Pesan Rahbar

Home » » Assad: Penargetan Warga Sipil Bukan Kepentingan Damaskus

Assad: Penargetan Warga Sipil Bukan Kepentingan Damaskus

Written By Unknown on Friday 7 October 2016 | 21:45:00

Presiden Bashar al-Assad berbicara kepada Associated Press di istana presiden di ibukota, Damaskus, 21 September 2016. (Foto:  AP)

Presiden Suriah Bashar al-Assad telah menolak tuduhan bahwa pasukan pemerintah telah menargetkan rumah sakit dan infrastruktur sipil di negaranya, mengatakan tindakan tersebut bertentangan dengan kepentingan Damaskus.

Assad membuat pernyataan tersebut dalam sebuah wawancara dengan stasiun TV2 Denmark, yang dirilis pada hari Kamis (6/10/16).

Beberapa kelompok oposisi dan badan-badan bantuan baru-baru ini mengklaim bahwa jet Suriah dan Rusia telah menyerang target sipil di barat laut kota Aleppo yang diperebutkan, yang telah sejak 2012 terbagi antara pasukan pemerintah di barat dan militan yang disponsori asing di timur.

Selama beberapa bulan terakhir, kota terbesar kedua Suriah itu telah menyaksikan pertempuran sengit dan berubah menjadi medan pertempuran.

“Mengatakan bahwa [serangan] itu merupakan tujuan kami sebagai pemerintah, [bahwa] kami yang memerintahkan menghancurkan rumah sakit atau sekolah atau untuk membunuh warga sipil, ini semua bertentangan dengan kepentingan kami,” kata Assad, mencatat, namun kandang-kadang ada saja kesalahan yang dilakukan oleh individu dalam perang apapun.

Pemerintah Damaskus yang sedang memerangi teroris di Aleppo menjadi balasan di media setelah kemajuan militer terhadap kelompok Takfiri yang beroperasi di kota itu.

Presiden Suriah lebih lanjut menggarisbawahi bahwa jika tuduhan “melakukan … kekejaman” itu benar, ia tidak akan tetap di kantor.

Assad bersumpah akan membebasan seluruh Suriah, termasuk kota Aleppo, mengatakan bahwa pemerintahnya lebih memilih kesepakatan dan amnesti yang akan memungkinkan para militan untuk meninggalkan kota.

Pemimpin Suriah lebih lanjut mengatakan tidak ada militan “moderat” di Suriah seperti yang diklaim oleh AS.

AS tidak tertarik pada perjanjian damai yang mengizinkan serangan udara terhadap kelompok teroris Jabhat Fateh al-Sham, yang sebelumnya dikenal sebagai Front al-Nusra, karena organisasi Takfiri ini merupakan “agenda konkrit dan pentingnya di Suriah, “tambah Assad.

Di tempat lain dalam komentarnya, Assad mengatakan bahwa Eropa kini absen dari panggung politik internasional akibat mengikuti langkah Washington, menambahkan bahwa beberapa negara Eropa bahkan “tidak berani mengambil jalur independen dalam politiknya.”


PBB mendesak teroris meninggalkan Aleppo

Dalam perkembangan lain pada hari Kamis, Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura meminta anggota Jabhat Fateh al-Sham meninggalkan Aleppo untuk warga sipil bisa mengakses bantuan.

Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura menghadiri konferensi pers di kantor PBB di Jenewa, Swiss, 6 Oktober 2016. (Foto: Reuters)

Utusan PBB itu mengatakan dalam konferensi pers di kota Swiss Jenewa bahwa jika para teroris meletakkan senjatanya “dengan serius ” dan meninggalkan Aleppo, “secara pribadi” ia akan mendampingi mereka keluar.

Dia juga memperingatkan bahwa teroris Takfiri Jabhat Fateh al-Sham pada dasarnya “menyandera” sekitar 275.000 warga Suriah di kota yang diperangi itu.

Aleppo menghadapi kehancuran total, De Mistura mengatakan, menambahkan, “Maksimum dua bulan, [atau] dua setengah bulan kota Aleppo timur bisa benar-benar hancur.”


Rusia menyambut tawaran PBB

Sementara itu, Rusia menyuarakan dukungan bagi usulan De Mistura untuk mengawal para teroris keluar dari Aleppo.

Kantor berita TASS mengutip Mikhail Bogdanov, utusan presiden Rusia untuk Timur Tengah dan Afrika, yang mengatakan, “Sudah saatnya” mengacu pada permohonan utusan PBB itu.

Perkembangan ini terjadi satu hari setelah militer Suriah mengumumkan keputusan untuk kembali melakukan serangan skala besar terhadap teroris Takfiri yang didukung asing di Aleppo dalam upaya untuk memungkinkan perjalanan aman bagi warga sipil keluar dari kota.

Sejak Maret 2011, Suriah telah dilanda militansi yang didukung oleh beberapa negara-negara Barat dan sekutu regionalnya. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia dan De Mistura masing-masing menyebutkan korban tewas dalam konflik Suriah lebih dari 300.000 dan 400.000. Sementara PBB telah menghentikan penghitungan korban resmi di Suriah, mengatakan ketidakmampuan dalam memverifikasi jumlah korban yang diterimanya dari berbagai sumber.

(AP/Reuters/Mahdi-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: