut dilarang secara mutlak atau riwayat-riwayat seperti ini melihat kondisi zaman tertentu? Hadis-hadis yang kita miliki berkenaan dengan hal ini biasanya menafikan kewajiban sebagian perbuatan-perbuatan yang terkadang menyulitkan dan memberatkan bagi para perempuan.

Misalnya dalam sebuah riwayat, Jabir Ju’fi meriwayatkan dari Imam Bâqir as yang berkata, “Tidak ada kewajiban bagi para perempuan azan, iqamah, shalat jum’at, shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, mengucapkan nyaring talbiyah (Ucapan labbaik di saat ihram), berjalan dengan cepat diantara Shafâ dan Marwah, mencium Hajar Aswad dan masuk ke dalam Ka’bah.”[119] Kalian lihat bahwa riwayat ini mengatakan pekerjaan-pekerjaan seperti azan, iqamah, hadir dalam shalat jum’at dan berjemaah, membesuk orang sakit, mengiringi jenazah, mengucapkan nyaring talbiyah disaat ihram, berjalan cepat diantara shafâ dan marwah, menyentuh dan mencium Hajar Aswad, dan masuk ke dalam ka’bah tidak menganggap wajib bagi para perempuan. Kalimat mayoritas riwayat-riwayat seperti ini.

Saya mengambil kesimpulan dari hadis-hadis seperti ini adalah dengan memperhatikan bahwa para perempuan biasanya menghadapi persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan seperti mempunyai anak dan mendidik anak dan semisalnya, Islam menghendaki kelonggaran terhadap hak mereka. Oleh karena itu, Islam menghilangkan kewajiban sebagian pekerjaan dari mereka, bukan pekerjaan itu sendiri. Misalnya menghilangkan kewajiban shalat jum’at, bukan pokok shalat jum’at. Dan ini adalah kelonggaran berkenaan dengan para perempuan. Kelonggaran bukan batasan.

Tidak mengatakan janganlah kalian pergi tetapi mengatakan pergi bagi kalian tidak wajib. Disaat kalian bisa dan sesuai maka pergilah kalian. Yang pasti, sebagian hadis-hadis mungkin tidak mempunyai ungkapan seperti ini namun mengatakan misalnya shalat perempuan di rumah mempunyai keutamaan. Diantara kumpulan riwayat-riwayat ini menginginkan untuk menyenangkan para perempuan supaya jangan merasa dirugikan, karena sangat dianjurkan untuk ikut serta dalam shalat berjemaah. Jika riwayat-riwayat tersebut mengatakan janganlah kalian ikut dalam shalat berjamaah niscaya mereka akan sedih karena mereka terikat untuk melaksanakan shalat dengan berjemaah.

Riwayat ini ingin menenangkan hati dimana pada saat kalian memiliki uzur atau masalah, maka jika kalian melakukan shalat kalian di rumah, Allah akan memberikan kalian keutamaan seperti shalat berjemaah. Kesimpulan saya secara keseluruhan dari hadis-hadis ini adalah demikian. Yang jelas, saya tidak menganggap mustahil riwayat-riwayat ini didasarkan atas situasi dan syarat-syarat adanya permasalahan di masyarakat dengan hadirnya para perempuan. Riwayat-riwayat yang juga mengatakan: Para perempuan lebih baik melaksanakan shalat di ruangan dalam.

Pertama: sanad riwayat-riwayat ini harus dikaji apakah shahih hadis yang mengatakan bahwa “Shalat perempuan lebih baik di dalam rumah dan di rumahnya sendiri” bisa didasarkan atas kondisi dimana perempuan tidak bisa hadir dalam shalat berjemaah supaya dia tidak sedih dari kehilangan keutamaan dan pahala berjemaah. Dengan memperhatikan secara seksama pembahasan-pembahasan ini, maka hadirnya para perempuan di pusat-pusat kebudayaan politik, seperti masjid-masjid, berbagai asosiasi dan lain-lain dan peran serta mereka dalam aktifitas-aktifitas sosial adalah hal yang diinginkan dan dianjurkan serta tidak ada masalah bahkan juga tugas mereka. Karena setiap individu harus melakukan pekerjaan dalam masyarakat. Mereka harus melakukan aktifitas-aktifitas seperti ini dengan menjaga syariat-syariatnya yang contohnya adalah ikut serta dalam demonstrasi-demonstrasi sosial dan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan dibalik front.

(Studi-Syiah/Tebyan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: