Pekan ini, tepatnya sejak tanggal 23 sampai dengan 27 November 2016, tengah berlangsung Kongres XVII Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta.
Di salah satu sesi Kongres ke-17 Muslimat NU yang digelar Komisi Bahtsul Masail, hadir tiga tokoh penting yang salah satunya adalah Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, KH Nasaruddin Umar. Dalam kesempatan itu, mantan Wamenag ini menjelaskan tentang bahaya hate speech atau ujaran kebencian. Menurutnya, ada 21 kategori ujaran kebencian yang mesti dikenali dan diwaspadai.
“Ibu-ibu harus menjaga keluarga dari 21 kategori ujaran kebencian ini,” kata Nasaruddin Umar di hadapan para ibu muslimat di Asrama Haji Pondok Gede.
“Ujaran kebencian itu adalah fitnah, menghasut dan penyebaran berita bohong,” terangnya.
Apa saja 21 kategori hatespeech yang layak diketahui itu? Berikut ini beberapa di antaranya:
Pertama adalah penghinaan. Kedua berbuat tidak menyenangkan, yang keduanya bisa digugat baik secara tertulis maupun secara langsung.
Sedangkan yang ketiga, adalah apa yang banyak dilakukan oleh oknum yang tidak suka terhadap kelompok lain. Yaitu provokasi. Provokasi ini bisa dilakukan oleh oknum intelektual. Hal ini bisa dipidana.
Salah satu contoh provokasi adalah peristiwa melecehkan lafadz agama. “Pernah terjadi sebuah pabrik yang memproduksi sandal dan terduga di bawah sandal itu ada lafadz Allah. Ini bisa dipidana,” kata Nasarudin memberikan salah satu contoh.
Selanjutnya, melukis atau menggambarkan wajah Nabi Muhammad. Hal ini termasuk hukum pidana internasional dan tergolong perbuatan melecehkan atribut-atribut agama.
Kategori lain lagi misalnya upaya yang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk meredam suatu masalah akan tetapi justru overload. Contohnya, soal Deradikalisasi. Padahal Islam itu bukan agama keras. Kalau agama keras, bisa menjadi deislamisasi bukan deradikalisasi. “Maka dari itu BNPT mengganti deradikalisasi menjadi terorisme,” lanjut Nasaruddin yang dipanel bersama KH Hasyim Muzadi dan Muhammad Bachir.
Berikutnya adalah menyesatkan agama atau aliran orang lain. Misalnya agama Islam menyesat-sesatkan agama lain. Begitu pula sebaliknya. “Berhentilah menyesatkan agama orang lain, itu termasuk hate speech,” terangnya.
Membid’ahkan mazhab orang lain dan melakukan pembiaran penzaliman terjadi. Inilah tindakan yang dapat disebut sebagai arogansi mayoritas. “Jangan membiarkan agama mayoritas arogan, begitu pula sebaliknya, jangan sampai yang minoritas mentirani yang mayoritas,” lanjutnya.
Sama halnya dengan tindakan mengganggu kelompok agama lain karena didasari oleh egoisme spiritual masing-masing. Sehingga bisa memunculkan upaya mengeksploitasi ayat-ayat secara berlebihan. “Kalau ayat dipotong ujung atau depannya, maka itu termasuk ujaran kebencian,” tegas Nasaruddin.
Ada pula sebuah fakta memprihatinkan yang selama ini berkembang di tengah masyarakat namun kurang disadari bahkan oleh kaum perempuan sendiri. Yaitu upaya sistematis menyebarkan kelemahan perempuan dengan berbagai macam cara melalui beragam media. Misalnya dengan memaksakan campaign dan kesan bahwa perempuan itu menggoda. Padahal sejatinya itu termasuk pelecehan terhadap kaum perempuan.
Ada pula upaya merilis dan memblow-up hasil polling, survei atau jajak pendapat. Misalnya dengan didahului rekayasa penelitian atas pendapat tertentu dengan memberi pernyataan atau framing yang sengaja diarahkan sesuai kepentingan si pembuat jajak pendapat tersebut. Dan yang terakhir adalah upaya sengaja mendelegitimasi hasil ijtihad suatu kelompok, sehingga terkesan tidak kredibel dan karenanya menjadi seakan-akan tak layak diikuti.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email