Pesan Rahbar

Home » » Urgensitas Eksistensi Imam

Urgensitas Eksistensi Imam

Written By Unknown on Tuesday, 1 November 2016 | 20:33:00


Mukadimah

Mengingat urgensitas yang dimilikinya, Imamah senantiasa menjadi pembahasan yang hangat di antara kaum Syiah dan Ahli Sunnah. Para Ulama’ Syiah telah menulis berbagai kitab yang sangat banyak yang sarat dengan pelbagai argumentasi dalam menetapkan Imamah, di mana untuk menjelaskan argumentasi-argumentasi itu secara ringkas pun, membutuhkan waktu dan kesempatan yang tak sedikit.

Pada kesempatan ini kami akan menjelaskan permasalahan imamah dalam dua bagian pokok, pertama urgensitas wujud Imam. Kedua sejumlah argumentasi naqli tekstual dalam menetapkan keimamahan atau kepemimpinan Ali as dan sebelas orang dari keturunannya, yang legalitasnya berasal dari tuhan dan dengan pelantikan atau pengangkatannya oleh nabi SAW.


Dalil Urgensitas Eksistensi Imam

Sebagaimana dalam topik nubuwwah, dalam keyakinan Syiah, merupakan hal urgen dan signifikan, disaat hikmah / kebijakan tuhan menuntut diutusnya seorang nabi untuk memberikan petunjuk dan bimbingan bagi manusia, maqam Imamah juga demikian, ia merupakan keharusan yang urgen sekali di mana tanpanya bimbingan untuk umat dalam rangka menapaki jalan menuju kebahagiaan akan terasa berat dan bahkan tidak akan pernah sampai kepada titik sempurna.

Dalam kitab-kitab Kalam Syiah telah disebutkan pelbagai argumentasi mengenai urgensitas wujud Imam, baik argumentasi logis maupun argumentasi tekstual. Di sini kita hanya akan membawakan argumentasi logis saja. Argumentasi ini terdiri dari 5 proposisi:
1. Seperti yang kita ketahui dalam pembahasan Nubuwwah kebijaksanaan tuhan menuntut diutusnya seorang nabi untuk membimbing manusia.
2. Agama suci Islam adalah agama untuk semua dan bersifat abadi, dan tidak akan ada nabi lain setelah nabi Muhammad SAW. [1]
3. Diakhirinya mata rantai kenabian –atau yang dikenal dengan Khatmu nubuwah- tidak akan bertentangan dengan hikmah kenabian jika risalah dan syari’at terakhir tersebut mampu menjawab segala persoalan dan problem di segala bidang; material maupun spritual manusia, dan telah dijamin kelestarian serta kelanggengannya.
4. Tuhan telah berjanji akan menjaga Al-Quran dari berbagai tahrif dan perubahan dari tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. [2] Sayangnya, semua hukum-hukum dan undang-undang Islam itu tidak semuanya dapat dipahami dari sisi dahir saja, bahkan dengan berani dapat dikatakan secara umum Al-Quran tidak menjelaskannya dengan detail dan terperinci. Penjelasan detail dan mendalam tentangnya diserahkan dan menjadi tugas pribadi agung nabi SAW. [3]
5. Kondisi yang amat sulit yang menghimpit kehidupan nabi, tidak mengizinkan beliau untuk menjelaskan semua hukum secara komprehensif kepada seluruh masyarakat umum, hanya sebagian saja yang telah diserap dan diajarkan pada sahabat-sahabat beliau, itupun belum dapat menjaminan keterjagaan ajaran-ajaran tersebut. Sehingga cara berwudhu’ yang setiap kali dikerjakan oleh beliau dan selama bertahun-tahun disaksikan para sahabat menjadi bahan pertikaian dan polemik. Jika hukum sebuah perbuatan - yang setiap hari dilakukan dan menjadi kebutuhan setiap muslim dan tak memiliki motif, kepentingan dan alasan khusus untuk merubahnya - menjadi bahan percekcokan umat, maka sangat besar kemungkinannya untuk terjadi dalam permasalahan-permasalahan yang lebih rumit dan detail apalagi hukum-hukum yang bermanfaat bagi golongan tertentu. [4]

Dengan memperhatikan proposisi-proposisi di atas, jelas Islam akan menjadi sebuah agama yang sempurna, saat mampu menjawab kebutuhan manusia sepanjang sejarah, di mana dalam kandungan agama Islam harus sudah tersedia jalan keluar yang dapat menjamin kemaslahatan lazim dalam masyarakat sosial, kemaslahatan yang raib akibat kepergian nabi saw.

Jalan tersebut adalah penentuan atau pelantikan pengganti yang baik setelah nabi, seorang pengganti yang telah dianugerahi ilmu secara langsung, sehingga dapat memahami segala fakta-fakta agama dan menjelaskannya dengan segala dimensi ajaran agama dengan kejelian, dia juga harus memiliki malakah Ismah, sehingga ia tidak terjerat dalam perangkap hawa nafsu dan godaan setan, dan tidak akan melakukan perubahan dalam agama disengaja atau tidak. Begitu juga ia harus mampu menjalankan dan melanjutkan peran pendidikan yang telah dirintis oleh nabi, menyampaikan pribadi-pribadi potensial ke puncak kesempurnaan, dan jika ia memiliki sikon yang kondusif ia pun dapat mengurusi dan menjalankan roda pemerintahan sosial, serta menerapkan segala hukum dan undang-undang sosial dengan menyebar luaskan dan menegakkan keadilan di dunia. [5]


Catatan Kaki:
[1] Hal ini merupakan salah satu dari asas penting dalam Islam, dengan memperhatikan ayat-ayat Al-Quran secara global, dengan gamblang kita akan mendapati bahwa agama Islam adalah agama untuk semua zaman dan kekal, Al-Quran sering kali menyebut dan menyeru masyrakat dengan Ya Ayyuhan Nas, (Baqarah 21, Nisa’ 1 dan 174, Fathir 15). Ya Bani Adam, (A’,raf 26, 27, 28, 31, 35, Yasin 60). Pada ayat lain juga mengatakan kalau hidayahnya mencakup semua mansuia (Baqarah 185,187, Ali-Imran 138, Ibrahim 1, 52, Jatsiyah 20, Zumar 41, Nahl 44, Kahf 54, Hasyr 21). Dalam ayat-ayat yang lain Al-Quran juga mengatakan bahwa risalah rasul diperuntukkan pada semua mansuia. (Anbiya’ 107, Furqan 1). Dalam ayat ke 19 surat An’am Al-Quran mengatakan bahwa da’wah beliau mencakup semua orang yang mendengar seruan tersebut. Ayat-ayat yang kita sebutkan di atas dengan berbagai ungkapan umum seperti Ya Ayyuhan Nas (wahai manusia) dan ‘Alamin alam semmesta merupakan pertanda universalitas agama islam, dan penafian asumsi sebagian kelompok yang mengatakan Islam hanya berlaku pada masa tertentu saja, sebagaimana dalam ayat ke 33 dari surat Taubah dan ayat ke 9 dari surat shaf atau ayat ke 28 dari surat fath, secara gamblang menjelaskan keuniversalan dan kelanggengan agama Islam. Liyudhirahu alad dini kullihi.
[2] Sesungguhnya Kami yang telah menurunkan zikr (Al-Quran) dan kami jugalah yang akan menjaganya. (hijr 9).
[3] Da telah Kami turunkan padamu Zikr (Al-Quran) supaya kamu menjelaskan pada mansuia apa yang telah diturunkan pada mereka. (Nahl 44).
[4] Allamah Amini dalam kitab Al-Gadir, jild 5, halaman 208 dan setersunya, menyebutkan sekitar 700 orang pengarang dan penjaja hadis-hadis palsu, dimana kurang lebih 100 ribu hadis telah disandarkan pada sebagian mereka.
[5] Kajian ini kami sadur dari buku Amozesya ‘Aqaid, karya Ayatullah Taqi Misbah Yazdi, jild 2, halaman 174-179.

(Alhassanain/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: