Pesan Rahbar

Home » » Membongkar Kebobrokan Saudi

Membongkar Kebobrokan Saudi

Written By Unknown on Tuesday, 28 June 2016 | 13:22:00


Oleh: Putu Heri

Ketika Riyal Mengontrol Media

Ketika media-media di seluruh dunia mengekspos eksekusi mati rezim Arab Saudi terhadap Syaikh Nimr Baqir al-Nimr pada tanggal 2 Januari 2015, ternyata di hari yang sama muncul ‘berita tandingan’ yang tak kalah masifnya. Di media sosial, masif beredar berita hoax bahwa Ahlussunah dibantai di Iran. Media-media mapan juga merilis berita bahwa Iran-pun melakukan eksekusi mati terhadap Muslim Sunni. Bahkan Detik.com, turut menggoreng isu sekterian dengan memuat berita bohong perihal kehidupan Muslim Sunni di negeri Iran.

Pakar Timur Tengah Dina Y. Sulaeman pun mengungkapkan keheranannya. Kader-kader dan situs-situs PKS (yang berhaluan Ikhwanum Muslimin), mati-matian membela Arab Saudi. Bukankah IM telah ditetapkan sebagai organisasi teroris pada tahun 2014? [1]

Untuk memahami fenomena ini, sepertinya kita harus kembali melihat ke belakang. Bulan Mei 2015, kelompok hacker Yaman berhasil meretas jaringan milik Kementrian Luar Negeri, Kementrian Pertahanan dan Kementrian Dalam Negeri Arab Saudi. Dari pembobolan ini, ratusan ribu dokumen rahasia dan informasi penting Arab Saudi pun didapat, dan beberapa diantaranya telah dikuak di media. [2]

Misalnya, ketika MTV Lebanon meminta Arab Saudi membayar $20 juta untuk melakukan propaganda pro-kerajaan. Disebutkan, bahwa MTV harus menyajikan berita untuk melayani kepentingan Arab Saudi. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Kerajaan harus didukung. MTV juga harus mengimbangi pemberitaan media-media yang ‘memusuhi’ Arab Saudi. Dengan kata lain, jika ada media yang mengungkap kebusukan rezim Saudi, maka MTV harus melakukan propaganda untuk membela Saudi, ataupun mengalihkan perhatian publik, sehingga kepentingan Saudi tetap terlindungi.

Untuk melaksanakan propaganda sejenis itu, MTV meminta bayaran sebesar $20 juta. Namun permintaan itu ditolak, karena dinilai terlalu besar. Menurut rezim Saudi, $5 juta saja sudah cukup. [3]

Artinya: Arab Saudi membayar media-media untuk melakukan propaganda.

Namun, apakah negara agresor ini hanya membayar media-media mapan? Tentu tidak. Arab Saudi memahami bahwa saat ini, penyebaran informasi sudah sedemikian pesat, tak terkecuali informasi yang berasal dari media sosial ataupun blog. Untuk itu, Arab Saudi juga membayar para pengguna media sosial.
Buktinya, silahkan lihat foto di pojok kiri atas.

Percakapan di atas terjadi beberapa tahun yang lalu, ketika seorang Facebooker (atas nama Ilham Kadir) mengaku telah menerima dana 2 juta tiap bulannya dari Kedubes Arab Saudi untuk mengelola website LPPIMakassar.com. Tulisan-tulisan di situs tersebut, lantas dibagikan di grup-grup Facebook. Ia juga aktif berdebat untuk menyerang Syiah, atau membuktikan bahwa Syiah adalah aliran sesat yang harus diwaspadai. [4]

Tentu saja, Facebooker seperti Ilham Kadir tidaklah sendirian. Pembela dan pemuja fanatik Arab Saudi bisa kita temukan berkeliaran dimana-mana. Arab Saudi ketika salah pun tetap dibela, meskipun harus dengan menggunakan informasi palsu, foto-foto palsu ataupun video palsu.

Kemana riyal bertiup, ke situlah berita berhembus. Arab Saudi menggelontorkan banyak dana untuk mengontrol media, sehingga media pun bertekuk lutut dan bersedia menulis berita sesuai dengan pesanan. Sehingga, jika kita melihat propaganda yang masif, apalagi yang berbau sekterian, itu artinya riyal Saudi tengah bekerja.

Di saat yang sama, Arab Saudi juga membungkam media-media yang melakukan perlawanan. Website Al-Manar dan saluran televisi Al-Mayadeen misalnya, telah diblokir sehingga tidak bisa diakses di seluruh wilayah Kerajaan.

Iran, negara yang bebas pangkalan militer AS

Setelah Arab Saudi menggengam media dan ‘pasukan’ di media sosial, maka serangkaian kampanye pun masif dilakukan. Saat ini, yang paling trend adalah kampanye anti-Syiah dan Iran.

Dalam berbagai konflik yang terjadi, Syiah-lah yang selalu menjadi kambing hitam.
Di Suriah, mereka bilang, “Berjihadlah melawan Bashar al-Assad, Syiah Nushairiyah yang telah membantai Muslim Ahlussunah…”

Di Irak, mereka bilang, “Pemimpin Syiah Irak telah bekerjasama dengan AS untuk membantai Ahlussunah. Lihatlah penyair Ahmad Nu’aimi telah digantung karena syairnya..”

Di Iran, mereka bilang, “Lihatlah, Ahlussunah telah digantung di Iran. Masjid Ahlussunah ditutup, mereka hidup dalam penindasan…”

Di Nigeria, mereka bilang, “Gerombolan Syiah yang dipimpin Zakzaky telah menyerang militer Nigeria, wajar kalau mereka dibantai…”

Di Saudi, mereka bilang, “Syeikh Nimr merancang makar, terjadi baku tembak, wajar kalau Syiah seperti ini dipancung…”

Di Yaman, mereka bilang, “Arab Saudi menyerang Yaman untuk menyelamatkan Ahlussunah dari Syiah Houthi…”

Di Indonesia, mereka bilang, “Syiah akan membuat makar terhadap NKRI. 10.000 pasukan dan 200.000 pedang tajam telah disiapkan….”

Ketika terjadi tragedi Mina, mereka bilang, “Syiah dalangnya. Mereka sengaja melakukan konspirasi untuk membunuhi kaum Muslimin…”

Dan, pola-pola propaganda di atas terus berlanjut. Apapun konflik dan kasusnya, harus Syiah dan Iran yang disalahkan. Hal ini menunjukkan bahwa Arab Saudi paranoid terhadap Syiah.

Namun, apa penyebabnya?


Bulan Sabit Syiah Al-Manar memberikan jawaban yang menarik. Shia crescent atau bulan sabit Syiah adalah istilah yang lazim digunakan untuk menggambarkan pengaruh Syiah di kawasan Timur Tengah yang membentang dari Yaman hingga Sinai.

Suka tak suka harus diakui, walau dikenai embargo puluhan tahun, Iran (yang mayoritas penduduknya menganut mazhab Syiah), malah menjadi negara yang maju dan sangat pesat perkembangannya di kawasan. Iran berpeluang memperbesar pengaruh, sehingga suatu ketika, bulan sabit Syiah akan berubah menjadi bulan purnama. Kekhawatiran tersebut setidaknya telah diungkapkan oleh Pangeran Muqrin (mantan Putera Mahkota Arab Saudi) kepada para diplomat Amerika Serikat, sebagaimana ditulis Angus McDowall dalam satu artikel di Reuters.


Apa yang ditakutkan dari Iran, dan Syiah?

Selama ini, Iran aktif menyerukan persatuan Islam. Salah satunya, dengan menggelar Konferensi Islam Internasional tiap tahun. Ulama, cendekiawan, budayawan dan tokoh-tokoh berpengaruh di dunia Islam, berkumpul di Teheran, untuk mencari solusi atas permasalahan ummat.

Selain itu, Iran juga selalu mengutuk dan menyerukan perlawanan terhadap tirani. Revolusi Islam Iran sendiri lahir berkat ‘racikan’ ulama, yang berhasil menggerakkan jutaan rakyat untuk melawan penguasa. Syah Reza Pahlevi jatuh, dan kediktaktorannya pun berakhir. Apa jadinya, jika perlawanan terhadap tirani yang dilakukan oleh rakyat Iran, lantas menular ke negara-negara Arab monarkhi?

Di Arab Saudi, melakukan protes terhadap penguasa berarti maut menanti. Remaja usia 15 tahun yang ikut demo juga diancam hukum pancung. Blogger yang mengritik penguasa juga dipenjara. Kondisi serupa juga terjadi di negara-negara Arab lainnya. Berani bersuara berarti siap mati.

Tentu saja, tirani-tirani seperti Arab Saudi sangat khawatir pada suara-suara keadilan. Mereka khawatir, jika seluruh rakyat Arab Saudi turun ke jalan sebagaimana yang terjadi di Iran. Mereka tentu tidak mau bernasib seperti Syah Reza Pahlevi, yang harus melarikan diri ke luar negeri, sementara kekayaan dan istana megahnya dikuasai rakyat.

Untuk itulah, Iran dan Syiah harus disudutkan, harus dimusuhi, harus dikucilkan. Buatlah propaganda masif untuk menunjukkan bahwa Iran dan Syiah adalah makhluk menjijikkan, makhluk yang halal difitnah, atau makhluk yang darahnya halal ditumpahkan.

Iran menyerukan persatuan Islam, namun Arab Saudi menabuh genderang perang agar Sunni-Syiah berperang. Ummat disibukkan dengan masalah yang tak kunjung berakhir.

Dan hanya dengan begitu, maka rezim Arab Saudi bisa melanggengkan kekuasaannya dan mengangkangi Ka’bah milik ummat Islam. Sangat disayangkan, tidak ada suara yang cukup menggelegar untuk menggugat, ketika Ka’bah menjadi produk komersil.


Mesra Dengan Zionis Israel

Pertikaian di antara ummat Islam, akhirnya akan memberikan kesempatan bagi musuh untuk memuluskan agendanya. Di Timur Tengah, siapa lagi yang diuntungkan dengan perang tak berkesudahan di negara-negara Arab kalau bukan entitas Zionis Israel?

Dengan alasan Kedubes Arab Saudi dibakar oleh demonstran di Iran, beberapa negara-negara Arab seketika memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran. Sayangnya, hal yang sama tidak berlaku atas Israel. Nyaris tiap hari rezim Zionis ini membakar, merudal, menembaki warga Palestina, namun negara-negara ini tetap bermesraan dengan Israel. Tak heran jika ulama terkemuka Ahlussunah, Syaikh Imran Hossein berkata, bahwa Arab Saudi dan Israel adalah saudara. [5]

Jika ucapan Syaikh Imran diartikan secara harfiah– bahwa Israel-Saudi adalah saudara—nampaknya hal ini tidaklah terlalu mengejutkan. Raja Faisal misalnya, terang-terangan mengaku bahwa ia dan Yahudi adalah saudara sepupu. Hal itu ia ungkapkan dalam sebuah wawancara dengan Washington Post, (17/9/1969). [6]
Ada pertanyaan menggelitik dari Jamal Syahman, seorang peneliti Yaman.

“Di mana sekarang anak cucu Bani Nadhir, Bani Qinqa’, Bani Quraidzah dan kabilah-kabilah Yahudi lain yang dulu tinggal di Mekkah, Madinah, dan Hijaz? Kita mengetahui bahwa sejak periode sejarah itu sampai detik ini mereka belum punah. Saya berkeyakinan bahwa peristiwa pembunuhan dan peledakan yang terjadi di negara Arab dan Islam ini (Yaman – red.) tidak mungkin dilakukan oleh orang Islam, apalagi dengan sedemikian ganas!” [7]

Iraqi Mukhabarat atau Badan Intelejen Irak pernah menulis laporan tentang Keluarga Kerajaan Arab Saudi, merujuk pada buku karya Abdul Wahhab Ibrahim al-Shammari yang berjudul The Wahhabi Movement: The Truth and Roots. Disebutkan bahwa Abdul Aziz, raja pertama di Arab Saudi, merupakan keturunan dari Mordechai bin Ibrahim bin Moishe, seorang pedagang Yahudi yang berasal dari Basra. Di Nejd, Moishe berbaur dengan suku Aniza dan mengganti namanya menjadi Markhan bin Ibrahim bin Musa. Ia lantas menikahkan anak lelakinya dengan wanita dari suku Anzah di Nejd. Dari perkawinan inilah yang kelak akan melahirkan keluarga Saudi.

Intelejen Irak juga mengungkapkan dokumen yang menyebutkan bahwa Mohammad Sakher, menjadi target pembunuhan ketika ia tengah meneliti darah Yahudi yang mengalir di dalam keluarga kerajaan Saudi. Sementara itu, buku The History of the Saud Family karya Said Nasir mengungkap bahwa pada tahun 1943, Duta Besar Arab Saudi untuk Mesir yaitu Abdullah bin Ibrahim al Muffadal, membayar Muhammad al Tammai untuk menciptakan ‘pohon keluarga kerajaan’ yang menunjukkan bahwa keluarga Saudi dan Wahabi adalah keturunan langsung dari Nabi Muhammad Saw. [8]

*****

Secara tersirat, makna Arab Saudi-Israel bersaudara adalah: kedua negara ini memiliki kepentingan yang sama, memiliki musuh yang sama, dan karenanya, mereka pun bekerjasama saling menjaga satu sama lain.
Israel berulang kali menegaskan bahwa Iran adalah musuh nomor satu mereka. Sementara Arab Saudi pun selalu berseberangan dengan Iran pasca tumbangnya Syah Reza Pahlevi. Awal tahun ini, akhirnya menjadi momentum bagi Arab Saudi untuk memutuskan hubungannya dengan Iran.

Suriah adalah batu sandungan bagi Israel. Tidak ada hubungan diplomatik antara Suriah-Israel. Kelompok perlawanan Hamas, Jihad Islam, dan Hizbullah, mendapatkan dukungan penuh dari Suriah. Meletuslah pemberontakan di Suriah pada tahun 2011. Israel berkali-kali menyerang Suriah dengan menggunakan jet tempur. Israel juga merawat para pemberontak Suriah yang terluka. Sementara Arab Saudi, menyediakan dana dan senjata untuk para pemberontak. Klop bukan?

Arab Saudi menyerang Yaman dengan klaim memerangi Syiah Houthi. Israel datang membantu. Israel menyuplai senjata, yang dikirimkan langsung ke pangkalan udara Khalid bin Abdul Aziz. [9]

Israel bukanlah musuh Arab Saudi. [10] Bahkan negara ini juga memberi instruksi kepada media untuk melakukan propaganda, bahwa Israel bukanlah musuh yang harus diwaspadai. Iran-lah yang harus dijadikan musuh. Tidak bertepuk sebelah tangan, Perdana Menteri Netanyahu pun kini tengah mengupayakan untuk membentuk koalisi anti-Iran. [11]

Israel telah menjajah Palestina puluhan tahun lamanya. Mereka membunuhi warga setempat seolah-olah tengah menepuk nyamuk. Adakah Arab Saudi mengutuk agresi Israel? Tidak. Pasca diingkarinya Deklarasi Khartoum [12], adakah satu peluru Arab Saudi yang jatuh ke tanah Israel?

Namanya juga saudara.

Referensi:
[1] http://liputanislam.com/opini/setujukah-jika-pengritik-pemerintah-dijatuhi-hukuman-pancung/
[2] http://en.farsnews.com/newstext.aspx?nn=13940231000544
[3] http://en.farsnews.com/newstext.aspx?nn=13940330001328
[4] http://liputanislam.com/tabayun/hobby-baru-takfiri-obral-predikat-syiah/
[5] https://www.youtube.com/watch?v=uDopHj0c7nk
[6] http://defence.pk/threads/the-origin-and-historical-background-of-saudi-royal-family.375044/
[7] http://liputanislam.com/analisis/di-mana-sekarang-anak-cucu-kaum-yahudi-mekkah-dan-madinah/
[8] http://www.strategic-culture.org/pview/2011/10/26/the-doenmeh-the-middle-easts-most-whispered-secret-part-ii.html
[9] http://indonesian.irib.ir/international/timur-tengah/item/101160-israel-suplai-senjata-ke-saudi-untuk-bantu-perangi-yaman
[10] http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/10/10/mbnqxp-saudi-hapus-israel-dari-daftar-musuh
[11] http://liputanislam.com/internasional/kepala-mossad-iran-adalah-musuh-nomor-satu-israel/
[12] http://liputanislam.com/berita/sheikh-ahmad-adwan-mendukung-israel-dan-mengutuk-palestina/

(Liputan-Islam/Nkri-Cinta-Damai/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: