Pesan Rahbar

Home » » Imam Ali Al-Hadi; Imamah dan Khilafah

Imam Ali Al-Hadi; Imamah dan Khilafah

Written By Unknown on Friday, 6 May 2016 | 12:15:00


Para imam adalah insan-insan sempurna dan terpilih yang ucapan, perilaku dan sikap mereka, merupakan manifestasi dari kehidupan suci dan sempurna manusia. Imam Hadi as, dalam memberikan penjelasan komprehensif terhadap para imam dan para auliya Allah mengatakan, “Mereka adalah tambang rahmat, para pemilik khazanah ilmu pengetahuan, pondasi kemuliaan, pemimpin dalam memberikan hidayah dan manusia-manusia yang bertakwa.”

Imam Hadi as dilahirkan pada tanggal 15 Dzuhijjah 212 Hijriah di sebuah desa di sekitar kota Madinah. Setelah gugurnya sang ayah (Imam Jawad as), Imam Hadi as menerima tanggung jawab besar dalam memimpin serta membimbing umat Islam. Tugas suci ini diemban Imam Hadi selama 33 tahun. Selama masa keimamahannya, Imam Hadi selain aktif menyebarkan prinsip-prinsip agama, juga sangat memperhatikan kondisi politik dan sosial umat Islam.

Selama periode kehidupannya, Imam Hadi mengalami pemerintahan sejumlah pemimpin zalim Bani Abbasiyah. Kezaliman dan egoisme para khalifa Abbasiyah telah membuka peluang ketidakpuasan umat Islam sehingga sendi-sendi pemerintahan mereka semakin keropos. Sejak periode kehidupan Imam Jawad as, para khalifa Bani Abbasiyah semakin meningkatkan represi politiknya kepada Ahlul Bait Nabi. Dalam koridor strategi ini pula, khalifa Bani Abbasiyah memindahkan dengan paksa Imam Hadi as dari pusat ilmu yakni Madinah ke kota Samarra di Irak.

Era Imam Hadi as adalah era baru dari sisi ilmiah dan pemikiran. Gerakan masyarakat menuju perkembangan ilmiah dan budaya dibarengi dengan perkembangan perspektif baru teologi dan masuknya berbagai syubhah logika dan filsafat. Muncul berbagai aliran pemikiran yang pada akhirnya terjadi ketidakteraturan pemikiran di dunia Islam. Akan tetapi ideologi Ahlul Bait as, meski di bawah tekanan pemerintah kala itu dan juga berkat wujud para imam as, memiliki pondasi kokoh dan logis yang mampu memberikan jawaban tegas terhadap seluruh syubhah. Dalam periode tersebut peran Imam Hadi as sangat determinan dalam menentukan masa depan dunia Islam. Beliau harus melakukan penertiban dalam maarif dan pemikiran Ahlul Bait as sehingga dapat memberikan jawaban bagi tuntutan pemikiran generasi mendatang.

Salah satu tugas berat Imam Hadi as adalah menjelaskan prinsip akidah Islam. Karena pada era beliau, bermunculan berbagai syubhah yang mengancam keyakinan masyarakat dalam masalah ketauhidan dan keesaan Allah Swt. Di era Imam Hadi as, muncul sekelompok orang yang berpendapat bahwa Allah Swt memiliki jism atau bentuk. Imam Hadi as menolak pemikiran tersebut dan berkata, “Para pengikut Ahlul Bait as tidak meyakini jism pada wujud Allah Swt, karena sama dengan penyamaan Allah Swt dengan benda-benda lain yang memiliki jism dan sesuatu yang memiliki bentuk maka dia adalah akibat (atau efek), dan Allah Swt terlepas dari segala bentuk penyamaan, karena memiliki jism (bentuk) berarti terbatas pada tempat, masa dan sifat-sifat lain seperti penuaan dan kerusakan. Padahal wujud Allah Swt tersucikan dari semua sifat tersebut.” (Tauhid Syeikh Saduq, halaman 97)

Sebagaimana tauhid yang menghadapi berbagai upaya penyimpangan, al-Quran juga menghadapi ancaman syubhah dan distorsi yang sama. Syubhah terhadap al-Quran juga menyebar luas pada era Imam Hadi as, dan beliau menjawab seluruh syubhah tersebut dengan bersandarkan pada berbagai ayat dalam al-Quran terkait masalah-masalah teologi.

Pemikiran jabr atau determinisme yang dengan kata lain penafian kebebasan manusia, merupakan salah satu di antara penyimpangan pemikiran yang marak di era Imam Hadi. Perspektif seperti ini umumnya disebar-luaskan oleh para penguasa dinasti Abbasiah, sehingga melalui cara ini mereka dapat merampas kekuatan pengambilan keputusan dari masyarakat dan pada akhirnya masyarakat tunduk dan pasif di hadapan para penguasa. Akan tetapi Imam Hadi as melawan pemikiran tersebut dan menegaskan bahwa manusia tidak jabr atau bebas secara mutlak. Dengan demikian, Imam Hadi as menjelaskan kepada masyarakat bahwa mereka memiliki peran dalam penentuan nasib dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu, Imam Hadi as menyeru masyarakat untuk bangkit melawan rezim despotik.

Masalah imamah atau kepemimpinan para imam maksum as setelah Rasulullah Saw, merupakan basis utama dalam menjaga prinsip dan nilai-nilai agama yang menjadi sasaran serangan syubhah di berbagai periode. Dapat dikatakan bahwa faktor munculnya berbagai aliran distorsif di antara umat Islam adalah keasingan posisi imamah dan kepemimpinan dalam masyarakat. Tantangan yang saat ini dihadapi umat Islam. Akibat interpretasi personal terhadap agama dan disebabkan karena tidak merujuk pada warisan berharga Rasulullah Saw yaitu al-Quran dan Ahlul Bait as, maka dampaknya adalah terhalangnya hidayah Allah bagi umat.

Imam Hadi as telah melakukan berbagai langkah untuk menjelaskan posisi para imam. Salah satu bukti paling nyata dalam penjelasan kepemimpinan para imam maksum as adalah Ziarah Jamiah Kabirah yang merupakan peninggalan berharga Imam Hadi as. Dengan metode yang unik, Imam Hadi as menjelaskan masalah imamah dalam doa ziarah tersebut sekaligus menepis segala bentuk pengagungan secara tidak faktual terhadap posisi imamah.

Penekanan Imam Hadi as terhadap masalah ketauhidan menjelaskan fakta ini bahwa kepemimpinan dan hidayah merupakan kelanjutan dari keyakinan terhadap Allah Swt. Para imam dan pemimpin agama adalah para manusia pilihan Allah Swt yang menunjukkan jalan menuju kebahagiaan dan kesempurnaan melalui ucapan dan perilaku mereka. Ziarah Jamiah Kabirah dimulai dengan kalimat-kalimat pendek yang berawal dengan ucapan salam; untuk menjelaskan sifat dan keutamaan para imam. Ziarah tersebut membuka jendela bagi para pecinta Ahlul Bait as dalam memahami tingginya posisi para imam.
_________________________________________

Seri Manusia Suci (Imam Ali Al-Hadi a.s.)

Imam Ali Al-Hadi a.s.

Oleh: Mahdi Alhusaini

A. Biografi Singkat Imam Ali Al-Hadi a.s.

Imam Ali An-Naqi a.s. yang juga dijuluki dengan Al-Hadi adalah putra Imam Jawad a.s. Ia dilahirkan di Madinah pada tanggal 15 Dzul Hijjah 212 H. Ibunya bernama Samanah yang lebih dikenal dengan sebutan Sayyidah.

Setelah ayahnya syahid, Imam Hadi a.s. hidup dalam suasana yang penuh kekangan yang diwujudkan oleh Mutawakil Al-Abasi. Dengan mengadakan penyerangan dan penghancuran terhadap kuburan Imam Husein a.s., para pengikut Syi’ah hidup lebih terkekang dan merasa ketakutan dari pada masa-masa sebelumnya. Ia dengan tujuan ingin mengasingkan Imam Hadi a.s. dari mereka dan dapat mengontrolnya dengan seksama., memerintahkan untuk memindahkan Imam a.s. ke Samirra`.

Mutawakil pernah memerintahkan Yahya bin Hurtsumah, salah seorang komandan pasukannya untuk menggeledah rumah Imam Hadi a.s. barangkali dapat ditemukan bukti-bukti atas usahanya mengadakan perlawanan terhadap pemerintah yang dapat dijadikan tuduhan untuk menjatuhkan hukum terhadapnya.

“Telah kugeledah rumah Imam Hadi dan aku tidak menemukan di dalamnya kecuali Al Quran, kitab-kitab doa dan ilmu pengetahuan”, cerita Yahya bin Hurtsumah.

Dengan situasi yang sangat mengekang tersebut, Imam Hadi a.s. masih sempat untuk memperkuat benteng pertahanan di dalam diri masyarakat sehingga mereka dapat menghadapi situasi dengan tegar dan pantang menyerah. Khumus, zakat dan pajak-pajak yang diserahkan oleh para pengikutnya masih tetap sampai ke tangan Imam a.s., baik secara diam-diam maupun terang-terangan guna disalurkan demi kepentingan pergerakan melawan pemerintah sehingga perlawanan tersebut tetap hidup bernyawa.

Ia syahid pada tahun 254 H. di usianya yang ke-42 tahun. Ia diracun oleh mu’tazz, salah seorang khalifah dinasti Abasiyah yang dilakukan langsung oleh Mu’tamid Al-Abasi.


B. Pemberontakan-pemberontakan yang dipelopori oleh keturunan Ali a.s.

Salah satu kekhawatiran yang menghantui para penguasa dinasti Bani Abasiyah yang lalim saat itu adalah pemberontakan-pemberontakan yang dipelopori oleh keluarga Ali a.s. Mereka menghadapi pemberontakan-pemberontakan tersebut dengan serius dan tegas sehingga ia tidak sempat berkembang dengan pesat. Ketika berhasil menangkap para pemberontak, mereka langsung disiksa dengan siksaan yang sangat amoral dan tidak perikemanusiaan. Hal ini mereka lakukan karena mereka merasa mulai melemah akibat permainan politik yang telah mereka lakukan selama ini. Demi mencegah meluasnya pemberontakan-pemberontakan yang muncul, mereka terpaksa harus menggunakan cara-cara di atas.


C. Sikap Imam Hadi a.s. dalam Menghadapi Kaum Ghulat

Dalam menghadapi kaum Ghulat yang menjadikan para imam a.s. sebagai Tuhan, mereka memiliki satu sikap yang jelas dan tegas. Imam Hadi a.s. pernah berkata: “Kekufuran berdiri di atas empat tonggak penyangga: kefasikan, ghuluw (sikap berlebih-lebihan dalam mencintai Ahlul Bayt a.s.–pen.), keraguan dan selalu menyimpan syubhah (baca : menciptakan kritik-kritik tak logis dengan tujuan untuk mempertanyakan keabsahan agama–pen.)”. Mereka selalu berusaha memahamkan kepada umat bahwa diri mereka tidak memiliki hubungan apa pun dengan para pemimpin Ghulat. Mereka adalah pembohong besar. Mereka berani membuat hadis-hadis palsu dan mengatasnamakan para imam a.s.

Membuat hadis-hadis palsu dengan mengatasnamakan para imam a.s. –dari satu sisi– dapat merekrut pengikut bagi mereka dan –dari sisi lain– dapat membantu mereka dalam merusak syari’at. Demi mementahkan propaganda mereka ini, para imam a.s. selalu menjelaskan sikap mereka yang tegas berkenaan dengan mereka dan mengenalkan hadis-hadis yang telah mereka rekayasa kepada masyarakat umum.

Sikap Imam Shadiq a.s. yang tegas ini telah berhasil memadamkan pergerakan kaum Ghulat. Akan tetapi, pada masa Imam Hadi a.s. –karena melihat kesempatan yang baik– mereka mulai muncul kembali untuk mempropagandakan keyakinan-keyakinan mereka.

Di antara pemimpin-pemimpin kaum Ghulat yang pernah dilaknat oleh Imam Hadi a.s. adalah Hasan bin Muhammad yang juga dikenal dengan sebutan Ibnu Baba dan Muhammad bin Nushair bin Hatim Al-Qazwini. Muhammad bin Nushair mempercayai tanaasukh (keyakinan bahwa ruh para imam a.s. –setelah mereka meninggal dunia– akan berpindah kepada manusia yang masih hidup–pen.) para imam a.s. dan menganggap dirinya sebagai utusan Imam Hadi a.s. Di samping itu, ia juga berani menghalalkan hal-hal yang diharamkan oleh syari’at.


Pada kesempatan ini kami haturkan kepada para pembaca budiman hadis-hadis pilihan yang pernah diucapkan oleh Imam Hadi a.s. selama ia berada di kehidupan dunia ini.

1. Tempat-tempat terkabulnya doa
“Sesungguhnya Allah memiliki tempat-tempat yang Ia sangat suka jika hamba-hamba-Nya berdoa di situ, kemudian Ia akan mengabulkannya. Di antaranya kuburan Imam Husein a.s.”.

2. Takut kepada Allah
“Orang yang takut kepada Allah akan disegani (oleh orang lain), orang yang menaati Allah, ia akan ditaati, orang yang menaati Sang Pencipta, ia tidak akan peduli dengan murka makhluk dan orang yang memurkakan Sang Pencipta, ia akan dimurkai oleh makhluk”.

3. Taatilah orang yang memikirkan kebaikanmu!
“Taatilah orang yang (rela) memfokuskan kecintaan dan pendapatnya (untuk kepentinganmu)”.

4. Yang memiliki peran absolut adalah Allah, bukan masa
“Jangan melampaui batas dan jangan menganggap masa memiliki peran dalam hukum Allah”.

5. Akibat tidak memperdulikan makar Allah
“Barang siapa yang merasa aman dari makar Allah dan kepedihan siksaan-Nya, ia akan sombong sehingga maut datang menjemputnya, dan barang siapa yang tegar dalam menyembah Allah, maka seluruh musibah dunia akan ringan dalam pandangannya meskipun ia dipotong-potong dan digergaji”.

6. Taqiyah
“Jika engkau berpendapat bahwa orang yang meninggalkan taqiyah seperti orang yang meninggalkan shalat, maka pendapatmu adalah benar”.

7. Akibat bersyukur
“Orang yang bersyukur lebih berbahagia disebabkan oleh rasa syukurnya dari pada nikmat yang menyebabkannya bersyukur, karena nikmat itu adalah harta dunia dan rasa bersyukur adalah nikmat dunia dan akhirat”.

8. Dunia adalah tempat ujian
“Sesungguhnya Allah menjadikan dunia sebagai tempat ujian dan akhirat tempat kembali. Ia menjadikan ujian dunia sebagai sebab untuk mendapatkan pahala di akhirat dan pahala akhirat sebagai harga bagi ujian di dunia”.

9. Orang lalim yang penyabar
“Sesungguhnya orang lalim yang penyabar sangat mungkin untuk dimaafkan karena kesabarannya, dan orang yang benar, akan tetapi tolol, sangat mungkin cahaya kebenarannya terpadamkan karena ketololannya”.

10. Orang yang tidak memiliki harga diri
“Orang yang menganggap dirinya hina, janganlah engkau merasa aman dari kejahatannya”.

11. Dunia adalah tempat keberuntungan dan kerugian
“Dunia adalah pasar, sebagian orang mendapatkan untung dan sebagian yang lain mengalami kerugian”.

12. Dengki dan egoisme
“Rasa dengki adalah pembasmi kebajikan, bohong adalah penimbul permusuhan, kesombongan adalah pencegah (seseorang) untuk mencari ilmu, penyebab kehinaan dan kebodohan, kikir adalah akhlak yang paling tercela dan rakus adalah karakter yang buruk”.

13. Menjauhi sifat penjilat
Imam Hadi a.s. berkata kepada seseorang yang telah memujinya dengan berlebihan: “Hentikanlah pekerjaan ini, karena sifat penjilat akan mendatangkan buruk sangka. Jika engkau sudah tidak percaya lagi kepada orang lain, janganlah terlalu memujinya dan tunjukkanlah niat baikmu”.

14. Tempat berbaik dan berburuk sangka
“Jika keadilan pada suatu masa lebih dominan dari pada kezaliman, maka diharamkan untuk berburuk sangka terhadap seseorang kecuali jika kita tahu tentang kezalimannya. Dan jika kezaliman pada suatu masa lebih dominan dari pada keadilan, maka tidak berhak bagi kita untuk berbaik sangka terhadap seseorang selama kita tidak mengetahui kebaikan darinya”.

15. Lebih baik dari kebajikan dan lebih indah dari keindahan
“Lebih baik dari kebajikan, orang yang mengerjakannya, lebih indah dari keindahan, orang yang mengucapkannya, lebih utama dari ilmu, orang yang memilikinya, lebih buruk dari keburukan, orang yang melakukannya dan lebih menakutkan dari hal-hal yang menakutkan, orang mewujudkannya”.

16. Mengharap tidak pada tempatnya
“Jangan mengharapkan keakraban dari orang yang engkau marah terhadapnya, kesetiaan dari orang yang kau khianati, dan nasihat dari orang yang engkau berburuk sangka kepadanya. Sesungguhnya (harapan) hati orang lain (terhadapmu) seperti (harapan) hatimu (terhadapnya)”.

