Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan (Foto: Kompas.com)
Lembaga pendidikan dari Turki, Fethullah Gulen Chair (FGC) pada awal Ramadhan, memilih berhenti beroperasi lantaran kondisi politik dalam negeri Turki. Berhentinya FGC setelah Rektor UIN Syarif Hidayatullah Prof Dr Dede Rosyada MA memutuskan kerja sama.
Direktur FGC Ali Unsal mengatakan kondisi politik dalam negeri Turki yang genting akhir-akhir ini memberi dampak politik yang sangat serius bagi kerja sama ini hingga FGC harus angkat kaki dari UIN.
Ketika berbicara dengan Kompas.com, menganai mengenai nasib FGC, Ali Unsal mengungkapkan kesedihan dan kemarahannya atas tekanan Pemerintah Turki melalui kedutaan besarnya di Indonesia.
“Bahkan dari pihak Kedutaan Besar Turki di Indonesia mendatangi UIN dan memberikan informasi-informasi yang tidak sesuai mengenai Fethullah Gulen Chair,” kata Ali Jumat 29 Juli 2016.
“Bahkan mereka menyarankan untuk mengadakan kerja sama dengan pihak lain saja daripada bekerja sama dengan Fethulah Gulen Chair yang tidak menguntungkan UIN,” ujarnya.
Menurut Ali, Dede saat itu juga ditekan oleh Kedubes Turki. Dede pun telah membicarakan baik-baik persoalan ini ke Ali. Demi kepentingan dan kebaikan bersama, Ali pun memutuskan FGC untuk berhenti saja.
“Kami tidak ingin memberatkan atau meyusahkan siapapun, maka untuk saat ini Fethullah Gulen Chair berhenti,” ujarnya.
Ali pun menolak bila kelompok yang diasuhnya selama ini dikaitkan dengan ajaran terorisme.
Gerakan Hizmet yang selama ini sering menjadi kajian FGC, menurut Ali, adalah gerakan yang berasal dari masyarakat, bukan dari suatu pemerintah atau lembaga asing, yang bergerak di bidang pendidikan yang mengajarkan tentang toleransi dan kasih sayang.
Ia pun gusar jika Hizmet disebut sebagai gerakan teroris. “Tekanan politik seperti ini telah mendegradasi kualitas pendidikan yang sudah bertahun-tahun memberikan kontribusi positif bagi masyarakat bahkan suatu bangsa dan negara. Dan bisa saja hal ini akan mematikan proses pendidikan,” ujarnya.
Ali menyebutkan, dalam kurun waktu 2009-2016, sebanyak 140 seminar, simposium, atau diskusi telah mereka adakan.
Para ulama, pemuka agama atau akademisi dari Amerika, Australia, Turki, Jepang, Korea, Eropa dan Negara-negara Arab diundang untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Perwakilan dari Indonesia pun kerap disertakan dalam berbagai kegiatan seminar atau simposium sejenis di luar negeri. Selain itu, FGC juga memberikan kursus bahasa secara gratis untuk bahasa Turki, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Rusia, dan bahasa Belanda.
Lomba membaca buku tiap tahun diadakan, dan pada perayaan Ramadhan, FGC selalu memberikan bantuan sosial bagi anak-anak muda yang butuh kegiatannya disponsori.
“Dan hal ini pun kami tidak meminta budget sedikit pun dari UIN,” kata Ali.
Dia berharap tudingan terhadap kelompok dan gerakannya tidak berlangsung berlarut-larut. Apalagi, jika Pemerintah Indonesia sampai harus mengorbankan sekolah-sekolahnya ditutup karena tekanan politik dari Turki.
“Sungguh, fitnah ini tak akan menodai orang-orang yang memiliki hati yang suci. Seorang muslim tidak bisa menjadi teroris, dan teroris tidak akan pernah menjadi muslim,” kata Ali.
Ini Alasan Rektor UIN
Menurut laporan Kompas.com, Kantor FGC yang menempati lantai dua sebuah gedung di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, pada , Jumat 29 Juli 2016 terlihat sepi.
Di pintu-pintunya tertempel sebuah kertas yang menyatakan kelompok studi itu telah pindah kantor. Adapun yang ingin mencari tahu nasib mereka diharapkan menghubungi nomor anggota yang disediakan.
Pihak rektorat membenarkan pemutusan kerjasama dengan FGC dilakukan pada awal Ramadhan. Menurut Dede, salah satu alasannya yakni belum ada hasil signifikan dari kerja sama yang dijalin sejak 2008 itu.
“Alasannya karena MoU sudah cukup lama sejak tahun 2008, tapi hasilnya belum signifikan,” ujar Dede saat dikonfirmasi detikcom melalui keterangan tertulis, Jumat 29 Juli 2016 malam.
Dede menjelaskan, Chair pada hakikatnya sebagai media berkarya para profesor dalam melakukan penelitian atau menulis jurnal atas nama UIN Jakarta. Serta untuk mereka mempersiapkan bahan mengajar di S1, S2, dan S3.
“Fungsi-fungsi ini belum dilakukan oleh Fethullah Ghulen Chair. Kerjasama penelitian dan penulisan karya ilmiah, belum dilakukan. Oleh sebab itu, Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI merekomendasikan untuk meninjau ulang posisi Chair untuk FGC di UIN,” ujar Dede.
Menurut Dede, pihaknya tak berkomunikasi langsung dengan Kedubes Turki di Jakarta terkait pemutusan kerja sama ini. Komunikasi hanya dilakukan antara Dinas Pendis Kemenag dengan pihak Kedubes.
Aksi kudeta militer di Turki dua pekan lalu berimbas pada dunia pendidikan di Indonesia. Sembilan sekolah yang tersebar di Indonesia diminta Turki untuk ditutup karena diduga berada di bawah yayasan Fethullah Gulen.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia yang sebelumnya membangun kerja sama bidang pendidikan dengan Fethullah Gulen Chair.
Fethullah Gulen sendiri adalah seorang ulama ternama yang dituding Pemerintah Turki sebagai tokoh utama percobaan kudeta. Selama bertahun-tahun, Gulen tinggal mengasingkan diri di Amerika Serikat.
Kesembilan lembaga pendididikan Indonesia tersebut adalah Pribadi Bilingual Boarding School yang berada di Depok dan Bandung, Kharisma Bangsa Bilingual Boarding School di Tangerang Selatan, Semesta Bilingual Boarding School di Semarang, dan Kesatuan Bangsa Bilingual Boarding School di Yogyakarta.
Kemudian, Sragen Bilingual Boarding School di Sragen, Fatih Boy’s School dan Fatih Girl’s School di Aceh, serta Banua Bilingual Boarding School di Kalimantan Selatan.
(Kompas/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email