Raj’ah dalam terminologi bahasa arab berarti kembali. Sementara menurut istilah adalah kembalinya sekelompok manusia setelah kematian dan sebelum hari kebangkitan, yang terjadi sezaman dengan imam Mahdi aj dan secara nalar hal ini tidak bertentangan dengan akal maupun logika wahyu.
Islam maupun agama-agama samawi lainnya memandang bahwa esensi manusia adalah mujarrad terkadang juga disebut (nafs), yang senantiasa abadi setelah binasanya badan. Dari sisi lain menurut al-Quran Sang pencipta adalah penguasa mutlak yang tidak terbatas kekuasaannya.
Peremis di atas menjelaskan bahwa persoalan raj’ah menurut pandangan akal adalah perkara yang logis. Karena jelas bahwa mengembalikan sekelompok manusia pada bentuk semula lebih mudah dari pada penciptaan awal. Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa Tuhan yang telah menciptakannya dari awal, mampu mengembalikannya seperti semula.
Berdasarkan logika wahyu contoh-contoh raj’ah dapat dijumpai pada umat terdahulu, misalnya Allah SWT berfirman;
وَ إِذْ قُلْتُمْ يَا مُوْسَى لَن نُّؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنتُمْ تَنظُرُوْنَ ثُمَّ بَعَثْنَاكُم مِّنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, Karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya. Setelah itu kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.”[1]
Dalam ayat lain juga berfirman;
وَ أُحْيِ الْمَوْتى بِإِذْنِ اللهِ
” Dan Aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah SWT”.[2]
Quran tidak hanya membenarkan adanya raj’ah, bahkan menetapkan realita kembalinya sekelompok manusia setelah kematian. Sebagaimana dua ayat di bawah ini mensinyalir tentang sekelompok manusia yang kembali setelah kematian dan sebelum kiamat, yaitu;
وَ إِذا وَقَعَ الْقَوْلُ عَلَيْهِمْ أَخْرَجْنا لَهُمْ دَابَّةً مِنَ الْأَرْضِ تُكَلِّمُهُمْ أَنَّ النَّاسَ كانُوا بِآياتِنا لا يُوقِنُونَ وَ يَوْمَ نَحْشُرُ مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ فَوْجاً مِمَّنْ يُكَذِّبُ بِآياتِنا فَهُمْ يُوزَعُونَ
“Dan apabila perkataan Telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami. Dan (Ingatlah) hari (ketika) kami kumpulkan dari tiap-tiap umat segolongan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami, lalu mereka dibagi-bagi (dalam kelompok-kelompok).”
Demi memperkuat istidlal dua ayat ini tentang masalah raj’ah setelah kematian dan sebelum kebangkitan, maka seyogyanya kita memperhatikan beberapa point di bawah ini, yaitu;
Para mufasir menyakini bahwa dua ayat tersebut, membicarakan masalah kiamat. Dan ayat yang pertama menjelaskan salah satu tanda-tanda sebelum kebangkitan. Sebagaimana Jalaludin Suyuti dalam tafsirnya al-Dur al-Mansyur mengutip dari Ibn Abi Saybah dari Khuzaifah bahwa (keluarnya dabah) merupakan salah satu peristiwa yang terjadi sebelum hari kiamat.[3]
Tidak diragukan lagi bahwa pada hari kiamat seluruh manusia akan dibangkitkan, bukan sekelompok tertentu dari setiap umat. Sebagaimana quran menjelaskan makna keumuman mengenai kebangkitan manusia dalam ayatnya, yang berbunyi;
ذلك يوم مجموع له الناس
“Pada hari itu seluruh manusia dikumpulkan”[4]
Dan dalam ayat lain Allah SWT berfirman;
وَ يَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبالَ وَ تَرَى الْأَرْضَ بارِزَةً وَ حَشَرْناهُمْ فَلَمْ نُغادِرْ مِنْهُمْ أَحَداً
“Dan (Ingatlah) akan hari (yang ketika itu) kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak kami tinggalkan seorangpun dari mereka.” [5]
Dengan demikian seluruh manusia pada hari kiamat akan dibangkitkan, bukan golongan atau kelompok tertentu saja.
3. Ayat yang kedua dari ayat yang telah disebutkan, menjelaskan tentang kebangkitan sekelompok atau golongan tertentu dari suatu umat bukan seluruh manusia, karena ayat itu mengatakan;
ويوم نحشرمن كل امة فوجا ممن يكذب بآياتنا …
“Dan ingatlah hari ketika kami kumpulkan dari tiap-tiap umat segolongan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami”.
Kalimat dalam ayat ini dengan jelas menunjukan bahwa tidak semua manusia dibangkitkan.
Kesimpulan:
Dari ketiga premis di atas sangat jelas bahwa kebangkitan suatu kelompok atau golongan tertentu (pada hari kiamat) adalah pengingkaran terhadap ayat-ayat Tuhan. Adapun yang dimaksud ayat ke dua adalah peristiwa yang terjadi sebelum hari kiamat. Karena kebangkitan manusia pada hari kiamat mencakup seluruh person, yang tidak terbatas pada golongan tertentu.
Dengan demikian demonstrasi burhan-burhan di atas membuktikan kebenaran pendapat kami berkenaan dengan kembalinya sekelompok manusia setelah kematian dan sebelum hari kiamat, yang lebih dikenal dengan raj’ah.
Atas dasar ini Ahlulbait as sejajar dengan al-Quran dan mereka adalah para mufasir wahyu Tuhan, yang akan bangkit di muka bumi ini sebagai pembaharu. Sebagaimana imam Shadiq as berkata;
أيام الله ثلاثة يوم القائم ويوم الكرة ويوم القيامة
“Hari-hari Allah ada 3 macam, hari kebangkitan imam Mahdi aj, hari raj’ah dan hari kiamat”.
ليس منا من لم يؤمن بكرتنا
“Bukan dari golongan kami orang yang tidak percaya dengan kebangkitan kami (raj’ah)”.
Seyogyanya kami menyebutkan dua point penting di bawah ini, sebagai berikut;
1. Filosofi Raj’ah
Ada dua hal yang menjadi tujuan luhur stimulasi pemikiran raj’ah. Yang pertama raj’ah menunjukan keagungan dan kebesaran islam yang sebenarnya dan hinanya kekufuran. Yang kedua adalah pemberian pahala kepada orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berbuat kebaikan serta membalas orang-orang kafir dan dhalim.
2. Raj’ah dan Reingkarnasi
Perlu di ingat bahwa raj’ah dalam pandangan syiah berbeda dengan keyakinan reingkarnasi. Karena teori reingkarnasi berlandaskan atas pengingkaran terhadap hari kiamat dan kepercayaan terhadap keabadian alam semesta serta setiap zaman adalah pengulangan zaman sebelumnya.
Berdasarkan teori ini, ruh manusia setelah mengalami kematian akan kembali lagi ke dunia dan berpindah ke badan yang lain. Seandainya ruh di zaman sebelumnya milik orang-orang bijak, maka ia akan menempati suatu badan dan melewati zaman setelahnya dengan kesenangan dan kebahagiaan. Dan seandainya ruh sebelumnya milik orang-orang jahat, maka ia akan berpindah pada suatu badan yang akan melewati zaman berikutnya dengan kesusahan dan kepedihan. Dengan demikian reingkarnasi menurut mereka adalah kiamat!.
Sementara orang-rang yang meyakini raj’ah adalah orang yang berpegang teguh dengan syariat islam, yang mengimani hari kiamat dan ma’ad. Dari sisi lain mereka juga meyakini bahwa perpindahan ruh dari satu badan-kebadan yang lain adalah mustahil.[6]mereka hanya meyakini bahwa sekelompok manusia sebelum kiamat akan kembali ke dunia ini. Dan setelah terlaksananya keaadilan dan perbaikan, mereka akan segerah kembali pada kehidupan yang lebih kekal sampai hari kiamat, dibangkitkan bersama manusia yang lainnya. Bukan ruh berpindah-pindah dari satu badan ke badan yang lain.
Referensi:
[1] Al-Baqarah ayat 55-56.
[2] ALI Imran ayat 49.
[3] Al-Dur al-Mansyur jilid 5 hal. 177, tafsiran ayat 82 surat al-Naml.
[4] Dalam al-Dur al-Mansur, jilid 3 hal. 349, kalimat “pada hari itu” ditafsirkan hari kiamat.
[5] Al-Kahfi ayat 47.
[6] Sadr al-Mutalihin, Asfar jilid 9, bab 8 bagian ke-1 hal. 3.
(Muslim-Syiah/Hauzah-Maya/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email