Penerjemah: Marliana
IMAM KHOMEINI
Dari Kelahiran hingga Pengasingan
Sejarah Islam tentang Revolusi Iran untuk Anak-Anak dan Remaja merupakan kumpulan cerita dengan niat memperkenalkan salah satu fenomena politik dan sejarah yang paling utama dan berpengaruh pada abad kedua puluh, yaitu kejadian Revolusi Islam dan sebagai konsekuensinya, berdirinya Republik Islam Iran sebagai wilayah yang penting da strategis.
Secara alamiah, tidak mungkin untuk memusatkan perhatian para pembaca kepada semua aspek dan berbagai sudut yang berbeda tentang revolusi bersejarah dan besar ini; dan dengan begitu mempunyai suatu tinjauan yang menyeluruh tentang kenapa dan bagaimana hal itu terjadi. Bagaimanapun, segala upaya telah dibuat untuk menyatakan dan menunjukkan kilasan-kilasan yang penting dan efektif dari peristiwa ini.
Di sini akan diceritakan riwayat hidup Imam Khomeini sebagai pemimpin perjuangan dan pendiri revolusi; dan berlanjut tentang posisi Imam dalam melawan rejim Pahlavi, hingga pada waktu pengasingannya ke Irak.
Kita berharap semoga ulasan ini bisa berguna sebagai penunjuk fakta tentang revolusi Republik Islam Iran kepada dunia, juga memberikan alasan-alasan untuk saling memahami antara negara-negara lain dan menyiapkan jalan bagi dialog antar peradaban.
Selamat Datang Imam Khomeini
Seorang ayah yang tengah menanti, sedang menatap langit. Langit cerah dan biru serta dihiasi oleh kepak sayap burung-burung yang berterbangan. Tangannya mengangkat kearah langit sambil berdoa kepada Allah Swt.
Mata sang ayah penuh dengan air mata. Tiba-tiba, tangis seorang bayi yang baru lahir memecah kesunyian, dan sang pengasuh anak, Khavar, segera keluar dari sebuah kamar dengan cahaya dimatanya. Dia berteriak, “Berita gembira, Tuan. Bayi Anda telah lahir. Ia anak laki-laki yang tampan.”
Sang ayah dengan suka cita mengucapkan syukur kepada allah Swt seraya berbisik, “Selamat datang Ruhullah”.
Pada tanggal 31 Shahrivar 1279 (22 September 1900 M), di sebuah lingkungan Khomain, yang biasa disebut Lab-E-Roodkhaneh, seorang bayi dilahirkan, yang kemudian dinamai Ruhullah. Ayahnya bernama Mustafa dan ibunya bernama Hajar.
Pada masa itu, para tuantanah dan pangeran sangat berkuasa. Mereka mempunyai senjata dan pasukan di seluruh penjuru negeri serta menakut-nakuti masyarakat di sekelilingnya. Ayah Ruhullah berdiri menentang para penjajah dan agresor tersebut serta menghentikan mereka agar tidak mengganggu masyarakat. Ia kemudian diburu dan dibunuh oleh dua orang dari mereka. Oleh karena itu, Ruhullah menjadi anak yatim ketika baru berusia empat bulan.
Masa Kanak-Kanak Imam Khomeini
Ruhullah adalah anak termuda dalam keluarganya. Ia melalui masa kanak-kanaknya di Khomain, Iran. Ibunya dan saudara lelaki yang paling tua menjaga serta membimbingnya setelah sang ayah mati syahid. Mereka lalu mengirim Ruhullah ke sekolah agama milik Mulla Abulghasem untuk belajar. (Di masa lalu, belum ada sekolah formal seperti sekarang. Oleh karena itu, anak-anak dikirim ke sekolah agama untuk mendapatkan pendidikan. Mereka belajar al-Qur’an dan mempelajari buku-buku seperti Golestan, Boostan, dan Kelileh va Damaneh.
Mulla Abulghasem adalah seorang lelaki tua yang sekolah agamanya berada tak jauh dari rumah Ruhullah. Saudara lelaki Ruhullah juga telah menerima pendidikan dari Mulla Abulghasem. Para siswa membaca separuh dari juz al-Qur’an setiap harinya. Ketika seseorang selesai membaca seluruh al-Qur’an, orang itu diharapkan akan member makan siang bagi semua siswa.
Makan Siang di Sekolah
Terdengar suara ramai di sekolah milik Agha Mulla Abulghasem. Anak-anak sedang bercanda dan bermain. Tempat tersebut dipenuhi dengan kegembiraan. Anak-anak tengah mengelilingi Ruhullah. Ruhullah adalah siswa termuda di sekolah tersebut. Hari itu merupakan giliran Ruhullah mengajak semua orang untuk makan siang. Aroma makanannya telah tercium ke sekeliling tempat tersebut. Anak-anak dengan rasa ingin tahu mengintip ke dalam nampan. Mereka ingin melihat makanan apa yang telah dibawa Ruhullah. Ketika Mulla Abulghasem tiba, semua anak menjadi tenang dan bergegas menempati tempat duduk mereka. Setelah adzan (panggilan untuk shalat) di kumandangkan, dan mereka telah melakukan shalat berjamaah dengan bimbingan Mulla Abulghasem, mereka membentangkan kain, melayani dengan gembira dan kemudian makan hidangan yang mulai dingin itu. Ruhullah telah menyelesaikan hafalan dan mempelajari seluruh al-Qur’an pada usia yang baru menginjak tujuh tahun.
Mengikuti sang Guru
Ruhullah mempelajari pelajaran-pelajaran tingkat persiapan dan sebagian tingkat dasar dari ulama-ulama kota Khomain di Iran. Kemudian pada umur 19 tahun, ia melanjutkan pendidikan ke kota Arak, Iran. Pada masa itu, arak adalah salah satu pusat untuk mempelajari ilmu agama dan Ayatullah Syekh Abdulkareem Haeri, salah seorang ulama yang diagungkan, mengajar di sana.
Ruhullah tinggal di Arak selama satu tahun, kemudian Ayatullah Haeri pindah ke kota Qom atas permintaan para pemimpin spiritual di kota Qom, pada tahun Norooz 1300 (1921). Ia kemudian menetap di sana dan mendirikan “Pusat Ilmu Agama Qom”. Agha Ruhullah mengikuti gurunya itu ke Qom dan menetap disana.
Masa itu bertepatan dengan perebutan kekuasaan Reza Khan di Teheran, Iran, dan berdirinya rejim Pahlavi.
Agha Ruhullah banyak mempelajari pelajaran dasar agama dari guru besarnya, Ayatullah Haeri.
Ketika Ayatullah Haeri wafat, Ayatullah Boroojerdi datang ke Qom dan Agha Ruhullah mengikuti pelajaran darinya. Mengenai hal ini, Ruhullah mengatakan, “Aku sangat beruntung mengikuti pelajaran ayatollah Boroojerdi”.
Membina Rumah Tangga
Pada tahun 1308 (1929 M), Agha Ruhullah menikahi putrid Hujjatul-Islam Saghafi, salah seorang yang terpandang dan ulama kota Teheran. Ia kemudian mempunyai dua orang putra dan tiga orang putrid. Putra pertamanya dilahirkan pada tahun 1309 (1930 M), yang ia beri nama Mostafa, seperti nama ayahnya.
Mostafa adalah seorang yang sangat berani meski ia masih kecil. Ia mewarisi sifat ini dari ayah dan kakeknya. Ia tumbuh dewasa dengan sifat bapaknya dan memiliki karakteristik yang sama.
Mencapai Tingkat Pemimpin Agama
Agha Ruhullah menjalani hidup secara sederhana bahkan sejak ia masih muda. Ia selalu melakukan usaha terbaik agar bisa semakin dekat dengan Allah Swt dan melayani Masyarakat. Ia adalah salah satu siswa Ayatullah Boroojerdi, yang pada waktu itu, menjadi pemimpin agama umat Syi’ah.
Agha Ruhullah Khomeini sangat cerdas dan dengan cepat ia menjadi pengajar teologi. Ia menghabiskan seluruh masa mudanya dengan terus berusaha untuk belajar dan mengajar, dan terjaga hingga larut malam untuk belajar. Di tahun 1315 (1936 M), pada usianya yang ke-34, usaha keras Ruhullah dan penguasaan ilmunya menjadikannya dipercaya menjadi pembimbing agama dan guru di “Pusat Ilmu agama Qom, Iran”.
Di dalam kelasnya, yang menark gabi para pelajar muda, Ayatullah Khomeini mengajarkan tasawuf dan filsafat, dan juga etika serta hukum agama. Pada masa itu, mengajar materi pokok seperti tersebut tidaklah mudah. Oleh karena itu, mereka yang berhati dangkal dan tertutup berseru untuk menentang Imam Khomeini. Ia mengatakan:
Mempelajari sebuah bahasa asing dianggap menghina Tuhan, dan mengajar filsafat serta tasawuf diartikan sebagai dosa dan syirik.
Pada suatu waktu, putraku yang masih kecil, Mostafa minum air dari sebuah kendi di sekolah Feizieh, maka mereka segera membersihkan kendi tersebut hanya karena pada saat itu aku mengajarkan filsafat.
Banyak ulama dan sarjana tida berpikir bahwa adalah pantas untuk ikut terlibat dalam urusan-urusan politik atau pemerintahan. Bagaimanapun, Ayatullah Khomeini selalu percaya bahwa agama itu tidaklah dapat dipisahkan dengan politik, dan para pemimpin agama tidak seharusnya bersikap tidak peduli terhadap urusan masyarakat dan kepentingan pemerintahan serta rakyat banyak. Sementara itu, Shah Reza Pahlevi, karena percaya bahwa pemerintahannya telah memperoleh cukup dukungan, mulai mempromosikan budaya Barat di Iran.
Ia bersikeras melakukan rencananya, dan percaya bahwa para pemimpin agama dan pusat ilmu agama atau “Hauzah” adalah rintangan yang paling utama di jalannya. Oleh karena itu, aia membatasi aktivitas mereka sekecil mungkin.
Adalah dalam situasi yang demikian, Ayatullah Khomeini harus memulai pertarungan di dua medan yang berbeda. Ia harus lebih dullu menghadapi pemikiran-pemikiran yang salah, yang ada di pusat Teologi, pada satu sisi. Di sisi lain, ia harus menyingkapkan dan menentang diplomasi yang salah dari Shah Reza serta pemerintahannya.
Perjuangan Politik
Ayatullah Khomeini tidak pernah melihat ayahnya, dan juga tidak mempunyai gambaran yang jelas tentang ayahnya namun kesyahidan dan kebijakan ayahnya meninggalkan sebuah kesan yang kuat pada dirinya. Ia, seperti ayahnya, adalah teman bagi orang-orang yang tertindas dan musuh bagi para penindas. Ayatollah Khomeini memulai penentangannya sejak zaman Shah Reza. Pemerintahan Shah Reza tidak mengizinkan pemuka agama memakai jubah keulamaannya. Ia mengingat jelas kenangan pada masa itu dan berkata:
Kami mengalami suatu masa yang sulit. Untuk menghindari serangan dari tentara sadis Reza Khan, aku dan beberapa teman di negeri ini harus lebih dulu pergi ke suatu tempat di luar kota Qom sebelum matahari terbit, dan kembali ke rumah setelah hari gelap.
Cara tersebut kami tempuh agar dapat terus belajar dan berdiskusi, dan tidak menyerahkan jubah keulamaan kami.
Ayatullah Khomeini, dengan berani, berdiri menentang kekejaman Shah Reza, dan terus menyingkapkan kebenaran. Oleh kerena itu, kelasnya ditutup atas perintah Shah Reza.
Pelopor Perjuangan
Setelah pengunduran diri Reza Shah, Ayatullah Khomeini melanjutkan perlawanannya dengan putra Reza Shah, Mohammad Reza Shah. Ayatullah Khomeini selalu menjadi pelopor perjuangan Pusat Ilmu agama Qom, baik pada masa kepemimpinan Ayatullah Haeri maupun kepemimpinan Ayatullah Boroojerdi. Ayatullah Khomeini menentang diplomasi Mohammad Shah Reza yang tidak berperikemanusiaan dan memprotesnya dengan terbuka di kelas atau ceramahnya. Kelasnya adalah salah satu yang paling banyak dipenuhi oleh orang-orang dan pemerintah sangat takut akan hal itu.
Parade Mobil Tank
Apakah kamu mengingat hari itu? Kamu harus mengetahuinya. Hari itu adalah musim panas dan panasnya cukup untuk membuat makhluk hidup manapun berkeringat. Aku tengah duduk didalam kelasmu. Dimanakah itu? Di kota Qom, Iran. Di dalam masjid yang berada di “Jalan Eram”. Tiba-tiba, aku merasakan seolah-olah tanah di bawahku sedang bergoyang perlahan. Ini persis seperti gempa bumi. Akan tetapi, hal itu bukanlah sebuah gempa bumi. Maksudku adalah, tetapi ini tidaklah turun dari Allah Swt, ini turun dari Fir’aun.
Aku sedang duduk di seberang pintu. Dalam jarak pandanganku, aku bisa melihat pasukan tank sedang berbaris. Aku mengetahui bahwa sesuatu telah terjadi. Kau mengetahuinya juga? Engkau berpaling menoleh sebentar tetapi tidak peduli dan melanjutkan diskusimu. Engkau menyeka keringat pada dahi yang berkerut dengan sebuah saputangan putih, dan melanjutkan kembali pembahasan pelajaran. Aku berada disamping engkau. Aku melirik engkau dan keluar. Aku tengah menyimak engkau dengan satu telinga, sambil mendegarkan suara ribut diluar. Barisan tank lewat, satu demi satu tank yang kesepuluh dan kesebelas telah lewat. Tanah masih terasa berguncang. Bahkan, lampu yang tergantung dilangit-langit masjid ikut bergoyang.
Aku curiga dan ingin mengetahui kemana tank-tank itu menuju. Tetapi, bagaimanapun pikiranku tidaklah dikacaukan dari apa yang engkau sedang ucapkan. Engkau masih tenang dan pidatomu masih terdengar jelas dan lantang.
Ada satu baris mobil tank di luar sana. Aku mengetahui bahwa pemerintah pasti menemukan sesuatu untuk orang-orang ini. Engkau mengetahuinya juga. Di masa lalu, engkau telah menunjuk titik ini beberapa kali. Tetapi saat ini adalah waktu untuk belajar. Tentulah semua orang pasti mempersiapkan apapun untuk belajar. Ketika mobil tank yang kelimabelas lewat, aku melihat wajahmu terlihat berat.
“Adakah terjadi sesuatu hari ini?” Engkau berkata; Aku gemetar, tersenyum dan berkata, “Benar, sekitar limabelas mobil tank, aku perkirakan telah lewat.” Aku berpikir bahwa aku telah melakukan suatu kebenaran dengan memberitahumu jumlah yang tepat dari mobil tank tersebut, tetapi aku salah menyebutkannya sebab aku melihat keterkejutan pada wajah engkau. “Adakah kamu mengitung mobil tank itu atau mendengarkannya?” kata engkau. Aku menundukkan kepala dengan penuh malu…
Penggeledahan di Universitas Teheran
Pada tahun 1341 (1962 M), saat pergerakan mahasiswa mencapai puncaknya, tentara menyerang Universitas sambil bersorak, “Hidup Shah !” dan secara kejam memukul para mahasiswa serta professor dengan tongkat polisi dan menumpu senapan.
Ketika mendengar berita tersebut, masyarakat marah dan tumpah ke jalan-jalan. Hukum darurat yang di umumkan di Teheran atas perintah Shah Muhammad Reza. Demonstrasi menyebar ke kota-kota besar lainnya. Pada bulan puasa (Ramadhan), pada suatu pidato penting, Ayatullah Khomeini menyeru kepada masyarakat untuk melawan kekejaman pemerintah. Ia dengan jelas berkata:
Jangan takut pada senjata berkarat dan bayonet busuk itu. Mereka akan segera kalah. Pemerintah tidak bisa melawan kehendak rakyat hanya dengan gempuran bayonet, dan cepat atau lambat mereka akan menyerah…
Tragedi Berdarah di sekolah Teologi
Pada bulan Maret 1963, tentara khusus Shah meluncurkan suatu serangan bersenjata atas “Feizieh” (Sekolah Teologi) di Qom, Iran. Para pelajar menahan serangan itu. Semboyan “Khomeini atau Mati” mengetarkan tempat tersebut. Tentara menghancurkan pintu gerbang sekolah. Mereka menjatuhkan pelajar dari lantai paling atas. Mereka memukul, melukai dan membunuh mereka dengan pisau serta pentungan. Sekolah tersebut menjadi tempat pertumpahan darah.
Ayatullah Khomeini menyingkap kejahatan rejim Shah dalam sebuah pidato penting. Ia berkata:
Aku kini benar-benar siap untuk menghadapi bayonet tentaramu, tetapi aku tidak bersedia untuk menerima amarahmu, atau untuk membungkuk di hadapan kekejamanmu dengan kehinaan…
15 Khordad 1342
(5 Juni 1963)
Waktu: Jam dua subuh
Tempat: Lingkungan Yakhchal Ghazi di Qom, rumah Ayatullah Khomeini
Jumlah yang tidak terhitung dari pesukan pengawal Kerajaan berbondong-bondong masuk ke jalan ini. Langit cerah. Bulan sedang bersinar. Dengan tanda dari komandan operasi, mereka semua menyerang tempat kediaman Ayatullah Khomeini. Mereka menaiki dinding dan masuk ke rumah. Mereka menangkap Ayatullah Khomeini dan menyerahkannya ke Kantor Perwira di Teheran.
Istri Ayatullah Khomeini menceritakan, “Bunnyi huru-hara besar terdengar dari luar, malam itu. Tiba-tiba, seseorang menendang pintu. Kita semua masih tertidur di kamar. Agha bangun dan berkata, “jangan menendang pintu, aku datang.”
Ia mengenakan jubahnya. Tetapi mereka mendobrak pintu dan memasuki rumah serta membawa Agha. Mereka kemudian menahannya di sebuah rumah pribadi selama beberapa hari, dan keudian memindahkannya ke penjara Ghasr (sebuah penjara di Teheran yang kadang-kadang diperuntukkan bagi tahanan politik). ia menghabiskan sepuluh atau dua belas hari di sana, yang selama waktu itu, mereka tidak mengijinkan kami untuk mengirimkannya makanan. Kemudian mereka menahan Agha di Eshratabad dan ditahan di sana selama dua bulan. Ia tidak diberi hak untuk dijenguk.”
Salah seorang putrid Ayatullah Khomeini menceritakan kejadian malam itu:
“Malam itu, Agha tengah tidur di ruang kerja ketika pasukan datang. Mereka memecahkan pintu dan masuk ke rumah. Kemudian Agha sendiri menceritakan peristiwa ini kepada saya: Ketika mereka memecahkan pintu, aku mengingat bahwa mereka telah mengikutiku. Segera aku meminta kedapa istriku untuk tidak mengatakan apapun kepada mereka dan untuk pergi ke dalam kamar. Aku melihat mereka menggeledah rumah, dan aku berpikir bahwa mereka dengan sewenang-wenang mengambil Mostafa sebagai gantiku (malam itu Ayatullah Khomeini sedang tinggal di tempat kediaman putranya, Agha Mostafa). Itulah mengapa aku berkata, aku adalah Khomeini. Aku siap dan mereka menahanku. Karena lorong sempit, mereka menaruhku di sebuah mobil kecil dan membawaku kepada pimpinan operasi. Sebuah mobil lebih besar diparkir di sana. Mereka memindahkanku ke mobil itu dan membawaku pergi. Ada seorang lelaki duduk disebelah kananku, yang ketika aku masuk, kepalanya bersandar kepada lengan tanganku, dan menangis terus menerus di mobil itu. Orang lain yang duduk di seberangku segera mencium bahuku…”
Pagi berikutnya, orang-orang Qum mendengar berita tentang penangkapan Ayatullah Khomeini. Mereka turun ke jalan dan melakukan demonstrasi. Semboyan “Khomeini atau Mati” berkumandang di seluruh kota.
Tentara mulai berkumpul untuk membunuh masyarakat Qum, dan mereka membantai sepuluh orang dari masyarakat. Berita pembantaian sampai ke Teheran. Teheran mulai melakukan mogok. Pasar-pasar tutup. Orang-orang pergi ke jalan dan berteriak, “Hidup Khomeini, hancurkan Shah.” Tentara membuat suatu pemandangan berdarah terhadap para demonstran di lapangan Toop-Khaneh dan Arg.
Ketika masyarakat di Varamin mendengar berita Ayatullah Khomeini ditangkap serta terjadi pembantaian di Qum dan Teheran, mereka berpakaian kain kafan dan memimpin demonstrasi kearah Teheran, dengan sorak-sorai “Khomeini atau Mati”. Namun, di tengah jalan, pasukan Shah menghadang mereka. Tentara menghalangi jalan dan melepaskan tembakan kearah mereka. Tentara menembaki mereka semua dengan tidak berperasaan, karena sebuah perintah kepada mereka. Kemudian, setelah Ayatullah Khomeini mendengar apa yang telah terjadi pada tanggal 15 Khordad (6 Juni), dalam sebuah pidato, ia berkata:
“… Sepanjang manusia hidup, tanggal 15 Khordad (6 Juni) akan menjadi hari duka cita… Bangsa Islam tidak akan melupakan tragedi besar ini.
Setelah peristiwa ini, hukum darurat perang di umumkan tetapi masyarakat tidak menyerah. Pada tanggal 16 Khordad (7 Juni) serta hari berikutnya, mereka datang berunjuk rasa lagi di jalan dan membawa semboyan “Khomeini atau Mati.”
Semua toko tutup untuk beberapa hari. Terlihat seolah-olah hari libur nasional. Tidak ada satupun yang buka. Hanya tukang roti yang buka untuk membakar kue roti lalu dibagikan kepada orang-orang. Setelah satu minggu lewat, Haji Agha Mostafa dan para pemmimpin agama meminta para pengelola toko untuk membuka toko mereka, dengan membagikan selebaran. Segera setelahnya, reji Pahlavi tidak mempunyai pilihan lain, selain membebaskan Ayatullah Khomeini dari penjara, untuk menghentikan pergerakan demonstrasi warga negara. Ia kemudian berkata, “… Para pendukungku masih dalam buaian mereka…”
Akta Kapitulasi
Setelah dilepaskan dari penjara dan kembali ke Qum, Ayatullah Khomeini melanjutkan aktivitasnya. Pada waktu yang sama, pemerintah membuat suatu gerakan baru secara diam-diam, pemerintah menyerahkan suatu akta bagi kekebalan orang-orang Amerika kepada parlemen dengan nama “Akta Kapitulasi” (Akta adalah suatu proposal yang disampaikan oleh pemerintah kepada parlemen untuk disetujui) dan kemudian disahkan.
Apakah kapitulasi tersebut?
Sesuai dengan perjanjian internasional, disepakati oleh semua negara di dunia, bahwa kekebalan politik hanya diberikan kepada para pejabat politik. perjanjian ini berisi tiga hal sebagai berikut:
1. Seorang pejabat politik mempunyai kekebalan yang sah dan tidak dapat ditangkap atau ditahan dalam situasi apapun.
2. Seperti halnya posisi misi politik, tempat kediaman pribadi seorang pejabat politik berada di bawah perlindungan dan kekebalan.
3. Kecuali hal-hal kecil, seorang pejabat politik di bebaskan dari pembayaran pajak perorangan, pendapatan, kewarganegaraan, negara atau pajak regional.
Tetapi pemerintah Amerika, yang mempunyai beribu-ribu diplomat sipil dan militer di Iran pada saat itu, memaksa pemerintah Iran untuk memberlakukan perlakuan khusus yang sama kepada semua staf militer atau personal sipil Departemen Pertahanan Amerika dan keluarga-keluarga mereka.
Selain itu, Kapitulasi tersebut adalah akta yang memalukan karena member orang Amerika hak untuk melakukan apa pun yang mereka sukai, tanpa seorang pun mampu mempermasalahkannya.
Sesuai dengan akta ini, jika seorang warga negara Amerika melakukan pembunuhan di Iran, pemerintah Iran tidak memiliki hak untuk menuntutnya sebab di mata pemerintah Amerika, Iran tidak mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan tersebut. Oleh karena itu, kemerdekaan politik dan hukum negara Iran secara praktis telah dihancurkan.
Saudara Ayatullah Khomeini berkata:
“Ketika mendengar tentang isu ini, aku mengirim suatu surat kepadanya (Imam Khomeini). Ia menjawab, “Kirimkan aku isi dari surat akta tersebut, untuk melihat apa yang tengah terjadi. Aku tidak akan membiarkan hal ini berlangsung secara rahasia. Aku akan mulai bertindak dan menentang mereka.”
Aku menjawab, “Aku belum bisa mendapatkan isi akta tersebut tetapi aku telah diberitahu tentang temanya<. Di surat berikutnya, ia menyatakan, “Aku telah memperoleh informasi yang aku peelukan tentang akta tersebut, dan aku tidak akan membiarkannya menjadi sesuatu yang rahasia lagi.”
Sementara itu, pemerintah percaya bahwa setelah penghancuran pergerakan 15 Khordad (6 Juni), dan penangkapan Ayatullah Khomeini beserta teman-teman baiknya, mereka telah menghancurkan dasar-dasar dari pergerakan masa depan. Oleh karena itu, mereka mengesahkan akta tersebut dan berniat secara resmi untuk mengumumkan berita tersebut kepada seluruh media pada tanggal 4 Aban 1343 (26 Oktober 1964), bertepatan dengan hari ulang tahun Shah. Tetapi, ketika mendengar berita tentang pengesahan akta tersebut, Ayatullah Khomeini mengumumkan bahwa ia akan berpidato tentang bahaya gerakan pemerintahan yang memalukan ini pada tanggal 4 Aban (16 Oktober).
Pidato Bersejarah
Orang-orang telah menantikan saat ini berhari-hari. Tanggal pidato telah ditentukan terlebih dahulu, dan orang berbondong-bondong datang ke kota Qum dari penjuru negeri. Mereka yang mampu mempersiapkan tape recorder. Banyak pengeras suara telah ditempatkan pada cabang-cabang pohon. Kecemasan dapat dilihat dari wajah-wajah mereka. Jantung berdetak dengan kencang.
Semua orang megetahui bahwa dalam kondisi demikian, apa pun bisa terjadi. Mereka dapat menembakkan senjata mesin kepada semua orang dengan sekejap. Barangkali… ! tetapi orang-orang tetap berkumpul juga! Semua tempat sangat penuh. Lorong, jalan dan bahkan atap rumah dipenuhi masyarakat. Mereka menunggu dan sangat antusias. Tiba-tiba, teriakan Shalawat (memuji dan menyambut Tuhan) mengakhiri semua kesunyian.
Ayatullah Khomeini terlihat dari jauh ketika berjalan melewati lorong yang penuh sesak. Ia terlihat sangat marah. Sutau kerutan terlihat pada dahinya dan keadaan yang sangat sedih tampak pada wajahnya. Mereka yang melihatnya dari dekat menangis dengan sedih. Ia menaiki mimbar dengan tenang, menarik nafas dalam-dalam dan mempersiapkan pidatonya.
Pemerintah Shah telah mencoba dengan susah payah untuk menangkapnya sebelum ia berpidato. Namun hal itu tidak berhasil sebab Ayatullah Khomeini tidak mengijinkan seorangpun dekat karena kehati-hatiannya. Mereka akhirnya berencana untuk member pesan ini kepada putranya, Mostafa:
“Jika Ayatullah Khomeini berencana untuk berpidato pada hari ini, katakana agar ia berhati-hati dan menjauhkan diri dari serangan pemerintah Amerika sebab hal ini sangat berbahaya. Jika tidak ia akan menghadapi konsekuensi yang kejam dan kasar…”
Ayatullah Khomeini memulai pidatonya. Orang-orang terkesan dengan kalimat-kalimat awal yang disampaikannya dan menjadi semakin terpesona pada setiap bagian. Ia dengan pahit menyampaikan pidato bersejarahnya:
Aku tidak bisa menyatakan perasaanku yang sebenarnya!setelah melihat langsung berita terbaru Iran,… perasaanku sakit. Mereka telah menjual kita! Mereka menginjak martabat kita dan merubuhkan kemuliaan negeri Iran! Mereka menghancurkan kecemerlangan angkatan perang Iran! Mereka menyampaikan suatu akta kepada parlemen.
Sesuai dengan akta tersebut, semua penasihat militer Amerika dan keluarga-keluarga mereka, staff teknis, personal kantor, para pelayan, dan setiap orang yang berhubungan dengan mereka kebal terhadap berbagai kejahatan yang mereka lakukan di Iran. Jika seorang pelayan Amerika membunuh pemimpin agamamu di pasar, maka polisi Iran tidak berhak menangkapnya. Pengadilan Iran tidak berhak menuntut kejahatannya. Ia harus pergi ke Amerika. Di sana, di Amerika bos besar akan memutuskan. Mereka telah menurunkan martabat Iran, lebih rendah dari anjing Amerika.
Jika seseorang melindas seekor anjing Amerika, ia akan ditanyai. Jika Shah Iran melindas seekor anjing Amerika, mereka akan menanyainya. Jika seorang juru masak Amerika melindas Shah Iran, melindas seorang pejabat tinggi, tak seorangpun berhak untuk berkeberatan.
Aku bertanya kepada yang mengatakan kita harus berdiam diri. Haruskah kita tetap diam? Diam selagi mereka menjual kita? Demi Allah! Kalian termasuk orang yang berdosa jika tidak melawan. Anda, para pemimpin kaum muslimin, harus membantu menyelamatkan Islam! Anda, para pemimpin agama kota Qum, harus membantu menyelamatkan Islam! Semua kesengsaraan yang kita derita disebabkan oleh Israel. Israel berada di sisi Amerika. Orang-orang harus menyatakan penolakan mereka terhadap hal ini; melakukan protes terhadap parlemen; melakukan protes terhadap pemerintah. Mereka tengah mengkhianati negeri ini.
Kaset pidato Ayatullah Khomeini dengan cepat disebarkan ke seluruh negeri, dan protes serta pekikan orang yang marah terdengar dari tiap-tiap sudut kota. Beberapa hari kemudian, radio dan semua surat kabar sore mengeluarkan sebuah berita penting. Orang-orang terkejut. Seluruh negeri berduka atas berita tersebut.
“… Karena perilaku Ayatullah Khomeini dianggap melawan kepentingan bangsa, kedamaian, kebebasan, dan integritas wilayah negeri, oleh karena itu, ia dikirim ke dalam pengasingan pada tanggal 13 Aban 1343 (4 November 1964 M).
Diasingkan ke Turki
Pada malam yang sama, mereka menangkap Ayatullah Khomeini, membawanya ke Teheran dengan pengawalan SAVAK* _(SAVAKdi dalam singkatan Farsi berarti ‘Organisasi informasi dan Keamanan negeri’. Dengan bantuan agen mata-mata Amerika, Inggris dan Israel, Rejim Shan telah mendirikan organisasi yang mengerikan ini untuk menakuti, mengendalikan dan menghancurkan oposisi. Dengan cepat, kekuasaan agen ini mencakup seluruh negeri), kemudian mengirimnya ke Turki pada pagi harinya.
Seyed Ahmad Khomeini, putra Ayatullah Khomeini yang paling muda berkata, “Pada malam hari ketika mereka menangkap Agha dan mengucilkannya ke Turki, aku masuk ke kamar dan bertannya kepada ibu, ‘Apa yang telah terjadi? Apakah ia telah melakukan kesalahan?’ Saat itu, aku berusia 15 tahun. Ibuku berkata, ‘Tidak ada satupun kesalahan ayahmu. Mereka mengambil ayahmu seperti yang telah mereka lakukan waktu dulu! Jika kamu ingin melihatnya, kejarlah ia!’
Malam itu, Agha berkata kepada para agen, ‘Ada apa ini? Mengapa banyak keributan? Apakah kalian tidak malu pada diri kalian sendiri? Yang kalian harus lakuakan lebih dulu adalah mengirimkan seseorang untuk datang dan meminta ijin kepadaku. Aku pasti akan datang.’
Kemudian Agha berkata kepadaku, ‘Di jalan, ketika kami sedang mendekati ladang minyak, aku menjelaskan bahwa semua kesengsaraan yang kami alami hanya disebabkan oleh minyak dan aku bertanya kenapa hal itu tidak menjadi perhatian mereka. Aku berbicara kepada mereka sepanjang waktu, dan seseorang dari agen yang duduk di sampingku menangis sepanjang perjalanan ke Teheran.’
Penangkapan Putra Imam Khomeini
Setelah Ayatullah dikirim ke pengasingan, atas dasar permintaan pemimpin agama, Haji Agha Mostafa pergi bertemu dengan Ayatullah Marashi, salah seorang pemimpin religius yang paling tinggi saat itu. Tidak seperti biasanya, pintu ke arah rumahnya seperti juga pintu ke rumah ulama-ulama yang lain ditutup.
Haji Agha Mostafa pun mengetuk pintu. Mereka membukakan pintu dan ia masuk ke dalam rumah. Tidak lama setelah itu, tentara dan pasukan khusus menaiki dinding rumah Ayatullah Marashi, melompat ke dalam rumah dan menangkap Agha Mostafa. Pertama mereka membawa Agha Mostafa ke markas besar kepolisian di Qum, Iran dan kemudian mengirimnya ke penjara Ghezel-Ghaleh di Teheran, Iran.
Ia ditahan selama 57 hari dipenjara itu dan dilepaskan pada tanggal 8, 1343 (29 Desember 1964 M). Mereka mengatakan kepadanya bahwa ia harus pergi ke Turki. Mereka tengah mencari suatu alas an untuk mengirim Mostafa ke pangasingan, seperti apa yang telah mereka lakukan kepada ayahnya.
Agha Mostafa berangkat ke Qum dan menerima sambutan hangat dari orang-orangdi sana. Hari berikutnya, agen SAVAK memanggil dan menanyainya dengan nada marah, kebenaran dengan kenapa ia masih belum pergi ke Turki. Haji Agha Mostafa menjawab, “Ibuku tidak mengijinkanku dan aku tidak ingin melanggar apapun keinginannya.”
Para agen SAVAK menjadi marah dan mencaci-maki Agha Mostafa. Pada hari berikutnya, salah seorang dari agen SAVAK datang menangkap Haji Mostafa dan membawanya pergi dengan pesawat terbang ke Turki.
Diasingkan ke Najaf
Haji Agha Mostafa bergabung dengan ayahnnya di Turki. Protes dari banyak orang, para pemimpin agama, dan ulama menyebar lebih besar dan lebih luas setiap harinya. Banyak telegram dan surat datang ke kedutaan Turki di Teheran dan ke pemerintah Turki, dari seluruh penjuru dunia. Semua orang memprotes pengasingan Ayatullah Khomeini dan pernyataan ini terus bertambah setiap harinya. Mereka menuntut pembebasan bersyarat Ayatullah Khomeini.
Pemerintah Turki menjadi sangat bertanggung jawab dan menyatakan kepada pemerintah Iran, bahwa mereka tidak bisa terlalu lama menerima pengasingan Ayatullah Khomeini di Turki dan ia harus kembali ke Iran. Bagaimanapun, pemerintah Iran tidak menyukai kepulangannya dan tidak percaya bahwa hal ini adalah suatu usaha yang cerdas.
Pemerintah kemudian berkonsultasi dengan duta besar Iran untuk Irak, dan sang duta besar mengusulkan agar mereka mengirim Agha ke Najaf (salah satu kota suci kaum Syi’ah di Irak). Tuan duta besar berpikir bahwa ia mempunyai suatu alasan yang bagus untuk usulnya, dan berkata kepada Shah, “Jika datang ke Najaf, ia akan masuk ke mulut singa karena Mr. Hakeem ada di sini, Agha tidak akan bisa melakukan kegiatannya.”
Shah yang mempunyai banyak orang kepercayaan di Pirasteh (istana negara), setuju dengan gagasannya dan kemudian memerintahkan untuk menempatkan Ayatullah Khomeini dan putranya di pesawat dan putranya di pesawat dan kemudian mengirim mereka ke Irak. Bertentangan dengan ramalan Tuan Duta Besar, Ayatullah Khomeini malah menerima sambutan hangat dari orang-orang setempat ketika tiba di Kazemein, Irak. Mereka pergi ke Najaf dari sana dan terus melanjutkan perjuangan politik dan social mereka.
Ketika menerima berita ini dari Irak, Shah Pahlevi menjadi sangat marah dan menghardik duta besarnya, “Jadi! Apa yang terjadi dengan mulut singa?”
Rumah kecil Ayatullah Khomeini ini menjadi pusat kebangkitan. Ayatullah Khomeini tidak berdamai, baik dengan pemerintah Irak maupun Iran, dan melanjutkan perlawanannya.
Percaya Hanya Pada Allah
Ia cemas dengan keadaan Agha. Ia mengetahui bahwa Agha, meskipun sakiat, pasti tetap pergi ke Karbala (Kota suci kaum Syi’ah di Irak) seperti pada tiap hari Jum’at dan Sabtu. Ia sangat antusias untuk bertemu dengannya. Oleh karena itu, dia meninggalkan Najaf dan menuju Karbala.
Ketika kembali ke jalan “Beinol-Haramein”, ia menjadi takut dengan apa yang ia lihat di sudut lorong, tempat rumah Agha terletak. Sebuah kendaraan militer diparkir di sana dengan senapan yang diarahkan ke sana. Mobil-mobil pemerintah juga diparkir di depan kendaraan itu.
- Apakah tempat untuk melanjutkan perjalanan?
Ia telah mempelajari situasi, meskipun tidak mempunyai kekuatan atas kakinya. Ia memasukki lorong itu. Beberapa tentara bersenjata sedang berdiri berjaga di depan rumah Agha. Sudah terlambat untuk kembali dengan berbagai cara.
- Jadi itulah adanya!
Ia berjalanmemasuki rumah, menyeberangi halaman depan dan memasuki ruangan bagian luar. Secara tak terduga, ia memperhatikan tiga orang, yaitu: Gubernur Propinsi Karbala, pimpinan organisasi keamanan, dan pimpinan polisi. Ia melihat sekilas kepada mereka. Pimpinan polisi memandang sekilas kepadanya melalui sudut mata. Pada saat itu, pintu dari dalam ruangan terbuka dan Agha masuk ke dalam ruangan itu. Ketika ia melihat Agha, denyut nadinya meningkat dan menjadi sangat histeris. Ketika menyadarinya, Agha mengisyaratkannya untuk masuk.
Ia kemudian masuk. Gubernur Karbala membicarakan tentang apa pun yang ada dalam pikirannya. Ia ingin mendapatkan perhatian agha. Tetapi Agha tidak membalas perhatiannya sebab mengetahui bahwa mereka telah datang ke rumahnya hanya untuk berpura-pura bersahabat.
Pada waktu itu, pemerintah Irak mempunyai beberapa pertentangan dengan Shah Iran. Mereka megetahui bahwa Agha menentang Shah. Oleh karena itu, mereka ingin membawanya ke pihak mereka. Akan tetapi, Agha dengan cerdas menyadari niat mereka. Maka, untuk mengabaikan mereka, ia berpaling ke salah satu siswanya dan bertanya kepadanya tentanng Iran. Siswa tersebut member beberapa jawaban yang sangat singkat terhadap pertanyaan itu dan lantas diam.
Gubernur terus berbicara tetapi kata-katanya tetap mengawang di udara. Agha tetap duduk dengan tenang, bak sebuah batu karang yang keras. Agen pemerintah Irak secara berangsur-angsur membatasinya.
Sebuah Pertempuran Berdarah Dimana-mana
Untuk menjaga keberlangsungan api revolusi, Ayatullah Khomeini menerima banyak penderitaan di Najaf, Irak. Rejim Pahlevi melakukan berbagai usaha untuk menghapuskan semua sisa pemberontakan 15 Khordad (6 Juni), dan Ayatullah Khomeini berusaha keras untuk tidak membiarkan darah para syuhada yang tertumpah di jalanan dan lorong kota Qum, Teheran, dan Varamin menjadi sia-sia dan tak diindahkan. Itulah mengapa menjadi penting bagi Imam Khomeini untuk selalu berhubungan dengan Iran.
Hubungan Iran-Irak berangsur-angsur meningkat dan kerjasama intelijen antara kedua negara tersebut menjadi sangat kuat. Sebagai hasilnya, agen rahasia SAVAK dan pejabat kedutaan Iran, dengan bantuan agen intelijen dan keamanan Irak, melakukan pengawasan ketat terhadap pergerakan Imam Khomeini. Karenanya, Ayatullah Khomeini mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan Iran. Bagaimanapun, hal ini tidak membuat Ayatullah Khomeini kecewa tetapi terus melanjutkan perjuangannya menjadi lebih besar dan jelas:
Jika mereka menawariku untuk satu hari saja agar diijinkan hidup di sini, dan aku mengetahui bahwa satu hari kesunyian itu akan merusak, maka adalah mustahil bagiku untuk menerimanya.
Hubungan Dengan Iran
Visi Ayatullah Khomeini dan kesabarannya, di satu sisi, serta usaha dan kerja keras para murid dan temannya yang telah melakukan berbagai usaha nyata untuk berangkat ke Irak, di sisi lain adalah sebab mengapa pergerakan revolusioner tidak mati.
Sebagian kecil orang yang berhubungan denga Ayatullah Khomeini dengan susah payah mencetak selebaran-selebaran dan buku-bukunya, lalu diproduksi ulang, dan disebarkan ke berbagai penjuru negeri.
Dalam rangka memelihara ingatan atas peristiwa 15 Khordad (6 Juni) dan menjaga revolusi tetap berjalan, mereka tidak perdulli jika mereka harus menyerahkan hidup mereka. Untuk meghentikan revolusi, rejim Pahlavi melakukan segala sesuatu, dari siksaan, hhukuman penjara dan pengasingan untuk mengirimkan pesan kepada Ayatullah Khomeini. Sekali waktu, ketika salah seorang utusan khusus Shah Pahlevi datang untuk melihat Ayatullah Khomeini, ia meletakkan tangannya diatas buku Hukkum Konstitusi yang ada di depannya, dan berkata, “Paling tidak, hormatilah hukum ini!”.
Tahun 1346 (1967 M) adalah tahun terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh para mahasiswa dari berbagai Universitas. Peperangan antar Arab dan Israel terjadi di tahun yang sama tetapi rejim Pahlavi tidak menunjukkan reaksi apa pun karena ia mempunyai hubungan yang erat dengan Israel. Ini menyebabkan para mahasiswa di universitas-universitas Teheran, Isfahan, Tabriz, dan Shiraz berbaris melakukan demonstrasi untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka atas perilaku pemerintah. Pada Farvar-Din 27 (6 April 1967 M), dengan menyebarluaskan selebaran, Ayatullah Khomeini menyeru orang-orang untuk melanjutkan dan memperluas perlawanan mereka terhadap rejim Pahlavi.
Di dalam selebaran itu, ia berkata, “Mereka yang meninggalkan (negeri ini), dan kalian yang tetap tinggal di sini. Bayonet dan pedang yang tumpul ini akan kembali disarungkan.”
Pemerintahan Islam
Ayatullah Khomeini memunculkan konsep Perwalian Ahli Fiqih (velayet-e-faqih) pada bulan Bahman 1348 (Februari 1969M) untuk pertama kalinya dan mengambil langkah-langkah pertamanya kea rah pembentukan suatu pemerintahan Islam… []
(Regularisasi-Perbedaan/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email