Pesan Rahbar

Home » , » Kontroversi Abdullah Bin Saba dan Dilihat dari Perkembangan Sejarah. Ibnu Saba Adalah Zionis Homo Lawrence of Arabia, Bersama Antek-anteknya Keluarga Saud dan Kaum Wahabiah. Lawrence, Yahudi di Belakang Saudi Arabia

Kontroversi Abdullah Bin Saba dan Dilihat dari Perkembangan Sejarah. Ibnu Saba Adalah Zionis Homo Lawrence of Arabia, Bersama Antek-anteknya Keluarga Saud dan Kaum Wahabiah. Lawrence, Yahudi di Belakang Saudi Arabia

Written By Unknown on Thursday, 4 August 2016 | 04:32:00


Musuh-musuh Islam yang memiliki tujuan memecah belah umat Islam, berusaha menggambarkan Syi'ah sebagai sebuah aliran yang berasal dari Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang memeluk Islam selama pemerintahan Utsman bin Affan, khalifah ketiga. Mereka menyatakan lebih jauh bahwa Abdullah bin Saba melakukan perjalanan ke kota-kota dan desa-desa umat Islam, dari Damaskus hingga ke Kufnli lalu ke Mesir, menyebarkan berita di kalangan umat Islam bahwa Ali bin Abi Thalib adalah penerus Nabi Muhammad SAW. la menghasut umat Islam untuk membunuh Utsman karena ia meyakini bahwa Utsman telah menduduki jabatan Ali. la juga menciptakan keonaran di pasukan Ali dan musuhnya pada perang Unta. la juga bertanggung jawab atas semua gagasan-gagasan Syi'ah selanjutnya. Penulis sewaan ini mepkini U.ilmw nbdullnh bin Saba adalah pendiri mazhab Syi'ah, dan karena ia sendiria adalah orang munafik dan menulis berita bohong, maka semua ilmu dan keyakinan Syi'ah juga tidak benar. Sebenarnya, Abdullah bin Saba adalah kambing hitam yang tepat untuk semua klaim orang - orang Sunni.

Ketika Keberadaan sesorang bernama Abdullah bin Saba di awal sejarah sejarah Islam sangat dipertanyakan, hal yang jelas setelah dilakukan penelitian mengenai hal ini adalah bahwa meskipun seorang Ielaki miskin dengan nama seperti itu mungkin pernah ada pada zaman itu, cerita yang disebarkan tentang orang ini merupakan legenda, cerita bohong, dibuat-buat, dan fiksi, dan tidak ada bukti tentang kebenaran kisah-kisah tentangnya. Atas izin Allah, kami akan membahas poin ini di pembahasan berikut ini.

Cerita-cerita bohong seputar tokoh Abdullah bin Saba merupakan hasil karya keji seseorang bernama Saif bin Umar Tamimi. la adalah pengarang, yang hidup di abad kedua setelah Hijrah. la mengarang cerita ini berdasarkan beberapa fakta utama yang ia temukan dalam sejarah Islam yang ada saat itu. Saif menulis sebuah novel yang tidak berbeda dengan novel Satanic Verses karangan Salman Rushdi dengan motif yang serupa, tetapi dengan perbedaan bahwa peranan setan dalam bukunya diberikan kepada Abdullah bin Saba.

Saif bin Umar mengubah biografi beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW untuk menyenangkan pemerintah yang berkuasa saat itu, dan menyimpangkan sejarah Syi'ah serta mengolok-olok Islam. Saif adalah seorang pengikut setia Bani Umayah, salah satu musuh besar Ahlulbait di sepanjang sejarah, dan niat utamanya mengarang cerita-cerita seperti itu adalah untuk merendahkan Syi'ah. Dalam cerita karangannya, ia mengejar banyak tujuan lain, yang salah satunya adalah mengangkat kedudukan sukunya atas suku lain dengan menciptakan sahabat-sahabat imajiner dari sukunya. Tetapi banyak ulama Sunni menemukan banyak bid'ah dalam riwayatnya yang tidak hanya terbatas pada persoalan Abdullah bin Saba, dan karena itu mereka mengabaikan riwayatnya, dan menuduhnya-sebagai seorang pendusta dan pemfitnah. Tetapi, hasil karya Saif mendapat dukungan sebagian kelompok Sunni hingga saat ini. Di bagian selanjutnya, kami akan mengetengahkan ucapan-ucapan ulama-ulama Sunni terkemuka, yang membenarkan bahwa Saif bin Umar adalah orang yang tidak dapat dipercaya dan ceritanya dusta.

Telaah ideologi menunjukkan bahwa sebagian besar orang yang membenci mahzab pemikiran Syi'ah (banyak dari mereka adalah musuh - musuh Islam) mendasarkan rasa kebencian mereka pada bid'ah ini yang mereka ekspoitir untuk mendukung serangan mereka kepada Syi'ah. Pendekatan ini sama seperti yang dilakukan Saif bin Umar sendiri.


Asal Muasal Cerita Abdullah bin Saba

Cerita Abdullah bin Saba berusia lebih dari dua belas abad lamanya. Parasejarahwan dan penulis mencatatnya, dan memberi tambahan kepada cerita tersebut.
Sekilas melihat rangkaian perawi dari cerita ini, anda akan temukan nama Saif berada di situ. Beberapa sejarahwan berikut ini mencatat cerita tersebut dari Saif secara langsung:

- Thabari.
- Dzahabi, ia juga menyebutkan dari Thabari (1).
- Ibmi Abu Bakir, ia juga mencatatnya dari Ibnu Atsir (15), yang mencatat dari Thabari (1).
- Ibnu Asakir.

Berikut ini sejarahwan yang tidak secara langsung mencatat dari Saif:

- Nicholson dari Thabari (1).
- Ensiklopedi Islam karya Thabari (1)
- Van Floton dari Thabari (1)
- Wellhauzen dari T'habari (1).
- Mirkhand dari Thabari (1).
- Ahmad Amin dari Thabari (1), dan dari Wellhauzen (8).
- Farid Wajdi dari Thabari (1).
- Hasan Ibrahim dari Thabari (1).
- Said Afghani dari Thabari (1), dan dari ibnu Abu Rakir (3),
- Ibnu Asakir (4), dan Ibnu Bardan (21).
- Ibnu Khaldun dari Thabari (1).
- Ibnu Atsir dari Thabari (1).
- Ibnu Katsir dari Thabari (1).
- Danaldson dari Nicholson (5), dan dari ensiklopedia (6).
- Ghiathuddin dari Mirkhand (9).
- Abu Fida dari Ibnu Atsir (15).
- Rasyid Ridha dari Ibnu Atsir (15).
- Ibnu Bardan dari Ibnu Asakir (4).
- Bustani dari Ibnu Katsir (16).

Daftar di atas menunjukkan bukti bahwa cerita-cerita bohong seputar sifat Abdullah bin Saba dimulai dari Saif dan dikutip oleh Thabari secara langsung dari buku Saif sebagaimana yang diungkapkan Thabari sendiri.' Olah karena itu, tokoh Saif dan sejarahnya harus ditelaah dan dianalisis dengan sangat teliti.


Siapakah Saif ?

Saif bin Umar Dzabbi Usaidi Tamimi hidup pada abad II/VIII dan meninggal setelah tahun 170/750. Dzahabi berkata bahwa Saif meninggal ketika Harun Rasyid memerintah di Baghdad (Iraq). Selama hidupnya, Saif menulis dua buku berikut ini pada masa pemerintahan Umayah; 1) Al-Futuh wa ar-Riddah, yang merupakan sejarah periode sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW hingga khalifah ketiga, Utsman, menjadi pemimpin dunia Islam; 2) Al-Jamal wa Masiri Aisyah wa Ali, yang merupakan sejarah dari pembunuhan Utsman hingga perang Jamal (perang antara Ali bin Abi Thalib dan beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW). Buku-buku tersebut sekarang sudah tidak ada namun sempat bertahan beberapa abad setelah masa hidupnya Saif. Berdasarkan temuan ini, orang terakhir yang menyatakan bahwa ia memiliki buku Saif adalah Ibnu Hajar Asqalani (852 H).

Kedua buku ini lebih banyak berisi cerita fiksi, bukan kebenaran, cerita-cerita yang dibuat-buat, dan beberapa peristiwa yang benar, yang secara sengaja dicatat dengan cara yang mengolok-olok.

Karena Saif berbicara tentang beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW dan juga menciptakan sahabat-aahabat Nabi dengan nama yang aneh, ceritanya telah mempengaruhi sejarah Islam masa awal. Beberapa ahli biografi seperti penulis Ushul Ghabah, Isti'ab dan Ishabah dan ahli geografi seperti penulis buku Mu jam al-Buldare dan ar-Rawz al-Mi'tar teloh menulis beberapa kisah hidup beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW, dan menyebutkan tempat-tempat yang hanya terdapat di buku karangan Saif. Karena itu, kehidupan dan tokoh Saif serta kredibilitasnya harus ditelaah secara teliti.


Pendapat Kaum Sunni Mengenai Saif

Beberapa ulama terkemuka Sunni berikut ini membenarkan bahwa Saif bin Umar terkenal sebagai seorang pendusta dan orang yang tidak dapat dipercaya:
Hakim (405 H) menulis, "Saif adalah seorang ahli bid'ah. Riwayatnya harus diabaikan."

Nasa'i (303 H) menulis, "Riwayat yang disampaikan Saif lemah dan riwayat tersebut harus diabaikan karena tidak dapat dipercaya dan tidak berdasar."

Yahya bin Muin (233 H) menulis, "Riwayat Saif lemah dan tidak berdasar."

Abu Hatam (277 H) menulis, "Hadis yang diriwayatkan Saif harus ditolak."

Ibnu Abu Hatam (327) menulis, "Para ulama telah mengabaikan riwayat yang disampaikan Saif ."

Abu Daud (316 H) menulis, "Saif bukan seorang yang dapat dipercaya. la adalah seorang pembohong. Beberapa hadis yang ia sampaikan sebagian besarnya tertolak."

Ibnu Habban (354 H) menulis, "Saif merujukkan hadis-hadis palsu pada perawi-perawi yang sahih. la dianggap sebagai seorang pebid'ah dan pembohong."

Ibnu Abdul Barr (462 H) menyebutkan dalam tulisannya tentang Qa'fa ; " Saif meriwayatkan bahwa Qa`qa berkata, 'Aku menghadiri kematian Nabi Muhammad."' Ibnu Abdul Barr melanjutkan " Ibnu Abu Hatam berkata, 'Riwayat Saif lemah. Oleh karenanya, apa yang disampnikam tentang keberadaan Qa'qa pada wafatnya Nabi Muhammad ditolak. Kami menyebutkan hadis-hadis Saif hanya untuk diketahui saja."'

Darqufii (385 H) menulis, "Riwayat yang disampaikan Saif lemah." Firuzabadi (817 H) menulis dalam buku Tawalif tentang Saif dan beberapa orang lainnya bahwa riwayat yang mereka sampaikan lemah. Ibnu Sakan (353 H) menulis, "Riwayat Saif lemah."

Safuddin (923 H) menulis, "Riwayat yang disampaikan Saif dianggap lemah."

Ibnu Udai (365 H) menulis tentang Saif, "Riwayat yang ia sampaikan lemah. Beberapa riwayatnya terkenal tetapi sebagian besar dari riwayat itu lemah dan tidak digunakan."

Suyuthi (900 H) menulis, "Hadis yang disampaikan Saif lemah." Ibnu Hajar Asqalani (852 H) menulis setelah ia menyebut sebuah hadis, "Banyak perawi hadis ini lemah dan yang paling lemah di antara mereka adalah Saif."

Menarik untuk kita perhatikan bahwa meskipun Dzahabi (748 H) telah mengutip dari Saif dalam buku sejarahnya, ia menyebutkan di bukunya yang lain bahwa Saif adalah perawi yang lemah. Dalam buku al-Mughni fi al-Dhu'afa, Dzahabi menulis, "Saif memiliki dua buku yang berdasarkan kesepakatan telah diabaikan oleh para ulama."'

Hasil dari penyelidikan tentang kehidupan Saif menunjukkan bahwa Saif adalah seorang yang tidak beragama dan pengarang yang tidak dapat dipercaya.

Cerita yang dikisahkan olehnya diragukan dan secara keseluruhan atau sebagiannya palsu. Dalam cerita-ceritanya, in menggunakan nama-nama kota yang tidak pernah ada di dunia ini. Abdullah bin Saba adalah kebohongan utama dari cerita-ceritanya. Ia juga mengenalkan 150 sahabat nabi imajiner untuk meluaskan tokoh-tokvh ciptaannya, dengan memberi nama-nama yang aneh pada mereka yang tidak ditemukan di dokumen manapun. Selain itu, waktu kejadian yang diberikan pada riwayat Saif bertolak belakang dengan dokumen Hadis Sunni yang sahih. Saif juga menggunakan rangkaian perawi palsu dan meriwayatkan banyak peristiwa-peristiwa ajaib (seperti sapi yang berbicara denganmanusia dan lain-lain).

Beberapa pendukung Saif berpendapat bahwa meskipun Sail Hianggap sebagai seorang perawi hadis yang lemah dan banyak udama hadis tidak mempercayai riwayatnya, hal tersebut hanya terdapat di wacano syariat, dan bukan di wacana sejarah.

Dengan pendapat tersebut, mereka ingin mendasarkan cerita 'sejarah' tentang seseorang yang dianggap pembohong dan zindiq. Apabila permasalahan tentang Saif hanyalah kurangnya ilmu syariat, kita dapat katakan bahwa ia dapat dipercaya dalam hal lainnya. Tetapi, persoalannya adalah Saif adalah seorang pembohong dan membuat banyak kepalsuan dengan mengarang kejadian dan merujuk hadis palsu pada perawi yang sahih. Oleh karenanya, orang seperti itu patut dipertanyakan untuk semua hal. Mengenai catatan sejarahnya, kita akan lihat pada bagian ke lima bahwa bahkan para sejarahwan Nasrani telah membenarkan ketidakkonsistenan antara riwayat sejarahnya dengan perawi-perawi yang benar lainnya. Di sini tidak perlu disebutkan pendapat Sunni dan Syi'ah tentang Saif yang ahli bid'ah.


Cerita Tentang Abdullah bin Saba Yang Tidak Memiliki Sanad Dari Perawi Manapun

Ada beberapa riwayat dari ulama Syi'ah dan Sunni yang mengambil beberapa bait tentang Abdullah bin Saba dari sejarahwan dan penulis budaya kuno, tetapi hal itu tidak memberi bukti apapun untuk pernyataan mereka. Mereka juga tidak memberikan isnad yang mendukung unhik riwayat mereka untuk diperiksa.

Contohnya, riwayat mereka dimulai dengan kalimat, "Beberapa cara, berkata demikian dan demikian...", atau "beberapa ulama berkata ini dan itu.." tanpa menyebutkan nama ulama tersebut, dan dari mana mereka mendapatkan riwayat tersebut. Riwayat tersebut berdasarkan pada rumor yang dipropagandakan oleh Umayah yang dipropagandakan oleh Umayah (meniru karya Saif) yang sampai pada mereka, dan beberapa riwayat lain yang didasarkan pada kreativitas pengarang cerita. Hal ini disimpulkan ketika kami melihat penulis-penulis ini meriwayatkan beberapa legenda yang jelas-jelas palsu dan tidak masuk akal.

Riwayat-riwayat ini diberikan oleh orang-orang yang menulis buku tentang al-Milal wa an-Nihal (cerita tentang peradaban dan kebudayaan) atau buku al-Firaq (perpecahan/aliran-aliran).

Di antara kaum Sunni yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba dalam cerita mereka tanpa memberikan sumber klaim mereka adalah: Ali bin Isma'il Asyari (330) dalam bukunya yang berjudul Maqalat al-Islamiyyin (esai mengenai masyarakat Islam).

Abdul Qahir bin Thahir Baghdadi (429) dalam bukunya yang berjudul al-Farq Bain al-Firaq (perbedaan di antara aliran-aliran).

Muhammad bin Abdul Karim Syahrastani (548) dalam bukunya yang berjudul al-Milal wa an-Nihal (Negara dan Kebudayaan).

Perawi-perawi Sunni di atas, tidak memberi sumber atau sanad cerita mereka mengenai Abdullah bin Saba. Mereka saling berlomba untuk menambahjumlah aliran dalam Islam dengan nama-nama yang aneh seperti al-Kawusiyyah, at-Tayyarah, al-Mamturah, al-Gharabiyyah, al-Ma'lumiyyah, al-Majhuliyyah dan banyak lagi tanpa memberi sumber manapun atau referensi bagi klaim mereka. Karena hidup di abad pertengahan, para penulis ini beranggapan bahwa menulis kisah-kisah aneh dan merujukkan peristiwa yang tidak realistis kepada negara-negara Islam akan membuat mereka semakin terkenal daripada para pesaing lain dalam hal ini. Dan dengan demikian, mereka menyebabkan penyimpangan yang besar pada sejarah Islam dan telah berbuat kejahatan keji terhadap apa yang telah mereka rujukkan secara salah kepada negara-negara Islam.

Beberapa dari mereka menceritakan legenda yang tak masuk akal dan cerita fiksi yang kesalahannya mudah untuk dikenali saat ini, meskipun bagi mereka tidak mustahil untuk menyalahartikan cerita-cerita tersebut sebagai sejarah di masa itu. Contohnya, Syahrastani dalam bukunya al-Milal wa anNihal menyebutkan bahwa ada sekelompok makhluk setengah manusia bernama an-Nas dengan wajah separuh, satu mata, satu tangan, dan satu kaki. Umat Islam dapat berbicara kepada makhluk-makhluk ini dan bahkan bertukar puisi. Beberapa orang Islam bahkan sering memburu mereka dan memakannya.

Makhluk-makhluk ini dapat melompat lebih cepat dari pada seekor kuda dan mereka adalah pemakan rumput. Syahrastani lebih jauh menyebutkan bahwa Mutawakil, Khalifah Abbasiah, memerintahkan para ilmuwan zaman itu untuk menyelidiki makhluk-makhluk ini.

Masyarakat pada zaman itu tidak memiliki peralatan modern yang dapat memudahkan mereka menemukan kesalahan cerita-cerita dan dongeng bohong ini, dan mungkin mereka lebih suka cerita yang lebih panjang dan aneh yang nampak menunjukkan kebenaran cerita tersebut, meskipun cerita tersebut tidak memiliki referensi.

Selain itu, berdasarkan telaah kronologis zaman ketika para penulis itu hidup, kita dapat menyimpulkan bahwa semua penulis itu hidup lama setelah zaman Saif bin Umar, dan bahkan setelah Thabari. Dengan demikian, sangat memungkinkan bahwa mereka semua mendapatkan cerita tentang Abdullah bin Saba dari Saif. Klaim ini menjadi lebih kuat ketika diteliti bahwa tidak ada satu orang pun dari mereka menyebutkan sumber riwayat mereka yang mungkin karena skandal Saif bin Umar dikenal oleh setiap orang saat itu dan mereka tidak ingin mendiskreditkan buku mereka dengan menyebutkan sumbernya. Selain itu, tidak ada dokumen manapun yang menuliskan tentang Abdullah bin Saba sebelum Saif. Para ulama atau sejarahwan yang hidup sebelum Saif bin Umar tidak pernah menyebut nama Abdullah bin Saba di buku-buku mereka. Hal ini menunjukkan bahwa apabila Ibnu Saba pernah ada, maka ia bukanlah seorang yang penting bagi mereka sebelum Saif membuatnya menjadi penting. Hal ini juga merupakan alasan lain untuk meyakini bahwa apa yang disebarluaskan seputar tokoh Abdullah bin Saba diawali oleh propaganda besar Saif bin Umar Tamimi.

Di antara perawi Syi'ah yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba tanpa memberi keterangan mengenai sumbernya adalah dua sejarahwan berikut ini:

Sa'd bin Abdullah Asy'ari Qummi (301) dalam bukunya al-Mmlalul wal-Firaq menyebut sebuah riwayat di mana terdapat nama Abdullah bin Saba. Tetapi ia tidak menyebut sanadnya dan juga tidak menyebut dari siapa (atau dari buku mana) ia mendapat cerita tersebut dan apa sumbernya. Selain itu Asy'ari Qummi telah meriwayatkan banyak hadis dari sumber Sunni. Najasyi (450) dalam bukunya ar-Rijal berkata bahwa Asy'ari Qummi mengembara ke banyak tempat dan terkenal dengan hubungannya dengan sejarahwan Sunni dan banyak mendengar cerita dari mereka. la menulis banyak riwayat lemah dari apa yang ia dengar, salah satunya adalah cerita tentang Abdullah bin Saba, tanpa memberi referensi.

Hasan bin Musa Naubakhti (310), seorang sejarahwan Syi'ah yang menuliskan sebuah riwayat dalam bukunya al-Firaq tentang nama Abdullah bin Saba. Tetapi ia tidak pernah menyebut dari mana ia mendapat riwayat tersebut serta sumbernya.

Kedua orang ini merupakan orang Syi'ah yang memberi beberapa keterangan tentang keberadaan seorang lelaki terkutuk bernama Abdullah bin Saba pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Perhatikanlah bahwa semuanya meriwayatkan keterangan ini lama setelah zaman Saif bin Umar dan bahkan setelah Thabari menulis sejarahnya. Dengan demikian mereka mungkin mendapat informasi dari Saif atau orang yang mengutip darinya seperti Thabari. Hal ini menjadi lebih mungkin ketika kita lihat bahwa mereka menulis kalimat "Beberapa Qrang berkata demikian dan demikian..." tanpa memberi isnad atau nama 'orang-orang' tersebut.


Riwayat Mengenai Abdullah bin Saba yang Tidak Diriwayatkan Melalui Saif bin Umar

Kami harus menunjukkan bahwa meskipun ada kurang dari empat belas riwayat yang terdapat dalam koleksi hadis Syi'ah dan Sunni yang menyebut nama Abdullah bin Saba, dan disokong oleh rangkaian sanad, tetapi dalam sanad mereka nama Saif tidak muncul.

Di Syi`ah, Khusyi atau al-Kusysyi, juga disingkat dengan nama Kosli (369), menulis dalam bukunya berjudul Rijal pada tahun 340 mengenai Abdullah bin Saba.

Dalam buku tersebut ia menyebut beberapa hadis yang dalamnya muncul nama Abdullah bin Saba dari Imam Ahlulbait yang dikutip di bawah ini. Sebagaimana yang akan kita lihat, hadis ini memberi gambaran yang sangat berbeda daripada hadis Yang disebutkan oleh Saif. Tetapi, telah terbukti bagi ulama Syi'ah bahwa buku Kusysyi (Kash) memiliki banyak kesalahan, terutama dalam namn dnn juga beberapa kesalahan pada kutipan-kutipan. la banyak meriwayatkan hadis dalam bukunya ar-Rijal, dan oleh karena itu, bukunya tidak dianggap sebagai sumber Syi'ah yang dapat dipercaya. Apalagi bahwa riwayatriwayat Kusysyi (Kash) tidak ditemukan dalam empat kitab hadis utama Syi`ah. (untuk melihat penilaian kritis terhadap kesalahannya, lihatlah buku ar-Rijal karya Tustari dan Askari)

Ulama Syi`ah lain yang menyebut nama Abdullah bin Saba, Mali mengutip Kusysyi atau dua sejarahwan yang telah disebut di atas (Asy'ari Qummi dan Naubakhti yang tidak memberi sanad perawi atau sumbur untuk riwayat mereka). Di antara mereka yang mengutip Kusysyi adalah Syekh Thusi (460), Ahmad bin Thawus (673), Allamah Hilli (726), dan lain-lain.

Di Sunni, selain mereka yang mengutip dari Saif bin Umar yang namanya telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa riwayat dari Ibnv Hajar Asqalani yang memberi informasi yang sangat sama dengan aha yang telah Kusysyi berikan.

Mengenai beberapa riwayat Sunni dan Syi' ah, kami akan menyebutkan beberapa poin'berikut:

Cerita yang diberikan oleh hadis-hadis Sunni dan Syi'ah, sanga berbeda dengan riwayat yang disebarluaskan oleh Saif bin Umar. Hadis ini menyatakan bahwa ada seorang lelaki bernama Abdullah bin Saba yang muncul pada saat pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Lelaki ini menyatakan bahwa ia adalah seorang rasul dan Ali adalah tuhan, dan segera Ali memenjarakannya setelah mendengar berita tersebut dan memintanya untuk bertobat . la tidak melakukan apa yang diperintahkan "Ali sehingga Ali memerintahkan agar ia dibakar. Hadis - hadis ini membenarkan bahwa Ali dan para keturunannya mengutuk iorang ini dan menajauhkan diri mereka dari pernyataan ketuhanan tentang Ali bin Abi Thalib. Inilah cerita tersebut, dengan kondisi bahwa hadis-hadis ini pada awalnya sahih.

Beberapa hadis ini (kurang dari 14 hadis) tidak ada dalam kitab-kitab shahih manapun. Sebenarnya, tidak disebutkan nama Abdullah bin Saba dalam kumpulan (sihah) hadis shahih Sunni. Terlebih lagi, riwayat-riwayat ini tidak pernah dinyatakan sebagai riwayat yang shczhih baik oleh ulama Sunni atau Syi'ah, dan ada kemungkinan besar bahwa orang bernama Abdullah bin Saba tidak pernah ada, dan dia hanyalah karangan Saif Ibnu Umar, serupa dengan 150 saha'bat Nabi imajiner karan ;annya yang tidak pernah terdapat di riwayat yang shahih. Sekiranya Abdullah bin Saba pernah ada, Saif menggunakan tokoh ini dan merujukkan banyak peristiwa kepadanya karena tidak ada riwayat yang sama yang diriwayatkan oleh perawi Sunni lain. Tidak hanya itu, riwayat Saif sangat bertolak belakang dengan riwayat Sunni sebagaimana yang akan kami tunjukkan di bagian ini dan bagian selanjutnya. Karangan-karangan keji tentang peristiwa tersebut mudah untuk dikenali bahkan oleh ulama-ulama Sunni.

Sekarang, kami akan memberikan beberapa hadis ini yang tidak diriwayatkan oleh Saif. Riwayat ini dianggap berasal dari Abu Ja'far. la berkata, "Abdullah bin Saba sering menyatakan dirinya sebagai seorang rasul dan bahwa Amirul Mukminin, Ali, adalah Tuhan. Maha Tinggi Allah dari pernyataan seperti itu."

Berita ini sampai pada Ali, lalu ia memanggilnya dan menanyainya. Tetapi Abdullah mengulang pernyataannya dan berkata, "Engkau adalah Dia (Tuhan), dan berita ini telah diturunkan kepadaku bahwa engkau adalah 'Tuhan dan aku adalah seorang rasul."

Kemudian Amirul Mukminin berkata, "Beraninya engkau berkata demikian. Setan telah mengolok-olokmu. Bertobatlah atas apa yang engkau katakan! Semoga ibumu menangisi kematianmu. Hentikanloh semua ini (pernyataanya)!" Tetapi Abdullah menolak, oleh karenanya Ali bin Abi Thalib memenjarakannya dan memintanya untuk bertobat, ia menolak. Kemudian ia dibakar dan berkata "Setan telah membawanya ke dalam khayalannya, ia sering datang kepadanya dan memasukkan pikiran seperti itu kepadanya ?"

Selain itu diriwayatkan bahwa Ali bin Husain berkata, "Semoga Allah mengutuk orang-orang yang telah berkata kebohongan tentang kami. Setiap kali aku menyebut Abdullah bin Saba , setiap kali pula rambut di tubuhku berdiri, Allah mengutuknya. Ali, atas izin Allah, adalah hamba-Nya, saudara Rasulullah SAW. la tidak mendapat kehormatan dari Allah kecuali karena ketundukannya kepada Allah dan ketaatannya kepada Rasul-Nya. Dan (hal yang sama) Rasulullah SAW tidak mendapat kehormatan dari Allah kecuali karena ketundukannya kepada-Nya."3

Diriwayatkan bahwa Abu Abdillah berkata, "Kami adalah keluarga yang benar. Tetapi kami tidak terhindar dari seorang pendusta yang berkata kebohongan tentang kami untuk merendahkan kebenaran kami dengan kebohongannya di mata umat. Rasulullah SAW adalah orang yang paling benar di antara orang-orang dari semua yang ia katakan dan orang yang paling benar di antara umat; dan Musailamah sering berbohong tentangnya. Pemimpin orang-orang beriman adalah orang yang paling benar di antara ciptaan Allah setelah Rasulullah SAW, dan orang yang sering berkata kebohongan tentangnya, dan berusaha untuk merendahkan kebenarannya dan menyatakan kebohongan tentang Allah, adalah Abdullah bin Saba."4

Selain itu, "Dia (Aba Abdullah, Ja'far Shadiq) mengatakan kepada sahabatnya tentang Abdullah bin Saba bahwa Abdullah bin Saha menyatakan bahwa, pemimpin orang-orang beriman, Ali bin Abi 'I'lialih, adalah Tuhan. la berkata, "Ketika ia menyatakan demikian kepada Ali, Ali memintanya untuk bertobat tetapi ia menolak, oleh karrnanya Ali membakarnya."5

Mengenai riwayat Sunni, beberapa riwayat dari Ibnu Hajar Asqalani memberi informasi yang sama dengan apa yang diberikan Kusysyi. Ibnu Hajar menyebutkan "Abdullah bin Saba adalah salah satu orang ekstrim (al-Ghulat), zindiq, dan orang sesat, yang membuat dirinya dibakar karena apa yang ia katakan tentang Ali."6

Kemudian Ibnu Hajar melanjutkan, "Ibnu Asakir menyebut dalam sejarahnya bahwa Abdullah bin Saba berasal dari Yaman. la adalah orang Yahudi yang masuk Islam dan mengembara di kota-kota Islam dan mengajarkan mereka untuk tidak menaati pemimpin mereka, dan memasukkan pikiran-pikiran jahat kepada mereka. Kemudian ia masuk wilayah Damaskus untuk tujuan itu. Kemudian Ibnu Asakir menyebutkan sebuah cerita yang panjang dari buku al-Futuh karya Saif Ibnu Umar, yang tidak memiliki isnad yang benar."7

Kemudian Ibnu Hajar memberikan sebuah hadis yang dua sanadnya tidak ada. Pada catatan kaki ia mengatakan bahwa hadis ini telah digugurkan. Berikut ini hadisnya; Ali menaiki mimbar dan berkata, "Ada apa dengannya?" Orang-orang berkata, "la menyangkal Allah dan Rasul-Nya."8

Pada hadis yang lain, Ibnu Hajar meriwayatkan, "Ali berkata kepada Abdullah bin Saba; 'Aku telah diberi tahu bahwa akan ada tiga puluh pendusta (yang mengaku sebagai Nabi) dan engkau adalah salah satunya."9

la juga menulis, "Abdullah bin Saba dan pengikutnya mengakui Ali sebagai Tuhan, dan tentu saja Ali membakar mereka ketika ia menjadi khalifah."lo

Hadis-hadis Sunni berikut ini tidak dinyatakan sebagai hadis yang shahih juga. Semua hadis-hadis ini yang diriwayatkan oleh Syi'ah dan Sunni (selain Saif ), tidak melebihi empat belas hadis. Jumlah hadis-hadis ini bahkan berkurang jika dihilangkan pengulangannya. Beberapa hadis-hadis Syi'ah berikut menyatakan bahwa:

Abdullah bin Saba muncul pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dan bukan pada masa pemerintahan Utsman sebagairnana yang diakui Saif.
Abdullah bin Saba tidak menyatakan bahwa Ali adalah penerus Nabi Muhammad SAW subagainiana yang dinyatakan Sail. la nuvnyalak.rir bahwa Ali adalah Tuhan.

Ali bin Abi Thalib membakarnya beserta para ekstrimis lainnya (al Ghulat). Di sini Saif tidak menyatakan hal seperti itu.

Tidak disebutkan tentang keberadaannya atau peranamya pada masa kekhalifahan Utsman. Tidak disebutkan tentang agitasinya terhadap Utsman yang berakhir pada pembunuhan Utsman sebagaimana yang Saif rujukkan kepada Abdullah bin Saba;

Tidak disebutkan tentang peranan Abdullah bin Saba di Perang Unta;

Hadis-hadis ini tidak menunjukkan bahwa sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW yang saleh mengikuti Abdullah bin Saba. Sedangkan Saif menyatakan bahwa pionir-pionir Islam yang setia seperti Abu Darr dan Ammar bin Yasir adalah murid dari Abdullah bin Saba ketika Utsman memerintah.


Sabaiah dan Beragam Tokoh Ibnu Saba

Sejak zaman pra-Islam, istilah Sabaiyah digunakan untuk menunjukkan orang-orang yang berhubungan dengan Saba putra Yashjub, putra Ya'rub, putra Qahtan, sama dengan Qahtaniyah, juga dikenal sebagai Yamaniyah menujukkan tempat asal mereka, Yaman.

Kelompok ini (Sabaiyah/Qahtaniyah/Yamaniyah) berbeda dengan Adaniyah, Nazariyah dan Mudhariyah, yang digunakan untuk menunjukkan orang yang berhubungan dengan Mudhar putra Nazar, putra Adnan, Hari putra-putra Nabi Ismail as putra Nabi Ibrahim as. Ada beberapa sekutu untuk setiap suku yang berada di bawah lindungan suku tersebut, Hon kadang-kadang mereka disebut-sebut dengan nama suku tersebut.

Secara umum, akar bangsa Arab berasal dari salah satu dua suku utama ini. Ketika dua suku bergabung di Madinah untuk menciptakan sebuah masyarakat Islam pertama yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, orang - orang yang berhubungan dengan Qahtan dinamakan Anshar (para penolong) yang merupakan penduduk Madinah di saat itu, dan orang-orang dari Adnan beserta sekutu mereka yang berhijrah ke Mad inah, yang disebut Muhajirin.

Tokoh Abdullah bin Wahab Saba'i, pemimpin utama Khawarij (kelompok yang menentang Ali bin Abi Thalib ketika Ali menjadi khalifah, berasal dari suku pertama, Sabaiyah atau Qahtan. Karena pergesekan antara dua suku Adnan dan Qahtan semakin memanas di Madinah dan Kufah, para Adhani sering memanggil orang-orang dari suku Qahtan dengan sebutan Sabaiyah. Tetapi sebutan ini sangat bersifat sukuistis dan etnis hingga munculnya karya Saif bin Umar (dari suku Adnan) pada awal abad kedua, ketika Umayah memerintah, di Kufah. Saif memanfaatkan pergesekan suku ini dan menciptakan entitas agama mistis Sabaiyah berpemimpinkan Abdullah bin Saba.

Untuk memunculkan nama pendiri mazhab ini, Saif bin Umar mengubah nama Abdullah bin Wahab Saba menjadi Abdullah bin Saba seperti yang muncul di riwayat-riwayat Asyari, Sama'ani, dan Maqrizi, atau menciptakan cerita tersebut sekaligus namanya. Tetapi, tidak ada bukti kuat tentang keberadaan Abdullah bin Saba selama masa kekhalifahan Utsman dan Ali, kecuali Abdullah bin Wahab Saba'i yang merupakan pemimpin suku Khawarij.

Kita juga melihat bahwa istilah Saba'i dalam nama orang, yang berasal dari suku Qahtan, berakhir di Iraq, tempat asal mula cerita tersebut setelah masa itu.

Penamaan tersebut berlanjut di sepanjang abad kedua dan ketiga di Yaman, Mesir, Spanyol, di mana sejumlah perawi hadis Sunni (termasuk beberapa perawi hadis dalam enam koleksi hadis Sunni) diberi nama Saba'i karena mereka memiliki keterkaitan dengan Saba bin Yashjub dan bukan dengan Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang menciptakan kekacauan menurut pernyataan Saif.

Setelah kitab sejarah Thabari dan kitab sejarah lainnya menyebarkon cerita ini di wilayah lain, nama Saba'i ada di mana-mana. Kemudian, sebutan dalam kitab-kitab sejarah tersebut digunakan untuk Menunjukkmn kelanjutan Abdullah bin Saba, meskipun mereka tidak pernah mellihat orangnya selain dari buku.

Cerita tersebut berputar bertahun - tahun lamanya untuk memberikan cerita tentang tokoh ini dan keyakinannya. Pada saat yang sama, ketika Abdullah bin Saba merupakan Ibnu Sauda menurut pengarangnya (Saif). Kita melihat bahwa mereka adalah dua orang yang berbeda yang hidup sekitar abad ke lima, beserta beragam versi cerita lainnya." Kita dapat membatasi versi cerita tentang tokoh abad ke lima ini menjadi tiga tokoh berikut.

Abdullah bin Wahab Saba'i, pemimpin suku Khawarij yang menentang Ali.

Abdullah bin Saba yang mendirikan suku Saba'iyah yang meyakini bahwa Ali adalah tuhan. la dan pengikutnya dibakar tak lama setelah itu. Abdullah bin Saba, yang juga terkenal dengan nama Ibnu Sauda bagi mereka yang meriwayatkan dari Saif. la adalah pendiri kelompok yang meyakini kepemimpinan Ali, dan menghasut pengikut Utsman kemudian memulai perang Jamal.

Orang pertama, secara realitas memang ada, dan beberapa ahli hadis menghubungkan Abdullah bin Saba terhadap orang ini yang merupakan pemimpin suku Khawarij. Mengenai orang kedua, ada beberapa hadis yang disebut sebelumnya tetapi hadis-hadis tersebut dianggap tidak shahih oleh semua mazhab. Orang ketiga, adalah karangan Saif yang mungkin ia ciptakan berdasarkan cerita yang ia dengar tentang orang pertama dan orang kedua, lalu melekatkan ceritanya sendiri kepada mereka.


Ibnu Saba dan Syi'ah

Kita perlu membedakan antara ulama-ulama Sunni yang meriwayatkan cerita Abdullah bin Saba (baik dari Saif seperti Thabari atau yang lain seperti Ibnu Hajar) dan ulama-ulama Sunni gadungan yang tidak hanya meriwayatkannya tetapi juga menyatakan bahwa Syi'ah adalah pengiku tokoh fiksi ini. Telah terbukti bahwa ulama - ulama gadungan yang menyebutkan bahwa pendiri Syi'ah adalah Abdullah bin Saba bukanlah orang-orang Sunni. Mereka adalah pengikut sunnah keluarga Abu Sufyan dan Marwan.

Ketika ulama-ulama gadungan ini ingin membahas tentang Syi'ah,, mereka menggunakan istilah Saba'iyah untuk merendahkan ketaatan pengikut keluarga Nabi, terhadap Islam, dengan cara yang sama bahwa mereka merendahkan ketaatan sekelompok umat Islam yang terbunuh pada masa kekhalifahan Abu Bakar karena mereka mengikuti apa yang diperintahkan Rasulullah kepada mereka dalam menyebarkan zakat di kalangan orang miskin dan tidak memberikannya kepada Abu Bakar.

Para ulama gadungan ini, ketika berbicara tentang orang-orang ini, mereka mencampuradukkannya dengan masalah Musailamah yang menyatakan dirinya sebagai Nabi dan mengatasnamakan para syuhada ini padanya untuk membenarkan perbuatan mereka menumpahkan darah, menjarah kekayaan mereka dan merampas para wanita mereka. Tetapi Allah SWT akan memberi keputusan di antara mereka karena Dialah pemberi keputusan yang paling baik.

Pencampuradukkan antara kebohongan dan kebenaran seperti itu bukanlah suatu hal. yang baru bagi kita. Dalam mempersiapkan agenda mereka, mereka memanfaatkan orang-orang bodoh yang secara kebetulan beridentitaskan Islam dan yang melakukan kekezaman karena keangkaraan mereka. Selain itu, apabila mereka tidak dapat menemukan perbuatan bodoh dari umat Islam untuk menghiasi media di suatu periode, mereka membayar untuk menciptakan suatu peristiwa dan menghubungkannya kepada umat Islam, seperti halnya Saif bin Umar yang menciptakan sosok Abdullah bin Saba (dan mengarang sosok ini dengan mengambil namanya di tengah malam). Mereka melakukan hal ini untuk mencari alasan atas tuduhan palsu dan serangan mereka kepada seluruh umat Islam di dunia, sebagaimana halnya Saif dan pengikutnya melakukan hal yang sama pada keluarga Nabi Muhamrnad SAW.

Menurut para ulama Syi'ah dan Sunni, Saif bin Umar adalah salah satu orang yang memanipulasi kebenaran dan menciptakan hadis-hadis palsu berdasarkan kebenaran yang parsial. Meyakini bahwa Ibnu Sabo ada, bukan berarti meyakini cerita-cerita Saif yang berusaha mengkaitkan hal tersebut kepada Syi'ah. Faktanya adalah bahwa orang seperti Abdullah tidak bermanfaat tanpa adanya kisah yang menyebutkan namanya. Kisah-kisah palsu seputar tokoh-tokoh itu mungkin berbeda dengan keberadaan mereka yang sebenarnya. Orang seperti itu mungkin ada sedangkan kisah-kisah mengenainya mungkin tidak.
___________________________________________

Mengungkapkan Kebenaran demi Kemaslahatan

Keterangan gambar: Ibnu Saba yang sebenarnya, zionis homo Lawrence of Arabia, bersama antek-anteknya keluarga Saud dan kaum wahabiah.

Sekilas tentang Ibnu Saba

Seorang pendiri suatu aliran agama pasti namanya selalu dipuja-puji oleh para pengikutnya. Ini adalah sebuah keniscayaan yang tidak mungkin bisa dibantah. Namun keniscayaan ini dilanggar oleh para pembenci aliran Syiah dengan memaksakan pendapat bahwa aliran tersebut didirikan oleh Ibnu Saba, tokoh fiktif yang namanya tidak pernah disebutkan dalam kitab-kitab awal Islam seperti kitab-kitab hadits "Shahih", "Musnad" maupun "Sunan". Nama itu bahkan tidak pernah disebut dalam kitab-kitab awal sejarah Islam seperti "Tarikh"-nya Ibnu Ishak. Adalah hal yang sangat-sangat aneh seseorang yang dianggap telah menciptakan salah satu mazhab Islam terbesar dan pengaruhnya masih terasa sampai sekarang, tidak disebut namanya dalam kitab-kitab awal Islam tersebut di atas. Padahal menurut mereka yang percaya keberadaan Ibnu Saba, yang bersangkutan melakukan aktifitas provokasi dan konspirasinya pada jaman khalifah ketiga Usman bin Affan, sementara kitab-kitab tersebut di atas ditulis jauh setelahnya.

Umat Shiah telah membantah tuduhan tersebut dan menganggap Ibnu Saba sebagai tokoh fiktif yang tidak pernah ada. Namun tuduhan itu tidak pernah berhenti dilancarkan kepada mereka.

Seandainya Anda seorang pengikut Kristen dan kemudian seseorang menuduh agama tersebut didirikan oleh Hitler, tentu Anda akan marah. Namun orang itu terus saja melontarkan tuduhan bahwa agama Kristen didirikan oleh Hitler meski telah berulangkali Anda bantah, diantaranya dengan menyebutkan bahwa sebagian besar orang kristen membenci Hitler. Tentu Anda akan menganggap penuduh tersebut sebagai "orang gila".

Demikian juga sebenarnya orang-orang yang menuduh Syiah didirikan oleh Ibnu Saba adalah "orang gila" karena terus saja melontarkan tuduhan tersebut meski telah diberi penjelasan segamblang-gamblangnya bahwa orang Syiah tidak pernah menganggap Ibnu Saba sebagai manusia yang benar-benar ada. Bekas-bekas keberadaannya pun tidak pernah ditemukan, termasuk silsilah keluarganya.

Yang tidak kalah menggelikan adalah anggapan bahwa Ibnu Saba berhasil mengelabuhi sebagian besar sahabat nabi untuk mendukung Ali bin Thalib dan memberontak terhadap khalifah Usman bin Affan. Bagaimana mungkin seorang yahudi mu'alaf (kalau memang benar adanya) mengelabui para sahabat Rosul yang tentunya jauh lebih mengerti tentang Al Qur'an dan Sunnah Rosul. Padahal para sahabat sangat hati-hati dalam bergaul dengan orang-orang yahudi meski mereka telah masuk Islam. Dalam hal ini bahkan bisa dikatakan para sahabat bersikap agak rasialistis terhadap orang-orang yahudi, berdasarkan ayat-ayat Al Qur'an yang memerintahkan umat Islam untuk berhati-hati terhadap "kelicikan" mereka.

Ada satu kisah cukup terkenal tentang sahabat Rosul utama Abu Dzar al Ghifari dan khalifah Usman bin Affan tentang perdebatan mereka soal penafsiran surat At Taubah ayat 34: "Dan mereka yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkannya di jalan Allah, maka sampaikanlah kepada mereka kabar tentang siksaan Allah yang sangat pedih."

Abu Dzar mengkritik Usman yang dianggap telah menumpuk harta kekayaan untuk diri sendiri dan kerabatnya dan tidak menggunakannya untuk kepentingan umat. Usman didampingi Ka'ab, seorang sahabat dari kaum yahudi, berdalih bahwa ayat tersebut dimaksudkan bukan untuk umat Islam melainkan kepada kaum ahlul kitab (yahudi dan nasrani). Sebaliknya Abu Dzar bersikukuh bahwa ayat tersebut untuk umat Islam, termasuk Usman bin Affan. Kemudian saat Ka'ab menjelaskan pendapatnya Abu Dzar marah. "Siapa kamu berani mengajarkan kami tentang Al Qur'an!" hardik Abu Dzar kepada Ka'ab. Tidak hanya itu, Abu Dzar bahkan mengayunkan tongkatnya ke kepala Ka'ab hingga berdarah.

Berikut ini adalah tulisan yang dikutip dari situs Jurnal Syiah tgl 31 Juli 2010.

Para pembenci Syiah, yang para pelopornya adalah para pembenci ahlul bayt keluarga Rosulullah menuduh bahwa Syi’ah tercipta dari kreasi seorang Yahudi yang memiliki dendam kusumat terhadap Islam, orang tersebut kemudian memeluk Islam guna menghancurkan Islam dari dalam. Orang Yahudi tersebut bernama Abdullah bin Saba’ (Ibnu Saba). Penyebutan Abdullah bin Saba’ sebagai orang Yahudi sebetulnya tidak tepat, sebab namanya dan nama ayahnya jelas menunjukan nama Arab bukan nama-nama Yahudi. Nasab Abdullah bin Saba’ tidak diketahui dan masa lalunya pun gelap pula.

Cerita Abdulah bin Saba’ ini lebih tepat di sebut dongeng ketimbang cerita kenyataan. Ada beberapa sebab yang menjadi alasan bahwa kisah Abdulah bin saba’ ini disebut sebagai ”mitos”, yang secara sengaja diciptakan untuk melakukan pembunuhan karakter dan pendiskriditan terhadap para pengikut Imam Ali dan Ahlul Ba’it Rasulullah Beberapa. alasan akan menjadi obyek kajian tulisan ini.

Kejanggalan dari cerita Abdullah bin Saba’ ini setidaknya dapat dilihat dari tiga hal: Pertama bagi manusia yang berakal sehat tanpa dikotori kepicikan berfikir, tak mungkin menganggapnya kisah Abdullah bin Saba’ dapat dipercaya, bagaimana mungkin seorang Yahudi yang baru masuk Islam memiliki keterampilan politik yang luar biasa dan dengan kemampuanya mempengaruhi pribadi-pribadi kaum muslim yang mulia seperti Abu Dzar al Ghifari, Muhammad bin Abu Bakar (putra khalifah pertama Abu Bakar dan adik kandung Ummul Mukminin Aisyah), Ammar bin Yasir (salah satu sahabat yang telah dijanjikan surga oleh Rosulullah), Sha’sha’ah bin Shauhan, Muhammad bin Abu Hudzaifah, Abdurahman bin Udais, Malik Asytar, untuk melakukan agitasi dan propaganda pemberontakan pada khalifah Usman bin Affan dan para sahabat yang mulia ini mengekor begitu saja. Kedua adalah hal yang mustahil orang yang baru saja masuk Islam, apalagi dari kalangan Yahudi, kemudian menjalankan dan mengorganisasikan pemberontakan tanpa para sahabat bertindak keras mencegahnya. Ketiga adalah hal yang aneh Seorang yahudi yang baru masuk Islam bisa memulai menghancurkan agama islam tanpa seorang muslim pun peduli.


Dari mana sumber cerita Abdullah bin Saba’?

Seorang sarjana muslim bernama As Sayyid Murthadha al Askari, telah melakukan penelitian terhadap kisah Abdullah bin Saba dan hasil penelitiannya dibukukan dengan judul "Abdullah bin Saba’ wa Asathir Ukhra (Abdullah bin Saba’ dan Dongeng-Dongeng Lain)" serta buku yang diberi judul ”Khamsun wa Mi’ah Shahabi Mukhthalaq” (Seratus Lima Puluh Sahabat Fiktif). Menurut al Askari, sumber utama terciptanya kisah Abdullah bin Saba’ adalah seseorang yang bernama Sayf Ibn Umar at Tamimi (meninggal 170 H). Say ibn Umar at Tamimi telah menciptakan tokoh fiktif bernama Abdullah bin Saba’ dalam bukunya "Al Jamal wa mashiri Ali wa Aisyah" dan "Al Futuh al Kabir wa ar Riddah". Dari buku tersebut lalu menyebarlah cerita tentang Abdullah bin Saba’ ke penulis-penulis Islam sesudahnya. Penyebaran kisah Abdullah bin Saba’ sedemikian massif, sehingga buku-buku sejarah Islam banyak yang diwarnai oleh cerita palsu tentang Abdullah bin Saba itu.


Bagaimana Dongeng Abdullah bin Saba’ dapat beredar luas?

Peredaran dongeng Abdullah bin Saba’ tersebar melalui penulis sejarah seperti Thabari (wafat 310 H), Ibn ’Asakir (wafat 571 H), Ibn Abi Bakr (wafat 741 H) dan adz Dzahabi (wafat 748). Dari merekalah kemudian dongeng Abdullah bin Saba’ tersebar ke generasi-generasi sesudahnya. Kecuali Thabari yang mengambil cerita Ibnu Saba dari Syaif Ibn Umar at Tamimi, penulis lainnya mengutip dari Thabari. Mereka semuanya hidup jauh setelah para penulis kitab-kitab awal "Shahih", "Musnad", "Sunan" dan "Tarikh".

Para penulis sejarah kontemporer pada akhirnya banyak yang mengutip cerita-cerita Abdullah bin Saba’ melalui penulis di atas, sekedar menyebutkan sebagian buku yang terkenal yang menuliskan Abdullah bin Saba’ dan syiah diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Muhammad Rasyid Ridha, dalam bukuya As Sunnah wa Asy Syi’ah, ia mengatakan: ”Tasyayyu terhadap khalifah ke empat Ali bin Abi Thalib adalah pangkal perpecahan umat Muhammad dalam agama dan politik mereka. Pencetus dasar-dasarnya adalah seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’, ia menganjurkan kepada yang berlebih-lebihan (ghuluw) tehadap Ali dengan tujuan memecah belah umat ini serta merusak agama dan urusan dunia”. Rasyid Ridha mengambil rujukan kisah Abdullah bin Saba’ ini dari Ath Thabari.

2. Ahmad Amin dalam buku "Fajar Islam dan Dhuha Islam" menuliskan: ”Akidah Syi’ah tentang wasiat dan Raja’ah diambil dari Ibnu Saba’ adapun konsep Mahdi al Muntazhar diambil dari ajaran Yahudi melalui Ibnu Saba’. Abu Dzar al Ghifari mengambil pemikiran tentang sosialisme dari Ibnu Saba’, dan Ibnu saba’ mengambilnya dari ajaran Mazdakiyah yang tersebar di masa kekuasaan bani Umayyah. Dari semua itu dapat ditarik kesimpulan bahwa Syiah adalah benteng bagi semua orang yang ingin menghancurkan agama Islam”. Tetapi kemudian Ahmad Amin meralat pendapatnya setelah ia bertemu dengan Ayatullah Muhammad Husain Kasyif al Ghitha. Ia kemudian menyatakan permintaan maaf kepada kaum Muslim Syiah. Ahmad Amin menyebutkan ia mengambil sumber rujukan kisah Abdullah bin Saba’ ini dari Ath Thabari.

3. Dr Hasan Ibrahim Hasan dalam bukunya "Tarikh al islam as Siyasi". Ia menuliskan dalam bukunya sebagai berikut: ” Abdullah bin Saba mempengaruhi seorang sahabat besar ahli hadis Abu Dzar al Ghifari untuk melakukan pemberontakan menentang Utsman dan Muawiyyah.” Ia menyebutkann sumber cerita Abdullah bin Saba’ dari Ath Thabari.

4. Syekh Abu Zuhrah dalam ”Tarikh al Madzahib al islamiyah" menuliskan dalam bukunya: ”Abdullah bin Saba mengatakan bahwa ada seribu nabi dan setiap nabi memiliki wasi, dan Ali adalah wasi Muhammad. Muhammad adalah penutup para nabi dan Ali penutup para washi.” Ia mengutip cerita Abdullah bin Saba’ dari Ath Thabari.

5. Farid Wajdi dalam bukunya "Dairah Ma’arif al Qarn’Isyrn” juga menulis cerita tentang Abdullah bin saba’ yang diambil dari sumber yang sama yakni Ath Thabari.

6. Ahmad ’Athiyatullah dalam bukunya ”Al Qamus al islami” menuliskan: “Ibnu Saba’ adalah pimpinan sekte as saba’iyah dari kalangan Syi’ah. Ia dikenal dengan nama Ibnu as Sawda”. Ia pun mengambil sumber cerita Abdullah bin Saba’ dari Ath Thabari.


Sedangkan kutipan-kutipan cerita Abdullah bin Saba’ yang beredar di Indonesia dalam bentuk artikel di majalah ataupun buku-buku relatif banyak, terutama buku-buku yang diterbitkan oleh kelompok-kelompok "nawashib" yang membenci Ahlul Ba’it, seperti buku "Mengapa Kita Menolak Syi’ah" yang diterbitkan oleh LPPI, "Tikaman Syi’ah", "Gen Syi’ah" dan lain sebagainya. Dari sekian artikel kami hanya akan menyebut dua saja, karena kedua artikel inilah yang akan di bahas dalam tulisan ini, sekaligus meluruskan kisah Abdullah bin Saba’ yang terdapat dalam buku-buku lain.

1. Artikel berjudul : "Abdullah Bin Saba’ Tokoh Fiktif?” ditulis oleh Majalah al Muslimun – majalah Hukum dan Pengetahuan Islam, Bangil No 217 Sya’ban/ Ramadhan 1408 April 1988.

2. Artikel berjudul : "Abdullah Bin Saba’ Bukan Tokoh Fiktif" Karya Dr Sa’diy Hasyimi yang dimuat di Majalah Suara Masjid.


Telah kami sebutkan di atas secara singkat bahwa Abdullah bin Saba’ adalah tokoh fiktif hasil rekayasa dari orang yang bernama Syaif Ibnu Umar at Tamimi. ia meninggal pada masa khalifah Harun al Rasyid. Ia dikenal sebagai orang yang membenci ahlul ba’it (nawashib). Seperti telah kami sebutkan di atas, ia menulis dua buah buku yang di dalamnya terdapat tokoh yang bernama Abdullah bin Saba’: "al Jamal wa mashiri Ali wa Aisyah" dan "Al Futuh al Kabir wa ar Riddah". Murthadha Al Askari menyebutkan dalam bukunya “Syaif at Tamimi telah memalsukan riwayat Nabi SAW dengan menciptakan sahabat-sahabat yang tidak pernah ada dalam sejarah. Nama-nama tersebut adalah nama fiktif yang tidak pernah ada orangnya” Murthada al Askari menyebutkan ada 150 sahabat fiktif karangan Tamimi, di antaranya bernama Sa’r, Al Hazhhaz, Uth, Hamdhan dan lain sebagainya termasuk Abdullah bin Saba.

Kitab "Tarikh al Umm wa al Muluk" karya Ibnu Jarir Ath Thabari adalah sumber tertua kisah Abdullah bin Saba’. Ath Thabari hanya bersandar pada perawi tunggal, Syaif Ibnu Umar at Tamimi. Sedangkan jalur yang menyambungkannya kepada Syaif hanya dua yaitu :

1. Ubaidullah bin Sa’id az Zuhri dari pamanya yang bernama Ya’qub bin Ibrahim dari Syaif Ibnu Umar at Tamimi. Kisah Abdullah bin Saba’ ia nukil dari jalur ini secara lisan.
2. As Surri (Abu Ubaidah) bin Yahya dari Syu’aib bin Ibrahim dari Syaif Ibnu Umar at Tamimi. Kisah Abdullah bin Saba’ ia nukil melalui kitab "Al Futuh wa Ar riddah" dan kitab "al Jamal wa Masir ‘Aisyah" karya syaif ibnu Umar at Tamimi, dan terkadang ia mengutip secara lisan.

As Surri bin Yahya yang dimaksud dalam jalur periwayatan di atas bukanlah Ats Surri bin Yahya, seotang perawi yang terkenal tsiqah. Sebab masa hidup Ats Surri bin Yahya yang tsiqah itu lebih awal dari ath Thabari. Ia wafat tahun 167 H, sementara Ath Thabari baru lahir tahun 224 H. Selisih antara wafat As Surri dan kelahiran ath Thabari adalah 57 tahun. Penelusuran para ulama menyebutkan bahwa, tidak ada seorang perawi yang bernama As Surri bin Yahya selain dia. Oleh karenanya, ada yang mengasumsikan bahwa as Surri yang menjadi perantara periwayatan ath Thabari adalah salah satu dari dua perawi yang keduanya adalah pembohong dan cacat di mata ulama :

1. As Surri bin Ismail al Hamdani al Kufi.
2. As Surri bin ’Ashim al Hamdani (seorang imigran yang tinggal di kota Bghdad) wafat tahun 258 H dan ath Thabari hidup sezaman denganya selama tiga puluh tahun lebih.

Mayoritas ulama ahlu Sunnah sendiri memandang kredibilitas Syaif Ibnu Umar at Tamimi sebagai tidak bernilai. Diantara komentar para ulama tentang at Tamimi adalah sebagi berikut"

1. Yahya bin Muin (wafat 233 H): "Riwayatnya lemah dan tidak berguna, uang sesen lebih berharga daripada dirinya”.
2. Abu Daud (wafat 316 H): ”Syaif bukan seorang yang dapat dipercaya. Ia adalah seorang pembohong (al Kadzdzab), ia tidak berarti sedikitpun, beberapa hadis yang ia sampaikan sebagian besarnya tertolak”.
3. Ibn Hibban (wafat 354 H): ”Sayf meriwayatkan hadis-hadis palsu dan menisbahkan pada perawi–perawi yang sahih. Ia dianggap sebagai seorang pembid’ah dan pembohong serta pemalsu hadits”.
4. Ibn Abd Barr (wafat 462 H): ”beliau menulis tentang al Qa’qa, di mana Syaif berbohong”.
5. Al Daruquthni (wafat 385 H): ”Riwayat yang disampaikan Syaif lemah”.
6. Firuzabadi (wafat 817 H) : ”Riwayat yang Syaif sampaikan lemah”.
7. Ibn al Sakan (wafat 353 H): ”Riwayat syaif lemah”.
8. Ibn Adi (wafat 365 H): ”Ia lemah, sebagian hadisnya mashut akan tetapi sebagian besar darinya tidak terdukung riwayat yang ia sampaikan lemah dan tidak digunakan”.
9. Al Suyuthi (wafat 900 H): ”Hadis yang disampaikannya lemah”.
10.Ibnu Hajar al Asqalani (wafat 852): ”Dalam hadis banyak perawi lemah dan yang paling lemah di antara mereka adalah Sayf”.
11.Ibn Abi Hatam (wafat 327 H): ”Para ulama telah mengabaikan riwayat yang disampaikan Syaif”.
12.Safi al Din (wafat 923 H): ”Riwayat yang disampaikan Sayf dianggap lemah (dhaif)”.
13.Al Hakim (wafat 450 H): ”Sayf adalah seorang ahli bid’ah riwayatnya diabaikan”.
14.Al Nas’i (wafat 303 H): ”Riwayat yang disampaikan Syaif lemah dan riwayat tersebut harus diabaikan karena tidak dapat dipercaya dan tidak berdasar”.
15.Abu Hatam (277 H): ”Hadis yang diriwayatkan Sayf harus ditolak”.


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cerita Abdullah bin Saba’ adalah sebuah kebohongan yang diciptakan oleh Syaif ibnu Umar at Tamimi. Sebagaimana dinyatakan oleh Dr Ahmad al Wa’ili: ”Para peneliti menyebutkan bahwa ath Thabari menukil 701 riwayat sejarah yang meliputi berbagai peristiwa yang mewarnai masa kekhalifahan ketiga khalifah pertama. Kesemuanya ia nukil dari jalur As Surri si pembohong, dari Syu’aib yang misterius keperibadianya dan dari Syaif yang ditolak oleh para ulama”.

Selain pengujian melalui jalur periwayatan dan sumber periwayatan yang telah kami sebutkan di atas, seorang sarjana Muslim bernama S.H.M Jafri menggunakan metode lain untuk meneliti asal-usul Syi’ah. Beliau menuliskan hasil penelitianya dalam buku berjudul "Origin and Early Development Of Shi’a Islam". Pengujian yang ia gunakan adalah dengan kajian historiografi dengan melakukan studi komparatif sejarah, yakni membandingkan seluruh penulis sejarah Islam dari generasi paling awal. Ia menuliskan: “keberadaan Abdullah bin Saba tidak ditemukan dalam naskah-naskah sejarah tertua seperti Muhammad bin Ibn Ishaq bin Yasar (wafat tahun 151 H), Abu Abdullah Muhammad bin Sa’ad ( wafat tahun 168 H), Ahmad bin Yahya al Baladzuri (wafat tahun 279 H), Ibn Wadhih al Ya’qubi (wafat tahun 284 H), Abu Bakar ahmad bin Abdullah al Aziz al Jauhari (wafat tahun 298 H), dan Mas’udi (wafat tahun 344 H).

Sejarah seputar masa krisis kekhalifahan Utsman bin Affan hingga terbunuhnya beliau yang ditulis para sejahrawan tertua tersebut tidak disebut-sebut keterlibatan Abdullah bin Saba. Bahkan nama Abdullah bin Saba’ tidak ditemukan dalam naskah "Ansab al Asyraf" karya Baladzuri, padahal kitab tersebut yang paling detail bercerita tentang krisis pada masa kekhalifahan Utsman. Memang dalam kitab Baladzuri terdapat nama Ibnu Saba’, tetapi dia merujuk pada nama Abdullah bin Wahab al Hamdani atau dikenal dengan sebutan Abd Allah al Wahab al Saba’i pemimpin kelompok Khawarij, bukan merujuk pada Ibn Sawda atau Abdullah bin Saba.

Berpijak dari hasil penelitian tersebut dapatlah kita sebutkan bahwa eksistensi tentang Abdullah bin Saba baru muncul pada naskah-naskah sejarah setelahnya, dengan kata lain muncul pada masa Ath Thabari yang merujuk pada si pencipta tokohnya yang bernama Syaif Ibnu Umar at Tamimi yang kemudian beredar secara luas dikutip oleh kalangan sejarahwan ahlu Sunnah, termasuk sebagian sejarahwan Shiah yang terjebak dalam cerita fiksi itu.

Beberapa sejahrawan modern banyak pula yang telah melakukan penelitian tentang Syi’ah (beserta asal-usulnya) dan kesimpulan mereka adalah meragukan keberadaan figur fiktif bernama Abdullah bin Saba tersebut diantaranya adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh tim yang dibentuk lembaga ahlu sunnah dari Damaskus yang bernama "Al majma’ al ‘Ilmi al ‘Arabi", telah membentuk tim dibawah pimpinan Profesor Muhammad Kurdi Ali untuk melakukan penelitian tentang Syi’ah. Hasilnya penelitian telah diterbitkan dalam bentuk buku berjudul "Khtath al Syam". Dalam kitab tersebut dijelaskan tentang asal usul Syi’ah yang dilahirkan justru dari lisan Rasulullah SAW, bukan dari Abdullah bin Saba. Dalam buku itu disebutkan pula nama-nama sahabat Syi’ah awal.

2. Ulama dari Indonesia yang meneliti Syi’ah di antaranya adalah Prof Dr H Abu Bakar Atjeh (beliau adalah seorang ahlu sunnah) yang karyanya diterbitkan dengan judul "Syi’ah Rasionalisme dalam Islam" yang dalam bukunya beliau mengutip pendapat Prof. Hamka yang menyebutkan bahwa madzhab Syafi’i yang dianut mayoritas muslim Indonesia lebih dekat dengan madzhab Syi’ah. Dalam bukunya tidak disebutkan peran Abdullah bin Saba’ dalam pendirian Islam, malah beliau menunjukkan bahwa syi’ah dilahirkan oleh Rasulullah S.A.W.

3. Ulama dari Indonesia lainya adalah H Abdullah bin Nuh beliau (seorang ahlu sunnah), yang banyak melakukan penelitian tentag Syi’ah, dan beliau menyebutkan bahwa penyebar Islam di Indonesia yang pertama adalah orang-orang syi’ah

4. Dr Thoha Husein, ia menyatakan tentang keraguanya akan keberadaan Abdullah bin Saba’ dan menganggapnya tokoh fiktif. Sebagaimaa dituliskan dalam "Al Fitnatul Kubra jilid II", Thoha Husein meneliti kitab-kitab sejarah awal Shiah dan tidak ditemukan nama Abdullah bin Saba.

5. Asyaikh Universitas Al azar Syaikh Mahmud Syaltut, beliau bahkan mengeluarkan fatwa bolehnya berpegang dengan madzhab syi’ah.

Tentu saja mereka semua dikecam habis-habisan oleh para pembenci ahlul bayt. Sebagian bahkan dikafirkan dan dihalalkan darahnya.


Kecurangan-kecurangan dalam pengutipan

Ditengarai para pembenci ahlul bayt (nawashib) telah melakukan kecurangan-kecurangan terhadap karya-karya sejahrawan awal. Modusnya adalah dengan melakukan perubahan ataupun pemalsuan terhadap redaksional dengan dibelokan dari makna aslinya. Tindakan itu dimaksudkan untuk menunjukan kepada khalayak awam bahwa dalam kitab-kitab sejarah paling awal yang ditulis sejahrawan muslim terdapat figur Abdullah bin Saba’ dan itu membuktikan kepada khalayak ramai, bahwa Abdullah binn Saba’ bukanlah tokoh fiktif. Salah satu contohnya adalah sebagai berikut :

“Ahmad bin Ya’qub,…, Dia mengutip perkataan Sayyidina Utsman ketika beliau marah kepada sahabat Ammar bin Yasir karena telah merahasiakan wafatnya Abdullah bin Mas’ud dan Miqdad “celakalah Ibnu as-Sauda’ (Abdullah bin Saba’) itu. Sungguh aku benar-benar mengetahuinya.”

Tindak pemalsuan di atas adalah dengan pemberian makna lain dari redaksi yang sebenarnya, pada tulisan di atas (yang dipalsukan) kata dalam kurung yang tertulis (Abdullah bin Saba’) tidak terdapat dalam kitab Tarikh Ya’qubi, kata tersebut adalah tambahan dari si pengutip. Pihak pengutip sengaja menghilangkan informasi sebelum dan sesudahnya yang menunjukkan bahwa Ibnu Sa’uda yang dimaksud adalah Ammar bin Yassir, mari kami kutipkan secara utuh :

“ Ketika Ibnu Mas’ud datang ke Madinah dari Kuffah, dan menyerahkan kunci ba’it al mal dengan sikap sedemikian rupa, lalu Utsman bin Affan mengeluarkan perintah agar Ibn Mas’ud dihajar dan dikeluarkan dari masjid. Karena tidak senang dengan perbuatan Utsman, maka Ali membawa Ibn Mas’ud (yang terluka parah: tambahan blogger) ke rumah. Ibnu Mas’ud meninggal dua tahun sebelum Utsman. Dalam Wasiatnya Ibnu Mas’ud minta supaya Ammar mendo’akan dan menshalatkan jenazahnya, dan meminta supaya Usman tidak mensholatkan jenazahnya. Miqdad (sebelum meninggal) juga bersikap demikian…. Utsman bin Affan marah kepada Ammar bin Yassir yang telah merahasiakan wafatnya Abdullah bin Mas’ud dan Miqdad bin Amr, ia berkata kepada Ammar: “Celakalah engkau Ibnu as Sauda, sungguh aku benar-benar mengetahuinya…". Ammar bin Yassir oleh kaum Qurasy memang digelari "Ibnu Sawda" yang artinya sebagai putra wanita hitam dan "Al Abd" yang artinya si budak”.

Dengan demikian jelas bahwa si pengutip bermaksud membelokkan arti dari Ibnu Sawda diatas. Sebagaimana telah kami sampaikan diatas melalui penelitian bahwa Abdullah bin Saba’ tidak diketemukan dalam kitab-kitab sejahrawan Islam paling awal.

Sebetulnya kalau kita jeli melihat kalimat yang dipalsukan tersebut, bahwa sebetulnya yang disebut Ibnu Sa’uda adalah Ammar bin Yasir, perhatikan: di atas diceritakan Khalifah Utsman bin Affan marah kepada Ammar bin Yassir karena telah merahasiakan wafatnya Abdullah bin Mas’ud dan Miqdad padahal Khalifah Utsman tahu, kemarahan khalifah diujudkan dengan mengatakan “celakalah Ibnu as Sauda” tentu saja kemarahan itu ditujukan kepada Ammar karena di situ Khalifah sedang berbicara dengan Ammar. Biasanya orang-orang nawashib sangat lihai dalam memotong dan memalsukan informasi. Tapi sepandai-pandai tupai melompat pasti suatu saat jatuh juga. Dan karena terlalu bersemangat untuk memberikan tuduhan bahwa Syi’ah adalah produk Abdullah bin Saba, akhirnya mereka terperangkap dalam tindak pemalsuannya sendiri.

Bentuk pembiasan informasi lain adalah terdapatnya nama Ibnu Saba yang tertulis dalam kitab Ansab al Asyraf karya Baladzuri. Dalam kitab tersebut tertulis “…Dan Ibnu Saba memiliki satu naskah dari surat tersebut lalu ia mengubah-ubahnya”. Jika informasi ini dipotong sampai di sini saja maka dampaknya adalah bahwa bukti Abdullah bin Saba’ tertulis di kitab sejarah Islam awal adalah benar. Tetapi kalimat tersebut masih memiliki keterangan, bahwa yang dimaksud al Baladzuri dengan Ibnu Saba’ di situ adalah ‘Abd Allah Ibn Wahab al Saba’i atau dikenal juga dengan Abdullah bin Wahab al Hamdani, seorang pemimpin utama Khawarij dari suku Sabaiyah atau Qathan. Penyematan nama saba’iyah ini disebabkan oleh gesekan antara suku Adnan dan Qathan, sehingga orang-orang Adnani memanggil orang-orang dari suku Qathan dengan sebutan sabaiyah.

Dengan demikian pemerkosaan pada kedua kitab awal yang dipaksa untuk membuktikan adanya tokoh Abdullah bin Saba sebetulnya adalah tindakan kejahatan. Kedua kitab tersebut memang berbicara secara detail berkenaan krisis di masa khalifah Utsman sehingga beliau wafat, namun tidak diketemukan nama Abdullah bin Saba’ sebagimana yang dituduhkan sebagai pendiri Madzab syi’ah.
__________________________________________

Sejarah Israel menjajah Palestina

Lawrence, Yahudi di belakang Saudi Arabia

Gagalnya Theodore Herlz membujuk Khalifah Turki Utsmaniyah, Sultan Abdul Hamid II, agar menyerahkan wilayah Palestina kepada komplotan Zionis Yahudi, membuat Herlz sangat geram. Turki Utsmaniyah harus dihancurkan! demikian tekad Herlz. Maka dimulailah konspirasi penghancuran kekhalifahan Islam di gerbang Eropa ini dari dalam maupun dari luar. Dari dalam, konspirasi Zionis telah memiliki seorang pion yakni seorang perwira di tubuh angkatan bersenjata Turki bernama Mustafa Kemal, seorang Turki kelahiran Salonika yang masih berdarah Yahudi. Dari luar, konspirasi akan menggerogoti pengaruh kekhalifahan di wilayah-wilayah luar Turki dengan cara mempr ovokasi satu-persatu tokoh-tokoh setempat, menumbuhkan sikap kesukuan serta harga diri kelompoknya, dan dibenturkan dengan bangsa Turki. Politik adu domba, seperti Devide et Impera-nya VOC Hindia Belanda terhadap Nusantara, dilakukan komplotan Zionis ini. Pion-pion Zionis pun disebar dan disusupkan ke dalam lapisan elit mereka. Salah satunya T.E. Lawrence, seorang perwira muda Inggris berdarah Yahudi yang berhasil menyusup dan menjalin hubungan mesra dengan klan Ibnu Saud yang merupakan dinasti berpengaruh di Saudi Arabia.


Saudi Arabia, seperti halnya Palestina, merupakan bagian dari wilayah kekuasaan kekhalifahan Islam saat itu. namun berkat kepiawaian seorang Lawrence, yang merupakan anak buah dari Jenderal Allenby (seorang jenderal yang sangat islamofobia), tokoh-tokoh Saudi akhirnya terprovokasi dan akhirnya melakukan pemberontakan terhadap kekhalifahan Islam yang berpusat di Turki. Bahkan dalam banyak pertempuan melawan pasukan kekhalifahan Islam Turki Utsmaniyah, Lawrence memimpin sendiri pasukan Saudi. Disebabkan jarak geografis yang cukup jauh dengan pusatnya, maka wilayah Saudi pun berhasil melepaskan diri dari kekhalifahan Islam dan berdiri sebagai kerajaan sendiri. Pion Zionis T.E. Lawrence merupakan seorang pion kelompok Zionis. Hal ini dikemukakan oleh sejarawan Inggris bernama Martin Gilbert, yang di dalam artikelnya berjudul “Lawrence of Arabia was a Zionist” (The Jerusalem Post, edisi 22 Februari 2007), menyebut Lawrence sebagai agen Zionisme Internasional. Sejak memberontak terhadap kekhalifahan Islam, Saudi Arabia menjadi sebuah kerajaan (monarki) di mana Dinasti Saud menjadi garis keturunan raja. Walau secara formal kerajaan Saudi Arabia mencantumkan Islam sebagai agama resmi kerajaan, namun ada banyak hal yang bisa dijadikan catatan buruk bagi perannya dalam ikut berjuang menegakkan panji ketauhidan di seluruh muka bumi. Craig Unger, mantan deputi direktur New York Observer di dalam karyanya yang sangat berani berjudul “Dinasti Bush Dinasti Saud” (2004)


Memaparkan kelakuan beberapa oknum di dalam tubuh kerajaan negeri itu, bahkan di antaranya termasuk para pangeran dari keluarga kerajaan. “Pangeran Bandar yang dikenal sebagai ‘Saudi Gatsby’ dengan ciri khas janggut dan jas rapih, adalah anggota kerajaan Dinasti Saudi yang bergaya hidup Barat, berada di kalangan jetset, dan belajar di Barat. Bandar selalu mengadakan jamuan makan mewah di rumahnya yang megah di seluruh dunia. Kapan pun ia bisa pergi dengan aman dari Arab Saudi dan dengan entengnya melabrak batas-batas aturan seorang Muslim. Ia biasa minum Brandy dan menghisap cerutu Cohiba,” tulis Unger.


Bandar, tambah Unger, merupakan contoh perilaku dan gaya hidup sejumlah syaikh yang berada di lingkungan elit kerajaan Saudi. “Dalam hal gaya hidup Baratnya, ia bisa mengalahkan orang Barat paling fundamentalis sekali pun.” Bandar adalah putera dari Pangeran Sultan, Menteri Pertahanan Saudi. Dia juga kemenakan dari Raja Fahd dan orang kedua yang berhak mewarisi mahkota kerajaan, sekaligus cucu dari (alm) King Abdul Aziz, pendiri Kerajaan Saudi. Lalu yang juga ironis adalah tindakan dari kerajaan Saudi yang menyerahkan penjagaan keamanan bagi negerinya—termasuk Makkah dan Madinah—kepada tentara Zionis Amerika. Bahkan Saudi mengontak Vinnel Corporation di tahun 1970-an untuk melatih tentaranya, Saudi Arabian National Guard (SANG) dan mengadakan logistik tempur bagi tentaranya. Vinnel merupakan salah satu Privat Military Company (PMC) terbesar di Amerika Serikat yang bisa disamakan dengan perusahaan penyedia tentara bayaran. Dalam invasi Amerika Serikat ke Afghanistan dan Irak, Saudi bersikap pro-aktif membantu pasukan sekutu ini dengan menyediakan wilayahnya kepada pihak sekutu dengan harga sewa yang didiskon sampai dengan 30 persen. Tangan para syaikh Saudi berlumuran darah umat Islam Afghanistan dan Irak dalam kasus ini.

Bagi yang ingin lebih mengetahui tentang kaitan kerajaan Saudi Arabia dengan Amerika, silakan membaca literatur di bawah ini:
1. Wa’du Kissinger (Belitan Amerika di Tanah Suci, Membongkar Strategi AS Menguasai Timur Tengah, karya DR. Safar Al-Hawali—mantan Dekan Fakultas Akidah Universitas Ummul Quro Makkah, yang dipecat dan ditahan setelah menulis buku ini, yang edisi Indonesianya diterbitkan Jazera, 2005)
2. Dinasti Bush Dinasti Saud, Hubungan Rahasia Antara Dua Dinasti Terkuat Dunia (Craig Unger, 2004, edisi Indonesianya diterbitkan oleh Diwan, 2006)
3. Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia (George Lenczowski, 1992)
4. History of the Arabs (Philip K. Hitti, 2006)

(Copasiana55/Cahyono-Adi/Tour-Mazhab/Al-Hassanain/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: