Oleh : Sayuti Asyathri
Keputusan Brexit ternyata dampaknya sangat luar biasa untuk tata dunia baru. Sebuah keputusan besar dalam geometri politik global, mendorong lahirnya suatu bentuk realignment atas geopolitik dunia. Majalah Time mengatakan, itu adalah kemenangan ‘Trumpism’ dalam pembentukan tata dunia.
Artnya mazhab Trump yang membela ekslusivisme, nasionalsime lokal, dan anti imigrasi ternyata miliki akar dukungan yang kuat di seumumnya negara Eropah dan Barat, khususnya seperti terlihat pada kemenangan pendukung keluarnya Inggris dari Uni Eropah (EU). Kemenangan Brexit memperlihatkan penolakan pada ekonomi big bisnis dan establihsment yang lebih banyak perolah keuntungan dari sebuah pasar besar yang hanya menjamin keuntungan besar bagi sekelompok pemilik modal berjaringan kuat, tetapi melemahkan sendi bagian bagian nasionalisme dan khususnya bagi Inggris, melemahkan peran kulit putih serta nilai nilai konservatisme negara kerajaan.
EU terlihat seperti sekarat, masing masing akan cari selamat, dan sudah menunggu di dalamnya minimal 5 negara dari 27 negara anggota tersisa yang akan meluapkan kemarahan rakyatnya atas dampak negatif berada dalam uni eropah. Perang dan isntabilitas politik paska Arab spring, yang menghasilkan puluhan juta pengungsi terutama dari Suriah dan Libya, telah membawa perahu Eropah nyaris tenggelam.
Boleh jadi karena Inggris juga yang menjadi salah satu aktor utama dalam perang dan instabilitas itu, terutama di Suriah dan Yaman, telah menjadikan semua kekacauan tersebut sebagai enerji objektif guna mendorong opini para pemilih untuk mencari penyelamatan nasionalisme dan konsservatsimenya melalui putusan Brexit (British exit from EU). Gejala perubahan nilai tukar Inggris paska kemenangan exit hanya bersifat phenomenal dan psikologis, sehingga tidak bisa dijadikan ukuran untuk menilai kekokohan fundamental ekonominya.
Dengan pendekatan analisa komprehensif, dalam jangka menengah dan panjang, justru setelah keluar, ekonomi Inggris akan lebih solid dan menguat. Hal itu terutama karena, seperti kata Trump, ‘Inggris telah mengambil kembali kendali atas negaranya’. Dengan kendali kekuasaan yang terukur, stabilitas tercapai, manuverability semakin meningkat maka effisiensi ekonomi bisnis bisa tercapai, dan itu berarti pertumbuhan dan kemajuan untuk dirinya dan satelitnya yang masih besar dan tersebar. Maka hasil putusan rakyat tersebut terasa masuk akal yakni menyelamatkan diri dari kebangkrutan ekonomi dan nilai nilai konservatismenya. Tetapi juga dengan putusan tersebut, Inggris seperti lari dari tanggungjawab universalnya. Inggris tidak kuat memikul tanggung jawab kemanusiaan dan pluralisme yang dipidatokan untuk negara lain. Itulah batas daya dukung toleransi bahkan terhadap saudaranya sendiri sesama negara Eropah. Kita berharap dengan kendali ditangannya lagi, Inggris bisa membuktikan mampu membawa kembali damai di timur tengah dan dunia, damai kembali dari satu situasi perang dan kekacauan yang mana ia menjadi salah satu penanggungjawabnya.
(Mahdi-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email