Pesan Rahbar

Home » » Menggali Rahasia Do'a Nabi khidir; Bab XIV: Mengajukan Hujah

Menggali Rahasia Do'a Nabi khidir; Bab XIV: Mengajukan Hujah

Written By Unknown on Thursday, 20 October 2016 | 20:54:00


Ya Rabbi, kasihanilah kelemahan tubuhku, kelembutan kulitku, dan kerapuhan tulangku. Wahai yang Mula-mula menciptakanku, menyebut dan mendidikku, memperlakukanku dengan baik, dan memberiku makanan, berikanlah aku karunia-Mu, karena Engkau telah mendahuluiku dengan kebaikan-Mu kepadaku. Ya Ilahi, Tuanku, Pemeliharaku, apakah Engkau akan menyiksaku dengan api-Mu setelah aku Mengesakan-Mu, setelah hatiku tengelam dalam makrifat-Mu, setelah lidahku bergetar menyebutmu, setelah jantungku terikat dengan cinta-Mu, dan setelah segala ketulusan pengakuanku dan permohonanku seraya tunduk bersimpuh pada ketuhanan-Mu? Tidak, Engkau terlalu mulia untuk mencampakkan orang yang Engkau pelihara, atau menjauhkan orang yang Engkau dekatkan, atau menyiksa orang yang Engkau naungi, atau menjatuhkan pada bencana orang yang Engkau cukupi dan sayangi.


Penafsiran Etimologis

Kata diqqah dan riqqah memiliki arti lembut, dan keduanya rnemilki arti yang sama. Pengungkapannya dalam kalimat ini adalah sebagai suatu bentuk keindahan.

Kata inthiwa memiliki arti saling terikat. Kata lahjah adalah gerakan lidah. Kata haihât adalah isim fi’il yang memiliki arti menjauhlah. Kata syarîd memiliki arti melarikan diri sedangkan kata tasyrîd memiliki arti berlari menuju seseorang.


Syarah dan Penjelasan

Dalam kalimat doa ini, sang pendoa, memiliki dua sudut pandang: Pertama, sisi kelemahan dan ketidakmampuan, dengan menyatakan, “Ya Rabbi, kasihanilah kelemahan tubuhku, kelembutan kulitku, dan kerapuhan tulangku.” Di sini, ia merasa sangat bersalah dan sangat kurang dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Dari lubuk hati yang amat dalam, ia memohon sesuatu dari-Nya, ia mengakui bahwa dirinya adalah seorang hamba yang harus tunduk dan patuh kepada Tuannya, seraya berkata, “Setelah segala ketulusan pengakuanku dan permohonanku seraya tunduk bersimpuh pada ketuhanan-Mu.”

Kedua, sisi memiliki kekuatan dan kemampuan yang tidak ada taranya. Sebab, ia adalah seorang yang mengakui keberadaan Allah yang Mahaesa, mencintai-Nya, dan senantiasa berada dalam lindungan dan peliharaan-Nya.

Dalam doa ini, Zat yang dipinta (mad’uw) adalah Tuhan Sang Pencipta dan Pemelihara yang amat pemurah, yang karunia-Nya senantiasa tercurah kepada makhluk-Nya. “Wahai yang mula-mula menciptakanku, menyebutku, dan mendidikku, memperlakukanku dengan baik dan memberiku makanan! Berikanlah aku karunia-Mu karena Engkau telah mendahuluiku dengan kebaikan-Mu kepadaku.”

Sementara, sesuatu yang dijadikan sebagai mad’uwun bihi (sumpah dalam berdoa) adalah karunia dan kebaikan. Dalam doa ini, beliau bersumpah demi karunia dan kebaikan-Nya yang senantiasa tercurah. Sedangkan mad’uwun minhu (permohonan agar dihindarkan) dalam doa ini adalah permohonan agar dibebaskan dari api neraka dan siksaan yang pedih.

Di sela-sela doa ini, beliau juga mengeluarkan argumentasi untuk menegaskan bahwa beliau amat mengharapkan pengampunan dan pembebasan dari api neraka. Dan kalimat tersebut berbentuk pertanyaan yang negatif. Argumen tersebut merupakan hujah bahwa tidak mungkin dapat menjauh dari-Nya, “Apakah Engkau akan menyiksaku dengan api-Mu, setelah aku mengesakan-Mu, setelah hatiku tenggelam dalam makrifat-Mu... Tidak, Engkau terlalu mulia untuk mencampakkan orang yang Engkau pelihara...”

Dalil dan argumen semacam ini bukan dalil dan argumen milik para filsuf atau ahli ushul fiqh, tetapi merupakan dalil dan argumen yang datangnya dari sang perindu kepada sang Kekasih dan dalil seorang ‘ârif dalam mengenal al-Haq.

Oleh karena itu, ungkapan Amirul Mukminin pada bagian doa ini adalah, sebagaimana beliau nyatakan, bahwa beliau tengah merindu. Dalil dan argumen atas rasa rindunya itu berbentuk pertanyaan negatif, dan ini merupakan dalil dan argumen yang amat elok.

Sementara, “mengajukari argumen” terkadang adalah untuk menetapkan kebenaran pendapat, dan lawan harus mengakui kebenarannya. Ini adalah jenis argumen yang digunakan dalam filsafat dan fikih, seberbagai cabang ilmu lainnya. Terkadang pula, “mengajukan argumen” berarti sesuatu yang disukai oleh citarasa (dzauq). Dan, apa yang tidak diterima oleh akal, citarasa akan menerimanya. Dalam hal ini, rasio dan akal memang sangatlah lemah:

Kaki kaum rasionalis terbuat dari kayu
Kaki kayu amatlah rapuh

Dalam hal ini, jika lawan bicaranya adalah seorang yang memiliki citarasa, maka ia akan menerimanya. Namun, jika lawan bicaranya menggunakan argmen rasional sematadapat diketahui dengan pasti ia tidak memiliki citarasamaka ia harus keluar dari arena kerinduan kepada Allah.

Sementara, pandangan lain menyatakan bahwa hujah dan argumen semacam ini adalah (sarana) kembalinya seorang hamba kepada Tuannya. Karenanya, ini adalah sebaik-baik bentuk tobat kepada Allah; dengannya seluruh dosa-dosa akan berguguran serta memperoleh ampunan-Nya. Allah Swt berfirman:

Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Zumar: 53)

Tak dapat disangkal, isi doa ini menegaskan bahwa seorang yang meyakini tauhid dan mengenal Allah akan dimasukkan ke dalam surga dan tidak mungkin dijerumuskan kedalam neraka.

Ada sebagian orang yang mengira bahwa seseorang yang memiliki keyakinan terhadap tauhid, mengenal Allah, dan memiliki kecintaan kepada Rasul saww dan keluarganya, akan dimasukkan ke dalam surga apapun perbuatan yang dilakukannya. Dalam hal ini, mereka berpegang pada sabda Rasulullah saww, “Cinta kepada Ali adalah kebaikan dan tidak akan dirusak oieh keburukan apapun yang menyertainya.”

Dari berbagai riwayat, dapat diketahui secara jelas bahwa prasangka semacam itu juga menghinggapi sahabat para imam suci kita. Karenanya, Muhammad bin Marid meriwayatkan, “Saya berkata kepada Imam Ja’far al-Shadiq bahwa ada sebuah riwayat yang kami terima bahwa Anda bersabda, ‘Jika Engkau telah mengenali, maka berbuatlah sesukamu.’ Imam Ja’far al-Shadiq menjawab, ‘Ya, saya telah mengatakannya.’”

Perawi berkata, “Saya bertanya, ‘Apakah sekalipun ia berzina, mencuri, dan minum-minuman keras?’ Imam menjawab, ‘Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’un. Demi Allah, sungguh mereka berbuat tidak adil terhadap kami (Ahlul Bait), di mana, kami yang mendapatkan sanksi berbagai amal pebuatan (buruk itu) dan mereka terbebas. Sesungguhnya, saya mengatakan bahwa jika Engkau telah mengenali, maka berbuatlah sesukamu, (maksudnya) adalah perbuatan baik, yang kecil maupun yang besar. Sebab, sesungguhnya itu akan diterima (oleh Allah).’” [12]

Keyakinan yang salah ini merupakan bahaya besar yang tersembunyi di dalam hati, dan pemilik keyakinan semacam ini akan cenderung meremebkan perbuatan dosa. Oleh karena itu, sebagaimana riwayat ini menolak bentuk keyakinan semacam itu, al-Quran dan riwayat lainnya juga menolak bentuk pandangan dan keyakinan menyimpang itu. Al-Quran menegaskan:

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan Agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, otang-orang yang berbuat riya’ dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (al-Mâ’un: 1-7)

...berada di dalam surga mereka saling bertanya, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan kami membicarakan yang batil bersama dengan orang-orang membicarakannya, dan kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada komi kematian.” Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat. (al-Mudatstsir: 40-48)

Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya baginya neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (al-Jin: 23)

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh kalangan Syiah maupun Ahlu Sunah, Rasulullah saww, tatkala di ambang wafat, bersabda, “Bukan dari golonganku sedang yang meremehkan sholat, dan ia tidak akan masuk ke kolam (Kautsar), DemiAllah, tidak akan.”

Imam Ja’far al-Shadiq, saat menjelang ajal beliau, bersabda, “Syafaat kami tidak akan meliputi siapa yang menganggap ringan (meremehkan) shalat.”

Imam Ja’far al-Shadiq, dalam menafsirkan ayat 113 dari surat Hud: Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, menyatakan, “Ia adalah seorang yang datang menghadap seorang raja, lalu ia berdoa agar raja itu diberikan keselamatan dan panjang umur, dengan demikian maka sang raja akan memberikan kepadanya sesuatu ke dalam kantungnya.” [13]

Diriwayatkan oleh Shafwan al-Jammal, ia berkata, “Beliau (Imam Ja’far al-Shadiq) bertanya kepada saya, ‘Apakah engkau merasa senang jika ia tetap hidup, sehingga memberikan ongkos sewa unta-untamu?’ Saya menjawab, ‘Ya, benar.’ Beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang merasa senang, (atas) keberadaan mereka, maka ia masuk ke dalam golongan mereka; dan barangsiapa yang masuk ke dalam golongan mereka, maka (ia) akan masuk (ke dalam) neraka.’”

Dari Abu Basyir, ia meriwayatkan, “Saya mendengar Abu Abdillah (Imam Ja’far al-Shadiq) berkata, “Barangsiapa yang memakan harta saudaranya secara zalim dan tidak mengembalikan kepadanya, maka pada hari kiamat nanti ia akan memakan sepotong api neraka.”

Peristiwa yang terjadi pada diri Rasulullah saww, saat beliau di ambang wafat, adalah bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa yang memiliki hak atas saya, hendaklah ia mengambilnya di sini, karena Allah telah bersumpah bahwa tidak akan melampaui hak manusia.”

Dalam pada itu, seorang Arab Badui bangkit dari menyatakan bahwa dadanya pernah terpukul tongkat Rasulullah saww. Kemudian Rasulullah saww (siap) untuk dilakukan qisash (hukum balas). Orang Arab itu pun telah bersiap dengan tongkat di tangannya. Ia berkata bahwa saat ia terpukul oleh tongkat itu, tubuhnya dalam keadaan terbuka. Rasul saww kemudian membuka bajunya. Seketika itu pula orang Arab tersebut membuang tongkatnya dan menciumi perut dan dada Rasulullah saww.

Abdullah bin Sabayah berkata, “Tatkala ayah saya meninggal dunia teman ayah saya memberi saya pinjaman beberapa dirham. Uang tersebut saya pergunakan untuk berniaga sehingga akhirnya saya berhasil mengembalikan uang pinjaman tersebut dan saya pun menjadi mampu menunaikan ibadah haji. Tatkala saya datang menemui imam Ja’far al-shadiq saya menceritakan kejadian ini kepada beliau tiba-tiba beliau memotong pembicaran saya dan bertanya, ‘Bagaimanakah dengan harta milik orang-orang?’ Saya menjawab, ‘Daya telah mengambalikannya kepada para pemiliknya masing-masing.’ Kemudian beliau melanjutkan, ‘Hendaklah anda jujur dalam berbicara dan menjaga amanat.’”

Imam Ali bin Abi Thalib bersabda, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mmu dari rincinya perhitungan.”

Diriwayatkan bahwa tatkala Salman al-Farisi berada di ambang wafat, beliau menangis dan berkata, “Saya mendengar dari Rasulullah saww di mana beliau bersabda, ‘Beruntunglah mereka yang ringan dan celakalah mereka yang berat.’” Pembawa riwayat ini menjelaskan bahwa di dalam rumah Salman al-Farisi ini hanya terhapat satu teko air, satu piring makan, dan selembar kulit binatang.

Dinukil dari Thawus al-Yamani, ia berkata, “Saya menyaksikan Ali bin Husain sedang melakukan tawaf dan beliau dalam keadaan menangis hebat sehingga beliau menjadi lemah, lunglai, dan pingsan. Tatkala saya mengangkat kepala beliau dari tanah, beliau menolaknya. Lalu saya berkata, ‘Wahai Tuanku, Anda adalah putera dari al-Husain, keturunan fathimah, dan putera Rasulullah saww (Anda melakukan hal yang demikian, lalu apa yang harus saya kerjakan?)’

Kemudian beliau berkata, ‘Tidak, tidak wahai Thawus! Janganlah Anda membicarakan ayah ibu dan kakek saya, Allah menciptakan surga bagi yang taat Kepada-Nya dari berbuat baik sekalipun ia adalah seorang hamba sahaya dari Habasyah. Dan Dia menciptakan neraka bagi siapa yang menentangnya, sekalipun ia adalah seorang keturunan Quraisy. Tidakkah Anda mendengar firman Allah Swt: Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu tidak pula mereka saling bertanya. [14] Demi Allah pada hari itu tidak ada yang memberikan manfaat kepada anda melainkan amal shalih yang pernah Anda kerjakan.’”

Dalam hal ini, kita sering menjumpai dalam ayat al-Quran bahwa pada saya menyebutkan keimanan maka selalu diiringi dengal amal shalih. Sangat jarang sekali al-Quran hanya menyebutkan salah satunya saja.

Jika muncul pertanyaan, lalu apa bedanya antara seorang Kafir dan seorang muslim? Jawabnya adalah bahwa dari sisi siksaan atas perbuatan maksiat tidak ada perbedaan antara kafir dari muslim. Namun, dari sisi yang lain terdapat perbedaan antara keduanya.

Pertama, orang kafir akan kekal di dalam meraka, tetapi orang mukmin nantinya pasti akan masuk surga.

Kedua, orang kafir tidak akan mendapatkan ampunan dari Allah Swt, sedangkan orang mukmin ada kemungkinan, dengan perantaraan syafaat dan rahmat, dosa-dosanya akan terampuni. Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat dosa yang besar. (al-Nisâ’: 48)

Ketiga, orang kafir, amal baiknya tidak diterima oleh Allah Swt, sementara amal baik seorang mukminbanyak atau sedikitpasti diterima Allah Swt.

Berkaitan dengan penjelasan mengenai kelompok orang kafir dan penerimaan atau penolakan perbuatan baik mereka oleh Allah, memerlukan suatu pembahasan secara tinci, dan insya Allah akan saya paparkan pada tempatnya yang tepat.


Referensi:

12. Ushûl al-Kafî, jilid II, hal. 464.
13. Wasâil al-Syi’ah, jilid XII, bab ke-44, bagian dari bab Ma Yuktasabu Bihi.
14. Al-Mukminûn : 101

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita:

Index »

KULINER

Index »

LIFESTYLE

Index »

KELUARGA

Index »

AL QURAN

Index »

SENI

Index »

SAINS - FILSAFAT DAN TEKNOLOGI

Index »

SEPUTAR AGAMA

Index »

OPINI

Index »

OPINI

Index »

MAKAM SUCI

Index »

PANDUAN BLOG

Index »

SENI