17. Mempergunakan nikmat sebaik-baiknya
“Tampakkanlah nikmat (kepada orang lain) dengan mempergunakannya sebaik-baiknya dan mintalah tambahan nikmat dengan cara mensyukurinya. Ketahuilah bahwa jiwa manusia akan lunak di hadapan anugerah yang kau berikan kepadanya dan penasaran jika engkau mencegahnya dari sesuatu yang ingin diketahuinya”.

18. Murka terhadap bawahan
“Kemurkaan terhadap bawahan adalah sebuah kehinaan”.

19. Pendurhaka terhadap orang tua
“Durhaka terhadap orang tua adalah musibah bagi orang yang belum pernah melihat musibah”.

20. Pengaruh silaturahmi
“Kadang-kadang umur seseorang sudah tinggal tiga puluh tahun lagi kemudian ia melakukan silaturahmi. Maka Allah akan menambahnya sehingga menjadi tiga puluh tiga tahun. Dan kadang-kadang umurnya tinggal tiga puluh tiga tahun kemudian ia memutus tali silaturahminya. Maka Ia akan menguranginya menjadi tiga tahun”.

21. Akibat durhaka terhadap orang tua
“Durhaka terhadap orang tua akan mempersedikit rezeki dan menjerumuskan seseorang ke dalam jurang kehinaan”.

22. Tidak sanggup menanggung musibah
“Musibah bagi orang yang sabar adalah satu dan bagi orang tidak sabar adalah dua”.

1. Yang selalu bersama manusia di dunia dan akhirat

“Manusia di dunia akan bersama dengan hartanya dan di akhirat akan bersama amalnya”.

2. Bergurau yang melampaui batas
“Bergurau adalah hiburan orang-orang tolol dan pekerjaan orang-orang bodoh”.

3. Waktu menghembuskan nafas terakhir
“Ingatkanlah kepada keluargamu ketika engkau hendak menghembuskan nafas terakhir yang tidak ada satu dokter pun mampu menghalangi (kepergianmu) dan tidak satu pun kekasih yang dapat menolongmu”.

4. Hasil berdebat
“Berdebat dapat menguraikan tali persahabatan yang sudah kuat. Minimalnya, di dalam berdebat terdapat rasa ingin menang, dan rasa ingin menang adalah faktor utama perpisahan”.

5. Kalbu yang rusak
“Hikmah tidak akan dapat berpengaruh terhadap kalbu-kalbu yang rusak”.

6. Merasakan lebih nikmat
“Bangun malam akan menambah kenyenyakan tidur dan rasa lapar akan menambah kelezatan aroma makanan”.

7. Para tawanan lidahnya
“Orang yang menaiki kuda liar (syahwat), ia akan menjadi tawanan hawa nafsunya dan orang yang bodoh akan menjadi tawanan lidahnya”.

8. Mengambil keputusan
“Gantilah penyesalanmu karena teledor dalam mengerjakan sebuah pekerjaan (tepat pada waktunya) dengan cara mengambil keputusan yang pasti”.

9. Mencela dan kedengkian
“Mencela adalah kunci segala musibah yang berat, dan (bagaimana pun) mencela masih lebih baik dari pada sifat iri dengki”.

10. Takdir Ilahi
“Takdir Ilahi akan menampakkan kepadamu segala yang tidak pernah kau pikirkan”.

11. Rela dengan keadaan
“Orang yang selalu menjunjung dirinya, akan banyak orang yang membencinya”.

12. Kefakiran
“Kefakiran adalah faktor ketamakan jiwa dan penyebab keputusasaan”.

13. Jalan menjadi hamba Allah
“Jika orang-orang berjalan di jalan-jalan yang beraneka ragam, aku akan berjalan di sebuah jalan yang dilalui oleh orang yang menyembah Allah dengan penuh ikhlas”.

14. Pengaruh makan daging
“Barang siapa yang tidak pernah memakan daging selama empat puluh hari, maka akhlaknya akan menjadi jelek, dan barang siapa yang memakan daging selama empat puluh hari, maka akhlaknya juga akan menjadi jelek”.

15. Keesaan Allah
“Allah akan selalu Esa tidak ada sesuatu pun yang akan bersamanya. Kemudian Ia menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya dan memilih nama-nama terbaik bagi diri-Nya”.

16. Rendah hati
“Rendah hati adalah hendaknya engkau memberikan kepada orang lain sesuatu yang engkau suka untuk menerimanya”.

(Muslim-Syiah/Nurmadinah/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: