Menguak 'Rekor' SBY, Tercatat Sebagai Presiden dengan Jumlah Hutang Yang Paling Memprihatinkan
Mantan Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) boleh membanggakan diri telah melunasi utangnya ke IMF. Namun banyak yang tidak mengetahui bahwa SBY melunasi utang dengan cara berhutang lagi yang nilainya jauh lebih besar daripada utang yang dilunasinya untuk menutupi hutang sebelumnya.
Alhasil, SBY pensiun dengan meninggalkan beban utang untuk rakyat yang mesti dibayar kurang lebih Rp 11 juta per-kepala, termasuk bayi yang baru lahir. Secara umum, ada tiga warisan utang yang ditinggalkan SBY kepada pemerintahan Jokowi-JK.
1. Utang karena defisit perdagangan yang disebabkan selama ini Indonesia mengandalkan impor ketimbang ekspor.
2. Defisit transaksi berjalan karena pemerintahan SBY lebih banyak mengeluarkan uang daripada memasukkan uang ke negara.
3. Defisit APBN mengingat anggaran pendapatan dan belanja tersebut dibiayai dari utang luar negeri.
SBY bisa saja mengelak bahwa jumlah utang pemerintah Indonesia terus bertambah besar karena pertama nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika Serikat terus melemah.
SBY bisa saja menjelaskan semua utang baru itu untuk menutup defisit anggaran. Memang dari tahun ke tahun selalu ada peningkatan jumlah APBN, tetapi peningkatan jumlah APBN itu paralel pula dengan peningkatan utang pemerintah Indonesia dan tidak meningkat kesejahteraan dari sebagian besar rakyat Indonesia.
Dramatis Peningkatan Utang SBY
Di Masa Presiden SBY APBN Indonesia di era Orde Reformasi, telah meningkat jumlahnya sekitar lima belas kali dibanding APBN pada akhir Orde Baru. Pada saat yang sama, meningkat pula utang pemerintah Indonesia yang mencapai lebih dari 300 persen dibanding utang di masa Orde Baru.
Peningkatan jumlah utang terjadi secara dramatis di masa pemerintahan Presiden SBY.
Selama 9 (sembilan) tahun masa pemerintahan SBY dari 2005-2013, total utang yang dilakukan pemerintahannya sebesar Rp 1.496,12 triliun dengan perincian:
Tahun 2005: Rp 1.313,5 triliun (47%)
Tahun 2006: Rp 1.302,16 triliun (39%)
Tahun 2007: Rp 1.389,41 triliun (35%)
Tahun 2008: Rp 1.636,74 triliun (33%)
Tahun 2009: Rp 1.590,66 triliun (28%)
Tahun 2010: Rp 1.676,15 triliun (26%)
Tahun 2011: Rp 1.803,49 triliun (25%)
Tahun 2012: Rp 1.975,42 triliun (27,3%)
September 2013: Rp 2.273,76 triliun (27,5%)
Tercatat Rp 207 triliun utang negara akan jatuh tempo pada 2014. Utang jatuh tempo itu terdiri atas Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 143 triliun atau setara dengan 69%, dan sisanya berasal dari pinjaman sebesar Rp 64 triliun atau 31%. (Sumber: Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Republik Indonesia, yang dikutip DetikFinance, 28/10/2013).
Presiden SBY sudah menyampaikan postur RAPBN 2015 pada 15 Agustus 2014 dengan memasukkan total pendapatan negara mencapai Rp 1.762,3 triliun, terdiri atas penerimaan perpajakan Rp 1.370,8 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 388 triliun, dan penerimaan hibah Rp 3,4 triliun.
Adapun total belanja negara mencapai Rp2.019,9 triliun, terdiri atas :
– Belanja pemerintah pusat Rp 1.379,9 triliun.
– Transfer ke daerah dan dana desa Rp 640 triliun.
Sementara itu, defisit anggaran dalam RAPBN 2015 sebesar Rp 257,6 triliun atau 2,32% terhadap PDB, turun dari defisit APBNP 2014 yang sebesar 2,4% terhadap PDB. RAPBN 2015 mengalokasikan pembayaran bunga utang Rp 154 triliun.
Dengan kata lain, RAPBN 2015 pun masih bersifat besar pasak daripada tiang. SBY juga mewariskan utang yang harus dibayar oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar Rp 108 triliun. Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Andin Hadiyanto, mengatakan utang sebesar itu akan jatuh tempo pada 2015. Artinya, pemerintahan SBY secara otomatis membebankan utang tersebut ke pemerintahan yang baru.
Tidak Tepat Sasaran
Sejatinya kalau APBN meningkat dan utang meningkat dalam jumlah yang luar biasa besar, rakyat makin sejahtera, kehidupan rakyat semakin bertambah baik.
Faktanya, rakyat masih susah dan terpinggirkan hingga pemerintahan berganti masih menanggung kesengsaraannya itu. Mayoritas rakyat Indonesia masih miskin, kurang pendidikan dan tertinggal.
“Rezim SBY melakukan PENCITRAAN dengan peningkatan APBN yang ditopang dengan utang namun TIDAK TEPAT SASARAN untuk membangun ekonomi yang berkeadilan berdasarkan Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila”
Rezim SBY melakukan “pencitraan” melakukan kebijakan yang hasilnya tidak memberi manfaat nyata bagi kemajuan rakyat jelata, justru semakin memperkaya mereka yang sudah kaya dan maju.
Rezim SBY mempertahankan banyak kementerian dan lembaga negara yang didirikan, serta pembentukan daerah baru seperti kabupaten, kota dan provinsi, sehingga banyak menghabiskan anggaran belanja. Selain itu, pemerintah tidak hidup sederhana, hemat dan efektif dalam menggunakan anggaran belanja negara, dan terus menambah jumlah pegawai, sehingga anggaran belanja negara banyak terkuras untuk membayar belanja pegawai.
Akhirnya beban negara untuk membayar cicilan utang pokok dan bunga sangat besar dan terus meningkat jumlahnya.
Sebagai gambaran :
Tahun 2010
– Cicilan utang pokok Rp 124,68 triliun
– Cicilan bunga Rp 105,65 triliun,
Total cicilan utang pokok dan bunga Rp 230,33 triliun
Tahun 2011
– Cicilan utang pokok Rp 141 triliun
– Cicilan bunga Rp 106 triliun Total
Total cicilan utang pokok dan bunga Rp 247 triliun
Tahun 2012
– Cicilan utang pokok Rp 139 triliun
– Cicilan bunga Rp 122,13 triliun
Total cicilan utang pokok dan bunga Rp 261,13 triliun
Tahun 2013
– Cicilan utang pokok Rp 160,421 triliun
– Cicilan bunga Rp 111,798 triliun
Total cicilan utang pokok dan bunga Rp 272,219 triliun
Tahun 2014 (periode Januari-Agustus 2014 )
– Cicilan utang pokok Rp Rp 156,751 triliun
– Cicilan bunga Rp 86,199 triliun.
Total cicilan utang pokok dan bunga Rp 242,95
(Dikutip dari data Kementerian Keuangan, Jumat, 19/9/2014)
Per Juni 2014, rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (PDB) meningkat dari 32,33% pada kuartal I-2014 menjadi 33,86%. Sementara debt service ratio (DSR), yaitu rasio total pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap total penerimaan transaksi berjalan, meningkat dari 46,42% pada kuartal sebelumnya menjadi 48,28% pada Juni 2014.
Saat ini DSR Indonesia berada di kisaran 45%-47%, sementara data Bank Indonesia (BI) menyebut bahwa DSR pada kuartal pertama 2014 mencapai 46,31%, atau naik dari Oktober-Desember 2013 sebesar 43,38%. Angka itu sudah melampaui ambang batas DSR yang harus diwaspadai berdasarkan kesepakatan internasional, yakni 44%. Semakin tinggi DSR berarti semakin berisiko keuangan suatu negara. Batas aman DSR suatu negara adalah 20%.
Bila dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk negara tetangga, rasio utang Indonesia tergolong sangat tinggi, yakni 36% dari PDB. Kita bisa membandingkan dengan Malaysia dan Turki yang hanya 29%, Filipina dan Brasil 21%, atau India yang ‘’hanya’’ 5%. (Sumber : Drs KP H Sumaryoto Padmodiningrat, mantan anggota Komisi XI (Bidang Keuangan) DPR).
Piye, Penak Zamanku To?
Mungkin Anda masih ingat dengan maraknya gambar Pak Harto (Presiden Soeharto) yang dibuat meme dengan kalimat : “Piye, penak zamanku to?”
Begitulah fenomena rakyat jelata merindukan Presiden Soeharto di rezim SBY lalu, sangat berkaitan erat dengan kesulitan hidup yang dialami rakyat jelata akibat harga sembako tidak terjangkau harganya oleh rakyat jelata.
Artinya, Kenaikan harga sembako dan semua jenis barang tidak disertai dengan meningkatnya pendapatan rakyat jelata, sehingga mereka merasakan meningkatnya kesulitan hidup yang dialami. Dalam lima tahun terakhir rezim SBY sembilan bahan pokok (sembako) telah meningkat harganya sekitar 60 persen, yang berarti harga sembako mengalami kenaikan harga setiap tahun sebesar 12 persen. (Sumber : Ekonom Dr. Hendri Saparini).
Hal itu terjadi karena kegagalan pemerintahan Presiden SBY dalam politik sembako dan puncak kekecewaan rakyat jelata mereka pun kemudian mengenang masa pemerintahan Presiden Soeharto, walaupun tidak ada kebebasan, dan dianggap kejam serta otoriter dalam menjalankan pemerintahan, tetapi harga sembako murah dan terjangkau harganya oleh rakyat jelata.
SBY Prihatin
Kesimpulannya, SBY yang sering mengatakan PRIHATIN itu akhirnya memang berakhir dengan sangat memprihatinkan bahkan bisa jadi SBY akan tercatat sebagai presiden dengan jumlah utang paling memprihatinkan, hampir menyamai utangnya Presiden Soeharto YANG berkuasa 32 tahun itu.
Akhirnya meningkatnya utang pemerintah Indonesia yang luar biasa besar dari tahun ke tahun, tidak memberi manfaat nyata bagi peningkatan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia. Walau Tim Ekonomi SBY dianggap sangat AHLI nyatanya hanya bisa membangun dari hasil utang bukan berpikir bagaimana caranya membayar Hutang.
Kita harapkan pemerintahan Jokowi-JK mampu mewujudkan “Indonesia Raya” yang maju, bersatu, adil dan makmur seperti tujuan Indonesia merdeka yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan Pancasila, dan tidak mengulangi cara rezim sebelumnya, utang banyak hanya dibuang untuk subsidi dan dikorupsi tanpa ada hasil pembangunannya yang bermanfaat jangka panjang untuk rakyat.
27 Kebohongan SBY Selama Menjadi Presiden
Pertama, pemerintah mengklaim bahwa pengurangan kemiskinan mencapai 31,02 juta jiwa. Padahal dari penerimaan beras rakyat miskin tahun 2010 mencapai 70 juta jiwa dan penerima layanan kesehatan bagi orang miskin (Jamkesmas) mencapai 76,4 juta jiwa.
Kedua, Presiden SBY pernah mencanangkan program 100 hari untuk swasembada pangan. Namun pada awal tahun 2011 kesulitan ekonomi justru terjadi secara masif.
Ketiga, SBY mendoronga terobosan ketahanan pangan dan energi berupa pengembangan varietas Supertoy HL-2 dan program Blue Energi. Program ini mengalami gagal total.
Keempat, Presiden SBY melakukan konferensi pers terkait tragedi pengeboman Hotel JW Mariot. Ia mengaku mendapatkan data intelijen bahwa fotonya menjadis asaran tembak teroris. Ternyata foto tersebut merupakan data lama yang pernah diperlihatkan dalam rapat dengan Komisi I DPR pada tahun 2004.
Kelima, Presiden SBY berjanji menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir sebagai a test of our history. Kasus ini tidak pernah tuntas hingga kini.
Keenam, UU Sistem Pendidikan Nasional menuliskan anggaran pendidikan harus mencapai 20% dari alokasi APBN. Alokasi ini harus dari luar gaji guru dan dosen. Hingga kini anggaran gaji guru dan dosen masih termasuk dalam alokasi 20% APBN tersebut.
Ketujuh, Presiden SBY menjanjikan penyelesaian kasus lumpur Lapindo dalam Debat Calon Presiden Tahun 2009. Penuntasan kasus lumpur Lapindo tidak mengalami titik temu hingga saat ini.
Kedelapan, Presiden SBY meminta semua negara di dunia untuk melindungu dan menyelamatkan laut. Di sisi lain Presiden SBY melakukan pembiaran pembuangan limbah di Laut Senunu, NTB, sebanyak1.200 ton dari PT Newmont dan pembuangan 200.000 ton limbah PT Freeport ke sungai di Papua.
Kesembilan, tim audit pemerintah terhadap PT Freeport mengusulkan renegosiasi. Upaya renegosiasi ini tidak ditindaklanjuti pemerintah hingga kini.
Sedangkan 9 kebohongan baru SBY, di antaranya:
Pertama, dalam Pidato Kenegaraan 17 Agustus 2010 Presiden SBY menyebutkan bahwa Indonesia harus mendukung kerukunan antarperadaban atau harmony among civilization. Faktanya, catatan The Wahid Institute menyebutkan sepanjang 2010 terdapat 33 penyerangan fisik dan properti atas nama agama dan Kapolri Bambang Hendarwso Danuri menyebutkan 49 kasus kekerasan ormas agama pada 2010.
Kedua, dalam pidato yang sama Presiden SBY menginstruksikan polisi untuk menindak kasus kekerasan yang menimpa pers. Instruksi ini bertolak belakang dengan catatan LBH Pers yang menunjukkan terdapat 66 kekerasan fisik dan nonfisik terhadap pers pada tahun 2010.
Ketiga, Presiden SBY menyatakan akan membekali Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan telepon genggam untuk mengantisipasi permasalahan kekerasan. Aksi ini tidak efektif karena di sepanjang 2010, Migrant Care mencatat kekerasan terhadap TKI mencapai 1.075 orang.
Keempat, Presiden SBY mengakui menerima surat dari Zoelick (Bank Dunia) pada pertengahan 2010 untuk meminta agar Sri Mulyani diizinkan bekerja di Bank Dunia. Tetapi faktanya, pengumuman tersebut terbuka di situs Bank Dunia. Presiden SBY diduga memaksa Sri Mulyani mundur sebagai Menteri Keuangan agar menjadi kambing hitam kasus Bank Century.
Kelima, SBY berkali-kali menjanjikan sebagai pemimpin pemberantasan korupsi terdepan. Faktanya, riset ICW menunjukkan bahwa dukungan pemberantasan korupsi oleh Presiden dalam kurun September 2009 hingga September 2010, hanya 24% yang mengalami keberhasilan.
Keenam, Presden SBY meminta penuntasan rekening gendut perwira tinggi kepolisian. Bahkan, ucapan ini terungkap sewaktu dirinya menjenguk aktivis ICW yang menjadi korban kekerasan, Tama S Langkun. Dua Kapolri, Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Jenderal Timur Pradopo, menyatakan kasus ini telah ditutup.
Ketujuh, Presiden SBY selalu mencitrakan partai politiknya menjalankan politik bersih, santun, dan beretika. Faktanya Anggota KPU Andi Nurpati mengundurkan diri dari KPU, dan secara tidak beretika bergabung ke Partai Demokrat. Bahkan, Ketua Dewan Kehomatan KPU Jimly Asshiddiqie menilai Andi Nurpati melakukan pelanggaran kode etik dalam Pemilu Kada Toli-Toli.
Kedelapan, Kapolri Timur Pradopo berjanji akan menyelesaikan kasus pelesiran tahanan Gayus Tambunan ke Bali selama 10 hari. Namun hingga kini, kasus ini tidak mengalami kejelasan dalam penanganannya. Malah, Gayus diketahui telah sempat juga melakukan perjalanan ke luar negeri selama dalam tahanan.
Kesembilan, Presiden SBY akan menindaklanjuti kasus tiga anggota KKP yang mendapatkan perlakuan tidak baik oleh kepolisian Diraja Malaysia pada September 2010. Ketiganya memperingatkan nelayan Malaysia yang memasuki perairan Indonesia. Namun ketiganya malah ditangkap oleh polisi Diraja Malaysia. Sampai saat ini tidak terdapat aksi apapun dari pemerintah untuk nmenuntaskan kasus ini dan memperbaiki masalah perbatasan dengan Malaysia.
Kebohongan SBY Yang Lain
1. Harga BBM turun hingga 3 kali (2008-2009), pertama kali sepanjang sejarah.
Dalam sejarah harga BBM, untuk pertama kali sepanjang sejarah Indonesia, pemerintah menjual BBM termahal yakni Rp 6000 per liter. Desember 2008, untuk pertama kalinya sepanjangg sejarah Indonesia, harga premium yang ditetapkan pemerintah lebih tinggi daripada harga di Amerika Serikat. Pada minggu I dan II, harga BBM Indonesia adalah Rp 5500; di AS dibawah Rp 5335 per liter. Pada minggu III dan IV, harga BBM Indonesia Rp 5000; di AS di bawah Rp 4892 per liter.
2. Perekonomian terus tumbuh di atas 6% pertahun, tertinggi setelah orde baru
Pertumbuhan di atas 6% hanya terjadi tahun 2007. Tahun 2005 (5.6%), 2006 (5.5%), dan 2008 di bawah 5%. Jadi, pernyataan terus tumbuh di atas 6% merupakan kebohongan publik. Dalam kampanye pilpres 2004, SBY menjanjikan angin surga yang dituangkan dalam RPJM: pertumbuhan ekonomi tahun 2005-2009 adalah 5.5%, 6.1%, 6.7%, 7.2% dan 7.6%. Namun faktanya adalah di bawah 6% selama 5 tahun. Bahkan pertumbuhan rata-rata di bawah 6% per tahun yang jauh lebih parah dalam usaha menahan laju inflasi yang mencapai rata-rata 10.3% per tahun.
3. Cadangan devisa pada tahun 2008 US$ 51 miliar, tertinggi sepanjang sejarah.
Jika cadangan devisa tertinggi sepanjang sejarah, maka justru yang terjadi adalah bahwa jumlah utang negara mencapai 1667 Triliun pada awal tahun 2009 atau 1700 triliun per 31 Maret 2009. Inilah pembengkakan utang terbesar sepanjang sejarah. Inilah pertama kali Indonesia menjadi negara pengutang dengan angka utang tertinggi sepanjang sejarah. Apakah ada artinya antara cadangan devisa tertinggi dengan utang yang sedemikian tinggi?
4. Rasio hutang terhadap PDB turun dari 56% tahun 2004 menjadi 34% tahun 2008.
Memang secara relatif jumlah utang negara turun, tapi secara absolut utang negara naik 33% dari Rp 1275 T pada 2004 menjadi Rp 1700 triliun pada Maret 2009. Bahkan sampai hingga saat ini, pemerintah masih setia membayar utang serta pengelolaan penarikan utang luar negeri yang bermasalah seperti yang baru-baru ini telah dilaporkan BPK dan KPK.
5. Utang IMF lunas
Perlu diketahui bahwa hutang kepada IMF yang besarnya 9 miliar USD bersifat nonlikuid. Kita juga telah memutuskan menghentikan kontrak dengan IMF tahun 2004. Ketika utang IMF lunas, utang luar negeri kita kepada ADB meningkat. Selain itu, utang dalam negeri naik 50% selama 4 tahun terakhir ini, dan itu tertinggi sepanjang sejarah.
6. Lembaga CGI dibubarkan
IGGI /CGI merupakan grup lembaga keuangan yang menjadi kreditor utang Indonesia. Anggota CGI adalah ADB, IMF, UNDP, Bank Dunia, Australia, Belgia, Inggris Raya, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Selandia Baru, Swiss dan Amerika Serikat. Jadi, meksipun CGI dibubarkan, para anggotanya masih menjadi negara kreditor bagi Indonesia. Pembubaran CGI hanyalah kedok pencitraan atas sebuah lembaga institusi, padahal anggotanya CGI masih eksis. Istilahnya, ular berbisa yang ganti kulit. CGI bubar, tapi anggotanya masih hidup dan berkembang dalam membuat hutang luar negeri Indonesia.
7. Mengadakan program pro-rakyat (BLT, BOS, Beasiswa, JAMKESMAS, PNPM Mandiri, dan KUR tanpa agunan tambahan)
Hampir 52% dana BLT digunakan penduduk miskin untuk membeli rokok. Karena itu, program ad hoc BLT yang tidak memiliki dampak positif jangka panjang bagi peningkatan ekonomi masyarakat. Awalnya BLT digunakan untuk mengkompensasi kenaikan BBM. Pemberian BLT tahun 2009 (bukan dalam agenda kenaikan BBM) menambah utang negara. Program BOS, beasiswa, Jamkesmas merupakan program implementasi yang diwajibkan /amanah dari UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Seharusnya iklan SBY harus jujur mengatakan tentang kewajiban /amanah UU dan mana yang merupakan hasil kreatifitas pemimpin. BLT sendiri bukan program yang diamanahkan melalui UU.
Fakta terbaru menyebutkan bahwa dana BLT diambil dari hutang luar negeri yang sifatnya komersial, dengan bunga tinggi (12-13 %). Tahun 2005, digelontorkan 17 triliun. Tahun 2008 disalurkan dana 14,1 triliun untuk 19,1 juta penduduk miskin Indonesia. Disebutkan bahwa BLT diambil dari dana kompensasi BBM, itu sebenarnya akal-akalan dan rekayasa istilah dalam APBN saja. Kalau benar bahwa BLT diambil dari dana hutangan luar negeri dan Surat Utang Negara, maka itu akan sangat memberatkan dan menyebabkan defisit APBN. Jadi dengan BLT, pemerintahan sekarang membuat masalah dengan masalah yang jauh lebih berat lainnya.
8. Anggaran pendidikan naik menjadi 20% dari APBN, pertama sepanjang sejarah
Perlu difahami bahwa peningkatan anggaran pendidikan hingga 20% merupakan amanah yang harus dilaksanakan secepat mungkin setelah UU 20 tahun 2003 disahkan pada Juli 2003. SBY telah memimpin negeri ini selama 4 tahun, namun ia tidak berniat untuk menganggarkan dana pendidikan sebesar 20%. Sejak 2005, berbagai demo yang dilakukan PGRI atas kebijakan pemerintah SBY yang melanggar amanat konstitusi UU 20/2003. Perjuangan dan semangat pantang menyerah para guru dalam wadah PGRI akhirnya pertengahan 2008 membuahkan hasil. SBY bersama DPR mau merealisasikan anggaran 20% untuk pendidikan. Ini merupakan jerih payah dan berbagai demo para guru. Ini bukan keberhasilan SBY. Justru ini keberhasilan perjuangan guru melawan ketidakpatuhan pemerintah atas amanah UU Sisdiknas.
9. Pelayanan kesehatan bagi si miskin. Anggaran kesehatan naik 3 kali lipat dari sebelumnya, tertinggi sejak orde baru
Biaya rata-rata kesehatan terus meningkat. Meningkatnya biaya kesehatan dan minimnya ketersediaan dana untuk pelayanan kesehatan gratis di berbagai rumah sakit telah menjadi isu yang hangat pada tahun 2007-2008. Mahalnya biaya kesehatan menyebabkan masyarakat lebih percaya pada dukun cilik Ponari. Jika dikatakan anggaran kesehatan naik 3 kali, maka apakah layanan kesehatan meningkat tiga kali? Jawabanya: Tidak. RS Cipto tetap menolak pasien untuk rawat inap dan meminta pasien tinggal di luar RS.
Bersama SBY, Utang Indonesia Naik Rp1.232,31 Triliun
Sudah tinggal hitungan hari masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan habis. Namun hingga saat ini, SBY masih meninggalkan utang yang sangat besar bagi Indonesia.
Melansir data DJPU Kementerian Keuangan, di Jakarta, Senin (22/9/2014), selama 10 tahun menjabat, SBY telah menambah utang negara sekira Rp1.232,31 triliun atau naik 94,82 persen hingga Agustus 2014.
Angka tersebut terlihat dari posisi utang pada Desember 2004 sebesar Rp1.299,5 triliun hingga Agustus 2014 sebesar Rp2.531,81 triliun.
Namun, SBY masih menyisakan September dan Oktober 2014. Diharapkan, di akhir jabatan SBY dapat menekan posisi utang pemerintah pusat.
Jika mengacu data yang target utang dalam APBN-Perubahan 2014, paling tidak Indonesia akan menambah utang Rp102,206 triliun lagi hingga akhir tahun ini. Utang tersebut berasal dari penerbitan SBN sebesar Rp264,983 triliun dan pembayaran SBN jatuh tempo serta buy back sebesar Rp168,199 triliun.
Adapun posisi utang sejak Desember 2004 hingga Agustus 2014 yakni:
2004: Rp1.299,50 triliun
2005: Rp1.313,29 triliun
2006: Rp1.302,16 triliun
2007: Rp1.389,41 triliun
2008: Rp1.636,74 triliun
2009: Rp1.590,66 triliun
2010: Rp1.681,66 triliun
2011: Rp1.808,95 triliun
2012: Rp1.977,71 triliun
2013: Rp2.371,39 triliun
Agustus 2014: Rp2.531,81 triliun.
Inilah Warisan Utang Para Presiden Kita Dari Soekarno Hingga SBY. Siapa Paling Banyak?
Indonesia adalah sebuah negeri yang sedang berkembang. Pembangunan pun dilakukan ke seluruh pelosok negeri. Ya, hal tersebut pun tidak terlepas dari sosok para pemimpin negeri ini. Namun, tahukah Anda jika beberapa pemimpin negeri ini lengser dengan meninggalkan utang dengan jumlah yang luar biasa?
Simak, Inilah Warisan Utang Para Presiden Kita Dari Soekarno Hingga SBY
Kondisi tersebut telah terjadi sejak masa Presiden Soekarno. Hingga mantan Presiden SBY lengser dan digantikan Jokowi pun, utang tersebut masih belum lunas.
Diawali dengan Presiden Soekarno. Beliau lengser dari jabatan dengan meninggalkan utang mencapai USD 6,3 miliar. Jumlah utang tersebut pun diturunkan kepada presiden pengganti. Yakni, Soeharto.
Sebagaimana diketahui, pada zaman orde baru, beberapa pembangunan pun terjadi. Namun, muncul kasus korupsi saat Presiden Soeharto menjabat. Dengan dalih pembangunan, utang Indonesia pun semakin membengkak. Ya, totalnya pun sangat fantastis. Yakni, mencapai sekitar USD 151 miliar. Jumlah itu meningkat USD 144,7 miliar dari jumlah sebelumnya.
Setelah demo besar-besaran di era 1998, akhirnya Presiden Soeharto digantikan dengan B.J. Habibie. Meski hanya menjabat dalam waktu singkat, yakni 17 bulan, beliau mampu membayar utang negara. Memang, jumlahnya tidak banyak. Namun, hal tersebut cukup membantu.
Sebagaimana pantauan Harian Indo pada Selasa (24/5/2016), Habibie dapat membayar utang negara sebesar USD 3 miliar. Nah, totalnya pun berkurang dari USD 151 miliar menjadi USD 148 miliar.
Kemudian, tren positif pun berlanjut di era Gus Dur. Beliau menggantikan Habibie melalui pilpres. Presiden yang satu ini pun melakukan hal sama dengan presiden sebelumnya. Memang, totalnya tidak sampai bisa melunasi seluruh utang negara. Setidaknya, jumlahnya kali ini cukup besar. Yakni, sekitar USD 9 miliar. Artinya, utang negara hingga Gus Dur lengser turun menjadi USD 139 miliar. Penurunan yang cukup fantastis, mengingat beliau hanya menjabat 21 bulan.
Megawati pun diangkat menjadi presiden menggantikan Gus Dur. Di era presiden perempuan kali pertama ini, Indonesia kembali menambah utang. Namun, jumlahnya tidak sebanyak yang dilakukan Presiden Soeharto. Mulai menjabat hingga Lengser, Megawati hanya menambah hutang USD 2 miliar. Jadi, total utang Indonesia mencapai USD 141 miliar.
Nah, angka utang yang lebih fantastis sebenarnya bukan ditorehkan mantan Presiden Soeharto. Ya, utang terbesar terjadi selama masa pemerintahan Presiden SBY. Jumlahnya pun tidak tanggung-tanggung. Yakni, mencapai USD 150 miliar. Artinya, total utang negeri ini mencapai USD 291 miliar.
Jika dibandingkan dengan pemerintahan Presiden Soeharto selama 32 tahun dengan utang USD 144,7, tentu yang dilakukan SBY lebih parah. Bayangkan saja, dalam tempo 10 tahun menjabat (dua periode), dia menambah utang USD 150 miliar.
Sebagaimana diketahui, di era presiden SBY, Anda tentu mengetahui proyek Hambalang yang tidak rampung karena dugaan korupsi. Selain itu, sang pemimpin pun pernah berkoar minta gajinya dinaikkan. Nah, kini apakah Anda curiga uang tersebut dikorupsi?
Kini negeri ini diperintah oleh Presiden Jokowi. Dia memimpin negeri ini dengan warisan utang dari para pendahulunya. Jumlahnya pun sangat fantastis. Yakni, USD 291 miliar. Nah mampukah Presiden Jokowi mencicil atau bahkan melunasi utang tersebut? Kita nantikan saja.
Diam-Diam, SBY Utang Kembali ke IMF pada 2009
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (JK) angkat bicara mengenai pernyataan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait pelunasan utang luar negeri Indonesia kepada International Monetary Fund (IMF) pada tahun 2006. Pasalnya, SBY di media sosial Twitter berkicau dan mengkritik Presiden Jokowi soal utang luar negeri Indonesia yang belum terlunasi.
Menurut Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, mengakui pada dasarnya pemerintahan SBY sudah melunasi utang kepada IMF pada tahun 2006, namun pada kenyataannya pemerintah Indonesia kembali berutang kepada IMF pada tahun 2009 sekira USD3,093 miliar. Pernyataan Andi ini sesuai data yang diberikan oleh Bank Indonesia (BI)
"Di 2006 memang kita tidak memiliki utang dengan IMF tapi muncul lagi tahun 2009. Besarnya sekira USD3 miliar, terus ada sampai hari ini. Saya tidak tahu, pertanyaan teknis ke Kemenkeu dan BI," tegas Andi di Istana Negara, Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Bahkan, kata Andi hingga saat ini pemerintah Indonesia masih memiliki utang kepada IMF. Andi pun tidak segan-segan menunjukkan seberkas data yang dibawanya kepada wartawan mengenai posisi utang luar negeri Indonesia.
"SBY betul, 2006 kita tidak memiliki utang dengan IMF tetapi data dari statistik utang luar negeri Indonesia, ya ada ADB, IMF ya di tahun 2009 muncul USD3,093 miliar. Posisi terakhir tabel ini, Februari 2015 USD2,8 miliar masih ada utangnya sampai hari ini. Tetapi saya tidak tahu itu untuk apa. Silakan ditanya Kemenkeu atau BI," jelasnya.
Dengan pernyataan Andi ini, pemerintahan Jokowi-JK membantah keras ucapan SBY yang menyebutkan bahwa pemerintahannya sudah melunasi utang luar negeri kepada IMF.
Kendati demikian, Presiden Jokowi kata Andi akan tetap membayar utang tersebut dan menjaga rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) agar tidak terlalu tinggi.
"Saya detailnya, perencanaan pembayaran utang selalu ada di APBN ya. Tapi kita menjaga rasio utang ke PDB ada yang kita jaga antara 20-24 persen supaya tetap di level itu, tidak lebih dari itu," tukasnya.
Siapa Yang Melunasi Hutang Ke IMF? Kisah Lunasnya Utang Indonesia ke IMF
Pemerintah saat ini tengah kedatangan tamu dari rombongan International Monetary Fund (IMF) yang dipimpim oleh Direktur Operasional Dana Moneter Internasional IMF Christian Lagarde. Kedatangan mereka diketahui untuk menghadiri seminar dengan tema 'Future of Asia's Finance: Financing for Development 2015' dan dijadwalkan bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
Namun, sebelumnya banyak yang memperkirakan kedatangan IMF guna memberikan utang kepada Indonesia. Hal tersebut langsung dibantah oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, yang menjelaskan bahwa kedatang IMF murni untuk menghadiri seminar tersebut.
Indonesia sebenarnya sudah tidak memiliki memiliki kewajiban utang ke pada IMF sejak 2006, seperti sebagaimana yang telah ditegaskan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada saat itu SBY dengan Menko Perekonomian yang kala itu dijabat Boediono, Menteri Keuangan yang dijabat oleh Sri Mulyani, dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah telah menyepakati akan melunasi utang IMF.
“Sejak tahun 2006 sudah beberapa kali saya sampaikan bahwa Indonesia tidak berhutang lagi kepada IMF,” kata SBY kala itu.
Menurut SBY, penulasan utang kepada IMF merupakan bagian dari kerangka ekonomi Indonesia. Pada konferensi press kala itu dia juga menyampaikan bahwa angka rasio utang Indonesia semakin menurun. Rasio utang pada tahun 2000 adalah 80 persen dari PDB, 2004 sebesar 54 persen dari PDB, 2005 sebesar 48 persen dari PDB dan 2006 sebesar 40 persen dari PDB.
Dengan pelunasan utang IMF, ukuran gap terhadap GDP ratio sehat. Bahkan SBY meyakini, Indonesia lebih sehat dari negara lain di Asia Tenggara yang kala itu rasio utangnya masih tinggi.
Kini, sembilan tahun sudah berlalu. SBY dalam akunnya menceritakan, setelah utang IMF lunas, para pemimpin IMF (Managing Director) satu per satu berkunjung ke Indonesia. Mereka yang datang adalah Rodrigo de Rato (2007), Dominique Strauss-Kahn (2011) hingga Chistine Lagarde (2012).
Kini giliran Christian Lagarde yang berkunjung ke Indonesia. Namun tujuan kedatanganya telah dipertegas bukan untuk menawarkan utang.
IMF: Indonesia Tak Punya Utang Lagi
Polemik hutang Indonesia kepada lembaga donor International Monetary Fund (IMF) terus bergulir. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro pun telah mengklarifikasi langsung isu tersebut dan membantah Indonesia masih memiliki utang kepada IMF.
Menanggapi hal tersebut, Penasihat IMF Benediktus Bingham pun ikut angkat bicara mengenai isu ini. Pihaknya juga menegaskan bahwa Indonesia sudah tidak lagi memiliki pinjaman dari IMF.
"Indonesia saat ini tidak memiliki utang dari IMF," kata dia, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (29/4/2015).
Dia menegaskan, utang yang tercatat dalam laporan utang luar negeri Bank Indonesia (BI) berkaitan dengan alokasi SDR dari Indonesia. Di bawah perjanjian IMF, semua anggota IMF mengalokasikan SDR untuk sesuai dengan kuota mereka, dalam rangka untuk menyediakan tambahan likuiditas.
"Alokasi SDR Indonesia saat ini adalah SDR1,98 miliar (atau USD2,8 miliar). Di bawah aturan akuntansi standar, alokasi SDR ini diperlakukan sebagai kewajiban asing Bank Indonesia, sedangkan kepemilikan sesuai SDR diperlakukan sebagai aset asing Bank Indonesia. Jadi, ketika SDR dialokasikan tidak ada perubahan dalam utang bersih anggota untuk IMF," tegas dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki utang kepada IMF seperti yang diberitakan media mengenai penggunaan alokasi pinjaman utang yang akan digunakan oleh era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pelunasan utang IMF telah dilakukan oleh SBY pada Oktober 2006. Tepat pada Kamis 12 Oktober 2006, pemerintah melalui BI melunasi pinjaman kepada IMF di bawah skim Extended Fund Facility (EFF).
Pelunasan utang IMF sebesar SDR 2.153.915.825, atau ekuivalen USD3,181,742,918 (USD/SDR = 1,47719). Utang tersebut merupakan sisa pinjaman yang seharusnya jatuh tempo pada akhir 2010.
Sekarang Muncul Lagi Utang Negara Indonesia Ke Singapura.
Lalu Dari Era Manakah Utang Tersebut?
Bagaimana Pendapat Anda?
(Oke-Zone/Berita-Konspirasi/Detik-Share-7/Berita-Teratas/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Mantan Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) boleh membanggakan diri telah melunasi utangnya ke IMF. Namun banyak yang tidak mengetahui bahwa SBY melunasi utang dengan cara berhutang lagi yang nilainya jauh lebih besar daripada utang yang dilunasinya untuk menutupi hutang sebelumnya.
Alhasil, SBY pensiun dengan meninggalkan beban utang untuk rakyat yang mesti dibayar kurang lebih Rp 11 juta per-kepala, termasuk bayi yang baru lahir. Secara umum, ada tiga warisan utang yang ditinggalkan SBY kepada pemerintahan Jokowi-JK.
1. Utang karena defisit perdagangan yang disebabkan selama ini Indonesia mengandalkan impor ketimbang ekspor.
2. Defisit transaksi berjalan karena pemerintahan SBY lebih banyak mengeluarkan uang daripada memasukkan uang ke negara.
3. Defisit APBN mengingat anggaran pendapatan dan belanja tersebut dibiayai dari utang luar negeri.
SBY bisa saja mengelak bahwa jumlah utang pemerintah Indonesia terus bertambah besar karena pertama nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika Serikat terus melemah.
SBY bisa saja menjelaskan semua utang baru itu untuk menutup defisit anggaran. Memang dari tahun ke tahun selalu ada peningkatan jumlah APBN, tetapi peningkatan jumlah APBN itu paralel pula dengan peningkatan utang pemerintah Indonesia dan tidak meningkat kesejahteraan dari sebagian besar rakyat Indonesia.
Dramatis Peningkatan Utang SBY
Di Masa Presiden SBY APBN Indonesia di era Orde Reformasi, telah meningkat jumlahnya sekitar lima belas kali dibanding APBN pada akhir Orde Baru. Pada saat yang sama, meningkat pula utang pemerintah Indonesia yang mencapai lebih dari 300 persen dibanding utang di masa Orde Baru.
Peningkatan jumlah utang terjadi secara dramatis di masa pemerintahan Presiden SBY.
Selama 9 (sembilan) tahun masa pemerintahan SBY dari 2005-2013, total utang yang dilakukan pemerintahannya sebesar Rp 1.496,12 triliun dengan perincian:
Tahun 2005: Rp 1.313,5 triliun (47%)
Tahun 2006: Rp 1.302,16 triliun (39%)
Tahun 2007: Rp 1.389,41 triliun (35%)
Tahun 2008: Rp 1.636,74 triliun (33%)
Tahun 2009: Rp 1.590,66 triliun (28%)
Tahun 2010: Rp 1.676,15 triliun (26%)
Tahun 2011: Rp 1.803,49 triliun (25%)
Tahun 2012: Rp 1.975,42 triliun (27,3%)
September 2013: Rp 2.273,76 triliun (27,5%)
Tercatat Rp 207 triliun utang negara akan jatuh tempo pada 2014. Utang jatuh tempo itu terdiri atas Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 143 triliun atau setara dengan 69%, dan sisanya berasal dari pinjaman sebesar Rp 64 triliun atau 31%. (Sumber: Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Republik Indonesia, yang dikutip DetikFinance, 28/10/2013).
Presiden SBY sudah menyampaikan postur RAPBN 2015 pada 15 Agustus 2014 dengan memasukkan total pendapatan negara mencapai Rp 1.762,3 triliun, terdiri atas penerimaan perpajakan Rp 1.370,8 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 388 triliun, dan penerimaan hibah Rp 3,4 triliun.
Adapun total belanja negara mencapai Rp2.019,9 triliun, terdiri atas :
– Belanja pemerintah pusat Rp 1.379,9 triliun.
– Transfer ke daerah dan dana desa Rp 640 triliun.
Sementara itu, defisit anggaran dalam RAPBN 2015 sebesar Rp 257,6 triliun atau 2,32% terhadap PDB, turun dari defisit APBNP 2014 yang sebesar 2,4% terhadap PDB. RAPBN 2015 mengalokasikan pembayaran bunga utang Rp 154 triliun.
Dengan kata lain, RAPBN 2015 pun masih bersifat besar pasak daripada tiang. SBY juga mewariskan utang yang harus dibayar oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar Rp 108 triliun. Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Andin Hadiyanto, mengatakan utang sebesar itu akan jatuh tempo pada 2015. Artinya, pemerintahan SBY secara otomatis membebankan utang tersebut ke pemerintahan yang baru.
Tidak Tepat Sasaran
Sejatinya kalau APBN meningkat dan utang meningkat dalam jumlah yang luar biasa besar, rakyat makin sejahtera, kehidupan rakyat semakin bertambah baik.
Faktanya, rakyat masih susah dan terpinggirkan hingga pemerintahan berganti masih menanggung kesengsaraannya itu. Mayoritas rakyat Indonesia masih miskin, kurang pendidikan dan tertinggal.
“Rezim SBY melakukan PENCITRAAN dengan peningkatan APBN yang ditopang dengan utang namun TIDAK TEPAT SASARAN untuk membangun ekonomi yang berkeadilan berdasarkan Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila”
Rezim SBY melakukan “pencitraan” melakukan kebijakan yang hasilnya tidak memberi manfaat nyata bagi kemajuan rakyat jelata, justru semakin memperkaya mereka yang sudah kaya dan maju.
Rezim SBY mempertahankan banyak kementerian dan lembaga negara yang didirikan, serta pembentukan daerah baru seperti kabupaten, kota dan provinsi, sehingga banyak menghabiskan anggaran belanja. Selain itu, pemerintah tidak hidup sederhana, hemat dan efektif dalam menggunakan anggaran belanja negara, dan terus menambah jumlah pegawai, sehingga anggaran belanja negara banyak terkuras untuk membayar belanja pegawai.
Akhirnya beban negara untuk membayar cicilan utang pokok dan bunga sangat besar dan terus meningkat jumlahnya.
Sebagai gambaran :
Tahun 2010
– Cicilan utang pokok Rp 124,68 triliun
– Cicilan bunga Rp 105,65 triliun,
Total cicilan utang pokok dan bunga Rp 230,33 triliun
Tahun 2011
– Cicilan utang pokok Rp 141 triliun
– Cicilan bunga Rp 106 triliun Total
Total cicilan utang pokok dan bunga Rp 247 triliun
Tahun 2012
– Cicilan utang pokok Rp 139 triliun
– Cicilan bunga Rp 122,13 triliun
Total cicilan utang pokok dan bunga Rp 261,13 triliun
Tahun 2013
– Cicilan utang pokok Rp 160,421 triliun
– Cicilan bunga Rp 111,798 triliun
Total cicilan utang pokok dan bunga Rp 272,219 triliun
Tahun 2014 (periode Januari-Agustus 2014 )
– Cicilan utang pokok Rp Rp 156,751 triliun
– Cicilan bunga Rp 86,199 triliun.
Total cicilan utang pokok dan bunga Rp 242,95
(Dikutip dari data Kementerian Keuangan, Jumat, 19/9/2014)
Per Juni 2014, rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (PDB) meningkat dari 32,33% pada kuartal I-2014 menjadi 33,86%. Sementara debt service ratio (DSR), yaitu rasio total pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap total penerimaan transaksi berjalan, meningkat dari 46,42% pada kuartal sebelumnya menjadi 48,28% pada Juni 2014.
Saat ini DSR Indonesia berada di kisaran 45%-47%, sementara data Bank Indonesia (BI) menyebut bahwa DSR pada kuartal pertama 2014 mencapai 46,31%, atau naik dari Oktober-Desember 2013 sebesar 43,38%. Angka itu sudah melampaui ambang batas DSR yang harus diwaspadai berdasarkan kesepakatan internasional, yakni 44%. Semakin tinggi DSR berarti semakin berisiko keuangan suatu negara. Batas aman DSR suatu negara adalah 20%.
Bila dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk negara tetangga, rasio utang Indonesia tergolong sangat tinggi, yakni 36% dari PDB. Kita bisa membandingkan dengan Malaysia dan Turki yang hanya 29%, Filipina dan Brasil 21%, atau India yang ‘’hanya’’ 5%. (Sumber : Drs KP H Sumaryoto Padmodiningrat, mantan anggota Komisi XI (Bidang Keuangan) DPR).
Piye, Penak Zamanku To?
Mungkin Anda masih ingat dengan maraknya gambar Pak Harto (Presiden Soeharto) yang dibuat meme dengan kalimat : “Piye, penak zamanku to?”
Begitulah fenomena rakyat jelata merindukan Presiden Soeharto di rezim SBY lalu, sangat berkaitan erat dengan kesulitan hidup yang dialami rakyat jelata akibat harga sembako tidak terjangkau harganya oleh rakyat jelata.
Artinya, Kenaikan harga sembako dan semua jenis barang tidak disertai dengan meningkatnya pendapatan rakyat jelata, sehingga mereka merasakan meningkatnya kesulitan hidup yang dialami. Dalam lima tahun terakhir rezim SBY sembilan bahan pokok (sembako) telah meningkat harganya sekitar 60 persen, yang berarti harga sembako mengalami kenaikan harga setiap tahun sebesar 12 persen. (Sumber : Ekonom Dr. Hendri Saparini).
Hal itu terjadi karena kegagalan pemerintahan Presiden SBY dalam politik sembako dan puncak kekecewaan rakyat jelata mereka pun kemudian mengenang masa pemerintahan Presiden Soeharto, walaupun tidak ada kebebasan, dan dianggap kejam serta otoriter dalam menjalankan pemerintahan, tetapi harga sembako murah dan terjangkau harganya oleh rakyat jelata.
SBY Prihatin
Kesimpulannya, SBY yang sering mengatakan PRIHATIN itu akhirnya memang berakhir dengan sangat memprihatinkan bahkan bisa jadi SBY akan tercatat sebagai presiden dengan jumlah utang paling memprihatinkan, hampir menyamai utangnya Presiden Soeharto YANG berkuasa 32 tahun itu.
Akhirnya meningkatnya utang pemerintah Indonesia yang luar biasa besar dari tahun ke tahun, tidak memberi manfaat nyata bagi peningkatan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia. Walau Tim Ekonomi SBY dianggap sangat AHLI nyatanya hanya bisa membangun dari hasil utang bukan berpikir bagaimana caranya membayar Hutang.
Kita harapkan pemerintahan Jokowi-JK mampu mewujudkan “Indonesia Raya” yang maju, bersatu, adil dan makmur seperti tujuan Indonesia merdeka yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan Pancasila, dan tidak mengulangi cara rezim sebelumnya, utang banyak hanya dibuang untuk subsidi dan dikorupsi tanpa ada hasil pembangunannya yang bermanfaat jangka panjang untuk rakyat.
27 Kebohongan SBY Selama Menjadi Presiden
Pertama, pemerintah mengklaim bahwa pengurangan kemiskinan mencapai 31,02 juta jiwa. Padahal dari penerimaan beras rakyat miskin tahun 2010 mencapai 70 juta jiwa dan penerima layanan kesehatan bagi orang miskin (Jamkesmas) mencapai 76,4 juta jiwa.
Kedua, Presiden SBY pernah mencanangkan program 100 hari untuk swasembada pangan. Namun pada awal tahun 2011 kesulitan ekonomi justru terjadi secara masif.
Ketiga, SBY mendoronga terobosan ketahanan pangan dan energi berupa pengembangan varietas Supertoy HL-2 dan program Blue Energi. Program ini mengalami gagal total.
Keempat, Presiden SBY melakukan konferensi pers terkait tragedi pengeboman Hotel JW Mariot. Ia mengaku mendapatkan data intelijen bahwa fotonya menjadis asaran tembak teroris. Ternyata foto tersebut merupakan data lama yang pernah diperlihatkan dalam rapat dengan Komisi I DPR pada tahun 2004.
Kelima, Presiden SBY berjanji menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir sebagai a test of our history. Kasus ini tidak pernah tuntas hingga kini.
Keenam, UU Sistem Pendidikan Nasional menuliskan anggaran pendidikan harus mencapai 20% dari alokasi APBN. Alokasi ini harus dari luar gaji guru dan dosen. Hingga kini anggaran gaji guru dan dosen masih termasuk dalam alokasi 20% APBN tersebut.
Ketujuh, Presiden SBY menjanjikan penyelesaian kasus lumpur Lapindo dalam Debat Calon Presiden Tahun 2009. Penuntasan kasus lumpur Lapindo tidak mengalami titik temu hingga saat ini.
Kedelapan, Presiden SBY meminta semua negara di dunia untuk melindungu dan menyelamatkan laut. Di sisi lain Presiden SBY melakukan pembiaran pembuangan limbah di Laut Senunu, NTB, sebanyak1.200 ton dari PT Newmont dan pembuangan 200.000 ton limbah PT Freeport ke sungai di Papua.
Kesembilan, tim audit pemerintah terhadap PT Freeport mengusulkan renegosiasi. Upaya renegosiasi ini tidak ditindaklanjuti pemerintah hingga kini.
Sedangkan 9 kebohongan baru SBY, di antaranya:
Pertama, dalam Pidato Kenegaraan 17 Agustus 2010 Presiden SBY menyebutkan bahwa Indonesia harus mendukung kerukunan antarperadaban atau harmony among civilization. Faktanya, catatan The Wahid Institute menyebutkan sepanjang 2010 terdapat 33 penyerangan fisik dan properti atas nama agama dan Kapolri Bambang Hendarwso Danuri menyebutkan 49 kasus kekerasan ormas agama pada 2010.
Kedua, dalam pidato yang sama Presiden SBY menginstruksikan polisi untuk menindak kasus kekerasan yang menimpa pers. Instruksi ini bertolak belakang dengan catatan LBH Pers yang menunjukkan terdapat 66 kekerasan fisik dan nonfisik terhadap pers pada tahun 2010.
Ketiga, Presiden SBY menyatakan akan membekali Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan telepon genggam untuk mengantisipasi permasalahan kekerasan. Aksi ini tidak efektif karena di sepanjang 2010, Migrant Care mencatat kekerasan terhadap TKI mencapai 1.075 orang.
Keempat, Presiden SBY mengakui menerima surat dari Zoelick (Bank Dunia) pada pertengahan 2010 untuk meminta agar Sri Mulyani diizinkan bekerja di Bank Dunia. Tetapi faktanya, pengumuman tersebut terbuka di situs Bank Dunia. Presiden SBY diduga memaksa Sri Mulyani mundur sebagai Menteri Keuangan agar menjadi kambing hitam kasus Bank Century.
Kelima, SBY berkali-kali menjanjikan sebagai pemimpin pemberantasan korupsi terdepan. Faktanya, riset ICW menunjukkan bahwa dukungan pemberantasan korupsi oleh Presiden dalam kurun September 2009 hingga September 2010, hanya 24% yang mengalami keberhasilan.
Keenam, Presden SBY meminta penuntasan rekening gendut perwira tinggi kepolisian. Bahkan, ucapan ini terungkap sewaktu dirinya menjenguk aktivis ICW yang menjadi korban kekerasan, Tama S Langkun. Dua Kapolri, Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Jenderal Timur Pradopo, menyatakan kasus ini telah ditutup.
Ketujuh, Presiden SBY selalu mencitrakan partai politiknya menjalankan politik bersih, santun, dan beretika. Faktanya Anggota KPU Andi Nurpati mengundurkan diri dari KPU, dan secara tidak beretika bergabung ke Partai Demokrat. Bahkan, Ketua Dewan Kehomatan KPU Jimly Asshiddiqie menilai Andi Nurpati melakukan pelanggaran kode etik dalam Pemilu Kada Toli-Toli.
Kedelapan, Kapolri Timur Pradopo berjanji akan menyelesaikan kasus pelesiran tahanan Gayus Tambunan ke Bali selama 10 hari. Namun hingga kini, kasus ini tidak mengalami kejelasan dalam penanganannya. Malah, Gayus diketahui telah sempat juga melakukan perjalanan ke luar negeri selama dalam tahanan.
Kesembilan, Presiden SBY akan menindaklanjuti kasus tiga anggota KKP yang mendapatkan perlakuan tidak baik oleh kepolisian Diraja Malaysia pada September 2010. Ketiganya memperingatkan nelayan Malaysia yang memasuki perairan Indonesia. Namun ketiganya malah ditangkap oleh polisi Diraja Malaysia. Sampai saat ini tidak terdapat aksi apapun dari pemerintah untuk nmenuntaskan kasus ini dan memperbaiki masalah perbatasan dengan Malaysia.
Kebohongan SBY Yang Lain
1. Harga BBM turun hingga 3 kali (2008-2009), pertama kali sepanjang sejarah.
Dalam sejarah harga BBM, untuk pertama kali sepanjang sejarah Indonesia, pemerintah menjual BBM termahal yakni Rp 6000 per liter. Desember 2008, untuk pertama kalinya sepanjangg sejarah Indonesia, harga premium yang ditetapkan pemerintah lebih tinggi daripada harga di Amerika Serikat. Pada minggu I dan II, harga BBM Indonesia adalah Rp 5500; di AS dibawah Rp 5335 per liter. Pada minggu III dan IV, harga BBM Indonesia Rp 5000; di AS di bawah Rp 4892 per liter.
2. Perekonomian terus tumbuh di atas 6% pertahun, tertinggi setelah orde baru
Pertumbuhan di atas 6% hanya terjadi tahun 2007. Tahun 2005 (5.6%), 2006 (5.5%), dan 2008 di bawah 5%. Jadi, pernyataan terus tumbuh di atas 6% merupakan kebohongan publik. Dalam kampanye pilpres 2004, SBY menjanjikan angin surga yang dituangkan dalam RPJM: pertumbuhan ekonomi tahun 2005-2009 adalah 5.5%, 6.1%, 6.7%, 7.2% dan 7.6%. Namun faktanya adalah di bawah 6% selama 5 tahun. Bahkan pertumbuhan rata-rata di bawah 6% per tahun yang jauh lebih parah dalam usaha menahan laju inflasi yang mencapai rata-rata 10.3% per tahun.
3. Cadangan devisa pada tahun 2008 US$ 51 miliar, tertinggi sepanjang sejarah.
Jika cadangan devisa tertinggi sepanjang sejarah, maka justru yang terjadi adalah bahwa jumlah utang negara mencapai 1667 Triliun pada awal tahun 2009 atau 1700 triliun per 31 Maret 2009. Inilah pembengkakan utang terbesar sepanjang sejarah. Inilah pertama kali Indonesia menjadi negara pengutang dengan angka utang tertinggi sepanjang sejarah. Apakah ada artinya antara cadangan devisa tertinggi dengan utang yang sedemikian tinggi?
4. Rasio hutang terhadap PDB turun dari 56% tahun 2004 menjadi 34% tahun 2008.
Memang secara relatif jumlah utang negara turun, tapi secara absolut utang negara naik 33% dari Rp 1275 T pada 2004 menjadi Rp 1700 triliun pada Maret 2009. Bahkan sampai hingga saat ini, pemerintah masih setia membayar utang serta pengelolaan penarikan utang luar negeri yang bermasalah seperti yang baru-baru ini telah dilaporkan BPK dan KPK.
5. Utang IMF lunas
Perlu diketahui bahwa hutang kepada IMF yang besarnya 9 miliar USD bersifat nonlikuid. Kita juga telah memutuskan menghentikan kontrak dengan IMF tahun 2004. Ketika utang IMF lunas, utang luar negeri kita kepada ADB meningkat. Selain itu, utang dalam negeri naik 50% selama 4 tahun terakhir ini, dan itu tertinggi sepanjang sejarah.
6. Lembaga CGI dibubarkan
IGGI /CGI merupakan grup lembaga keuangan yang menjadi kreditor utang Indonesia. Anggota CGI adalah ADB, IMF, UNDP, Bank Dunia, Australia, Belgia, Inggris Raya, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Selandia Baru, Swiss dan Amerika Serikat. Jadi, meksipun CGI dibubarkan, para anggotanya masih menjadi negara kreditor bagi Indonesia. Pembubaran CGI hanyalah kedok pencitraan atas sebuah lembaga institusi, padahal anggotanya CGI masih eksis. Istilahnya, ular berbisa yang ganti kulit. CGI bubar, tapi anggotanya masih hidup dan berkembang dalam membuat hutang luar negeri Indonesia.
7. Mengadakan program pro-rakyat (BLT, BOS, Beasiswa, JAMKESMAS, PNPM Mandiri, dan KUR tanpa agunan tambahan)
Hampir 52% dana BLT digunakan penduduk miskin untuk membeli rokok. Karena itu, program ad hoc BLT yang tidak memiliki dampak positif jangka panjang bagi peningkatan ekonomi masyarakat. Awalnya BLT digunakan untuk mengkompensasi kenaikan BBM. Pemberian BLT tahun 2009 (bukan dalam agenda kenaikan BBM) menambah utang negara. Program BOS, beasiswa, Jamkesmas merupakan program implementasi yang diwajibkan /amanah dari UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Seharusnya iklan SBY harus jujur mengatakan tentang kewajiban /amanah UU dan mana yang merupakan hasil kreatifitas pemimpin. BLT sendiri bukan program yang diamanahkan melalui UU.
Fakta terbaru menyebutkan bahwa dana BLT diambil dari hutang luar negeri yang sifatnya komersial, dengan bunga tinggi (12-13 %). Tahun 2005, digelontorkan 17 triliun. Tahun 2008 disalurkan dana 14,1 triliun untuk 19,1 juta penduduk miskin Indonesia. Disebutkan bahwa BLT diambil dari dana kompensasi BBM, itu sebenarnya akal-akalan dan rekayasa istilah dalam APBN saja. Kalau benar bahwa BLT diambil dari dana hutangan luar negeri dan Surat Utang Negara, maka itu akan sangat memberatkan dan menyebabkan defisit APBN. Jadi dengan BLT, pemerintahan sekarang membuat masalah dengan masalah yang jauh lebih berat lainnya.
8. Anggaran pendidikan naik menjadi 20% dari APBN, pertama sepanjang sejarah
Perlu difahami bahwa peningkatan anggaran pendidikan hingga 20% merupakan amanah yang harus dilaksanakan secepat mungkin setelah UU 20 tahun 2003 disahkan pada Juli 2003. SBY telah memimpin negeri ini selama 4 tahun, namun ia tidak berniat untuk menganggarkan dana pendidikan sebesar 20%. Sejak 2005, berbagai demo yang dilakukan PGRI atas kebijakan pemerintah SBY yang melanggar amanat konstitusi UU 20/2003. Perjuangan dan semangat pantang menyerah para guru dalam wadah PGRI akhirnya pertengahan 2008 membuahkan hasil. SBY bersama DPR mau merealisasikan anggaran 20% untuk pendidikan. Ini merupakan jerih payah dan berbagai demo para guru. Ini bukan keberhasilan SBY. Justru ini keberhasilan perjuangan guru melawan ketidakpatuhan pemerintah atas amanah UU Sisdiknas.
9. Pelayanan kesehatan bagi si miskin. Anggaran kesehatan naik 3 kali lipat dari sebelumnya, tertinggi sejak orde baru
Biaya rata-rata kesehatan terus meningkat. Meningkatnya biaya kesehatan dan minimnya ketersediaan dana untuk pelayanan kesehatan gratis di berbagai rumah sakit telah menjadi isu yang hangat pada tahun 2007-2008. Mahalnya biaya kesehatan menyebabkan masyarakat lebih percaya pada dukun cilik Ponari. Jika dikatakan anggaran kesehatan naik 3 kali, maka apakah layanan kesehatan meningkat tiga kali? Jawabanya: Tidak. RS Cipto tetap menolak pasien untuk rawat inap dan meminta pasien tinggal di luar RS.
Bersama SBY, Utang Indonesia Naik Rp1.232,31 Triliun
Sudah tinggal hitungan hari masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan habis. Namun hingga saat ini, SBY masih meninggalkan utang yang sangat besar bagi Indonesia.
Melansir data DJPU Kementerian Keuangan, di Jakarta, Senin (22/9/2014), selama 10 tahun menjabat, SBY telah menambah utang negara sekira Rp1.232,31 triliun atau naik 94,82 persen hingga Agustus 2014.
Angka tersebut terlihat dari posisi utang pada Desember 2004 sebesar Rp1.299,5 triliun hingga Agustus 2014 sebesar Rp2.531,81 triliun.
Namun, SBY masih menyisakan September dan Oktober 2014. Diharapkan, di akhir jabatan SBY dapat menekan posisi utang pemerintah pusat.
Jika mengacu data yang target utang dalam APBN-Perubahan 2014, paling tidak Indonesia akan menambah utang Rp102,206 triliun lagi hingga akhir tahun ini. Utang tersebut berasal dari penerbitan SBN sebesar Rp264,983 triliun dan pembayaran SBN jatuh tempo serta buy back sebesar Rp168,199 triliun.
Adapun posisi utang sejak Desember 2004 hingga Agustus 2014 yakni:
2004: Rp1.299,50 triliun
2005: Rp1.313,29 triliun
2006: Rp1.302,16 triliun
2007: Rp1.389,41 triliun
2008: Rp1.636,74 triliun
2009: Rp1.590,66 triliun
2010: Rp1.681,66 triliun
2011: Rp1.808,95 triliun
2012: Rp1.977,71 triliun
2013: Rp2.371,39 triliun
Agustus 2014: Rp2.531,81 triliun.
Inilah Warisan Utang Para Presiden Kita Dari Soekarno Hingga SBY. Siapa Paling Banyak?
Indonesia adalah sebuah negeri yang sedang berkembang. Pembangunan pun dilakukan ke seluruh pelosok negeri. Ya, hal tersebut pun tidak terlepas dari sosok para pemimpin negeri ini. Namun, tahukah Anda jika beberapa pemimpin negeri ini lengser dengan meninggalkan utang dengan jumlah yang luar biasa?
Simak, Inilah Warisan Utang Para Presiden Kita Dari Soekarno Hingga SBY
Kondisi tersebut telah terjadi sejak masa Presiden Soekarno. Hingga mantan Presiden SBY lengser dan digantikan Jokowi pun, utang tersebut masih belum lunas.
Diawali dengan Presiden Soekarno. Beliau lengser dari jabatan dengan meninggalkan utang mencapai USD 6,3 miliar. Jumlah utang tersebut pun diturunkan kepada presiden pengganti. Yakni, Soeharto.
Sebagaimana diketahui, pada zaman orde baru, beberapa pembangunan pun terjadi. Namun, muncul kasus korupsi saat Presiden Soeharto menjabat. Dengan dalih pembangunan, utang Indonesia pun semakin membengkak. Ya, totalnya pun sangat fantastis. Yakni, mencapai sekitar USD 151 miliar. Jumlah itu meningkat USD 144,7 miliar dari jumlah sebelumnya.
Setelah demo besar-besaran di era 1998, akhirnya Presiden Soeharto digantikan dengan B.J. Habibie. Meski hanya menjabat dalam waktu singkat, yakni 17 bulan, beliau mampu membayar utang negara. Memang, jumlahnya tidak banyak. Namun, hal tersebut cukup membantu.
Sebagaimana pantauan Harian Indo pada Selasa (24/5/2016), Habibie dapat membayar utang negara sebesar USD 3 miliar. Nah, totalnya pun berkurang dari USD 151 miliar menjadi USD 148 miliar.
Kemudian, tren positif pun berlanjut di era Gus Dur. Beliau menggantikan Habibie melalui pilpres. Presiden yang satu ini pun melakukan hal sama dengan presiden sebelumnya. Memang, totalnya tidak sampai bisa melunasi seluruh utang negara. Setidaknya, jumlahnya kali ini cukup besar. Yakni, sekitar USD 9 miliar. Artinya, utang negara hingga Gus Dur lengser turun menjadi USD 139 miliar. Penurunan yang cukup fantastis, mengingat beliau hanya menjabat 21 bulan.
Megawati pun diangkat menjadi presiden menggantikan Gus Dur. Di era presiden perempuan kali pertama ini, Indonesia kembali menambah utang. Namun, jumlahnya tidak sebanyak yang dilakukan Presiden Soeharto. Mulai menjabat hingga Lengser, Megawati hanya menambah hutang USD 2 miliar. Jadi, total utang Indonesia mencapai USD 141 miliar.
Nah, angka utang yang lebih fantastis sebenarnya bukan ditorehkan mantan Presiden Soeharto. Ya, utang terbesar terjadi selama masa pemerintahan Presiden SBY. Jumlahnya pun tidak tanggung-tanggung. Yakni, mencapai USD 150 miliar. Artinya, total utang negeri ini mencapai USD 291 miliar.
Jika dibandingkan dengan pemerintahan Presiden Soeharto selama 32 tahun dengan utang USD 144,7, tentu yang dilakukan SBY lebih parah. Bayangkan saja, dalam tempo 10 tahun menjabat (dua periode), dia menambah utang USD 150 miliar.
Sebagaimana diketahui, di era presiden SBY, Anda tentu mengetahui proyek Hambalang yang tidak rampung karena dugaan korupsi. Selain itu, sang pemimpin pun pernah berkoar minta gajinya dinaikkan. Nah, kini apakah Anda curiga uang tersebut dikorupsi?
Kini negeri ini diperintah oleh Presiden Jokowi. Dia memimpin negeri ini dengan warisan utang dari para pendahulunya. Jumlahnya pun sangat fantastis. Yakni, USD 291 miliar. Nah mampukah Presiden Jokowi mencicil atau bahkan melunasi utang tersebut? Kita nantikan saja.
Diam-Diam, SBY Utang Kembali ke IMF pada 2009
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (JK) angkat bicara mengenai pernyataan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait pelunasan utang luar negeri Indonesia kepada International Monetary Fund (IMF) pada tahun 2006. Pasalnya, SBY di media sosial Twitter berkicau dan mengkritik Presiden Jokowi soal utang luar negeri Indonesia yang belum terlunasi.
Menurut Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, mengakui pada dasarnya pemerintahan SBY sudah melunasi utang kepada IMF pada tahun 2006, namun pada kenyataannya pemerintah Indonesia kembali berutang kepada IMF pada tahun 2009 sekira USD3,093 miliar. Pernyataan Andi ini sesuai data yang diberikan oleh Bank Indonesia (BI)
"Di 2006 memang kita tidak memiliki utang dengan IMF tapi muncul lagi tahun 2009. Besarnya sekira USD3 miliar, terus ada sampai hari ini. Saya tidak tahu, pertanyaan teknis ke Kemenkeu dan BI," tegas Andi di Istana Negara, Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Bahkan, kata Andi hingga saat ini pemerintah Indonesia masih memiliki utang kepada IMF. Andi pun tidak segan-segan menunjukkan seberkas data yang dibawanya kepada wartawan mengenai posisi utang luar negeri Indonesia.
"SBY betul, 2006 kita tidak memiliki utang dengan IMF tetapi data dari statistik utang luar negeri Indonesia, ya ada ADB, IMF ya di tahun 2009 muncul USD3,093 miliar. Posisi terakhir tabel ini, Februari 2015 USD2,8 miliar masih ada utangnya sampai hari ini. Tetapi saya tidak tahu itu untuk apa. Silakan ditanya Kemenkeu atau BI," jelasnya.
Dengan pernyataan Andi ini, pemerintahan Jokowi-JK membantah keras ucapan SBY yang menyebutkan bahwa pemerintahannya sudah melunasi utang luar negeri kepada IMF.
Kendati demikian, Presiden Jokowi kata Andi akan tetap membayar utang tersebut dan menjaga rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) agar tidak terlalu tinggi.
"Saya detailnya, perencanaan pembayaran utang selalu ada di APBN ya. Tapi kita menjaga rasio utang ke PDB ada yang kita jaga antara 20-24 persen supaya tetap di level itu, tidak lebih dari itu," tukasnya.
Siapa Yang Melunasi Hutang Ke IMF? Kisah Lunasnya Utang Indonesia ke IMF
Pemerintah saat ini tengah kedatangan tamu dari rombongan International Monetary Fund (IMF) yang dipimpim oleh Direktur Operasional Dana Moneter Internasional IMF Christian Lagarde. Kedatangan mereka diketahui untuk menghadiri seminar dengan tema 'Future of Asia's Finance: Financing for Development 2015' dan dijadwalkan bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
Namun, sebelumnya banyak yang memperkirakan kedatangan IMF guna memberikan utang kepada Indonesia. Hal tersebut langsung dibantah oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, yang menjelaskan bahwa kedatang IMF murni untuk menghadiri seminar tersebut.
Indonesia sebenarnya sudah tidak memiliki memiliki kewajiban utang ke pada IMF sejak 2006, seperti sebagaimana yang telah ditegaskan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada saat itu SBY dengan Menko Perekonomian yang kala itu dijabat Boediono, Menteri Keuangan yang dijabat oleh Sri Mulyani, dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah telah menyepakati akan melunasi utang IMF.
“Sejak tahun 2006 sudah beberapa kali saya sampaikan bahwa Indonesia tidak berhutang lagi kepada IMF,” kata SBY kala itu.
Menurut SBY, penulasan utang kepada IMF merupakan bagian dari kerangka ekonomi Indonesia. Pada konferensi press kala itu dia juga menyampaikan bahwa angka rasio utang Indonesia semakin menurun. Rasio utang pada tahun 2000 adalah 80 persen dari PDB, 2004 sebesar 54 persen dari PDB, 2005 sebesar 48 persen dari PDB dan 2006 sebesar 40 persen dari PDB.
Dengan pelunasan utang IMF, ukuran gap terhadap GDP ratio sehat. Bahkan SBY meyakini, Indonesia lebih sehat dari negara lain di Asia Tenggara yang kala itu rasio utangnya masih tinggi.
Kini, sembilan tahun sudah berlalu. SBY dalam akunnya menceritakan, setelah utang IMF lunas, para pemimpin IMF (Managing Director) satu per satu berkunjung ke Indonesia. Mereka yang datang adalah Rodrigo de Rato (2007), Dominique Strauss-Kahn (2011) hingga Chistine Lagarde (2012).
Kini giliran Christian Lagarde yang berkunjung ke Indonesia. Namun tujuan kedatanganya telah dipertegas bukan untuk menawarkan utang.
IMF: Indonesia Tak Punya Utang Lagi
Polemik hutang Indonesia kepada lembaga donor International Monetary Fund (IMF) terus bergulir. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro pun telah mengklarifikasi langsung isu tersebut dan membantah Indonesia masih memiliki utang kepada IMF.
Menanggapi hal tersebut, Penasihat IMF Benediktus Bingham pun ikut angkat bicara mengenai isu ini. Pihaknya juga menegaskan bahwa Indonesia sudah tidak lagi memiliki pinjaman dari IMF.
"Indonesia saat ini tidak memiliki utang dari IMF," kata dia, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (29/4/2015).
Dia menegaskan, utang yang tercatat dalam laporan utang luar negeri Bank Indonesia (BI) berkaitan dengan alokasi SDR dari Indonesia. Di bawah perjanjian IMF, semua anggota IMF mengalokasikan SDR untuk sesuai dengan kuota mereka, dalam rangka untuk menyediakan tambahan likuiditas.
"Alokasi SDR Indonesia saat ini adalah SDR1,98 miliar (atau USD2,8 miliar). Di bawah aturan akuntansi standar, alokasi SDR ini diperlakukan sebagai kewajiban asing Bank Indonesia, sedangkan kepemilikan sesuai SDR diperlakukan sebagai aset asing Bank Indonesia. Jadi, ketika SDR dialokasikan tidak ada perubahan dalam utang bersih anggota untuk IMF," tegas dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki utang kepada IMF seperti yang diberitakan media mengenai penggunaan alokasi pinjaman utang yang akan digunakan oleh era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pelunasan utang IMF telah dilakukan oleh SBY pada Oktober 2006. Tepat pada Kamis 12 Oktober 2006, pemerintah melalui BI melunasi pinjaman kepada IMF di bawah skim Extended Fund Facility (EFF).
Pelunasan utang IMF sebesar SDR 2.153.915.825, atau ekuivalen USD3,181,742,918 (USD/SDR = 1,47719). Utang tersebut merupakan sisa pinjaman yang seharusnya jatuh tempo pada akhir 2010.
____________________________________
Sekarang Muncul Lagi Utang Negara Indonesia Ke Singapura.
Lalu Dari Era Manakah Utang Tersebut?
Bagaimana Pendapat Anda?
(Oke-Zone/Berita-Konspirasi/Detik-Share-7/Berita-Teratas/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email