Mazhab Syiah dalam Sorotan.Hal lain yang selalu dijadikan tuduhan kepada muslim Syi’i yang membuat mereka dinyatakan kafir dan keluar dari agama Islam adalah adanya keyakinan kaum Syiah bahwa Al-Qur’an mengalami perubahan atau kaum Syiah memiliki Al-Qur’an yang berbeda dengan kaum muslimin lainnya. Ini hanyalah fitnah belaka, sebab sampai saat ini tak ada seorangpun yang mampu menunjukkan Al-Qur’an Syiah yang berbeda dengan Al-Qur’an ummat Islam pada umumnya. Perbedaan pendapat tentang Al-Qur’an hanyalah berkisar kapan dan siapa yang mengumpulkan Al-Qur’an.
3-4 April 2007 Indonesia menjadi tuan rumah sebuah event internasional bertajuk Konferensi Ulama Sunni-Syiah di Istana Bogor, yang diprakarsai oleh NU dan Muhammadiyah, dua ormas besar yang lebih berhak mengatasnamakan ummat Islam Indonesia bukan hanya karena perintis organisasi keagamaan di Indonesia melainkan juga memiliki massa dan pendukung yang lebih besar dibandingkan ormas-ormas Islam lainnya. 3 bulan sebelumnya telah diadakan pula Muktamar Internasional antar Berbagai Madhzab Islam di Qatar, yang dihadiri 216 tokoh pemikir, ulama, pengamat dan menteri dari 44 negara dunia. Muktamar ini diprakarsai Universitas Qatar dan Universitas Al-Azhar Mesir. Kedua pertemuan ini bertujuan untuk menghasilkan piagam persatuan ummat Islam. Seruan persatuan Islam memang sangat dibutuhkan ditengah konflik horizontal yang terjadi berlarut-larut yang masing-masing kelompok mengatasnamakan Islam. Namun yang patut disayangkan, masih saja ada segelintir orang yang melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan semangat persatuan ini. Seperti penyerangan pengajian Syiah di Bondowoso, Bangil dan Sampang serta penyerangan pesantren YAPI tepat di hari maulid Nabi, ataupun menggelar kegiatan-kegiatan sepihak yang menghakimi madhzab lain secara in-absentia. Seorang matematikawan yang menulis buku tentang ilmu farmasi dan kesehatan tentu banyak mengalami kesalahan dalam penulisan bukunya, kalaupun benar, orang tetap meragukan kredibilitasnya.
Begitupun tentang Syiah, muslim Syi’i lah yang lebih berhak untuk berbicara tentang madhzab yang diyakininya. Mengenai hal ini, saya sebagai mahasiswa yang belajar langsung di Iran (Negara yang penduduknya mayoritas bermahdzab Syiah) ingin memberi sedikit tanggapan tentang sebagian kaum muslim yang masih memberi pengklaiman sesat bahkan kafir kepada kaum Syiah, yang oleh Mufti Universitas Al-Azhar Mesir Syaikh Muhammad Tantawi mengeluarkan fatwa bolehnya muslim Sunni shalat berjama’ah dengan Syiah, mengikuti Mufti Al-Azhar pendahulunya, almarhum Syaikh Muhammad Shaltut yang mengeluarkan fatwa penganut mazhab Syiah sah dan diakui sebagai keluarga besar kaum muslimin. Perselisihan pendapat Syiah dengan Ahli Sunnah hanya seputar persoalan-persoalan yang masih berada di bawah dataran prinsip agama. Sebagai bukti, akan saya paparkan beberapa keyakinan Syiah yang justru landasan teologisnya dalam keyakinan Ahlus Sunnah mendapatkan legitimasi dan pembenaran.
Kontroversi Aqidah Syiah
Perbedaan pendapat antar madhzab dalam Islam bukan sesuatu yang baru. Jika kita menelusuri sejarah, akan ditemukan perselisihan antara kelompok fiqh dan ushul Sunni, misalnya antara Asyariah dan Mu’tazilah atau antara pengikut Hanbali, Hanafi dan Syafi’i dan begitu pula pada kelompok-kelompok Syi’ah. Perbedaan yang paling mendasar antara madhzab Syiah dengan yang lainnya adalah loyalitas kepada keluarga Nabi (Ahlul Bait) sehingga madhzab Syiah juga dikenal sebagai madhzab Ahlul Bait. Kaum Syiah meyakini hak kekhalifahaan ada pada Ahlul Bait Nabi. Kekhalifahan yang dimaksud bukan sekedar sebagai pemimpin ummat melainkan sebagai pelanjut tugas kenabian, memberikan bimbingan dan petunjuk kepada ummat.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang amat berharga, yaitu kitab Allah dan Ahlul Baitku” (Shahih Muslim Juz 4 hal 123 terbitan Dar al-Ma’rif Beirut Lebanon ).
Dalam hadits ini Rasulullah mengingatkan tentang Ahlul Bait sebanyak tiga kali. Ibnu Hajar juga meriwayatkan dalam kitabnya ash-Shawa’iq dengan lafadz sedikit berbeda. Rasul menamakan keduanya, Al-Qur’an dan Ahlul Bait sebagai ats-Tsaqalain, ats-Tsaql berarti sesuatu yang berharga, mulia, terjaga dan suci karena keduanya adalah tambang ilmu-ilmu agama, hikmah dan hukum syariat. Mengapa tidak cukup hanya dengan Al-Qur’an ?. Allah SWT berfirman, “Tidak ada sesuatupun yang Kami luputkan dalam Kitab.” (Qs. Al-An’am : 38). Dengan ayat ini, Allah SWT menegaskan bahwa tidak ada yang tertinggal dan semuanya telah tersampaikan dalam Al-Qur’an. Namun, bukankah ayat-ayat Al-Qur’an tidak terjelaskan secara terperinci ?. Sewaktu Rasul masih hidup, Rasullah yang menjelaskan secara terperinci hukum-hukum Islam yang disebutkan secara umum dalam Al-Qur’an. Namun, apakah semuanya telah dijelaskan oleh Rasul ? Karenanya sepeninggal Rasul harus ada yang tahu interpretasi Al-Qur’an dan makna sejatinya, bukan berdasarkan logika sendiri, yang terkadang benar dan juga bisa salah, namun berdasarkan pengetahuan ilahiahnya tentang karakter esensi Islam. Al-Qur’an dan Ahlul Bait adalah dua pusaka Nabi yang suci, Allah menjelaskan kesucian Ahlul Bait dalam Surah Al-Ahzab ayat 33. Dan setelah Rasul merekalah yang lebih banyak memahami Al-Qur’an, “Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah” (Qs. Al-Ahzab:34) dan merekalah yang pertama-tama mendapatkan ilmu langsung dari Rasulullah, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Qs. Asy-Syu’ara : 214). Dengan demikian, maka mengikuti Ahlul Bait sepeninggal Rasul SAW adalah sesuatu yang wajib, sebagaimana mengikuti Al-Qur’an, terlepas siapa yang dimaksud Ahlul Bait, hal ini membutuhkan pembahasan yang lebih lanjut. Yang penting disini adalah keberadaan Ahlul Bait (Itrah) Nabi di sisi kitab Allah akan tetap berlangsung hingga datangnya hari kiamat dan tidak ada satupun masa yang kosong dari kehadiran mereka.
Tidak ada yang memiliki keyakinan seperti ini selain Syiah, dimana mereka mengatakan wajib adanya imam dari kalangan Ahlul Bait pada setiap zaman, yang telah disucikan oleh Allah SWT sesuci-sucinya, dan kaum muslimin wajib untuk mengenal dan mengikuti mereka, “Siapa yang mati sementara ia tidak tahu imamnya, maka ia akan mati bagai matinya jahiliyah.” (HR. Bukhari-Muslim) dan “Pada hari Kami panggil seluruh manusia bersama imamnya masing-masing” (Qs. 17:71). Oleh karena itu, Muslim Syi’i meyakini, Imam Ali bin Abi Thalib as yang berhak menjadi khalifah sebagaimana sabda Rasulullah, “Ali di sisiku ibarat Harun di sisi Musa kecuali kenabian, karena tidak ada Nabi setelahku.” (Shahih Bukhari, 5 : 129 dan Shahih Muslim 2 : 360). Dan bukankah Nabi Musa as pernah berpesan kepada Nabi Harun as, “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku.” (Qs. Al-A’raf : 142). Dan kepemimpinan setelah Imam Ali dilanjutkan oleh keturunannya yang berasal dari Bani Quraisy, “Setelah aku ada 12 imam, semuanya dari Quraisy.” (HR. Bukhari-Muslim).
Hal lain yang selalu dijadikan tuduhan kepada muslim Syi’i yang membuat mereka dinyatakan kafir dan keluar dari agama Islam adalah adanya keyakinan kaum Syiah bahwa Al-Qur’an mengalami perubahan atau kaum Syiah memiliki Al-Qur’an yang berbeda dengan kaum muslimin lainnya. Ini hanyalah fitnah belaka, sebab sampai saat ini tak ada seorangpun yang mampu menunjukkan Al-Qur’an Syiah yang berbeda dengan Al-Qur’an ummat Islam pada umumnya. Perbedaan pendapat tentang Al-Qur’an hanyalah berkisar kapan dan siapa yang mengumpulkan Al-Qur’an. Kaum Sunni meyakini, pada zaman Rasulullah Al-Qur’an masih dalam berbentuk lembaran-lembaran yang ditulis pada batu, kulit binatang dan pada tulang-tulang yang kemudian disatukan dan dijadikan satu kitab yang utuh pada zaman kekhalifaan Usman bin Affan. Kaum Syiah meyakini, Allah SWT sendirilah yang menurunkan, menjaga dan mengumpulkan Al-Qur’an sehingga tersusun menjadi ayat-ayat dalam sebuah kitab yang sebagaimana kita baca. Allah SWT berfirman, “Sungguh, Kamilah yang menurunkannya (Al-Qur’an) dan Kamilah yang menjaganya.” (Qs. Al-Hijr :9).
dan ayat lain, “Sungguh, Kamilah yang akan mengumpulkannya (ayat-ayat Al-Qur’an) dan membacakannya, maka apabila telah Kami bacakan ikutilah pembacaannya, kemudian Kamilah yang akan menjelaskan.” (Qs. Al-Qiyamah : 17-19). Sebab menurut Syiah, jika dalam penyusunan Al-Qur’an ada campur tangan selain Allah dan Rasul-Nya maka kitab itu tidak akan suci lagi dan akan menimbulkan banyak perselisihan dalam penyusunannya sebab siapapun merasa berhak menyusun ayat-ayat Al-Qur’an sesuai yang dikehendaki. Kalaupun dalam kitab-kitab hadits Syiah didapatkan hadits yang terkesan meragukan kesucian Al-Qur’an, ulama-ulama Syiah sudah berkali-kali memberikan bantahan dan penjelasan bahwa hadits tersebut dha’if dan tidak bisa dijadikan pegangan. Sebab keberadaan hadits-hadits dha’if dan maudhu juga terdapat pada kitab-kitab hadits Ahlus Sunnah. Justru, bagi kaum Syiah hadits yang meskipun dari segi sanad dinyatakan shahih namun jika bertentangan dengan pesan Al-Qur’an maka kaum Syiah membuangnya. Kaum Syiahpun meyakini, apa yang telah dihalalkan oleh Rasulullah akan tetap halal sampai kiamat, dan semuanya sepakat Nikah Mut’ah dan ziarah kubur pernah dihalalkan oleh Rasulullah untuk diamalkan kaum muslimin. Kalaupun ada yang menyalahgunakan nikah mut’ah ataupun melakukan praktik kesyirikan dan kebid’ahan dalam ziarah kubur itu lain soal, bukan menjadi dalil berubahnya hukum sesuatu menjadi haram dan terlarang.
Sunni-Syiah Bersatu, Mungkinkah ?
Senjata paling ampuh yang ada di tangan musuh-musuh Islam adalah mengobarkan koflik lama antara Sunni dan Syiah. Di semua negeri muslim tanpa kecuali, abdi kolonialisme sibuk menciptakan perselisihan di kalangan kaum muslimin atas nama agama dan simpati kepada Islam. Cukuplah Irak, Afganistan dan Lebanon menjadi korban provokasi itu. Bukankah kita sudah cukup menderita akibat perselisihan lama ini, sehingga lebih bijak untuk menahan diri dan menghormati pendapat yang berseberangan dengan kita. Konflik horizontal yang terjadi berlarut-larut di negeri ini salah satu penyebabnya karena kurangnya rasa toleransi. Intoleransi melemahkan kekuatan, merusak martabat dan menyebabkan bangsa kita tetap dalam keterjajahan kekuatan asing. Karenanya persatuan adalah sebuah keniscayaan. Namun patut diketahui, persatuan muslim yang dikehendaki tidaklah berarti madhzab-madhzab muslim harus mengabaikan keyakinan-keyakinan prinsipil mereka demi persatuan dan mengesampingkan kekhasan madhzab. Keyakinan dan prinsip praktis adalah hak asasi yang tidak boleh diganggu gugat.
Kita dituntut untuk mengembangkan keagamaan dalam konstruk pemahaman seperti itu sehingga dapat memberikan tawaran segar dan mencerahkan bagi Indonesia hari ini dan masa depan. Karenanya, keberadaan kelompok-kelompok yang tidak tertarik membahas ikhtilaf madhzab secara ilmiah sangat disayangkan. Yang dibutuhkan adalah keberanian memandang perspektif mazhab lainnya selayaknya orang alim yang sedang mencari kebenaran, dan menyadari bahwa hanya kebenaranlah yang sepatutnya diikuti. Orang yang berakal tidak akan menentukan kebenaran atas dasar figur seseorang, akan tetapi atas dasar bukti dan argumentasi. Maka dengan mengenal kebenaran, ia juga akan mengenal orang-orang yang benar. Dalam subjek apa saja, tidak tahu adalah sikap yang paling aman. Namun haruskah kita tetap berkubang dalam ketidaktahuan sementara keimanan membutuhkan semangat Horace: Sapere aude!, yakni berani tahu. Sebab, sebagaimana pesan Imam Ali, “Seseorang cenderung memusuhi yang tidak diketahuinya.”.
ALLAH dan Rasulullah menggunakan kosa kata SAHABAT untuk orang2 yang masuk surga (Jannah) dan orang2 yang masuk api neraka
SHOHIB = kawan, teman, penghuni, pemilik dll
ASHABU = kawan2, teman2, penghuni2, pemilik2 dll
ALQURAN 7:50:
Ahabu Nar (sahabat2 di api neraka) berkata kepada Ashabu Jannah (sahabat2 di dalam surga): “Berikanlah kami sedikit air atau makanan yang telah diberikan oleh ALLAH kepada kamu!”
ALQURAN 5:10:
Orang2 Kafir yang mendustakan ayat ayat kami (AlQuran); sesungguhnya mereka Ashabu Al Jahim (sahabat2 di dalam neraka Jahim)
Jika kita membaca semua kosa kata ASHABU (sahabat2, kawan2, teman2) di dalam AlQuran dengan teliti; maka kita bisa melihat bahwa ALLAH menggunakan kosa kata SAHABAT untuk mereka yang masuk api neraka dan juga untuk mereka yang masuk surga.
Ulama Sunni sengaja memutar-balikan ayat ayat AlQuran untuk membodohi ummat Islam.
SYIRIK (dosa terbesar yang tidak akan diampuni oleh ALLAH); adalah aqidah (kepercayaan & keyakinan) kaum Sunni; karena Kaum Sunni rajin memuji para sahabat; sehingga Kaum Sunni tidak bisa melihat dan tidak bisa mempelajari kesalahan2 yang dilakukan oleh para sahabat; padahal semua pujian hanya dimiliki oleh ALLAH.
Kaum Syiah sengaja mempelajari kesalahan2 yang dilakukan oleh para sahabat setelah Rasulullah wafat; supaya kamu Syiah tidak mengulangi kesalahan2 yang sama; karena Kaum Syiah tidak mau dihukum oleh ALLAH di dunia ini dan di akhirat nanti.
ASHABI (kawan-kawanku, teman-temanku, sahabat-sahabatku)
SHOHIH BUKHARI, Kitab 60 no 149:
Ibn Abbas melaporkan bahwa Rasulullah berkata (di depan para sahabatnya): “Ya manusia, kamu akan dikumpulkan pada hari Qiyammah di depan ALLAH dalam keadaan telanjang, tidak ada alas kaki dan tidak disunat. Rasulullah mengucapkan ayat ayat ALLAH.
ALQURAN 21:104:
Pada hari kami gulung langit seperti kami gulung lembaran lembaran kertas; sebagaimana kami telah menciptaan ciptaan kami yang pertama; kami akan mengulanginya; karena itu adalah janji kami; sesungguhnya akan terjadi karena kami akan melaksanakannya
Rasulullah melanjutkan dan berkata: “Orang pertama yang akan diberikan pakaian adalah Nabi Ibrahim pada hari kebangkitan. Banyak orang yang mengikuti saya akan dibawa kepada saya; kemudian mereka dimasukan ke dalam api neraka!”
Rasulullah akan berkata (kepada ALLAH): “Mereka adalah ASHABI (sahabat-sahabatku, kawan-kawnku, teman-temanku)!”
ALLAH akan berkata (kepada Nabi Muhammad): “Kamu tidak mengetahui perbuatan mereka setelah kepergianmu (setelah Muhammad wafat); mereka telah MURTAD setelah kepergian kamu!”
Rasulullah akan mengutip ayat AlQuran yang diucapkan oleh Nabi Isa Al Masih
ALQURAN 5:118:
Jika anda menyiksa mereka; sesungguhnya mereka adalah hamba-hambamu; jika anda mengampuni mereka; sesungguhnya anda maha perkasa dan maha bijaksana.
KESIMPULAN:
Perhatikan kosa kata ASHABI (sahabat-sahabatku, kawan-kawanku, teman-temanku) dipergunakan oleh Rasulullah untuk para sahabat yang akan dimasukan ke dalam api neraka.
Ulama Sunni sengaja menyembunyikan atau rajin menutup-nutupi Hadith ini; supaya SYIRIK (dosa terbesar) tersebar di dalam kalangan Kaum Ahlul Sunnah Wal Jamaah.
Ulama Sunnah sengaja menyembunyika Hadith tersebut; supaya semua sahabat bisa dipuji oleh ummat Islam; ini adalah kesalahan besar yang dilakukan oleh Ulama Sunnah; karena semua pujian hanya dimiliki oleh ALLAH; bukan dimiliki oleh para sahabat.
Tidakkah mereka membaca Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada ‘Ali : “Tidaklah seseorang yang mencintaimu kecuali dia adalah seorang mukmin dan tidak membencimu kecuali dia adalah seorang munafik”?
Anehnya hadits ini selalu terpampang di salah blog nashibi.
Definisi keadilan cuma satu yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Mengenai masalah munafik ini adalah masalah hati, makanya Nabi tidak menghukum Abdullah bin Ubay padahal nabi mengetahui tentang kemunafikannya. Terus saya koreksi sedikit bahwa memang sahabat itu manusia biasa dan tidak maksum. Jadi sahabat bisa melakukan kesalahan dan dosa.
Siapa nama-nama kaum munafik yang hidup di madinah di zaman Nabi saw seperti yang disebutkan oleh ayat Qs. At taubah 101 biar sunni tidak terkena hadis-hadis palsu yang mereka susupkan, yang terlanjur tercantum dikitab-kitab hadis/shahih sunni.
Saya juga minta tolong kepada syekh-syekh salafiyun barangkali tau atau dapat wangsit tentang siapa nama-nama kaum munafik yang hidup di madinah di zaman Nabi saw… seperti yang disebutkan oleh ayat ini (biar kami tidak terkena hadis-hadis palsu yg mereka susupkan, yg terlanjur tercantum dikitab-kitab hadis/shahih sunni :
وَمِمَّنْ حَوْلَكُم مِّنَ الأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُواْ عَلَى النِّفَاقِ لاَ تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُم مَّرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ
Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar (Al Qur’an, S. At Taubah[9]: 101).
bacalah ALQURAN 25:30-31:
30. Rasulullah berkata: “Ya Tuhanku, KAUMKU telah meninggalkan AlQuran!”
31. ALLAH berkata: “dan seperti itulah (yang terjadi); telah kami adakan untuk semua nabi; musuh dari orang orang yang berdosa; dan cukuplah ALLAH menjadi penolong dan pemberi petunjuk
Perhatikanlah kosa kata KAUMKU di dalam ayat ayat AlQuran tersebut. Para sahabat juga termasuk KAUM MUHAMMAD. Sebagian dari para sahabat melanggar AlQuran setelah kepergian Rasulullah (setelah Nabi Muhammad wafat).
Mereka yang melanggar Al-Quran akan dijadikan musuh2 Nabi Muhammad pada hari Qiyammah nanti. Berapa banyak sahabat yang melanggar AlQuran; sehingga mereka saling membunuh di dalam perang Riddah, perang Siffin, perang Jamal dan perang perang yang lain.
Mayoritas Ulama Sunni adalah orang2 yang pintar dan yang mengagumkan; tetapi minoritas Ulama Sunni adalah orang2 yang sombong.
Minoritas Ulama Sunni inggin ummat Islam memuji para sahabat; dengan alasan semua sahabat adalah manusia yang sempurna; padahal semua pujian hanya dimiliki oleh ALLAH; sehingga tidak mungkin para sahabat melakukan kesalahan2.
Jika Kaum Syiah mempelajari kesalahan2 yang dilakukan oleh para sahabat setelah Rasulullah wafat; supaya Kaum Syiah tidak mengulangi kesalahan2 yang sama;
maka Ulama Sunni tersebut akan marah dan akan tersinggung; kemudian Ulama Sunni tersebut menuduh Kaum Syiah sebagai orang2 yang suka menghamun (mencela, menghina) para sahabat; padahal SYIRIK (dosa terbesar) adalah keyakinan Kaum Sunni.
Apa yang dimaksud “wafat dalam keadaan islam”?. Apakah setiap orang yang dinyatakan sahabat oleh Ibnu Hajar [dalam Al Ishabah] memiliki data riwayat bahwa mereka wafat dalam keadaan islam.
ucapan anda dipertanggungjawabkan di hadapan Allah lho…jangan asal ucap, “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar!”(QS. AlBaqarah: 111).
Di dalam Bab II, “Sawaiq al-Muhriqah”, Ibn Hajar mencatatkan Hafiz Jamaluddin Mohammad bin Yusuf Zarandi Madani (seorang faqih dan ulama di kalangan mazhab Sunni) yang mengatakan, “… tatkala engkau dan pengikut-pengikut (Syi’ah) engkau akan datang pada Hari Pembalasan kelak di dalam keadaan diridhai Allah dan Allah ridha terhadap kamu semua. Musuh-musuh engkau akan berasa cemburu dan tangan mereka akan dibelenggu ke leher mereka.” Kemudian Ali as bertanya siapakah musuhnya. Rasulullah saww menjawab, “Orang-orang yang memusuhi engkau dan yang menghina engkau.” Allamah Samhudi di dalam “Jawahirul”, dengan pengesahan Hafiz Jamaluddin Zarandi Madani dan Nuruddin Ali bin Mohammad bin Ahmad Maliki Makki yang terkenal sebagai Ibn Sabbagh, yang dianggap sebagai ulama yang berwibawa dari kalangan ulama Sunni dan juga seorang ahli ilmu kalam, di dalam bukunya “Fusul al-Muhimmah”, pada halaman 122, memetik dari Abdullah bin Abbas bahwa, ketika ayat tersebut diwahyukan Rasulullah saww bersabda kepada Ali as, “Engkau dan Syi’ahmu. Engkau dan merekalah yang akan datang di Hari Pembalasan kelak dengan penuh keridhaan dan kepuasan, manakala musuh-musuh engkau akan datang dengan kesedihan dan terbelenggu tangan-tangan mereka.”
Mir Syed Ali Hamdani Syafie, salah seorang daripada ulama Sunni yang terpercaya, menyebut di dalam bukunya “Mawaddatul Qurba.” Juga Ibn Hajar, seorang yang terkenal sebagai anti-Syi’ah di dalam bukunya “Sawaiq al-Muhriqah” meriwayatkan dari Ummul Mukminin Ummu Salamah, isteri Nabi saww, bahwa Rasulullah saww bersabda, “Hai Ali, engkau dan Syi’ahmu akan kekal di dalam Syurga, engkau dan Syi’ahmu akan kekal di dalam Syurga.”.
Seorang ulama yang terkemuka, Khawarazim Muaffaq bin Ahmad di dalam “Manqib”nya, Bab 19, meriwayatkan dari Rasulullah saww di atas pengesahan yang tidak dapat diragukan, bahwa Baginda Nabi bersabda kepada Ali as, “Di kalangan umatku, engkau adalah seumpama Isa al-Masih Ibn Mariam as, yakni sebagaimana pengikut Nabi Isa as yang telah berpecah kepada tiga kelompok, yaitu yang benar-benar beriman yang dikenali sebagai Hawariyyin, penentangnya yaitu orang-orang Yahudi dan satu lagi golongan yang melampaui batas, yang menyamakan beliau dengan sifat-sifat ketuhanan. Seperti itu juga umat Muslim, yang akan berpecah kepada tiga kelompok terhadap engkau. Salah satu dari mereka adalah Syi’ahmu, dan mereka inilah golongan yang benar-benar beriman. Yang lainnya adalah musuh-musuh engkau dan mereka itulah yang memungkiri janji-janji untuk taat setia kepadamu, dan yang ketiganya adalah golongan yang melampaui batas mengenai kedudukan engkau dan mereka adalah orang-orang yang menolak kebenaran serta tersesat. Jadi, engkau, hai Ali, dan juga Syi’ahmu akan berada di dalam Syurga, dan juga orang-orang yang mencintaimu akan berada di dalam Syurga sedangkan musuh-musuhmu dan mereka yang berlebih-lebihan terhadapmu akan berada di dalam Neraka.”.
Biarin aja mas. Konsekuensi dari kalimat tsb adalah;
(1) Bahwa tidak selalu orang2 yang beserta Nabi saw akan mati dalam keadaan Islam.
Bagaimana kalau nashibi maksa semuanya harus atau pasti mati dalam keadaan Islam? Wah kalau udah gitu sy nyerah deh.
(2) Bahwa sebelum mereka mati, mereka belum bisa disebut sahabat. Jadi nanti saat mati baru ketahuan mana sahabat mana yang bukan.
(3) Bahkan yang mati pun belum bisa disebut sahabat kalau ga ketahuan matinya kapan, dimana dan bagaimana.
Nah, tinggal nanya ke nashibi: “berapa banyak data yang mereka punyai mengenai orang2 di sekitar Nabi saw yang matinya ketahuan dalam keadaan Islam?”
Malah bagus kan?
Perawi-perawi dan para ulama telah memberitakan bahwa terdapat sahabat Nabi saw yang munafik serta macam2 prilaku buruk. Ayat2 Alquran sdh memastikan adanya orang2 di sekitar Nabi saw yang munafik. Hanya salafiyyun yang bersikeras dan ngotot bahwa sahabat Nabi saw tidak ada yang munafik, bahwa semua sahabat ‘adil. Bagi mereka yang mau membaca dan menggunakan akal sehatnya akan mampu melihat secara terang benderang mana pemahaman yang benar mana yang keliru.
Semoga Allah swt memberikan hidayah-Nya kepada kita semua.
Rektor Al Azhar:
Al-Qur’an Sunni dan Syiah Tidak Ada Bedanya.“Al-Qur’an yang digunakan oleh Ahlus Sunnah dan Syiah tidak memiliki perbedaan sedikitpun, meskipun hanya satu huruf. Karenanya pernyataan bahwa Al-Qur’an di sisi umat Syiah berbeda dengan yang digunakan dikalangan Ahlus Sunnah adalah pernyataan dusta dan bohong belaka.”
Menurut Kantor Berita ABNA, Syaikh Ahmad Tayyib, dalam acara pembukaan Musabaqah Tilawatil Qur’an Internasional ke 19 di Kairo Mesir menyinggung adanya isu negatif yang dihembuskan kelompok pemecah belah Islam menyatakan, “Al-Qur’an yang digunakan oleh Ahlus Sunnah dan Syiah tidak memiliki perbedaan sedikitpun, meskipun hanya satu huruf. Karenanya pernyataan bahwa Al-Qur’an di sisi umat Syiah berbeda dengan yang digunakan dikalangan Ahlus Sunnah adalah pernyataan dusta dan bohong belaka.”
Rektor Universitas Al Azhar ini kemudian meminta kepada ulama-ulama kedua mazhab besar ini untuk menepis kabar dusta tersebut. Ia berkata, “Sangat disayangkan, saat ini banyak stasiun TV yang menyiarkan acara-acara yang menyulut perselisihan, satu sama lain saling mengkafirkan. Tugas ulama-ulama Rabbani dari kedua mazhab besar Sunni dan Syiah adalah menunjukkan kebenaran dengan penuh hikmah dan memberikan bantahan terhadap kelompok-kelompok ekstrim tersebut.”.
Ulama Mesir ini kemudian menyatakan bahwa Al-Qur’an sesungguhnya adalah pemersatu antara Sunni dan Syiah, “Al-Qur’an diantara kedua mazhab besar ini sama, tidak ada perbedaan sama sekali, karenanya sudah semestinya menjadi pegangan kita bersama untuk menjalin persatuan umat Islam.”
“Al-Qur’an adalah jantung Islam, akal peradaban Islam dan satu-satunya sumber Islam yang diterima oleh semua kelompok Islam tanpa perbedaan sepanjang sejarah.” Lanjutnya lagi.
DR. Ahmad At Tayyib dalam lanjutan ceramahnya mengatakan, “Allah Azza wa Jalla menjaga Al-Qur’an dari perubahan dan penyelewengan, bukan hanya umat Islam yang mengakui keterjagaan Al-Qur’an namun juga orientalis sendiri. Seorang orientalis Perancis pernah berkata, Al-Qur’an satu-satunya kitab langit yang tidak mengalami penyimpangan sedikitpun dan itu berlangsung sampai saat ini.”
(Syiah-Ali/Tour-Mazhab/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email