Pesan Rahbar

Home » , » Mustafa Chamran Adalah Sang Pejuang Yang Mencium Tangan Isterinya Sebelum Wafat

Mustafa Chamran Adalah Sang Pejuang Yang Mencium Tangan Isterinya Sebelum Wafat

Written By Unknown on Saturday, 22 October 2016 | 16:14:00


“Tangan yang mengabdi pada ibunya adalah tangan yang suci. Orang yang tidak berbuat baik pada ibunya, tidak akan baik pada siapapun. Aku berterimakasih karena engkau telah mengabdi pada ibumu dengan penuh cinta dan kasih sayang.” (Petikan dialog Mustafa Chamran dengan isterinya).

Mustafa Chamran Savei adalah sosok pejuang Islam yang mati syahid saat berjuang untuk negaranya. Dalam buku karya Habibah Ja’fariyan, berjudul Chamran be Rewoya-e Hamsar-e Syahid (yang edisi Indonesianya diterbitkan oleh penerbit Qorina), pembaca akan terpukau pada kisah human interest yang indah, penuh cinta dan kemesraan suami-isteri.

Kisah ini saya petik dari blog Pencari Ilmu (klik di sini),
*****

Pelajaran Berharga Dari Dr.Musthafa Chamran


Mustafa Chamran adalah Sosok pejuang Islam yang Rela mati dalam Kesyahidannya, dalam buku dengan judul aslinya Chamran be Rewoya-e Hamsar-e Syahid, karya Habibah Ja’fariyan yang diterbit untuk edisi Indonesia oleh penerbit Qorina sungguh sangat berkesan bagi setiap pembacanya.

Setelah membaca Buku ini saya pribadi sangat terkesan dan mengapnya lebih hebat dari novel-novel lainnya yang menghadirkan tokoh Fiktif. Mustafa Chamran adalah kisah nyata dizaman sekarang ini.

Selain pejuang Syahid chamran ternyata memiliki jiwa yang romantis dan sangat menyayangi dan menghormati wanita(istrinya), bagaimana beliau merapikan tempat tidur dan menyediakan sarapan untuk istrinya hingga akhir hayatnya (walau lebih didasari oleh janji yang diucapkannya kepada ibu mertuanya), tetap merupakan contoh yang luar biasa, karena ternyata apa yang dilakukan Nabi saw kepada istri-istrinya buka cuma dongeng semata, ini dibuktikan dengan seorang Mustafa Chamran dapat berbuat yang hampir sama dengan Nabi saw, padahal Mustafa Chamran sendiri hidup sejaman dengan kita bukan hidup pada jaman para sufi.

Tentang keromantisan dari tokoh pejuang inipun bisa dilihat dari kisahnya mendapatkan restu keluarga istrinya dan mempertahankan pernikahan dari tentangan keluarga istrinya dengan akhlaq yang indah, seperti diceritakan bagaimana beliau orang yang mengantarkan ibu mertuanya ke rumah sakit dalam kondisi di tengah medan perang dan bagaimana beliau meminta istrinya untuk selalu menemani ibunya hingga sembuh dan bagaimana beliau mencium tangan istrinya seraya mengucapkan terimakasih sambil menguraikan airmata, hal yang membuat istrinya heran dan bertanya:
“Terima kasih untuk apa, Mustafa?” Mustafa menjwab, “Inilah tangan yang telah mengabdi pada ibunya di hari-hari yang sulit. Tangan ini suci bagiku dan aku harus menciumnya.” Istrinya berkata,”Mengapa engkau berterima kasih padaku? aku berbuat begitu lntaran beliau adalah ibuku, bukan ibumu. Justru engkaulah yang telah berbuat baik kepada beliau.”

Mustafa mengatakan, “tangan yang mengabdi pada ibunya suci. Orang yang tidak berbuat baik pada ibunya tidak akan baik pada siapapun. Aku berterimakasih karena engkau telah mengabdi pada ibumu dengan penuh cinta dan kasih sayang.”

Istrinya berkata “Mutafa, setelah semua perlakuan kasar yang mereka lakukan padamu, engkau masih mengucapkan kata-kata seperti ini?”, Mustafapun menjawab, “Mereka berhak berbuat demikian lantaran mereka menyayangimu.

Mereka tak begitu mengenalku. Dan ini sangat wajar, setiap orangtua ingin menjaga anak gadisnya.” Dan adalagi pesan yang luar biasa buat para pencinta yang mendapat ujian dari keluarga pasangannya, Mustafa Chamran menegaskan kepada istrinya, “Berusahalah dengan cinta dan kasih sayang membuat mereka ridha! Aku tidak suka, sementara aku menikah denganmu, hati ayah ibumu terluka.”syair doa-doa beliau untuk istrinya Ghadeh:

“Ya Allah! Aku memohon satu hal dariMu dengan penuh ketulusan;

Jadilah engkau pelindung bagi Ghadeh

dan janganlah Engkau membiarkannya sendiri.

Setelah kematianku, kuingin melihatnya terbang

Ya Allah! Kuingin sepeninggalku Ghadeh tidak berhenti melangkah diatas jalur kebenaran

Kuingin ia memikirkanku bak sekuntum bunga indah yang tumbuh di jalan kehidupan dan kesempurnaan

Kuingin Ghadeh memikirkanku seperti sepotong lilin-lemah-kecil yang menyala dalam keselapan hingga akhir hayatnya,

dan dia beroleh manfaatnya dari cahayanya untuk masa yang singkat

Kuingin dia memikirkanku sebagai angin surgawi yang berembus dari langit,

yang membisikkan di telinganya kata-kata cinta dan pergi menuju kata tanpa batas..

*****
dengan sedikit editing dan penambahan di dalamnya.


Setelah membaca buku ini, banyak yang terkesan dan menganggapnya lebih menarik dari novel-novel lainnya. Berbeda dengan banyak novel lain — apalagi yang menghadirkan tokoh fiktif — kisah Mustafa Chamran adalah cerita nyata zaman kini, ketika nilai-nilai perjuangan, keadilan dan kemanusiaan makin perlu digencarkan.

Mustafa Chamran – Syahid yang Mencium Tangan Isterinya 

Selain pejuang, Syahid chamran ternyata memiliki jiwa yang romantis dan sangat menyayangi dan menghormati wanita (istrinya). Bagaimana ia merapikan tempat tidur dan menyediakan sarapan untuk istrinya hingga akhir hayatnya (walau lebih didasari oleh janji yang diucapkannya kepada ibu mertuanya), menjadi contoh yang luar biasa. Ia seperti hendak mengingatkan kita pada kebiasaan yang dilakukan Nabi saw kepada istri-istrinya. Chamran adalah salah seorang pendiri Hizbullah, sehingga pemimpinnya yang sekarang pun, Sayyid Hasan Nasrallah, sangat menghormati Chamran.

Tentang romantisme Chamran bisa dilihat dari kisahnya mendapatkan restu keluarga istrinya dan mempertahankan pernikahan dari tentangan keluarga istrinya dengan akhlak yang indah. Antara lain diceritakan ketika ia mengantarkan ibu mertuanya ke rumah sakit di saat peperangan tengah berkecamuk.


Chamran adalah seorang ilmuwan (scientist) yang pernah menjadi Menteri Pertahanan pertama pasca-revolusi Islam Iran. Ia juga pernah menjadi anggota parlemen negeri itu.

Pada akhir tahun 50-an, Mustafa Chamran pindah ke Amerika Serikat untuk melanjutkan pendidikannya. Ia meraih gelar Master of Science dari Texas A&M University. Gelar PhD-nya diperoleh Chamran dari the University of California, Berkeley, pada tahun 1963.

Pada tahun 60-an, ia menjadi salah satu anggota senior Gerakan Perdamaian Iran, yang dipimpin Mehdi Bazargan. Chamran menjadi salah seorang anggota sayap gerakan itu bersama tokoh-tokoh seperti Ebrahim Yazdi, Sadegh Ghotbzadeh dan Ali Shariati. Sebagai orang pergerakan anti Syah Iran, Chamran dan kawan-kawannya memperkuat ketrampilan militer mereka. Ia antara lain mendapatkan latihan militer di Kuba dan Mesir.

Pada tahun 1971, Chamran meninggalkan AS menuju Lebanon, dan bergabung dengan PLO (Palestine Liberation Organization) dan Gerakan Amal (Afwaaj al-Muqawwamah al-Lubnaniyah) di Lebanon Selatan. Chamran bahkan membantu pendirian Amal, dan sempat menjadi tangan kanan Musa Sadr, pendiri Amal.
Di masa perang antara Iran dan Irak (yang berlangsung selama delapan tahun, 1980-1988), Chamran memimpin pasukan infanteri. Mantan komandan tentara sukarelawan paramiliter (Pasdaran) Iran itu, tertembak kaki kirinya oleh mortar tentara musuh hingga dua kali. Namun ia menolak meninggalkan pasukannya. Baru pada 20 Juni 1981, ketika perang makin gencar, Amran mati syahid. Jasadnya kini terbaring di pemakaman Behesht-e Zahra, Teheran.


Film CHE versi Iran:

Kembali ke buku Habibah Ja’fariyan itu. Pembaca juga bisa menyimak bagaimana Chamran meminta istrinya untuk selalu menemani ibu isterinya (mertua Chamran) hingga sembuh. Kisah penuh nilai kemanusiaan di dalamnya amat menyentuh. Pada salah satu bagiannya, pembaca dapat melihat penggambaran kelembutan hati seorang suami kepada isterinya.

Dikisahkan bahwa sambil mencium tangan istrinya, Mustafa Chamran mengucapkan “terimakasih“. Airmata lelaki itu berurai.

Tentu saja istrinya heran dan bertanya: “Terima kasih untuk apa, Mustafa?”

Mustafa pun menjawab, “Inilah tangan yang telah mengabdi pada ibunya di hari-hari yang sulit. Tangan ini suci bagiku dan aku harus menciumnya.”

Istrinya berkata lagi, ”Mengapa engkau berterima kasih padaku? aku berbuat begitu lantaran beliau adalah ibuku, bukan ibumu. Justru engkaulah yang telah berbuat baik kepada beliau.”

Mustafa lalu menanggapi, “Tangan yang mengabdi pada ibunya (adalah tangan yang) suci. Orang yang tidak berbuat baik pada ibunya, tidak akan baik pada siapapun. Aku berterimakasih karena engkau telah mengabdi pada ibumu dengan penuh cinta dan kasih sayang.”

– “Mustafa, setelah semua perlakuan kasar yang mereka lakukan padamu, engkau masih mengucapkan kata-kata seperti ini?”

+ “Mereka berhak berbuat demikian lantaran mereka menyayangimu. Mereka kurang begitu mengenalku. Dan ini sangat wajar, setiap orangtua ingin menjaga anak gadisnya.”

Ada lagi sebuah pesan Mustafa Chamran yang luar biasa buat para pencinta yang mendapat ujian dari keluarga pasangannya. Ini kata Chamran kepada istrinya, “Berusahalah dengan cinta dan kasih sayang untuk membuat kedua orangtuamu ridha. Aku tidak suka, sementara aku menikah denganmu (tetapi) hati ayah ibumu terluka.”

Akhirnya, simak syair doa-doa Cahmran untuk Ghadeh istrinya berikut ini:

“Ya Allah! Aku memohon satu hal dari-Mu dengan penuh ketulusan;
Jadilah engkau pelindung bagi Ghadeh
dan janganlah Engkau membiarkannya sendiri.
Setelah kematianku, kuingin melihatnya terbang
Ya Allah! Kuingin sepeninggalku Ghadeh tidak berhenti melangkah diatas jalur kebenaran
Kuingin ia memikirkanku bak sekuntum bunga indah yang tumbuh di jalan kehidupan dan kesempurnaan
Kuingin Ghadeh memikirkanku seperti sepotong lilin-lemah-kecil yang menyala dalam kegelapan hingga akhir hayatnya,
Dan dia beroleh manfaatnya dari cahayanya untuk masa yang singkat
Kuingin dia memikirkanku sebagai angin surgawi yang berembus dari langit,
yang membisikkan di telinganya kata-kata cinta dan pergi menuju kata tanpa batas…

Selengkapnya mengenai Chamran ini dapat dilihat di:
1. http://en.wikipedia.org/wiki/Mostafa_Chamran
2. http://myhero.com/hero.asp?hero=M_Chamran_LC_farzanegan_IR_2013_ul
3. Surat terakhir Chamran sebelum syahid, dalam video: https://www.youtube.com/watch?v=SiZHf8xLVbY


4. Biografi singkat Mustafa Chamran: http://www.preservearticles.com/2012050931922/biography-of-dr-mustafa-chamran.html
*****

Biography of Dr. Mustafa Chamran


Biography of Dr. Mustafa Chamran - Great Martyr and the Founder of Hizbullah Martyr Dr. Mustafa Chamran

It shall be like doing injustice with my pen, if when writing about the great martyr's of Iran, who spent their entire lives serving their nation, I don’t write about Dr. Mustafa Chamran.

It shall be like doing injustice with my pen, if when writing about the great martyr's of Iran, who spent their entire lives serving their nation, I don’t write about Dr. Mustafa Chamran.

He might not be a popular name around the world, but Iran still remembers him as its Hero. We all know that the "Alive" type of personality always goes places when that aliveness is accompanied by positive thinking and solid faith, and Dr. Chamran possessed that kind of personality; he possessed boundless enthusiasm and was a committed Muslim, with the power of faith working in him. He had chosen a mission for himself which he didn’t fail to achieve.


During the period of Iran-Iraq war-

The Great Imam Khomeini (R.A) had appointed Dr. Chamran as the defense minister of the adhoc Govt, the time when the Iraqi Leader Saddam Hussein had waged a war against Iran, Dr. Chamran's main aim was to ensure peace and security to his country, by establishing a strong and competent Army.

He was also elected as a parliament member in Tehran during the first election after the Islamic Revolution .Martyr Chamran was the representative of Imam Khomeini (R.A) in the National security council, he also was the commander of the guerilla forces, and would update Imam Khomeini (R.A) weekly about the situation during war.

He attained Martyrdom on the 21st of June 1981 during war, in a village in Iran.

Its these tradgies that baffle the writer, and cripples the hand of a poet, tradgeis that reveal that those who die live Eternally and those who face disgrace rise in dignity and honor


HIS EARLY LIFE:

Martyr chamran belonged to a middle class family, they were not very well off, there were 9 other members in his family, his 6 brothers, mother, father grandmother and maternal aunt. They didn’t have a house of there own, they lived in a rented house that was small enough for a family of four.

He was a brilliant student and excelled in every field, studying was always a difficult task for him as his house did not provide enough space for him to study, so he would take his books and go up to his roof and study there for hour’s, he even spent hours studying up there in the cold chilly winters of Iran.

And because of his will and determination he after completing his 12th from a neighboring govt. school he got selected on merit basis in the engineering college in Tehran in 1943.and after completing his graduation he was sent to USA for completing his PhD, it was sponsored by the education Dept of Tehran university and on merit got admission in the university of California ,but being from a middle class family he couldn’t bear the expenses of his studies ,he still didn’t give up hope and as they say ‘where there is a will there is a way” and this time owing to his excellent academic performance the Iranian govt. stepped forward and covered up all his expenses by granting him a scholarship.

During his stay in the US he stood up for the Iranian students and people who were treated like slaves he organized various campaigns and seminars on their rights to have equal treatment abroad , this forced the Iranian govt. to stop providing economic support to him. Charman wasn’t the man who would give up he started working part time to pay for his education. After completing his PhD, He was flooded with job offers from among the country , including NASA (national aeronautic and space engineering), but he rejected all the offers by saying that it was impossible that he would help the enemy by rendering service to a country whose main aim always was to suppress the Muslim world. During that time a war broke out in Lebanon, the Israelis had started a war against the people of Lebanon, Muslims were brutally killed , they didn’t even spare the mothers and children . There was chaos everywhere, Imam Musa Sadar called Dr. chamran and asked him for help, without giving it a second thought Dr. Chamran left for Lebanon.

“Who ilm nahe, zehar hai ehdaar ke haq may

Jis ilm ka hasil hai jahaan may dou kaf ju”


HIS RELIGIOUS OUTLOOK:

Martyr Chamran was a pious man, he always served his religion, he would always say that “THE SAYINGS OF IMAM ALI ARE THE SAYINGS OF PROPHET MUHAMMAD (s.a.w.w) AND THE SAYINGS OF PROPHET MUHAMMAD ARE THE SAYINGS OF THE HOLY QURAN”

He found peace of mind and soul while praying, he would pray till late nights and would sleep after all but yet he was the first one to come to pray in the morning , said one of his students. His wife would always see him waking up at midnight and praying , tears would flow like steams down his face. He did everything to please Allah (s.w.t) . he did not long for the riches of the world he said they were are fake he longed for the love of God

‘Na Duneya Se Na Daulat Se Na Ghar Abaad Karne Se

Tasalli Milti Hai Dil Ko , Khuda Ko Yaad Karne Se”

He was always true to his religion , even when he was in the Tehran Univ. there were so many propagations against Islam yet he chose to be a member in the Islamic students Union,

Imam Ali (a.s) in the Nahjulbalagha says

“Verily the heart of a youth is like an empty land

It accepts whatever seed’s are grown in it”

Martyr Chamran was a firm believer and follower of Imam Ali (a.s), whenever in an argument he would prove his say by quoting the sayings of Imam Ali (a.s) and that proved satisfying to all, his sermons lectures and notes all had an element of Imam Ali (a.s) teachings in them.


PERSONAL LIFE:

Dr. Chamran saw himself as a common peasant, who would work and toil to please the almighty, he loved his fellow beings, he could not bear the sufferings of the poor and less fortunate, if ever he would spot a beggar, he would get out of his car and wrap his arms against him and in tears would tell him it was alright, he gave huge alms to the poor. He could not stand injustice that was one of the reasons that he left US and went to Lebanon. He rose up to the cries of his Muslim brothers. He did not fear death, he would say “cowards die many times before their death; it’s the brave that dies just once”.

The great Iqbal has righty said

“ Tamanna dard e dil ki ho , tou kar khidmat fakeerou ki,

Nahi milta hai ye gowhar baadshahou ke Khazeenou may”

Imam Musa Sadar had opened 4 industries in Lebanon in just 4 years , just to help the country come out of the economical crunch, he also opened many centers so as to increase the commercial development in Lebanon , and the biggest among them was called “ jable amil tech. Institution” it mostly employed the younger youth, and helped the destitute , the poor and the orphaned children, mostly those who had lost their parents in the war against Israel. Dr. Chamran was appointed as the principal of this center , Dr Chamran would sleep after all the children had gone to bed , he took care of them as his own , he at times would even do their dishes, this work didn’t make him feel small , but it made him feel so connected to his Almighty . He remained there for 8 years.

Dr Chamran in his book Lebanon says;

“This institution was our center, our military headquarters’, our training camp, and also our Home”


THE MAKING OF THE HIZBULLAH:

All those who had taken training from Dr Chamran became the soldiers of the Islamic revolution ( Sipah-e-pasdaran-e-inqilaabe islamia), these members are also the strong soldiers of the resident forces in Lebanon. The majority soldiers of the Islamic organization of Palestine have been trained by Dr. Chamran.

It was because of his great efforts, sincerity, hard work, courage and also by utilizing the great efforts of his friends, colleagues and students, he believed that he could make an army that was strong enough to unite and fight for Islam, a new nation took birth in Lebanon, that what is popularly known as THE HIZBULLAH around the globe

Yes very few might have known what is known to you now .

The great commander in chief of the Hizbullah, Syed Hassan Nasrullah has with great pride and honor declared himself as the student of the greatest teacher Martyr Dr.Mustafa Chamran.

Great men are born and great men die leaving behind memories, but greater are the people like Dr Mustafa Chamran who leave behind them an entire new Nation.

By: SYED ADIL HUSSAIN
Student Of MBA 1st year ( Great Eastern Management College, Hyderpora)

(Fadhly-24-Yakusa/Safiqb/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita:

  • Wall Streat Journal: Pasca JCPOA Pun, Iran Tidak Bisa Dibendung
  • Guntur Romli: NKRI Sejati Menolak PKI dan HTI, Jokowi-KH Ma’ruf Amin Menolak Komunisme dan Khilafah (Negara Islam)
  • Puluhan Ribu Etnis Rohingya Mengungsi ke China
  • Menag Lukman ke Arab Saudi Cek Kuota Haji 2017 Kembali Normal
Index »

KULINER

Index »

LIFESTYLE

Index »

KELUARGA

Index »

AL QURAN

Index »

SENI

Index »

SAINS - FILSAFAT DAN TEKNOLOGI

Index »

SEPUTAR AGAMA

Index »

OPINI

Index »

OPINI

Index »

MAKAM SUCI

Index »

PANDUAN BLOG

Index »

SENI