Oleh: Yusuf Tantowi
Pengikut Salafi (Wahabi) di Lombok kembali diusir dari kampung halamannya dan rumahnya dilempari batu oleh warga. Peristiwanya terjadi pada Senin, (12/5) malam sekitar pukul 22.00 Wita didusun Mesangok, Desa Gapuk Kec.Gerung Lombok Barat. Saat itu H.Muhamad Musfihad selaku guru ngaji mengajar 26 orang muridnya yang berasal dari Dusun Kebon Talo desa Sekotong Timur Kec.Lembar.
Baru beberapa menit memulai pengajian, puluhan warga setempat melempari rumah HM.Musfihad. Pelemparan tersebut juga mengarah kerumah H.Mukti yang dikenal membawa paham Salafi kekampung tersebut. Mendegar lemparan tersebut, pengajian pun dihentikan. Meski tidfak ada korban jiwa ¨Catap rumah tempat pengajian milik H.Musfihad hanya rusak ringan, begitu juga rumah H.Mukti.
Setelah mendapatkan laporan dari warga-Kapolsek Gerung AKP H.Ahmad,SH saat itu juga mengerahkan 90 orang pasukannya mengamankan TKP. Guna menghindari aksi brutal warga, polisi langsung mengevakuasi H.Musfihad bersama 26 orang murid kekantor Polsek Gerung. “Kita melakukan itu untuk menghindari aksi anarkis massa” ucapnya.
Maka paginya Rabu -26 orang pengikut Salafi Lombok Barat ini dipulangkan kerumahnya, kecuali H.Musfihad dan H.Mukti karena akan melakukan pertemuan dengan tokoh agama dan penghulu desa setempat guna membahas perdamaian.Dalam pertemuan ini Kapolsek Gerung H.Ahmad,SH bertindak sebagai penengah.
Adapun dalam pertemuan itu disepakati agar H.Musfihad dan H.Mukti menghentikan aktifitas pengajiannya. Dan ia diminta memaafkan aksi warga yang telah melempar rumahnya.
Diusir
Pertemuan jamaah Salafi dan warga penentangnya dikantor Polsek Gerung rupanya belum menyelasaikan masalah. Warga dan aparat desa belum merasa puas sehingga pada Sabtu, (17/5) ¨Cmerasa perlu diadakan dialog. Bertindak sebagai penyelenggara, Kades Gapuk, Zulhaini, Kadus Mesanggok, H.Islahudin dan beberapa tokoh agama dan masyarakat.
Hadir juga dalam pertemuan itu Kapolsek Gerung AKP H.Ahmad,SH, Camat Gerung L.Adipati, Kakandepag Lobar H.Muslim dan ketua MUI Lobar TGH.Shafwan Hakim. Dalam acara dialog yang bertempat dimasjid desa setempat ¨Cberlangsung alot. Warga secara keroyokan tetap minta H.Mukti dan H.Musfihad dikeluarkan dari kampung tersebut.
Warga beralasan, ajaran yang diajarkan oleh pengikut Salafi itu bertentangan dengan adat serta keyakinan warga setempat. Doktrin agama yang diajarkan cukup meresahkan masyarakat. Tapi untuk menghindarkan aksi yang tidak diingin, H.Mukti dan H.Musfihad tidak dihadirkan dalam pertemuan itu. Ia hanya diwakilkan oleh putri masing-masing.
Pada pertemuan itu, Camat Gerung Adipati meminta beberapa perwakilan warga untuk bertemu dan berdialog dengan H.Mukti dan H.Musfihad agar menemukan titik temu. Namun warga tetap ngotot dan kompak agar masalah itu diselesaikan ditempat itu. Dan H.Mukti dan H.Musfihad harus tetap keluar dari kampung tersebut. Alasannya, keputusan tersebut sudah final karena telah dimusyawarahkan sebelumnya oleh warga pada Rabu (14/5) yang lalu.
So, pengrusakan yang disertai dengan pengusiran pengkut Salafi di Lombok bukan pertama. Kejadian serupa sudah beberapa kali terjadi termasuk di desa Gerung dan Gunung Sari ¨CLobar (2006/2007), Pejarakan Kota Mataram (Juli 2007) dan pembakaran masjid Salafi di Masbagek Lombok Timur (Januari 2007).
Terulangnya kasus yang menimpa jamaah pengikut Ibnu Taimiyah ini diusir oleh warga karena doktrin keagamaan mereka yang keras. Dalam menjajalakan ajarannya, mereka sangat agresif dan progresif. Seringkali juga dalam pengajiannya menvonis sesat (bid’ah) keyakinan masyarakat setempat. Ini lah yang sering kali memunculkan keresahan dan ketersinggungan masyarakat.
Anti Pluralisme
Sementara itu TGH.Shafwan Hakim ketika ditemui Lombok Post usai pertemuan tersebut mengatakan bahwa kesepakatan yang dibuat oleh warga pada pertemuan tersebut hanya kesepakatan kampung. Untuk menyelesaikan lebih lanjut akan dirembukkan dengan jajaran Muspika, Kakandepag Lobar, tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Menurutnya, persaoalan yang dipermasalahkan oleh warga merupakan parkara furu’iyah dan bukan hal yang mendasar sehingga tidak perlu dibesar-besarkan dan diperlebar. “Ini hanyalah masalah khilafiyah saja dan mungkin lebih disebabkan metode penyampaian yang belum diterima”katanya bijak.
MUI sendiri lanjutnya ¨C tidak pernah menganggap ajaran Salafi (Wahabi) yang banyak dituntut oleh setempat sebagai aliran sesat atau terlarang. Ia malah mengimbau warga untuk tenang dan kembali kepekerjaannya masing-masing.
Informasi yang kami dapat dari warga di Lombok Barat mangatakan H.Mukti adalah adek TGH.Shafwan Hakim maka wajar dia membela adiknya sendiri. Sementara bila itu menyangkut Ahmadiyah atau kelompok lain-dia paling keras menolak bahkan bila diajak dialog pun Shafwan tidak mau. TGH.Shafwan Hakim sendiri merupakan pimpinan Ponpes Nurul Hakim Kediri Lobar.
Selain sering diundang mengisi pengajian dikampung-kampung di Lobar, TGH.Shafwan Hakim juga aktif dibeberapa ormas keagamaan seperti Dewan Dakwah Islamiah (DDI) NTB dan ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKSPP) NTB serta MUI NTB. Akibat keterlibatannya diberbagai ormas ¨C ia dikenal sangat dekat dengan hampir semua pejabat dari tingkat gubernur, bupati, walikota, kapolda dan kapolres di NTB.
Dalam wacana keagamaan Shafwan Hakim juga dikenal suka menyampaikan doktrin keagamaan yang fundamentalis. Seperti anti pluralisme, gender dan wacana-wacana yang berbau libralisme. Untuk itu ia sering bersuara menentang wacana-wacana pluralisme dan Islam moderat yang disampaikan oleh tuan guru dan tokoh pro perdamaian di NTB.
(Lensa-NTB/Suara-NTB/Lombok-Post/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email