Kenapa Arab Saudi tidak menurunkan pasukan militer saat Israel membantai rakyat Palestina di Jalur Gaza pada 2008-2009, 2012, dan 2014.
Pidato Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla kemarin dalam Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Kota Istanbul, Turki, menyoroti soal kelemahan organisasi terbesar kedua setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa itu. Dia bilang OKI, beranggotakan 57 negara, telah gagal menciptakan persatu an seluruh negara Islam.
Kenyataannya memang begitu. Bahkan salah satu isi komunike bersama menyebutkan OKI menuding Iran, anggotanya sendiri, menyokong terorisme dan mencampuri urusan dalam negeri negara-negara Timur Tengah, termasuk Suriah dan Yaman.
Semua mafhum. Tudingan ini menguntungkan Arab Saudi, negara paling berpengaruh dalam OKI, karena menurut seorang diplomat Timur Tengah kepada saya, negara Kabah itu paling banyak menyumbang buat OKI.
Tuduhan itu sebenarnya berlaku pula bagi Arab Saudi. Saat pecah demonstrasi kaum Syiah di Bahrain, merupakan aliran dianut mayoritas rakyat negara itu, Arab Saudi mengirim pasukan buat menumpas mereka. Seperti Yaman, Bahrain, diperintah rezim Sunni, mesti diamankan dari pengaruh Iran karena bertetangga sebelahan dengan Arab Saudi.
Di Yaman pun sama. Arab Saudi, untuk pertama kali terlibat secara militer. Mereka memimpin pasukan koalisi buat menggempur milisi Syiah Al-Hutiyun, juga sokongan Iran. Bukannya menyelesaikan pemberontakan, intervensi militer Arab saudi malah makin memperunyam masalah di negara bersebelahan itu. Al-Qaidah dan ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) memiliki waktu berkonsolidasi.
Intervensi Arab Saudi di Yaman itu kian membuka kedok standar ganda rezim Bani Saud. Kenapa Arab Saudi tidak menurunkan pasukan militer saat Israel membantai rakyat Palestina di Jalur Gaza pada 2008-2009, 2012, dan 2014.
Dukungan Arab Saudi terhadap para pemberontak Suriah pun patut dipertanyakan. Bagaimana bila pemberontakan serupa terjadi di negara mereka sendiri. Apakah Riyadh bakal membiarkan negara lain membantu pihak pemberontak untuk melengserkan rezim Bani Saud? Tentu saja jawabannya tidak.
Strategi ganda Arab Saudi itu lantaran mereka bersaing dalam berebut pengaruh di Timur Tengah dengan Iran. Secara ideologi kedua negara ini memang bermusuhan: Arab Saudi berpaham Wahabi menganggap sesat Syiah dianut mayoritas rakyat negara Mullah itu.
Dua muka Arab Saudi juga terlihat saat mereka membentuk aliansi teror beranggotakan 34 negara. Katanya untuk menumpas ISIS, tapi kenapa mereka tidak mengajak Irak dan Suriah, dua negara menjadi basis utama milisi dipimpin Abu Bakar al-Baghdadi itu. Riyadh lebih menggandeng Malaysia ketimbang Indonesia, negara berpenduduk muslim terbesar di dunia untuk msuk dalam aliansi itu.
Dengan kekuatan fulusnya, Arab Saudi memang mampu membeli loyalitas negara-negara Islam lainnya. Namun strategi itu pula telah membikin gagal terciptanya persatuan di kalangan negara-negara muslim. Yang ada saling curiga karena berbeda politik dan cara melaksanakan ajaran Islam.
__________________________________
Menlu Retno Tegas Tolak Bergabung Dengan Aliansi Arab Spring Jilid II
Oleh : DENNY SIREGAR
Tiba-tiba saja Arab Saudi mengumumkan bahwa mereka sudah membentuk Aliansi Militer Negara-negara Islam untuk memberantas ekstrimisme dan terorisme, dan salah satu negara yang terlibat adalah negara kita, Indonesia.
Klaim sepihak ini membuat marah Menlu Retno Marsudi.
Memang sudah ada pertemuan kedua Menlu, tetapi bagusnya bu Retno, ia tidak mau terjebak dalam permainan global Saudi. Ketika Menlu Saudi mengajak Indonesia untuk gabung dalam aliansi ini, bu Retno meminta Term of Reference atau kerangka acuan dan modalitas dalam aliansi itu.
Kerangka pembentukan dan modalitas aliansi itu sangat penting bagi Indonesia. Selama ini kita tahu bahwa konsep “ekstremisme” dan “terorisme” ala Saudi sangat jauh berbeda dengan pandangan akal sehat. Siapapun yg tidak setuju dengan kelompok Saudi, maka mereka akan di cap ektrimisme dan terorisme, dan Saudi berada dibelakang itu semua. Kita lihat apa yang terjadi pada Libya, Suriah dan Yaman.
Ketika Indonesia terjebak masuk dalam aliansi tersebut, maka Indonesia harus mencatatkan dirinya sebagai negara yang terlibat dalam kekerasan atas nama agama. Dan itu sangat berbahaya bagi negara kita.
Pembentukan Aliansi militer Negara-negara Islam ini mirip dengan situasi Arab Springs atau kebangkitan negara arab yang dimulai tahun 2010 lalu. Bergolaknya Negara-negara di Timur Tengah dan jatuhnya banyak pemimpin negara adalah bagian dari strategi global untuk menjadikan timteng menjadi satu wilayah dengan konsep khilafah.
Konsep khilafah itu sebenarnya topeng untuk menguasai sebuah negara dan tujuan utamanya jelas yaitu penguasaan terhadap sumber daya alam di negara yang dikuasai. Dan dibalik itu semua ada perusahaan-perusahaan asing yang sahamnya dimiliki oleh beberapa negara diantaranya Saudi, Qatar, AS, Inggris dan -tentu saja- Israel.
___________________________________
Jejak Pengabdian Saudi Kepada Barat dan Zionis
Sekarang menjadi jelas bahwa Bani Saud dan Bani Israel adalah dua wajah dari mata uang yang sama
Jejak sejarah Bani Saud berlumuran darah. Dunia muslim di warnai pertikaian dan kekacauan hingga peperangan dan pembantaian. Kekacauan di Mesir, Tunisia dan Libya adalah contoh kecil dari permainan kotor Arab Saudi dalam pengabdiannya kepada Amerika Serikat dan Israel. Sementara Suriah, Irak dan Yaman menjadi ladang pembantaian untuk menciptakan tatanan Timur Tengah Baru yang tunduk kepada tiga setan besar Saudi, AS dan Israel. (Baca juga: Kerajaan Saudi The Real Apartheid TImur Tengah)
Muslimin semakin terperosok kedalam krisis multi dimensi, namun artikel ini akan membatasi diskusi pada perang Suriah dan Yaman. Kedua perang ini dimulai pada bulan yang sama, Maret-2011 dan Maret-2015, jejak Saudi terlihat jelas dalam kedua perang tersebut. Di Suriah, para teroris Takfiri dilatih dan dipersenjatai oleh Saudi untuk menggulingkan Bashar Assad yang terpilih menjadi Presiden berdasarkan kontitusi. Di Yaman, skenario berlawanan sedang dimainkan; seorang diktator digulingkan oleh rakyat revolusioner Yaman, namun Saudi dengan dalih mengembalikan kekuasaan Abdu Robbuh Mansour Hadi menginvansi Yaman untuk mengembalikan pemerintahan boneka Saudi, yang akan melayani Amerika Serikat dan Israel. (Baca juga: Arab Saudi dan Israel Acak-Acak Timur Tengah)
Pada Maret 2011, militan yang menyebut dirinya Tentara Pembebesan Syiria (FSA) dan melakukan pemberontakan di distrik Dara’a. Mereka menyebut pemberontakan ini sebagai “revolusi” yang dimulai dari kota kecil, namun sayangnya disusupi teroris dari berbagai negara dan dipersenjatai dengan senjata modern Amerika. Sementara Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab berperan sebagai penyuplai ribuan mobil toyota, amunisi dan membayar upah kepada mereka yang tergabung dalam perang ini. Di sisi lain, ada Yordania, Turki dan Israel yang membuka perbatasan mereka untuk memberikan perjalanan aman bagi para teroris yang ingin masuk ke Suriah, dan memberikan layanan medis bagi mereka yang terluka. Apakah kehadiran miitan asing dan dukungan asing dalam krisis Suriah bisa disebut sebagai “revolusi rakyat Suriah”? (Baca juga: Perang Suriah Bongkar Strategi Zionis-Amerika Hancurkan Islam dan Musuhnya)
Kekacauan yang mereka ciptakan telah menelan 320.000 orang tewas, dengan rincian 108.086 warga sipil, termasuk 7.371 perempuan dan 11.493 anak-anak. Korban tewas dari pihak pasukan pemerintah berjumlah 49.106 orang, sementara disisi pemberontak yang tewas berjumlah 38.592 orang, hal ini berdasarkan data yang dikeluarkan Observatorium HAM untuk Suriah (SOHR) pada 10 Juni lalu. Sementara data yang dikeluarkan PBB menyebutkan bahwa konflik yang disponsori oleh negara-negara Arab dan Barat di Suriah, yang berkobar sejak Maret 2011, telah merenggut nyawa lebih dari 250.000 orang dan lebih dari satu juta terluka. Badan dunia juga menyatakan 12,2 juta orang, termasuk lebih dari 5,6 juta anak-anak, sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan. Krisis ini juga telah memaksa 7,6 juta orang mengungsi ke Yordania, Lebanon, Turki dan Eropa.
Para ekstrimis keji ini telah didatangkan dari negara-negara Arab, Afrika, Eropa, Amerika dan Asia, termasuk Indonesia oleh Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Tidak hanya itu, mereka juga membayar para mufti wahabi untuk melegalkan “Jihad Nikah” atau prostitusi berlabel agama hanya untuk menghibur dan memuaskan seks para militan. Observatorium HAM untuk Suriah (SOHR) menyatakan ribuan wanita-wanita muda dari Arab, Eropa dan Asia telah melakukan perjalanan ke Suriah untuk bergabung dalam “Jihad Seks”. (Baca juga: PBB Konfirmasi Keotentikan Daftar Harga Budak Seks ISIS)
Di Yaman, Arab Saudi meluncurkan perang skala besar, mereka berpikir akan mengalahkan revolusioner rakyat Yaman dalam hitungan minggu. Namun, perang itu telah memasuki bulan ketujuh, dan tidak ada tanda-tanda koalisi pimpinan Saudi akan menang. Serangan barbar Saudi hanya mengakibatkan 7000 lebih warga Yaman tewas, 14.000 lainnya luka-luka dan 22 juta rakyat Yaman kekurangan bahan makanan. Serangan barbar Saudi juga telah menghancurkan ribuan rumah, sekolah, masjid, fasilitas umum, perkantoran dan infrastruktur. lebih dari 40.000 bom telah dijatuhkan ke seluruh negara Yaman yang dibeli dari AS, Inggris dan Israel.
Saudi juga menggunakan bom-bom terlarang di Yaman. Selain itu, mereka juga memberlakukan blokade laut dan udara sama dengan yang dilakukan Zionis Israel terhadap warga Gaza. Namun, barbarisme Saudi tidak mampu menundukkan dan menghentikan perlawanan rakyat Yaman, sama dengan Israel yang tak mampu menghentikan perlawanan rakyat Gaza. Rakyat Yaman berjuang untuk martabat, kehormatan dan kemuliaan, tidak seperti Saudi yang hanya menjadi kacung Amerika dan Zionis dalam membantai kaum muslimin.
Dulu Badui Najd muncul sebagai agen Inggris yang menumpahkan darah kaum muslimin di kawasan, kini mereka hanya berganti topeng menjadi Agen Amerika dan Zionis dengan agenda yang sama. Sekarang menjadi jelas bahwa Bani Saud dan Bani Israel adalah dua wajah dari mata uang yang sama. Satu duduk menguasai tanah suci (Masjidil Haram dan Masjidil Nabawi), sementara yang lain (zionis) menguasai tanah suci di Palestina (Masjidi al-Aqsha). Raja Saudi berlumuran darah kaum muslimin dalam kasus tragedi crane dan Mina yang menewaskan lebih dari 2000 orang, sementara Israel berlumuran darah dalam bentrokan di Tepi Barat, Nablus, Yerusalem dan Gaza. (Baca juga: Serangan Saudi ke Yaman, Cara Saudi Bantu Israel Bunuh Umat Islam)
Krisis di Suriah dan Yaman berlarut-larut, yang menunjukkan dengan jelas bahwa Bani Saud telah gagal dalam menjalankan agenda Amerika dan Zionis. Bashar Assad mendapat suntikan kekuatan berupa dukungan besar rakyat Suriah hingga mampu bertahan dari badai krisis mematikan yang telah memasuki tahun kelima. Sementara Ansarullah Houthi mendapat dukungan penuh rakyat revolusioner Yaman hingga mampu berdiri tegak dalam menghadapi “badai tegas” yang dipimpin Saudi, Amerika dan Israel. (Baca juga: ) Kegagalan mereka di Suriah dan Yaman hanya akan mempercepat kehancuran kerajaan Saudi. Mereka telah menggali kuburan mereka sendiri di Suriah dan Yaman. Dunia muslim akan jauh lebih baik tanpa mereka.
___________________________________
Itulah kenapa bu Retno meminta skema modalnya darimana untuk pembentukan Aliansi itu dan bagaimana cara kerjanya.
Keberatan Indonesia yang disampaikan bu Retno, menunjukkan semakin jelas ke arah mana posisi negara kita. Jelas Indonesia tidak akan masuk dalam aliansi negara yang menjadi motor dari gerakan ekstrimisme dan terorisme global yang sudah melahirkan monster-monster seperti Al-Qaeda, Boko Haram dan ISIS. Indonesia akan banyak berkoalisi dengan negara penentang mereka seperti Rusia, Suriah dan Iran.
Saya pernah mengulas bahwa pilpres 2014 lalu sebenarnya adalah pertarungan yang menentukan ke arah mana pandangan politik luar negeri
Indonesia. Dan baguslah, bukan kubu sebelah yang menang karena kita bisa akan terseret konflik global dengan berpihak pada aliansi yang salah.
Bagus bu Retno, tolak saja mereka. Mereka itu topeng dengan nama agama. Indonesia adalah negara besar dan kita besar dengan cara yang benar, bukan dengan cara yang salah.
*****
Arab Saudi bukan “Negara Islam”, Tapi “Penjual Islam”
Salah satu kehebatan negara Saudi adalah keberhasilannya dalam menipu kaum Muslim, seakan-akan negaranya merupakan cerminan dari negara Islam yang menerapkan al-Quran dan Sunnah. Keluarga Kerajaan juga menampilkan diri mereka sebagai pelayan umat hanya karena di negeri mereka ada Makkah dan Madinah yang banyak dikunjungi oleh kaum Muslim dari penjuru dunia.
Saudi juga terkesan banyak memberikan bantuan kepada kelompok Islam maupun negeri-negeri Islam untuk mencitrakan mereka sebagai pelayan umat dan penjaga dua masjid suci (Khadim al-Haramain). Akan tetapi, citra seperti ini semakin pudar mengingat sepak terjang keluarga Kerajaan selama ini, terutama persahabatannya dengan AS yang mengorbankan (nyawa, harta dan negara) kaum Muslim.
Orang-orang awam selama ini menjadi korban dari berita-berita penipuan yang sengaja disebarkan oleh para pemuja Kerajaan Arab Saudi. Kaum Muslimin lupa, bahwa yang menjadi penguasa Makkah dan Madinah saat ini adalah Keluarga Kerajaan (Aly Saud) yang mengusung paham Khawarij dan Mujasim, bukan Ahlussunnah.
Karena paham Ahlussunnah wal jama’ah tidak pernah menghalalkan pengkafiran, pembid’ahan, pemusyrikan dan penghalalan darah serta harta kaum muslimin. Hal ini justru menjadi ciri khas kaum Wahabi Takfiri atau yang di zaman ini sebagai perwujudan kaum Khawarij dan Mujasim modern. Jargon mereka yang terkenal adalah “Kembali kepada Quran dan Sunnah“ maksudnya adalah kembali kepada pemahaman Quran dan Sunnah ala mereka, bukan ala Nabi Saw, para sahabatnya yang mulia dan para ulama salafus shalih.
Siapa pun yang menguasai Makkah dan Madinah sudah pasti mereka akan memelihara dan menjaga dua kota suci tersebut. Sudah sedari dulu, siapa pun penguasanya mereka pasti akan selalu membantu negara-negara Muslim lainnya. Tetapi yang sangat aneh, mengapa Kerajaan Arab Saudi tidak pernah memberi bantuan kepada Palestina? Bahkan mereka malah bermanis-ria dengan Zionis dalam pertemuan-pertemua rahasia, Apakah ini yang dikatakan negara Islam yang menjalankan al-Quran dan as-Sunnah?
Setelah kekalahan telak yang dialami pasukan Muhammad ibn Sa’ud oleh pasukan Islam dari kekhalifahan Turki Utsmani pada tahun 1815. Muhammad ibn Sa’ud beserta beberapa anggota kelurganya di tawan dan di bawa ke kota Kairo dan kemudian dipindahkan ke Konstantinopel ibukota kekhalifahan Turki Utsmani. Muhammad ibn Sa’ud dan anggota keluarganya di arak untuk dipertontonkan kepada kaum muslimin bahwa ia adalah otak dari pemberontakan sekaligus Dajjal yang telah membunuhi ribuan kaum muslimin yang tidak berdosa di jazirah Arab. Kemudian kepalanya dipenggal dan tubuhnya dipertontonkan kepada kerumunan kaum muslimin yang marah karena ulahnya. Sedangkan sisa-sisa keluarganya di penjara di kota Kairo.
Kurang lebih 87 tahun kemudian, pada tahun 1902 cucunya Muhammad ibn Sa’ud yang bernama Abdul Aziz bin Abdurrahman ibn Sa’ud yang kabur ke Turki memulai kembali usaha untuk mengembalikan kejayaan Klan Sa’ud yang pernah dirintis oleh kakeknya. Dengan bantuan Klan As-Sabah di Kuwait dan campur tangan Inggris akhirnya mereka mulai melakukan invasi berdarahnya kembali. Pada tahun 1953 Ibnu Sa’ud mati dan digantikan oleh Raja Sa’ud dan kemudian Raja Faisal.
Rajutan cinta yang dahulu terputus dengan kerajaan Inggris akhirnya bersemi kembali. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa perjanjian atau traktat dengan pihak kerajaan Inggris melalui beberapa surat yang dikirimkan oleh pemimpin Salafi Wahabi pada tanggal 13 Juni 1913 kepada wakil Inggris Percy Cox sebagai berikut :
وبالنظر إلى مشاعرى الودية تجاهكم أودّ أن تكن علاقاتى معكم كالعلاقات الّتى كانت قائمة بينكم وبين اسلافى كما أودّ أن تكون قائمة بينى وبينكم
“Dan dengan melihat perasaan cintaku kepada kalian, aku sangat berharap hubunganku dengan kalian seperti hubungan-hubungan yang telah lama terjalin antara kalian dengan para leluhurku, sebagaimana aku sangat berharap hubungan itu tetap terjalin (baik) antara aku dengan kalian “
Dalam Muktamar al-Aqir tahun 1927 M / 1341 H di distrik Ahsaa telah ditanda tangani sebuah perjanjian resmi antara pihak Wahabi dengan pemerintah Inggris. Tertulis dalam kesepakatan itu kalimat-kalimat yang ditorehkan oleh pimpinan Wahabi yang berbunyi :
… أقرّ وأعترف ألف مرة للسّير برسى كوسى مندوب بريطانيا العظمى لامانع عندى من إعطاء فلسطين لليهود أو غيرهم كما تراه بريطانيا التى لا أخرج عن رأيها حتى تصيح الساعة
“ Aku berikrar dan mengakui 1000 kali kepada Sir Percy Cox wakil Britania Raya, tidak ada halangan bagiku (sama sekali) untuk memberikan Palestina kepada Yahudi atau yang lainnya sesuai dengan keinginan Inggris, yang mana aku tidak akan keluar dari keiginan Inggris sampai hari kiamat “
Bahkan ketika pecah perang yang dilancarkan Israel pada bulan Juni 1967 kepada sebagian negara-negara Arab dengan dukungan Amerika dan Eropa barat, pemimpin Wahabi baru datang dari negara-negara Barat itu menyampaikan pidato pada tanggal 6 Juni sebagai berikut :
ايها الإ خوان لقد جئتكم من عند إخوان لكم فى أمريكا وبريطانيا وأو روبا تحبونهم ويحبوننا
“Wahai saudara-saudaraku, aku (baru saja) datang dari saudara-saudara kalian di Amerika, Britania, dan Eropa. Kalian mencintai mereka, dan mereka pun mencintai kalian “
Kemudian pada tahun 1969, saat diwawancarai koran Washington Post, pimpinan Wahabi mengakui adanya kedekatan khusus dengan kaum Zionis Israel, lalu berkata :
إننا واليهود إبناء عم خلص, ولن ترضى بقذفهم فى البحر كما يقول البعض, بل نريد التعايش معهم بسلام
“Sesungguhnya kami dengan bangsa Yahudi adalah sepupu. Kami tidak akan rela melemparkan mereka ke laut sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang, melainkan kami ingin hidup bersama mereka dengan penuh kedamaian “
Para peneliti sejarah aliran Wahabiyah telah membuktikan bahwa untuk memurnikan tauhid hanyalah sebuah slogan yang dibentuk atas perintah langsung kementrian Urusan Penjajahan Kerajaan Inggris. Setelah mendapatkan kaum muslimin yang dapat dijadikan sebagai boneka-boneka bodohnya, kemudian konspirasi penjajah Eropa Yahudi mengirimkan berbagai keperluan operasional, logistik, tentara bayaran dan istruktur-instruktur tentara bayaran yang disupport sepenuhnya oleh kekuatan sekutu untuk mendukung gerakan Wahabi yang dimotori oleh Muhammad Ibnu Sa’ud dan Muhammad ibnu Abdil Wahhab dalam melakukan pemberontakan terhadap kekhalifahan Turki Ottoman yang sah dengan impian tingginya untuk mendirikan Haikal Sulaiman di tanah al-Haramain.
Gilanya lagi, setelah tertangkap basah dan terekam secara sah oleh sejarah dan zaman, mereka masih membela diri dengan berkata : “Kami memberontak karena kekhalifahan Turki Ottoman sudah korup, banyak kemaksiatan yang terjadi, negara sudah tidak stabil” dan banyak ucapan lainnya yang mereka buat untuk menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dan logika sederhananya adalah, apabila dikarenakan kekhalifahan Turki Ottoman sedemikian carut marutnya sehingga halal memberontak, maka lebih halal pula memberontak di kerajaan Saudi Arabia sekarang. Karena keadaan negara mereka yang dipenuhi dengan sejarah pembunuhan, pembantaian, siksaan terhadap para ulama, bayi dan ibunya disembelih ketika digendong, sebagaimana yang terekam dengan baik dalam kitab-kitab sejarah Islam.
Gerakan Wahabi yang didanai oleh Inggris dan Yahudi ini banyak memaksa kaum muslimin untuk menjadi tentara mereka. Ada sebuah camp tempat pelatihan yang dinamakan dengan Hajar al-Arkawiyah di mana para intruktur militer dari negara Inggris melatih daya tempur mereka dan menancapkan doktrin pada para pengikutnya, bahwa siapa pun orang Islam yang tidak bermazhab Wahabi adalah kafir dan halal darahnya.
Padahal orang-orang Inggris ini pun tidak semazhab dengan mereka, tidak se-tauhid dengan mereka, bahkan mereka benar-benar kafir mutlak tetapi mana berani para Wahabi menganggapnya kafir dan menghalalkan darah mereka? Mereka lebih mencintai orang-orang Inggris yang memperbudak mereka, dan lebih membenci kaum musimin yang berbeda dengan mereka. Padahal Iblis saja tidak pernah menaruh rasa benci sebesar ini terhadap umatnya Nabi Saw.
Mereka yang sudah digembleng menjadi tentara pembunuh menjadi hilang rasa kemanusiaannya, dan berubah total menjadi mesin pembunuh yang sadis dan paling biadab, mirip dengan tentara Hulagu Khan atau yang menghabisi kekhalifah Dinasti Abbasiyah secara keji dan biadab atau mirip dengan tentara Serbia yang membantai ratusan ribu warga muslim di Bosnia Herzegovina.
Untuk mengelabui kaum muslimin di masa yang akan datang mereka memberikan identitas kepada para pembunuh dan tentara bayarannya sebagai berikut :
1. Mereka menamakan mesin perangnya dengan sebutan al-Ikhwan
2. Mereka menamakan peperangannya dengan sebutan Jihad
3. Mereka menamakan penyerbuannya dengan sebutan Ghazawat
4. Mereka menamakan kemenangannya dengan sebutan Futuhat
5. Mereka menamakan prajuritnya yang mati dengan sebutan Syuhada
6. Menamakan musuhnya dari kaum muslimin dengan nama kaum kafir
Lihatlah pengelabuan dan pemutarbalikkan fakta yang mereka lakukan terhadap syariat dan kaum muslimin saat ini. Benar-benar sempurna kelicikan dan tipu daya mereka ini. Semoga laknat Rasul-Nya abadi bagi mereka. Sekte terlicik di muka bumi ini kemudian menutupi kebejatan serta kebiadaban mereka dengan menisbatkan mazhabnya kepada Imam Ahmad bin Hanbal, sehingga sebagian para kyai dan ulama yang tidak menyelami mazhab Imam Ahmad pun mengamini dan mengimaninya. Terlebih masyarakat awam yang pengetahuannya sangat dangkal.
Padahal dakwah yang dijalankan oleh Wahabi dan pengikutnya ini merupakan kedok untuk menutupi jaringan konspirasi dan kerja sama busuk mereka dengan kaum penjajah Eropa yang membawa sekalian dendam kesumat atas kekalahan mereka di perang Salib lalu. Karena untuk membantai kaum muslimin secara langsung dengan tangan mereka tidak mungkin, maka mereka menggunakan boneka-bonekanya yang bodoh dan dungu ini dengan dalil “Ijtihad“, yang benar ijtihadnya mendapatkan pahala dua, dan yang salah mendapatkan pahala satu. Jadi bagi kaum Salafi Wahabi ini, membunuh kaum muslimin akan mendapatkan pahala karena berdasarkan ijtihad ulama mereka katanya.
Lebih ekstremnya lagi, ketika mereka sudah merasa kuat (dengan dukungan pemerintah dan sebagian partai politik), maka propaganda mereka jalankan dengan terang-terangan, bahkan tak jarang sampai pada perebutan atau penguasaan lahan dakwah seperti mesjid, mushalla, majlis ta’lim di kantor-kantor, atau minimal merintis kumpulan pengajian tandingan baik di tempat-tempat tersebut maupun di rumah-rumah.
Akibatnya, tanpa disadari mereka sudah menguasai berbagai sarana kegiatan dakwah di beberapa komplek perumahan, dan telah merebut anggota jama’ah pengajian para ustad di wilayah setempat, yang berbuntut pada terganggunya hubungan silaturrahmi antara anggota jama’ah tersebut.
Tidak sampai di sana saja, bahkan mereka pun membuat gerakan pengajian ibu-ibu yang dinamakan “ Liqa “. Yang menurut sumber yang paling shahih berada dalam garis manajemen Partai Keadilan Sosial (PKS). Mereka mendakwahkan kepada para ibu-ibu untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang berbasis khilafah, bukan UUD dan Pancasila. Kemudian lambat-laun mereka mulai memasuki ranah khilafiyah seperti Yasinan, Tahlilan, Ziarah Kubur, Istighatsah, Shalawatan, Maulid Nabi dan hal-hal yang selama ini mereka anggap pelakunya adalah ahli neraka.
Jadi bagaimana kita bisa mengatakan gerakan ini adalah gerakan pemersatu umat dan bangsa ? Mereka adalah gerakan aktif yang akan melumatkan apa pun yang mereka anggap tidak sejalan dengan batok kepala mereka. Mereka adalah pemecah belah umat berdasarkan kajian historis dan analisis hadits.
Secara resmi negara Saudi ini memperingati kemerdekaannya pada tanggal 23 September 1932. Pada saat itulah, tahun 1932 Kerajaan Saudi Arabia (al-Mamlakah al’Arabiyah as-Su’udiyah). Abdul Aziz pada saat itu berhasil menyatukan dinastinya, menguasai Riyadh, Nejd, Hasa, Asir, dan Hijaz. Abdul Aziz juga berhasil mempolitisasi pemahaman Wahabi untuk mendukung kekuatan politiknya.
Sejak awal, Dinasti Sa’ud secara terbuka telah mengumumkan dukungannya dan mengadopsi penuh ide Wahabi yang dicetuskan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang kemudian dikenal dengan gerakan Wahabi. Dukungan ini kemudian menjadi kekuatan baru bagi dinasti Sa’ud untuk melakukan perlawanan terhadap Khilafah Utsmaniyah. (Jadi jelaslah, bahwa Kerajaan Saudi Arabia yang dirajai oleh Abdul Aziz dan keturunannya sampai sekarang tidak pernah mengadopsi paham Ahlussunah wal jama’ah yang dibawa oleh para imam mazhab, bahkan mereka mengkafirkan seluruh imam mazhab dan penganutnya).
Hanya saja, keberhasilan Dinasti Sa’ud ini tidak lepas dari bantuan Inggris. Mereka bekerjasama untuk memerangi pemerintahan Khilafah Islamiyah. Sekitar tahun 1792-1810, dengan bantuan Inggris mereka berhasil menguasai beberapa wilayah di Damaskus. Hal ini membuat Khilafah Islamiyah harus mengirim pasukannya untuk memadamkan pemberontakan ini.
Fase pertama, pemberontakan Dinasti Sa’ud berhasil diredam setelah pasukan Khilafah Islamiyah berhasil merebut kota ad-Diriyah. Pada tahun 1902, ketika kekuatan Khalifah Islamiyah melemah, Abdul Aziz menyerang dan merebut kota Riyadh dengan bantuan Inggris.
Pada tahun 1916, Abdul Aziz menerima 1300 senjata dan 20.000 keping emas dari Inggris. Mereka juga berunding untuk menentukan perbatasan negerinya, yang ditentukan oleh Percy Cox, utusan Inggris. Percy Cox mengambil pensil dan kertas kemudian menentukan (baca : memecah belah) perbatasan negeri tersebut.
Tidak hanya itu, Inggris pun membantu Ibnu Sa’ud saat terjadi perlawanan dari Duwaish (salah satu suku dari Nejd). Suku ini menyalahkan Ibnu Sa’ud yang dianggap terlalu menerima inovasi Barat. Sekitar tahun 1927-1928, angkatan Udara Inggris dan pasukan Ibnu Sa’ud mengebom suku tersebut. Mengingat kerja sama mereka yang sangat erat, Inggris memberi gelar kebangsawanaan “Sir“ untuk Abdul Aziz bin Abdurrahman.
Adapun persahabatan Saudi dengan AS diawali dengan ditemukannya ladang minyak di negara itu. Pada 29 Mei 1933, Standart Oil Company dari California memperoleh konsesi selama 60 tahun. Perusahaan ini kemudian berubah nama menjadi Arabian Oil Company pada tahun 1934. Pada mulanya, pemerintah AS tidak begitu peduli dengan Saudi. Namun, setelah melihat potensi besar minyak negara tersebut, AS dengan agresif berusaha merangkul Saudi. Pada tahun 1944, Deplu AS menggambarkan daerah tersebut sebagai “Sumber yang menakjubkan dari kekuatan strategi dan hadiah yang terbesar dalam sejarah duni”.
Untuk kepentingan minyak, secara khusus wakil perusahaan Aramco, James A. Moffet, menjumpai Presiden Roosevelt (April 1941) untuk mendorong pemerintah AS memberikan pinjaman utang kepada Saudi. Utang inilah yang kemudian semakin menjerat negara tersebut menjadi “budak“ AS. Pada tahun 1946, Bank Ekspor-Impor AS memberikan pinjaman kepada Saudi sebesar $100 juta dolar. Tidak hanya itu, AS juga terlibat langsung dalam “membangun“ Saudi menjadi negara modern, antara lain dengan memberikan pinjaman sebesar $100 juta dolar untuk pembangunan jalan kereta api yang menghubungkan ibukota dengan pantai timur dan barat. Tentu saja, utang ini kemudian semakin menjerat Saudi sampai sekarang.
Konsesi lain dari persahabatan Saudi-AS adalah penggunaan pangkalan udara selama tiga tahun oleh AS pada tahun 1943 yang hebatnya hingga saat ini terus dilanjutkan. Pangkalan Udara Dhahran menjadi pangkalan militer AS yang paling besar dan lengkap di Timur Tengah. Hingga saat ini, pangkalan ini menjadi basis strategi AS, terutama saat menyerang negeri Muslim Irak dalam Perang Teluk II. Penguasa Kerajaan Saudi dengan “ sukarela “ membiarkan wilayahnya dijadikan basis AS untuk membunuhi sesama Muslim. AS pun kemudian sangat senang dengan kondisi ini.
Kerajaan Arab Saudi sebagai trah Zionis Yahudi menjadi pendukung penuh AS baik secara politis maupun ekonomis dalam Perang Teluk II. Saudi juga mendukung serangan AS ke Afganistan dan berada di sisi Amerika untuk memerangi teroris. Untuk membuktikan kesetiaannya itu, Saudi pada tanggal 17 Juni 2002 mengumumkan bahwa aparat keamanan- nya telah menahan enam orang warga negaranya dan seorang warga Sudan yang di dakwa menjadi angota al-Qaeda. Tujuh orang itu didakwa berencana untuk menyerang pangkalan militer Amerika dengan rudal SAM-7.
Masih dalam rangka kampanye AS ini, Saudi menghabiskan jutaan dolar untuk membuat opini umum, antara lain lewat iklan bahwa Saudi adalah mitra AS dalam “perang anti terorisme “ (K.Com, Newsweek, 03/05/2002). (Padahal seluruh dalang penjajahan dan teror di tanah Arab seperti di Iraq, Libya, Mesir dan Suriah adalah Arab Saudi dan AS).
Penguasa Saudi juga dikenal kejam terhadap kelompok-kelompok Islam yang meng- kritisi kekuasaannya. Banyak ulama berani dan salih yang dipenjarakan hanya karena mengkritik keluarga Kerajaan dan pengurusannya terhadap umat. Tidak hanya itu, tingkah polah keluarga kerajaan dengan gaya hidup kapitalisme sangat menyakitkan hati umat. Mereka hidup bermewah-mewah, sementara pada saat yang sama mereka membiarkan rakyat Irak dan Palestina hidup menderita akibat tindakan AS yang terus menerus dijadikan Saudi sebagai mitra dekat.
Benarkah Saudi merupakan negara Islam? Jawabannya “Tidak sama sekali“ Apa yang dilakukan oleh negara ini justru banyak yang menyimpang dari syariat Islam. Beberapa bukti antara lain :
Pertama, berkaitan dengan sistem pemerintahan, dalam pasal 5.a Konstitusi Saudi ditulis : Pemerintah yang berkuasa di Kerajaan Saudi adalah Kerajaan. Dalam sistem Kerajaan berarti kedaulatan mutlak ada di tangan raja. Rajalah yang berhak membuat hukum. Meskipun Saudi menyatakan bahwa negaranya berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, dalam praktiknya, dekrit rajalah yang paling berkuasa dalam hukum (bukan al-Quran dan as-Sunnah). Sementara itu, dalam Islam bentuk negara adalah Khilafah Islamiyah, dengan kedaulatan ada di tangan Allah Swt, rasul-Nya dan orang-orang yang berilmu (para ulama).
Kedua, dalam sistem Kerajaan, rajalah yang juga menentukan siapa penggantinya, biasanya adalah anaknya atau dari keluarga dekat, sebagaimana tercantum dalam pasal 5.c : Raja memilih penggantinya dan diberhentikan lewat dekrit kerajaan. Siapa pun mengetahui, siapa yang menjadi raja di Saudi haruslah orang yang sejalan dengan kibijakan AS. Sementara itu, dalam Islam, Khalifah di pilih oleh rakyat secara sukarela dan penuh keridhaan.
Ketiga, dalam bidang ekonomi, dalam praktiknya, Arab Saudi menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Ini tampak nyata dari diperbolehkannya riba (bunga) dalam transaksi nasional maupun internasional di negara itu. Hal ini tampak dari beroperasinya banyak bank “ribawi“ di Saudi seperti “ The British-Saudi Bank, American-Saudi Bank, dan Arab-National Bank. Hal ini dibenarkan berdasarkan bagian b pasal 1 undang-undang Saudi yang dikeluar- kan oleh Raja (no.M/5 1386 H).
Keempat, demi alasan keamanan keluarga kerajaan, pihak kerajaan Saudi Arabia telah menghabiskan 72 miliar dolar dalam kontrak kerjasama militer dengan AS. Saat ini lebih dari 5000 personel militer AS tinggal di Saudi. Sungguh sangat berakal dan beradab membiarkan musuh-musuh Islam berkonspirasi di negaranya, sedangkan banyak hal yang dapat dilakukan untuk Palestina, Irak, Suriah, Libya, Afganistan dengan 72 miliar dollar, hal ini dilakukan oleh Kerajaan Saudi karena lebih mencintai Amerika dan musuh-musuh Islam daripada mencintai negara muslim.
Apa yang terjadi di Saudi ini hanyalah salah satu contoh di antara sekian banyak contoh para penguasa Muslim-Yahudi yang melakukan pengkhianatan kepada umat. Tidak jarang para pengkhianat umat ini menamakan rezim mereka dengan sebutan negara Islam, negara yang berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, meskipun pada praktiknya jauh dari Islam.
Begitu juga para partai pendukungnya akan melakukan iklan agamis yang sama : partai yang bersih walaupun tidak bersih, partai yang jujur walaupun isinya para penipu dan koruptor, partai yang agamis walaupun sebenarnya tidak paham agama, dan banyak lagi slogan-slogan yang mencitrakan kebaikan itu hanya berada pada partai mereka. Kenalilah bahwa sesungguhnya partai-partai seperti ini justru menjadi partai pembohong dan pendu- kung abadi musuh-musuh Islam.
Sesungguhnya kebenaran itu tidak datang dalam seketika, tetapi ketika kebenaran itu datang sikapilah dengan kesadaran, kedinamisan akal sehat anda, dan tanyalah kepada hati nurani terdalam, apakah pantas partai yang mengatasnamakan Islam mendukung musuh-musuh abadi Islam?
Tidaklah akal seseorang itu tercerahkan setelah datangnya cahaya hidayah. Sedangkan penolakan terhadap cahaya hidayah merupakan pengingkaran terhadap pemberi hidayah itu sendiri. Tidak ada pilihan lain bagi kita, kecuali menghadapi dan menghancur- kan musuh-musuh Islam, baik yang tersurat ataupun yang tersirat dengan segala bentuk potensi yang diberikan Allah Swt kepada kita semua.
Jelas sekali bahwa gerakan Zionisme Internasional mengerahkan segenap daya dan kekuatannya begitu juga pendukungnya untuk menumpas umat Islam, pemilik bumi yang kaya dengan sumber alam. Dengan segala cara, Zionisme berusaha mengeksploitasi kekayaan alam negara Islam. Mereka menyebarkan pemikirannya yang dapat memalingkan umat muslim dari pilar-pilar kekuatannya. Mereka pun menimbulkan perpecahan dalam barisan umat Islam.
Musuh-musuh Islam melakukan berbagai tindakan batil dalam seluruh aspek kehidupan. Telah beredar mata uang Zionis yang dicetak dengan gambar menara Israel dan peta Israel Raya. Peta itu meliputi Lebanon, Yordania, dua pertiga wilayah Suriah, tiga perempat wilayah Irak, dan seperempat wilayah Saudi Arabia, bahkan sampai ke Madinah dan Makkah. Kalaulah kita sedikit cermat mengamatinya, bukankah daerah-daerah tersebut yang sekarang sedang diperebutkan dan berusaha dikuasai oleh ISIS?
Semua dunia mengetahuinya, bahwa ISIS adalah teroris yang berkedok agamis dengan akidah Wahabi dibelakangnya. PBB pula yang menyerukan kepada kerajaan Saudi Arabia untuk menarik mundur 20.000 tentara bayarannya dari Suriah dan Irak. Jadi jelaslah, bahwa ISIS yang berakidah Wahabi adalah kaki tangan Zionis Israel yang dibiayai oleh kerajaan Saudi Arabia.
Kaum Zionis harus menyadari bahwa mereka sedang mengemis untuk mendapatkan bumi yang telah dijaga kaum muslimin selama 14 abad. Kaum muslimin tidak akan pernah berhenti untuk merebutnya kembali meskipun pihak yahudi melancarkan serangan demi serangan dengan hebatnya.
Zionis menulis kalimat Lailaaha illallah di celana dalam, menulis- kan lafdzul Jalalah di alas kaki, dan mencetak surat awal Maryam di kertas pembungkus barang-barang belanjaan. Hal ini bukanlah kebodohan baru yang dilakukan Yahudi sepanjang sejarahnya. Semua itu karena dorongan dendam terhadap kaum muslimin dan bangsa Arab yang dalam kurun waktu sejarah lalu justru telah melindungi mereka dan memperlakukan mereka dengan baik.
Di Palestina dewasa ini orang-orang Israel menghancurkan bangunan-bangunan bersejarah, berbagai peninggalan kehidupan masa silam, dan warisan kebudayaan yang tidak ternilai. Sebagaimana ISIS pun melakukan penghancuran terhadap kota-kota kuno, bangunan dan artefak bersejarah yang berasal dari ribuan tahun yang lalu atas perintah Yahudi. Mereka pun menghancurkan pusat-pusat informasi dan membakar kepustakaan langka.
Hal yang sama pula dilakukan oleh kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1924 untuk membakar perpustakaan terutama perpustakaan Maktabah Arabiyah di Makkah al-Mukarramah di mana mereka membakar kurang lebih 60.000 kitab-kitab langka dan sekitar 40.000 yang masih berupa manuskrip yang sebagiannya merupakan hasil diktean sahabat dari baginda Nabi Saw.
Di antara buku-buku itu masih ada yang berupa kulit kijang, tulang belulang, pelepah kurma, pahatan dan lempengan-lempengan tanah. Tidak berhenti sampai di situ, mereka pun menyerang perpustakaan yang berada di Hadramaut Yaman dan mem- bakar seluruh kitab yang berada di perpustakaan itu. Tindakan ini dilakukan karena merasa tersudut oleh sejarah dan tidak berkutik oleh fakta-fakta yang terdapat di dalam buku-buku sejarah. Bangsa Yahudi terdorong melakukan semuanya itu semata-mata karena kedengkian terhadap Islam, kemurkaan terhadap segenap pemeluknya, dan berkeingnan melukai tubuh dan perasaan mereka.
(Al-Balad/Arrahmah-News/Salafy-News/Voa-Islam-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email