Pengamat pertahanan dan militer, Connie Rahakundini Bakrie menilai ASEAN yang ada sekarang sudah tidak memiliki kesamaan sikap dan suara. Terutama mereka terpecah belah dalam menyikapi sengketa Laut China Selatan (LCS).
"Dulu ASEAN dibentuk untuk kepentingan ASEAN. Dengan ASEAN dibuka, masuk negara lain yang membuat komunikasi terpecah," papar Bakrie dalam diskusi bertajuk 'Kita dan Sengketa Laut China Selatan' di Menteng, Jakarta Pusat pada Sabtu (30/7/2016).
Oleh karena itu, Indonesia menurutnya memiliki dua pilihan untuk menentukan arah kebijakan politik luar negeri yang jelas. Pilihan pertama, kembali kepada semangat mula-mula, ASEAN untuk ASEAN.
"Sayangnya, mengembalikan semangat ini sudah berat karena ASEAN sudah disetir untuk kepentingan lain. Misalnya sudah kita lihat beberapa negara sangat pro Amerika Serikat, beberapa negara sangat pro China," katanya.
Pilihan kedua, Indonesia bisa saja meninggalkan ASEAN. Menimbang bahwa pekerjaan rumah pemerintah saat ini sudah semakin berat. Lagipula, jika langkah ini diambil, Bakrie menegaskan, "masih sejalan kok dengan visi dari Presiden Jokowi, menjadikan Indonesia poros maritim dunia."
Belum lagi, Indonesia juga harus menyelesaikan pembangunan dan proyeksi kekuatan laut. Dimulai dari green water navy di kawasan, berlanjut ke blue water navy.
Green water navy adalah proyeksi kekuatan laut yang mencakup penempatan kapal cepat rudal dan torpedo yang mampu menjangkau jarak 2000 mil. Terhitung untuk menjaga keamanan di daerah terluar pesisir pantai nasional.
Sementara blue water navy berarti kekuatan laut Indonesia juga menjangkau wilayah samudera dan perairan antarbenua. Kapal yang ada bisa dimanfaatkan untuk diplomasi dan komunikasi politik.
(Oke-Zone/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email