Oleh: Husaini
Bulan ini adalah Bulan Maulid. Biasanya kaum Muslimin di seluruh dunia memperbanyak shalawat di bulan ini. Mereka mengenang kembali sejarah-sejarah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Alihi Wassalam (Selanjutnya disingkat menjadi Sawaw), bagaimana beliau beserta para sahabatnya berjuang menegakkan syariat Islam.
Di bulletin-bulletin dakwah biasanya para penulis menceritakan bagaimana saat-saat kelahiran Rasulullah Sawaw atau menceritakan betapa mulianya akhlak beliau, betapa cintanya beliau kepada umatnya. Tetapi pada kesempatan kali ini saya tidak akan bercerita mengenai itu semua. Semua cerita-cerita itu sudah sering di bawakan oleh para ustadz di mimbar-mimbar masjid, sudah sering ditulis di bulletin-bulletin dakwah. Mungkin tulisan saya ini bukanlah sebuah artikel ilmiah, tetapi hanya sebuah penceritaan ulang sejarah Rasulullah Sawaw dan mungkin apa yang akan saya sampaikan ini jarang sekali kita dengar. Seharusnya ketika anda membaca riwayat yang akan saya tulis di bawah ini, anda tidak akan tersenyum bahagia, tetapi sebaliknya anda mungkin akan terheran-heran bahkan meneteskan air mata.
Menurut riwayat -katanya- Rasulullah lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal dan meninggalpun pada tanggal 12 Rabiul Awal. Riwayat ini katanya shahih. Tetapi anehnya kaum Muslimin jarang ada yang tahu bahwa tanggal dan bulan meninggalnya Rasulullah Sawaw sama dengan kelahirannya. Bahkan yang lebih parah lagi banyak kaum Muslimin yang tidak mengetahui bagaimana sejarah meninggalnya Rasulullah Sawaw (Yang Shahih). Saya baru-baru ini mengetahui sejarah meninggalnya Rasulullah tatkala saya membaca kitab-kitab hadits yang terdapat dalam sebuah perpustakaan.Jadi, ketika Rasulullah Sawaw sakit keras, beliau meminta kertas dan tinta-sebagaimana yang diriwayatkan Bukhari- untuk menuliskan wasiat yang mana jika kita berpegang teguh kepada wasiat itu, kita tidak akan tersesat selama-lamanya. Namun Sayyidina Umar bin Khattab ra menjawab, “Ya Rasulullah, cukuplah bagi kami Kitabullah (Al-Qur’an)” Lalu terjadilah kericuhan. Ada sebagian orang yang meminta agar permintaan Rasulullah itu dipenuhi dan ada sebagian orang yang mengikuti pendapat Sayyidina Umar ra. Melihat keadaan itu, Rasulullah Sawaw pun marah dan berkata, “Keluar kalian dari sini, tidak pantas kalian bertengkar di hadapanku.” Ibnu Abbas menyebut peristiwa ini sebagai “Kamis Kelabu”, dia pun berkata, “Bencana terbesar adalah terhalangnya Nabi dari penulisan wasiat itu.”baca selengkapnya
Seperti inilah kisah tragis Sang Nabi Besar yang permintaan terakhirnya ditolak oleh sahabatnya sendiri. Padahal kepada orang yang divonis hukuman mati pun masih diberikan kesempatan untuk mengajukan permintaan terakhirnya sebelum dieksekusi. Lalu kenapa kepada Rasulullah, kekasih Allah SWT yang tentunya lebih mulia dari orang yang divonis hukuman mati, kita berani menolak permintaan terakhir beliau? Padahal jika kita mencermati riwayat di atas, kita akan mengetahui bahwa wasiat yang akan disampaikan beliau itu untuk keselamatan kita semua dari jalan kesesatan. Permintaan Rasulullah itu untuk kebaikan kita semua, bukan untuk kebaikan Rasulullah? Lalu mengapa masih saja ada orang yang menunjukkan kesombongannya dengan menolak permintaan Rasulullah itu? Bahkan menurut sebagian riwayat, Sayyidina Umar berkata, “Jangan, Rasulullah sedang sakit keras, beliau sedang mengigau.” Kepada Rasulullah-pun ada di antara kita yang berani mengatakan bahwa Rasulullah sedang mengigau. Padahal Allah telah berfirman dalam al-Qur’an bahwa Ucapan Rasulullah bukanlah menurut hawa nafsunya, melainkan wahyu semata.
Lalu apa wasiat Rasulullah itu? Kalau kita mencermati riwayat di atas, Rasulullah berkata jika kita berpegang teguh kepadanya maka kita tidak akan tersesat selama-lamanya. Riwayat ini mirip dengan riwayat mengenai 2 pusaka sepeninggal Rasulullah Sawaw. Rasulullah bersabda, “Aku tinggalkan pada kalian dua pusaka yang berharga, Al-Qur’an dan Ithrah Ahli Baitku, kalau kalian berpegang teguh pada keduanya kalian tidak akan sesat.”
Terdapat kesamaan antara riwayat wasiat Rasulullah dengan riwayat 2 pusaka di atas, yaitu jika kita berpegang teguh kepadanya kita tidak akan tersesat selama-lamanya. Apakah mungkin wasiat yang hendak disampaikan oleh Rasulullah adalah Al-Qur’an dan Ithrah Ahli Bait? Wallahu a’lam, yang jelas terdapat kesamaan tujuan dari kedua riwayat tersebut, yaitu agar kita tidak tersesat selama-lamanya.
Riwayat 2 pusaka di atas diriwayatkan oleh Muslim, Kitab Fadhoilus Sohabah Bab Fadhail Ali; Turmudzy Juz 2, ha. 308; Mustadrak al-Hakim Juz 4, ha. 48, 109; Musnad Ahmad Juz 3, hal. 17, Nasa’i Kitab Khosois Imam Ali. Riwayat ini dikenal dengan Hadits Tsaqalain dan hadits ini pun derajatnya shahih. Hampir seluruh kitab hadits meriwayatkan hadits ini, hanya Bukhari saja yang tidak meriwayatkannya. Tetapi anehnya, mayoritas kaum Muslimin tidak mengenal hadits ini, mereka lebih mengenal hadits: “Aku tinggalkan pada kalian dua pusaka yang berharga, Al-Qur’an dan Sunnahku, kalau kalian berpegang teguh kepada keduanya kalian tidak akan tersesat.”
Hadits ini menurut sebagian ulama tidak pantas kita ikuti, yang pantas kita ikuti adalah hadits yang mengatakan bahwa 2 pusaka peninggalan Nabi adalah al-Qur’an dan al-Ithrah Ahli Baitku. Wallahu a’lam bishawab. []
(Haidarrein/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email