Pesan Rahbar

Home » » Dulu Kawan Kini Lawan, Politik Telah Memutus Persahabatan Erdogan dan Gulen

Dulu Kawan Kini Lawan, Politik Telah Memutus Persahabatan Erdogan dan Gulen

Written By Unknown on Saturday, 23 July 2016 | 19:00:00


Politik memang kejam. Dia mampu memutuskan ikatan keluarga atau hubungan pertemanan.

Situasi inilah tengah berlangsung setelah upaya kudeta akhirnya gagal terjadi di Turki Jumat pekan lalu. Hubungan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan ulama Fethullah Gulen kian runyam.

Sehabis usaha pendongkelan rezim Erdogan oleh sekelompok tentara, pemimpin dari AKP (Partai Keadilan dan Pembangunan) ini menuding Gulen sebagai dalang dari kudeta. Dia meminta pemerintah Amerika Serikat untuk mengekstradisi lelaki 79 tahun dan penderita diabetes itu ke Turki.

Padahal keduanya dulu bersahabat dan sama-sama ikut mendirikan dan membesarkan AKP. Namun aliansi mereka berakhir setelah Erdogan mengumumkan akan menutup semua sekolah dibikin dan dikelola Hizmet (berarti layanan), gerakan dibangun oleh Gulen.

Erdogan menuding Gulen dan gerakannya menjalankan "negara bayangan" dalam lembaga-lembaga negara dan media di Turki, dianggap mengancam kekuasannya.

Gulen, ulama asal Turki telah mengasingkan diri sejak 1999 di Saylorsburg, kota pertanian di Negara Bagian Pennsylvania, Amerika Serikat, memang mendorong para pengikutnya - biasa disebut Gulenis - untuk bekerja sebagai pegawai negeri dan berguna bagi masyarakat lewat kegiatan amal dan kerja mereka.

Jaringan Hizmet, dibentuk akhir 1960-an, memusatkan perhatian pada pendirian sekolah dan pendidikan.

The Financial Times pada 2014 melaporkan Gulenis mengelola sekolah-sekolah di 140 negara dan juga mengoperasikan Tuskon, konfederasi beranggotakan 120 ribu perusahaan Turki berusaha membuka pasar bagi Turki, terutama di Afrika. Gerakan Gulen menjalankan pula salah satu jaringan sekolah terbesar di Amerika.

Para pengikut Gulen juga terlibat dalam bisnis, media, dan pemerintahan di Turki serta seluruh dunia. Gerakan ini diyakini pula mengelola surat kabar Zaman - mengklaim sebagai korna paling laris di Turki - dan Today's Zaman, koran berbahasa Inggris. Namun rezim Erdogan sudah mengambil alih Zaman.

Erdogan sejak awal mengandalkan Gulen untuk berkarier di politik. Dengan bantuan Gulen dalam melobi orang-orang tepat, AKP dipimpin Erdogan menang pemilihan umum. Sebagai balasan, Erdogan membiarkan gerakan Gulen terus tumbuh dalam sistem hukum, polisi, dan lembaga-lembaga negara lainnya.

Erdogan dengan segan mengakui sejak mula pemerintahannya berdasarkan sebuah kesepakatan informal dengan Hizmet. Dia membolehkan Hizmet berakar dalam birokrasi, khususunya di lembaga hukum dan pengadilan. Sebagai balasan, Gulen menggunakan jaringan bisnis dan diplomatiknya untuk membuka pintu bagi Erdogan di dalam dan luar negeri.

Menurut Halil Karaveli, ahli Turki, Erdogan memang membutuhkan anggota dan para pendukung Hizmet benar-benar terdidik untuk membantu mengelola negara, khususnya kepolisian dan pengadilan. Kesepakatannya: bila Gulen mendukung AKP dan para kandidat anggota parlemen, dia akan mendapat kontrol efektif dalam birokrasi.

Seiring berjalannya waktu, Erdogan mulai tidak mempercayai Gulen. Sebagai perdana menteri kala itu, dia menghilangkan Gulenis dari dalam partainya. Kemudian dia mulai memberhentikan mereka dari birokrasi. "Gerakan Gulen membalas dengan mendukung penyelidikan kasus korupsi...melibatkan sejumlah anggota kabinet dan pengusaha dekat dengan pemerintah," tulis Karaveli dalam Foreign Affairs.

Dalam sebuah rapat pada Februari 2014, Dewan Keamanan Nasional Turki menetapkan gerakan Gulen sebagai ancaman bagi keamanan nasional. Erdogan menyatakan perang global terhadap Gulen.

Pada Januari 2014, seorang sumber dalam pemerintahan Turki membisikkan kepada the Telegraph, Erdogan mencemaskan anggota Hizmet lebih loyal kepada Gulen ketimbang dirinya. "Dia takut mereka berencana menyingkirkan dirinya. Dia merasa terancam.

Huseyin Gulerce, salah satu orang dekat Gulen, mengakui perpecahan aliansi kedua tokoh itu lantaran Gulen rajin mengkritik Erdogan, dia nilai sudah terlalu berkuasa, kelewat otoriter, dan meninggalkan agenda reformasi demokrasi sebagai syarat buat Turki bergabung ke dalam Uni Eropa.

"Ini (Hizmet) bukan sebuah kelompok tidak dikenal oleh Erdogan," tutur Gulerce di akhir 2013. "Dia mengenal kami semua secara pribadi, sejak dia menjabat wali kota Istanbul. Dia berteman dengan Gulen 20 tahun."

Tapi itulah politik. Ia sanggup memutus ikatan kerabat atau persahabatan demi kepentingan dan kekuasaan. Seperti Erdogan dan Gulen, dulu kawan kini lawan.

(Sydney Morning Herald/The-Telegraph/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS) 
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: