Ahlu Sunnah dan Fathimah Azzahra
Tidak diragukan lagi dengan memperhatikan riwayat Ahlus sunnah sendiri bahwasanya Fatimah Az-Zahra a.s sangat marah dikarenakan khalifah pertama dan kawan- kawannya, dan beliau tidak ridho terhadap kedua-duanya (khalifah pertama dan kedua) dimana beliau sampai akhir hayatnya tidak berbicara dengan dua orang tersebut[1].
Tidakkah Rasul saww telah bersabda: “barang siapa yang menyakiti Fatimah (a.s), maka telah menyekitiku dan barang siapa yang telah menyekitiku, maka Allah swt akan marah kepadanya”? Apakah bukan karena dalil ini, dimana Ali a.s mengkuburkan jenazah Fatimah Az-Zahra a.s di malam hari dan tidak membolehkan khalifah pertama dan kedua untuk ikut serta dalam pemakamannya? Sesungguhnya masalah ini terdapat dalam kitab-kitab Ahlus sunnah[2].
Pertanyaan semacam ini akan terus tetap ada dibenak kaum muslimin yaitu kenapa makam Sayidah Fatimah Az-Zahra a.s disembunyikan dan tidak diketahui? tidakkah beliau peninggalan Rasul saww, kautsar, salah satu bagian dari ayat tathir dan mubahalah? Apakah sampai sekarang tidak ada orang yang berfikir kenapa makam beliau dirahasiakan? Kenapa Imam Ali a.s, Imam Hasan a.s dan Imam Husain a.s serta Imam-Imam lainnya tetap menyembunyikan kuburan Sayyidah Fatimah Az-Zahra a.s? Tidakkah ini semua menceritakan akan kemarahan beliau dimana sebab marahnya beliau karena dua hal yaitu; pertama adalah masalah kekhilafahan dan masalah penyerangan ke rumah beliau serta pengancaman akan pembakaran rumah beliau, dan yang kedua adalah masalah tidak diserahkannya tanah fadak? Sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Ahlus sunnah[3].
Dalam kitab Aqdul farid karya Ahmad bin Muhammad bin abdirabbah jild 5 hlm 13-14 dituliskan bahwasanya Umar bin Khattab membawa obor ke rumah Fatimah Az-Zahra as guna membakar rumah tersebut, pada waktu itu dia bertemu dengan Fatimah Az-Zahra as, Fatimah as berkata kepadanya, “hai anaknya Khattab! apakah kamu datang kemari hanya ingin membakar rumah kami? Umar berkata, iya. kecuali kalian berbaiat kepada Abu Bakar[4].”
Peristiwa penyerangan dan pengancaman khalifah kedua kerumahnya Ali as dan Fatimah Az-Zahra as telah dituturkan dalam kitab-kitab Ahlus sunnah, dan hal tersebut tidak bisa dipungkiri, dengan adanya ini semua apakah bisa dibilang bahwasanya Syi’ah telah merekayasa kejadian tersebut? Jika peristiwa ini adalah rekayasa semata, maka bisa dibilang semua kitab-kitab Ahlus sunnah adalah rekayasa.
Referensi:
[1]- Muskil al-atsar, Abi Ja’far Thohawi juz 1 hlm. 47-48, / Sunan al-Kubra, Abu Bakar Baihaqi juz 6 hlm. 300,/ Jamiul Usul li ahadits al-Rasul, Ibnu Atsir Jazri juz 4 hlm. 428 hadis 2079 dan juz 10 hlm. 386 hadis 7417,/ Kanzul Ummal Muttaqi Hindi juz 5 hlm. 584 hadis 14069,/ Wafaul wafa’ bi ahbaril musthofa, Nuruddin Samhudi juz 2 hlm. 995,/ I’lam al-nisa’ Umar ridzo kuhalah juz 4 hlm. 122-124, juz 5 hlm. 285,/ Torikhul Khomis juz 2 hlm. 173.
[2]- Shohih Bukhori kitab maqozi juz 5 hlm. 82-83, begitu juga dalam juz 8 hlm. 3 kitab al faroidz,/ Jamiul usul Ibnu Atsir juz 4 hlm. 428, hadis 2079,/ Musnad Ahmad Hanbal juz 1 hlm. 9-10,/ Albidayah wan nihayah Ibnu Katsir juz 5 hlm. 285,/ Attalkhis Zzahabi,/ Mustadraok alas shohihain juz 3 hlm. 154.
[3]- Musnif, Abu Bakar Ibn Syaibah juz 7 hlm. 432 hadis 37045,/ Al Imamah wa al-siyasah Ibn Kutaibah juz 1 hlm. 12-13,/ Torikh ya’qubi: ya’qubi juz 2 133 dan 137 (dengan tema ayyamu Abi Bakar),/ Insabul asyrof beladri hlm. 586 hadis 1184,/ Torikhul umam wal muluk thobari juz 2 hlm. 443 peristiwa tahun 11.
[4]- Mukhtasar fi akhbar al-basar juz 1 hlm. 156,/ Kanzul Ummal Muttaqi Hindi juz 5 hlm. 651 hadis 14138,/ Izalatul Khalifah Dahlawi Hindi juz 2 hlm. 29 dan Kurratul Ainain hlm. 78.
*****
Di balik ikhtilaf umat Muhammad saw.
Oleh: Nurul Huda
1. Tubuh suci Rasul saww belum sempat terkuburkan, namun perselisihan mengenai masalah kekhilafahan sudah dimulai, jika seandainya mereka semua mengamalkan wasiat Rasul saww dan membawakan tinta serta pena diakhir hayat beliau, apakah perselisihan ini akan muncul ditengah-tengah masyarakat?
Bukhori dalam kitab shohihnya meriwayatkan bahwasanya para sahabat berselisih disamping Rasul saww, sekelompok mengatakan supaya membawakan dan mendatangkan pena dan tinta tersebut, dan sekelompok lainnya menentangnya[1].
Jika mereka mengamalkan wasiat Rasul saww, apakah perlu beberapa orang membuat orang yang tidak jelas serta buatan dengan nama Abdullah bin saba’ dan semua perselisihan dinisbatkan kepadanya, sehingga yang lain yang melakukan kesalahan dan dosa-dosa bersih dari noda noda kesalahannnya? Apakah orang yang menelaah akan bisa menerima penjelasan penjelasan yang tidak masuk akal ini ?
2. Sumber sumber perselisihan kembali kepada orang-orang yang mana:
a. Mereka menyiapkan ladang kepemimpinan untuk Bani umayyah dan Bani abbas, terkhusus Muawiyah. Dan menyebabkan mereka mempermainkan agama Islam dalam bentuk yang mereka inginkan dan mereka menyelewengkan kebenaran.
b. Mereka yang mana telah mengasingkan para sahabat-sahabat setia Rasul saww dari Madinah seperti; Abu dzar, sementara Rasul saww telah bersabda, “saya tidak melihat manusia diatas bumi yang lebih jujur dari Abu dzar”, dan mereka yang mengembalikan orang-orang ke Madinah padahal orang-orang tersebut adalah orang-orang yang telah diasingkan dan diusir oleh Rasul saww seperti Hakam bin ash dan marwan, bahkan khalifah ketiga menikahkan anak putrinya dengan Marwan.
c. Orang-orang seperti Marwan bin hakam dengan merekayasa stempel Ustman telah mewujudkan sarana pembunuhannya, dan dalam perang jamal dia telah menancapkan anak panah pada tholah dan mebunuhnya[2].
d. Orang-orang yang tidak membaiat khalifah yang benar Ali bin Abi Thalib as, dan melakukan peperangan yang bermacam-macam kepadanya, seperti perang Jamal, Shiffin dan Nahrawan. dengan jujur, seandainya Muawiyah, Tholhah, Zubair, Aisyah, dan pembesar-pembesar Khowarij tidak memerangi Ali as, apakah umat Islam akan melihat kebrobokan dan akan menemui keadaan yang ada seperti sekarang ini? Orang-orang Qositin, Marikin, dan Nakitsin itu siapa saja? Dan apa yang telah mereka perbuat untuk Islam?
e. Tidakkah pembunuhan Ustman merupakan sebuah pemicu terjadinya dua perang besar dan menyebabkan sahabat-sahabat terbaik Rasul saww terbunuh? Tidakkah para pengikut perang perang ini adalah tangan kirinya umawi dan marwan dimana mendorong istri Nabi saww maju kedepan dan telah melukai kehormatan Nabi saww dengan paling buruknya luka?
f. Bukankah ini semua adalah orang-orang yang telah melakukan peperangan terhadap Ahlul bait Rasul as dan mengikngkari keutamaan-keutamaan Ahlul bait as, serta membuat hadis-hadis palsu yang menentang Ali as?
3. Muawiyah.
Meskipun sekelompok para peneliti dan Ulama Ahlus sunnah telah mencela Muawiyah dikarenakan beberapa hal yang natinya akan kami sebutkan, dan perilaku serta sikapnya yang telah membahayakan umat Islam, akan tetapi pada Kenyataannya masih ada sebagian yang lain yang membela Muawiyah dan menjabarkan kesalahan-kesalahan Muawiyah dan mengingkarinya, terkadang mereka menyebut Muawiyah dengan penulis wahyu (كاتب الوحي), atau Paman (dari ayah) orang-orang mukminin (خال المؤمنين).
Sementara Muhammad bin Abu Bakar juga paman (dari ayah) Nabi, tetapi kenapa mereka mereka tidak menyebut Muhammad bin Abu Bakar dengan sebutan ini?
Tidakkah Muawiyah adalah orang yang telah memerangi Al-Hasan as cucunya Rasul?
Dan setelah perjanjian perdamaian akhirnya Muawiyah membunuhnya (dengan meracun beliau melalui perantara istri beliau)?
Tidakkah Muawiyah adalah orang yang telah membunuh Hijr bin udai dan teman-temannya -padahal dia termasuk orang-orang mukmin pertama Islam – dengan dosa karena telah mencintai Ali as?
Tidakkah Muawiyah adalah orang yang telah melegalkan akan pencacian dan pelaknatan kepada Ali as?[3]
Padahal Rasul saww telah bersabda, “memusuhi Ali (a.s) adalah memusuhi saya”? Tidakkah Muawiyah adalah orang yang telah dilaknat oleh Rasul saww[4]?
Tidakkah Muawiyah adalah orang yang telah mengingkari perjanjian damai dengan Imam Hasan as dimana dia telah mempromosikan Yazid anaknya sebagai pengganti setelahnya, dan Yazid adalah orang yang telah membunuh Al-Husain as cucu Rasul saww, telah menyerang Ka’bah, serta telah membunuh orang-orang Madinah secara umum?
Apakah Muawiyah tidak ikut serta dalam kriminalitas anaknya?
Kenapa istri Rasul saww melakukan peperangan kepada khalifah Rasul?
Tidakkah orang yang keluar dari barisan khalifah yang benar dikatakan sebagai terdakwa dan termasuk pemberontak yang zalim ? Kenapa menyalahi perintah al-Qur’an dimana Allah swt telah berfirman,
وقرن في بيوتكنّ
“isteri-isteri nabi itu harus tinggal di rumah mereka dan jangan keluar dari rumah”, malah ikut berperang melawan Ali as di Bashrah?
Tidakkah Rasul saww telah bersabda,
يا علي حربك حربي وسلمك سلمي ?
dengan adanya hadis semacam ini sama halnya Muawiyah, Aisyah, Tholhah, Zubair memerangi Rasul, karena berperang dengan Ali as tak ubahnya berperang dengan Rasul[5].
Apakah dengan menelaah dan mengenal sejarah secara global -dimulai dari pertanyaan yang mana siapa saja yang telah menyebabkan perselisihan dan kebinasaan Islam dalam masyarakat Islam dimana dampak tersebut masih tetap ada sampai sekarang- akan bisa ditutupi?
Referensi:
[1] Shohih Bukhori juz 1 bab 83.
[2] Tarikh Islam Dzahabi, peristiwa perang Jamal dan Usudul Ghobah juz 2 hlm. 469.
[3] Shohih Muslim juz 2 hlm. 360,/ Shohih Turmudzi juz 5 hlm. 301, dan 309, / Al-Mustadrok Hakim Nisaburi juz 3 hlm. 109, / Tarikh Damsik Ibnu Asakir Syafii juz 1 hlm. 206, 271, 272/ Khoshois Amirul Mukminin Nasa’i Syafii hlm. 48,/ Durorus Simthoin Zarandi Hanafi hlm. 107.
[4] Shohih Muslim kitab al bir bab man laanahu al-Nabi au sabbahu.
[5] Al-Mustadrak alas sahihain juz 3hlm. 149, penulis kitab ini mengaku bahwasanya hadis ini adalah hadis yang Shohih (benar)/ Musnad Ahmad bin Hanbal juz 2 hlm. 422/ Mu’jamul Kabir Thabrani juz 3 hlm. 31,/ Tarikh Baghdad juz 7 hlm. 137/ Durul Mantsur juz 5 hlm. 199.
*****
Ahlu Sunnah dan Kekhalifahan
Oleh: Nurul Huda
Salah satu pembahasan yang sangat mendasar dan sangat penting sekali dalam mazhab-mazhab Islam adalah masalah kekhilafahan dan keimamaan (kepemimpinan). Berkenaan dengan khilafah dari mulai permulaan Islam sampai sekarang ada dua pandangan, pandangan pertama berkeyakinan bahwasanya masalah Imamah itu berkaitan dengan masyarakat dan Rasul saww dalam masalah ini tidak mengungkapkan sama sekali akan masalah pengganti setelahnya dan beliau tidak menunjuk seorang pun.
Adapun pandangan yang kedua berkeyakinan bahwasanya masalah Imamat dan penggantinya Rasul saww itu seperti masalah-masalah lainnya dalam Islam dimana diharuskan bagi Allah swt untuk menentukannya dengan perantara wahyu, dan pengaturan dan penetuan ini lebih tinggi dari jangkauan akal dan pikiran pikiran manusia, oleh karena itu Rasul saww diperintahkan untuk menyampaikan masalah penggantinya kepada masyarakat. Adapun diantara dua pandangan ini mana yang lebih logis dan sesuai dengan syareat?
Peranan dan pentingnya Imam dalam tafsir, menjelaskan, serta melaksanakan hukum- hukum terakhir agama Tuhan, adanya lahan perselisihan dari dalam, berpengaruhnya orang-orang munafik yang ada di Madinah, ketidak amanan dalam perbatasan dan penyerangan pasukan negri Rum ke Negara Islam, penyiapan pasukan dengan dipimpin oleh Usamah, munculnya Musailamah al-Kadzdzab, murtadnya sebagian kaum muslimin, dan berpuluh- puluh lagi masalah lainnya, manusia dipaksa untuk berfikir dimana dengan adanya masalah-masalah ini yang mana dari ini semua sudah cukup bisa membinasakan Islam, bagaimana:
Rasul saww- dengan adanya masalah-masalah seperti ini- tidak memaparkan dan tidak memprogram masalah pengganti setelah dirinya dan bagaimana bisa beliau bisa lalai akan masalah ini?
Apakah di tengah-tengah sahabat ini tidak terlontarkan pertanyaan-pertanyaan semacam ini dimana siapa pengganti setelah meninggalnya beliau?
Rasul saww telah mendapatkan berita mengenai kematin dirinya, orang yang berakal dan cendekiawan mana yang akan bisa menerima dimana beliau lupa akan natijah susah payahnya selama 23 tahun dan melepaskan masyarakat berada dalam kebingungan dan peperangan dari dalam sendiri? setidaknya beliau berkata, “kalian tunjuklah sendiri seorang pengganti setelah saya?.”
Rasul saww yang mana mengetahui seluruh permasalahan permasalah umatnya, dan dikarenakan rasa kasih sayang dan perhatian kepada kaum muslimin dan orang-orang mukmin, apakah beliau tidak seukuran dengan Abu Bakar dimana memikirkan masalah umat dimana ketika dalam keadaan sakarotul maut dia menulis sebuah wasiat yang mana dalam wasiatnya tersebut dia memperkenalkan Umar bin kahttab sebagai pengganti setelahnya?
Apakah manusia yang logis bisa menerima bahwanya Rasul saww dimana memiliki pengetahuan akan perselisihan diantara sahabat dalam semua sisi meyererahkan kepada mereka untuk memilih pemimpin mereka sendiri?
Semua hal ini -dengan pemikiran ini -membimbing manusia dimana bahwasanya beliau saww dalam beberapa kesempatan telah melaksanakan hal ini seperti; hadis manzilat, ghodir khum, tsaqolain, dan berpuluh puluh ayat serta hadis lainnya. Dan beliu telah memprogram untuk setelah dirinya dan di akhir-akhir hayatnya, Rasul saww telah menyempurnakan risalahnya sebagaimana sabda beliau : “berikan saya pena dan tinta sehingga saya menuliskan untuk kalian dimana kalian tidak akan pernah tersesat”, akan tetapi khalifah kedua Umar bin Khattab tidak mengijinkannya dan berkata,
انّ النّبي قد غلب عليه الوجع
“sesungguhnya Rasul (saww) telah terkena demam[1].”
Dan dalam sebagian riwayat disebutkan bahwasanya beliau telah meracau, dan dengan membuat keributan dan kebisingan sehingga tidak memberi kesempatan kepada Rasul saww untuk menulis wasiat, padahal ketika Abu Bakar sakit, Umar bin Khattab menuliskan sebuah wasiat dimana penganti setelah Abu Bakar adalah dirinya, dan disini kenapa Umar tidak mengatakan kepada Abu Bakar bahwasnya dia sedang meracau?
Kenapa sewaktu Rasul saww meminta diberikan tinta dan pena Umar bin kahttab mengatakan hal tersebut, akan tetapi sewaktu Abu Bakar meminta supaya dituliskan, dia tidak mengatakan (حسبنا كتاب الله) “cukup bagi kita al-Qur’an saja.” pergerakan ini pada waktu itu berartikan apa? Kenapa sahabat berselisih disamping Rasul saww sehingga Rasul saww sangat marah dan berkata pergilah dari sini dan menjauhlah kalian semua dariku?
Apakah kita bisa tidak untuk menerima riwayat ghodir yang mana Syi’ah dan sunni telah meriwayatkannya secara mutawatir dan 110 orang dari kalangan Sahabat serta 84 orang dari kalangan Tabiin dan 360 orang dari kalangan cendekiawan besar Ahlus sunnah telah meriwayatkan hadis tersebut dalam karya- karya mereka? tidakkah hadis ini bersumber dari sunnah Rasul saw?
Apa makna dari mengikuti sunnah Rasul saw?
Apakah perintah-perintah Rasul saww dalam hal ini bisa disalah artikan yang mana menyalahi akal dan syareat, meskipun banyak sekali qarinah- qarinah yang menunjukkan akan masalah tersebut sehingga seolah-olah disangkakan bahwasanya masalah khilafah adalah urusan masyarakat?
Jika seseorang mengatakan bahwasanya Rasul saww telah memproklamirkan Ali bin Abi Thalib a.s sebagai penggantinya, apakah tidak ada sahabat yang menentangnya dan tidak akan muncul perselisihan?
Dalam menjawab hal ini perlu dikatakan bahwasanya beliau memiliki banyak perintah yang mana berkenaan dengan mereka antara sahabat satu dengan lainnya saling berselisih dan mengamalkan sesuai dengan hasil ijtihad mereka sendiri, khalifah kedua Umar bin Khattab banyak sekali mengamalkan berdasarkan ijtihadnya sendiri dimana disitu menyalahi perintah Rasul saww, dan memiliki perselisihan dengan sahabat-sahabat meskipun dalam masalah yang sangat jelas sekali yang mana dilakukan dalam setiap hari, seperti wudhu, tayamum, dll. Atau orang-orang seperti Tholhah, Zubair, dan Muawiyah memusuhi Ali bin Abi Thalib as padahal Rasul saww telah bersabda kepada Zubair bin Awam, “kamu memerangi Ali (a.s) sementara kamu adalah orang yang dzalim[2].”
Tidakkah Rasul saww telah mengatakan: “berperang dengan Ali (a.s) sama halnya berperang dengan saya?”
Dan berpuluh puluh hal lainnya. Khalifah kedua suatu hari mengumpulkan para sahabat dan berkata kepada mereka : kenapa kalian berselisih dalam masalah takbir shalatnya mayit, jika kalian tidak bermufakat, maka setelah kalian perselisihan akan semakin bertambah banyak?
Apakah para sahabat tidak melihat tata cara Rasul menshalati mayit, wudhu, serta tayamumnya Rasul saw? Lantas kenapa mereka berselisih?
Apakah ada orang yang ragu akan hadis ghodir?
Lantas kenapa melakukan penafsiran yang beraneka ragam dengan pendapat sendiri (ra’yu) dan istihsan yang mana tidak sesuai dengan realita?
Jika pemilihan Imam dan khalifah diserahkan kepada masyarakat, kenapa ketika jenazahnya Rasul saww belum dikuburkan, sekelompok kecil berkumpul di Saqifah tanpa dihadiri oleh seluruh sahabat terlebih-lebih Ahlul bait Nabi as, Bani hasyim, Abbas, Abu dzar, Miqdad, dan berpuluh-puluh sahabat lainnya, padahal di saqifah itu sendiri telah terjadi banyak perselisihan antara Muhajirin dan Anshar?
Apakah tidak ada tempat untuk bermusyawarah dengan Ahlul Bait Nabi a.s dan Amirul Mukminin Ali a.s?
Dengan gambaran-gambaran diatas, apakah resmi (secara syar’i) kekhilafahan pertamanya Abu Bakar dalam pandangannya Ali a.s? Jika memang resmi, maka diharuskan Ali a.s membaiat Abu Bakar dengan keinginanan dirinya sendiri setelah di kuburkannya Rasul saww, sementara sesuai dengan riwayat Ahlus sunnah beliau sampai enam bulan tidak membaiat Abu Bakar[3].
Kenapa Ali a.s dipaksa dan diancam supaya berbaiat?
Sementara setelah meninggalnya istri beliau Fatimah Az-Zahra a.s, Imam berbaiat guna menjaga Islam dan demi kemaslahatan-kemaslahatan Islam?
Jika Imam Ali a.s tidak marah atas pembaitan kepada khalifah pertama, kenapa beliau selama 25 tahun tingal di rumah? Kenapa Ali a.s dengan keberanian dan kekuatannya yang mana keikut sertaan beliau dalam peperangan di awal Islam yang ada sudah dijadikan bahan omongan oleh orang-orang husus dan umum lebih memilih tinggal di rumah dan tidak ikut serta dalam peperangan dimasa Abu Bakar dan Umar?
Apakah ketidak ikut sertaan Imam dalam perang dimasa masa khulafa’ sebelum beliau menunjukkan akan ketidak resmian kekhilafahan mereka?
Bukti akan hal ini adalah riwayat terkenal dari Ibnu Abbas, dia berkata: kami pergi ke Syam bersama khalifah kedua Umar bin Khattab, ditengah-tengah perjalanan dia berkata Ibnu Abbas!
Saya ingin mengadu tentang anak putra pamanmu, karena saya meminta dia supaya ikut serta dengan kami, akan tetapi dia tidak menerimannya. Dan saya selalu melihat dia dalam keadaan berduka dan bersedih. Saya berkata kamu tahu kenapa dia bersedih?
Umar berkata kesedihan Ali (a.s) karena kekhilafahan dirampas darinya, karena menurut keyakinannya bahwasanya Rasul saww telah menyerahkan kekhilafahan kepada dirinya[4].
Apakah khalifah ketiga tidak dipilih melalui syuro yang dihadiri oleh enam orang yang dipilih oleh khalifah kedua bisa dikatakan resmi dimana dibarengi dengan susunan tersendiri dan ancaman yang terkenal?
Apakah kesempurnaan ilmu dan maknawiah yang dimiliki oleh Ali bin Abi Thalib a.s tidak cukup untuk menjadi pemimpin khalifah?
Khalifah mana yang bisa membuat seperti Nahjul balaghoh atau mebuat satu khutbah yang ada dalam khutbah pertama beliau dan bisa menjelaskan akan hakekat tauhid dan agama?
Apakah ini merupakan ketidak adilan dan kezaliman dimana masyarakat Islam tidak mendapatkan orang seperti beliau dan beliau tinggal di rumah?
Apakah hadis tsaqolain,
انی تارك فيكم الثقلين كتاب الله وعترتی… حتی يردا علیّ الحوض
dan hadis Ali (a.s) bersama al-Qur’an dan al-Qur’an bersama Ali (a.s), kedua-duanya tidak akan berpisah sampai bertemu dengan saya di telaga nanti
علي مع القرآن والقرآن مع علي لايفترقان حتّي يردا عليّ الحوض[5]
Tidak cukup untuk kesempurnaan maknawinya Ali bin Abi Thalib (a.s) bahkan kesuciannya?
Ketika sunnah sudah menetapkan akan keismatannya, kenapa para pengklaim sunnah nabawi mengingkari kandungan sunnah itu sendiri?
Apakah dengan adanya Imam maksum, orang lain bisa mengklaim sebagai khalifahnya kaum muslimin?
Sesuai dengan riwayat Ahlus sunnah dan Syi’ah, Rasul saww bersabda,“barang siapa yang mati sementara dia tidak mengenal Imam zamannya, maka matinya adalah sebagaimana matinya orang jahiliyyah.”
(من مات ولم يعرف امام زمانه مات ميتةً جاهليّة)[6].
“Yakni mati dengan tanpa beriman.” Dan kelaziman dari perkataan ini adalah disetiap zaman itu harus ada Imam, oleh karena itu apakah setiap hakim dan khalifah bisa disebut sebagi Imam?
Siapa Imamnya kaum muslimin dimasa mendatang?
Dan siapa saja manifestasi dari hadis-hadis ini?
Apakah hadis ini tidak menunjukkan akan keimamahan merupakan bagian dari iman?
Dalam shohihnya Ahlus sunnah disebutkan bahwasanya Rasul saww bersabda, “khulafa’ku ada dua belas orang dan mereka semuanya dari Quraisy”[7]?
Siapa dua belas orang tersebut?
Ahlus sunnah menganggap bahwasanya Hukumat Islamiyyah dan Imamat adalah bagian dari furu’udddin (cabang-cabang agama) dan dari sisi lain mereka mengatakan bahwasanya hukumat itu diserahkan kepada masyarakat, padahal furu’uddin yakni shalat, puasa, dll dijelaskan melalui perantara wahyu, bukan syuro (musyawarah)!
Apakah masalah furu’uddin bisa diserahkan kepada musyawarah dan syuro masyarakat?
Syuro itu bisa dilakukan dalam sebagian masalah seperti bagaimana tata cara berperang dll, bukan penentuan dalam furu’uddin.
Dengan demikian jika orang menganggap bahwasanya hukumat Islami dan Imamat merupakan furu’uddin, apakah disini tidak mengharuskan bahwasnya hukumat juga diharuskan ditentukan oleh wahyu sebagaimana furu’uddin-furu’uddin lainnya?
Adapun tema lainnya yaitu seluruh kaum muslimin berkeyakinan bahwasanya Islam adalah agama yang sempurna, dan jika dikatakan bahwasanya hukumat Islami merupakan bagian dari furu’uddin, dan dalam Islam , al-Qur’an dan Rasul saww tidak mengatakan sesuatu yang menyangkut hal tersebut dan perkara ini diserahkan kepada masyarakat, maka kelaziman dari pandangan ini adalah belum sempurnya agama Islam sampai sekarang dan belum disempurnakan.
Dan masyarakat telah menyempunakan agama Islam karena telah menerangkan metode hukumat!
Apakah dua perkataan ini tidak saling kontradiksi?
Apakah ini tidak menunjukkan bahwasanya Islam tidak memiliki pandangan yang tetap berkenaan dengan masalah hukumat?
Sebagian Ulama selalu mebicarakan hubungan baiknya antara Ali as dengan khulafa’ dalam sebagian perkara, akan tetapi mereka tidak melihat dari arah lainnya dimana beliau dalam khutbah Syiqsyiqiyahnya sangat mengkritik akan metode khulafa’ terutama metode metodenya khalifah usman bin affan dan penghosopan (mengambil tanpa ijin) khilafahnya[8].
Kenapa orang-orang tersebut tidak mebicarakan kediaman Ali bin Abi Thalib a.s selama duapuluhlima tahun dan diamnya beliau di rumah serta kemazluman beliau?
Berdasarkan apa keutamaan (afdzal) dijadikan sebagai pondasi giliran khalifah?
Apakah ada dalil yang menunjukkan akan tolak ukur ini?
Ayat dan hadis mana yang mengatakan bahwasanya keutamaan merupakan tolak ukur khilafahan?
Apakah orang yang potensi lainnya lemah bisa dikatakan utama (afdzal) ketika orang tersebut menjadi khaolifah?
Jika tolak ukurnya adalah ini, maka Yazid dan khalifah lainnya dari Bani umayyah bisa dibilang lebih utama dari Ahlul bait a.s, keutamaan dalam apa?
Apakah pendahuluan (lebih dahulu memeluk) dalam Islam?
Atau dalam keberanian dan kedermawanan dalammedanperang?
Apakah khulafa’ itu sendiri yang mengklaim bahwa dirinya adalah orang yang afdzol ataukah para pengikutnya dengan hadis-hadis palsu mengklaimkan demikian?
Tidakkah tiga khalifah mengatakan bahwasanya Ali a.s masih muda dan memiliki banyak musuh, serta tidak ada maslahat ketika menjadi khalifah dan sama sekali tidak mengargumentasikan akan keutamaan diri mereka?
Kesimpulan dari pandangan Ahlus sunnah berkenaan dengan masalah kekhilafahan adalah Islam tidak memiliki penjelasan yang jelas mengenai masalah khilafah, karena sebagian mengatakan jika seseorang menjadi hakim dengan kekuatan (kudrat) maka dia adalah khalifah, dan sebagian lainnya mengatakan jika salah seorang membaiat lainnya, maka orang terserbut menjadi khalifah, dan pandangan pandangan lainnya[9].
Apakah ini semua tidak mengherankan?
Buat apa semua kebingungan ini?
Bukankah Islam adalah agama yang sempurna?
Tidakkah Islam dalam masalah-masalah yang sangat kecil dan mustahab saja memiliki undang undang yang khusus, adapun untuk masalah Imamat dan hukumat, dimana paling penting dan paling gentingnya masalah masyarakat, tidak memiliki hukum yang jelas?
Tidakkah pendapat Ahlus sunnah disini menjelaskan akan poin yang sangat pahit dimana jika seorang yang zalim memegang hukumat Islam, maka orang tersebut tetap dikatakan sebagai khalifahnya kaum muslimin?
Referensi:
[1] Riwayat ini dapat kalian temui dalam kitab Ahlus sunnah sendiri misalnya; Shohih Muslim Syarh Nawawi, kitab al-Wasiyyah juz 11, 12 hlm. 95, / Shohih Bukhori juz 1 hlm. 54 bab 82 dan juz 9 bab qaulu almaridz qumu anni, dan Musnad Ahmad bin Hanbal juz 1 hlm. 355 dan juz 5 hlm. 351.
[2] Usud al-Ghobah fi makrifati al-shohabah, penerjemah, Zubair.
[3] Shohih Bukhori kitab maqozi bab 155, perang khaibar hadis 74,/ Shohih Muslim kitab jihad wa sair hadis 3304,/ Alkamil fi al-Tarikh Ibnu Atsir juz2 hlm. 327 dan 331, / Sirotun nabawiyah Ibnu Katsir juz 4 hlm. 495.
[4]
فقال عمر يابن عبّاس اشكو اليك ابن عمك سألته ان يخرج معی فلم يقبل ولم ازل اراه واجداً فيم تظنّ موجدته؟ فقلت يا امير المؤمنين انّك لتعلم. فقال: اظنّه لا يزال كيئباً لفوت تالخلافة قلت هو ذاك انّه يزعم انّ رسول الله أراد الامر له. فقال: يابن عبّاس وأراد رسول الله صلی الله عليه وآله الامر له فكان ماذا اذا لم يرد الله تعالی ذالك..فنفد مراد الله تعالی ولم ينفد مراد رسول الله؟
(Syarh Nahjul Balaghoh Ibn Abil Hadid juz 3 hlm. 114).
[5] Hadis ini telah diriwayatkan dalam kitab Syi’ah dan sunni misalnya; Shohih Muslim Syarh Nawawi juz 15 dan 16,/ Fadzoil Ali bin Abi Thalib hlm. 180,/ Mu’jam Al-Ausath Thabrani juz 5 hlm. 455,/ Kanzul umal Muttaqi Hindi hadis 32912, Majmauz zawaid juz 9 bab fadlu ahlil bait.
[6] Musnad Abi Dawud Thoyalisi hlm. 259, / Syarh Aqoid Nasafi: Nasafi bahsul Imamat wal khilafat.
[7] Shohih Muslim kitab al-Imaroh bab 1 hadis 7, / Musnad Ahmad Hanbal juz 5 hlm. 90,/ Bukhori kitab al-ahkam bab 1148 hadis 2034, / Sunan Turmusdzi kitab al-fitan bab 46 hadis 1.
[8] Nahjul Balaghoh khutbah syiqsyiqiyyah.
[9] Untuk mengetahui lebih lanjut bisa merujuk dalam kitab Ahkam al-sulthoniyyah Mawardi.
(Syiah-Ali/Tour-Mazhab/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email