Pesan Rahbar

Home » » Brexit dan "Tsunami" Anti-Kemapanan yang Menyapu Eropa

Brexit dan "Tsunami" Anti-Kemapanan yang Menyapu Eropa

Written By Unknown on Sunday 26 June 2016 | 04:22:00

Bocah cilik beraksi di sebuah papan yang menandai referendum Brexit di Inggris. (Foto: Reuters)

Pilihan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa alias Brexit merupakan bagian dari "tsunami" anti-kemapanan yang sudah menyapu wilayah Eropa.

Keputusan David Cameron untuk mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri Inggris setelah mayoritas rakyatnya memilih Brexit sudah “meniup” awan ketidakpastian di Eropa.

Namun, Inggris tidak sendirian. Pemimpin anti kemapanan di Prancis dan negara-negara lain sudah mendorong referendum serupa.

Berikut titik-titik resistensi anti kemapanan yang telah menyapu Eropa, seperti dikutip dari CNN.


Italia

Bulan ini, Roma memilih wali kota perempuan pertama dalam sejarah yang hampir 2.800 tahun lamanya.

Virginia Raggi, 37, seorang pengacara dari kubu anti-kemapanan, menang telak di Ibu Kota Italia. Pengalaman politiknya terbatas pada beberapa tahun di Dewan Kota Roma.

Uniknya, pengusung Raggi adalah komedian dan blogger bernama Beppe Grillo yang menggelar protes pada tahun 2009. Grillo mendirikan Partai Gerakan Bintang Lima yang sukses mengusung seorang perempuan menjadi pemimpin Kota Roma.

Raggi yang menjadi fenomena di Kota Roma tak sekadar “jualan” diskriminasi gender yang dia dobrak. Dia sudah bersumpah mengincar pajak para mafia dan pajak-pajak pejabat Vatikan yang diduga menunggak. Keberaniannya ini tidak dimiliki para wali kota pria pendahulunya.


Austria

Pada bulan Mei, politikus berhaluan kiri Alexander Van der Bellen kalah tipis politikus sayap kanan Norbert Hofer dalam Pemilu Presiden Austria.

Kemenangan Hofer itu menempatkan Austria di atas popularitas di Eropa tengah yang sedang frustrasi atas kegagalan Uni Eropa untuk menangani krisis ekonomi dan imigran.

Kemenangan Hofer telah menjadi pemantik kelompok partai sayap kanan lainnya di seluruh Eropa untuk bangkit.

Kemenangan Hofer juga mengantarkan perubahan dalam lanskap politik Austria,yang selama ini didominasi oleh dua partai sentris sejak akhir Perang Dunia II.

Ketika Jerman membuka perbatasannya pada bulan September, Austria mengikuti dan disamut “tepuk tangan” oleh dunia internasional. Austia menyambut ribuan imigran yang terjebak dalam upaya “hijrah” mereka untuk transit melalui Hungaria—yang secara luas dikritik karena sikap garis keras dalam membela perbatasannya.

Sekarang, hampir setengah dari populasi Austria telah menyatakan dukungan untuk partai yang berkampanye pada Euroskeptic, anti-migran dan platform anti-kemapanan.


Jerman

Gerakan anti-Islam yang disebut sebagai PEGIDA--atau Patriotic Europeans Against the Islamization of the West—lahir di Dresden dan membengkak karena krisis pengungsi menjadi masalah di Jerman.
Ini dimulai pada tahun 2014 setelah mantan pemain sepak bola profesional Lutz Bachmann mem-posting kata-kata kasar di Facebook terhadap imigran Turki di Jerman.

Sejak itu, gerakan PEGIDA tumbuh pesat dengan ribuan anggota. Mereka berkumpul setiap minggu di depan Opera House Dresden, menyanyikan lagu-lagu nasionalis dan melambaikan bendera serta berbagai plakat. Mereka memiliki satu tujuan: Untuk menghentikan pengungsi ke Jerman, setelah Pemerintah Angela Merkel menyambut lebih dari 1 juta pencari suaka pada tahun 2015.

Kritikus di seluruh Eropa menyebut gerakan PEGIDA menggemakan retorika Nazisme. Bachmann akhirnya mengundurkan diri sebagai pemimpin PEGIDA setelah muncul foto dirinya berpakaian sebagai Hitler.

Kelompok PEGIDA ini kerap mengumbar kebencian pada pengungsi yang sebagian besar warga Muslim. Mereka menyebut pengungsi sebagai “kotoran” dan “sampah”.


Perancis

Marine Le Pen, pemimpin Front Nasional Prancis, telah mengucapkan selamat kepada kubu pro-Brexit di Inggris yang memenangkan referendum. Partainya juga telah menyarankan Prancis untuk mengikuti langkah Inggris keluar dari Uni Eropa melalalui referendum.

Menurutnya, referendum akan digelar jika dia menjadi Presiden Prancis. Pemilu Presiden Prancis sendiri digelar tahun depan.

"Zona Euro memiliki pertumbuhan terlemah di dunia,” kata Le Pen akhir pekan lalu. ”Uni Eropa tidak tahu bagaimana menanggapi krisis imigran,” katanya lagi.

Pemimpin Front Nasional adalah di antara beberapa politisi Eropa yang telah menjadi calon presiden fenomena seperti Donald Trump di Amerika Serikat.


Yunani

Golden Dawn, salah satu partai berhaluan “paling-kanan” di Eropa. Partai ini secara mengejutkan menjadi kekuatan politik selama pemilu Yunani 2012. Partai ini bergerak setelah dipicu langkah-langkah penghematan yang keras, pengangguran yang tinggi dan imigran gelap yang bermunculan di perbatasan Yunani.

Golden Dawn, yang ingin menciptakan sebuah negara nasionalis dan memiliki logo mirip swastika—lambang Nazi—menghentikan tingkat ketakutan negara dalam menghadapi krisis keuangan yang melumpuhkan.

Dalam tiga tahun ii Golden Dawn bergerak dari kaum pinggiran menjadi kekuatan politik yang besar.
Yunani yang dipimpin Perdana Menteri Alexis Tsipras terang-terangan menjadi oposisi terhadap kebijakan penghematan yang dikenakan oleh Uni Eropa.

Namun, karena keadaan ekonomi Yunani yang berbahaya, Tsipras terpaksa menerima perlunya langkah-langkah, yang tidak populer dengan pemilih.


Skotlandia

Skotlandia kini sedang berupaya memerdekakan diri untuk kedua kalinya dari Britania Raya setelah Inggris memilih hengkang dari Uni Eropa. Upaya itu disampaikan Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon.

Skotlandia adalah salah satu dari empat negara yang membentuk Britania Raya. Selain Skotlandia ada Inggris, Wales dan Irlandia Utara.


Belanda

Pemimpin anti-imigrasi Geert Wilders digadang-gadang menjadi Perdana Menteri Belanda berikutnya. Dia telah menyerukan referendum untuk keluar dari Uni Eropa.

”Hore untuk Inggris! Sekarang giliran kami. Waktunya untuk Belanda referendum!,” tulis dia di Twitter pada hari Jumat.

Wilders telah menyerukan kebijakan imigrasi ketat setelah serangan teror di Paris bulan November. Dia telah menganjurkan untuk segera menutup perbatasan Belanda. Wilders juga pendukung Donald Trump, kandidat calon presiden AS.


Irlandia Utara

Politisi Partai Sinn Fein, partai pro-kemerdekaan Irlanda Utara, telah menyerukan referendum persatuan Irlandia dan Irlandia Utara. Partai ini menyerukan Irlandia Utara pisah dari Inggris.

"Pemerintah Inggris tidak lagi dapat mengklaim untuk mewakili kepentingan politik atau ekonomi dari (Irlandia) Utara di Eropa,” kata Pemimpin Nasional Sinn Fein, Declan Kearney, kepada CNN.

Irlandia Utara sendiri tetap memiluh bertahan di Uni Eropa dan tidak mau mengikuti langkah Inggris.

(CNN/Reuters/Sindo-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: