Kudeta gagal telah merombak hubungan Turki dengan seluruh negara tetangganya. Sepertinya, Ankara sedang berusaha untuk melakukan siasat “minus pertikaian” dengan mereka. Tentu, siasat ini akan membangkitkan kerja sama ekonomi antara Turki dan seluruh negara tetangganya ini.
Iran, seperti analisa Al-Monitor, telah merubah bentuk hubungan dengan Turki pasca kudeta gagal tersebut.
Sebelum kudeta tersebut, rezim Erdogan termasuk salah satu penentang seluruh bentuk kebijakan Iran sehubungan dengan krisis Suriah. Setelah gempa politik ini, Erdogan bergegas menjumpai Vladimir Putin dan juga memberikan sinyal-sinyal positif untuk bangsa Iran.
Jelas, hubungan Iran dan Turki selama beberapa tahun terakhir setelah Hasan Ruhani menjadi presiden mengalami banyak perubahan. Sekalipun pencabutan embargo ilegal Barat tidak menjadikan kedua negara ini semakin dekat. Akan tetapi, kudeta Juli ini telah membuat perubahan besar dalam hubungan Tehran dan Ankara.
Iran dan Turki memang memiliki perbedaan pandangna serius sehubungan dengan isu Dunia Arab. Isu Suriah menjadi prioritas dalam masalah ini sehingga juga mempengaruhi hubungan ekonomi kedua negara.
Pada sebelas bulan pertama tahun 2015, hubungan ekonomi Ankara dan Tehran mengalami pengurangan sebanyak 30 persen dibandingkan dengan tahun 2014 lalu. Hal ini tidak mengalami perubahan serius pada tahun 2016 ini.
Akan tetapi, kudeta militer di Turki mengandung bahaya bagi Iran dalam tida dimensi:
(1) kekacauan perbatasan;
(2) para oknum pro kudeta termasuk Fathullah Gulen sangat menentang Iran;
(3) Partai Keadilan dan Pembangunan adalah satu-satunya partai Turki yang memiliki hubungan khusus dengan Iran. Untuk itu, Tehran bisa menanam modal untuk Erdogan dan partainya ini.
Dengan penjelasan ini, Iran bisa membuka kembali hubungan terbuka dengan Turki, sehingga bisa mencapai sebuah kesimpulan pasti tentang isu Suriah.
(Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email