Suriah dan Irak akan tetap menjadi palagan terpenting. Walau ISIS masih kuat untuk beberapa tahun mendatang, Al-Qaidah bakal menjadi pemenang terbesar.
Tiga tahun belakangan, sejak Abu Bakar al-Baghdadi mengumumkan berdirinya khilafah islamiyah dan mengangkat dirinya sebagai khalifah pada pertengahan Juni 2014 di Kota Mosul, Irak, milisi ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) menjadi sorotan masyarakat internasional.
Pada 2014 inilah kelompok bersenjata dikomandoi Baghdadi itu berada di puncak kejayaan: menguasai duapertiga Suriah dan setengah Irak. Banyak kelompok teror di beragam wilayah, mulai Asia Tengah dan Selatan hingga Eropa, Afrika, dan Asia Tenggara kesengsem, berbaiat kepada Baghdadi. Termasuk di Indonesia.
ISIS kian menjadi momok dunia setelah mulai mempertontonkan kekejamannya, bermula dengan menyembelih wartawan asal Amerika Serikat James Foley. Ketika itulah dunia sadar ISIS - berpusat di Raqqah, Suriah, dan Mosul - bukan sekadar ancaman bagi rezim Presiden Basyar al-Assad, namun juga bagi perdamaian dunia.
Setelah pasukan koalisi internasinal mulai menggempur basis-basis pertahanan mereka di Suriah dan Irak, pimpinan ISIS memerintahkan sel-sel tidur atau simpatisan mereka melancarkan teror di negara masing. Di Indonesia terjadi Bom Thamrin. Jelang perayaan Natal dan tahun baru, lebih dari selusin orang ditangkap di pelbagai wilayah di tanah air.
Peneliti terorisme di Asia Tenggara sekaligus Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sydney Jones bilang ISIS bahkan sudah membentuk basis di Filipina Selatan untuk wilayah Asia Tenggara. Mantan pemimpin Abu Sayyaf Isnilon Totoni Hapilon alias Abu Abdullah al-Filipini diangkat sebagai amir ISIS untuk Asia Tenggara.
Pengangkatan lelaki setengah abad ini sebagai pemimpin ISIS di Asia Tenggara dilansir surat kabar mingguan terbitan ISIS, An-Naba, April lalu.
Sydney menjelaskan beberapa orang Indonesia dan Malaysia juga sudah berbaiat kepada Hapilon. Karena itu, dia memperkirakan di tahun-tahun mendatang bakal ada kerja sama lebih luas antara kelompok-kelompok pro-ISIS di Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
Dia membantah pengangkatan Hapilon sebagai emir ISIS bakal membikin iri pentolan dan para pendukung ISIS di Indonesia. "Kalau kita lihat propaganda dari ISIS dan tulisan muncul di majalah dan video ISIS, justru yang dikasih posisi lebih tinggi orang Filipina dan Bangladesh di ISIS, bukan Indonesia. Karena tidak ada satu tempat di Indonesia di mana orang-orang pro-ISIS menguasai tanah," kata Sydney saat dihubungi Albalad.co melalui telepon selulernya dua hari lalu.
Dia meminta pemerintah dan aparat keamanan Indonesia jangan hanya terpaku pada ISIS. Dia mengatakan Jamaah Islamiyah merupakan pendukung Al-Qaidah tidak boleh diabaikan. Apalagi dia mendengar puluhan bahkan lebih anggta Jamaah Islamiyah asal Indonesia telah pulang dari Suriah pada 2014, setelah berlatih tiga bulan bareng kelompok Jabhat an-Nusrah.
Jamaah Islamiyah sejak awal 2000-an diyakini menjadi dalang serangan teror di Indonesia. Terbesar adalah Bom Bali I pada 2002. Pentolan Jamaah Islamiyah dari Indonesia, Hambali, hingga kini masih mendekam di penjara militer Amerika Serikat di Guantanamo.
Al-Qaidah dan afiliasinya sengaja menghindari cara kekerasan dilakoni ISIS untuk membangun dukungan di dunia Islam melalui para pemimpin suku, calo kekuasaan, dan kadang masyarakat lebih luas, ketimbang lewat cara-cara menakutkan dan paksaan.
Kelompok bikinan mendiang Usamah Bin Ladin itu tidak ingin diberitakan. "Pengalaman strategis Al-Qaidah adalah jika mempersoalkan penguasaan wilayah, bakal menarik sumber-sumber kontraterorisme, jadi Al-Qaidah tidak ingin terlalu memusingkan hal itu," ujar Daveed Gartenstein-Ross, ahli terorisme di lembaga kajian the Foundation for Defense of Democracy.
Tiga lokasi serangan udara Amerika Serikat dua bulan lalu benar-benar penting. Afghanistan, Yaman, dan Suriah merupakan wilayah strategis dan kunci di mana ISIS gagal berkembang attau bahkan mengalami kemunduran.
Januari tahun lalu, ISIS secara resmi mengumumkan berdirinhya Provinsi Khorasan di Afghanistan dan wilayah barat Pakistan. Langkah itu bareng upaya ekspansi di Bangladesh untuk masuk ke selatan Asia, namun ISIS hanya berhasil sedikit.
"Meski dengan segala usaha terbaik...ISIS cuma menguasai sedikit daerah di selatan Asia, hanya melancarkan sedikit serangan, gagal memperoleh dukungan sebagian besar masyarakat setempat, dan kepemimpinannya lemah," tulis Seth Jones, mantan penasihat pasukan Amerika di Afghanistan.
Hambatan terbesar bagi ISIS untuk berkembang di sana adalah penolakan dari mayoritas kelompok militan lokal, terutama Taliban.
Al-Qaidah, masih memeliharan hubungan erat dengan Taliban dan kelompok militan lainnya, masih ada di Afghanistan. Oktober tahun lalu, pasukan Amerika dan Afghanistan menyerbu sebuah kompleks pelatihan di selatan negara itu, menewaskan lebih dari 200 militan.
Kap itu dipakai oleh AQIS (Al-Qaidah di Subkontinen India), kelompok afiliasi Al-Qaidah dibentuk pada 2014. Para pejabat Asia Selatan menekankan AQIS sejauh ini tidak berhasil melancarkan serangan teror berskala besar atau menggaet banyak anggota baru. Meski begitu, Al-Qaidah hidup di sana.
"Tekanan terus menerus dilakukan atas Al-Qaidah, terutama pimpinannya selama 15 tahun terakhir, dan mereka masih bisa selamat," tutur seorang pejabat menolak ditulis identitasnya.
Palagan kunci lainnya adalah Yaman. Konsekuensi tidak terduga dan menarik akibat intervensi militer Arab Saudi sejak Maret 2015 adalah bangkitnya kembali Al-Qaidah. Bahkan mereka sempat menjalankan negara mini di kota pelabuhan Mukalla berbulan-bulan.
Di Mukalla, Al-Qaidah meraup pendapatan sekitar US$ 2 juta sehari. Sebuah laporan pemerintah Amerika pada 2015 menyebutkan AQAP (Al-Qaidah di Semenanjung Arab) bia merekrut empat ribu orang, empat kali lipat dibanding tahun sebelumnya. AQAP juga berhasil membangun hubungan erat dengan rakyat di selatan Yaman, selama bertahun-tahun merasa dipinggirkan oleh kaum elite di wilayah utara.
"Kita barangkali sedang menghadapi Al-Qaidah lebih rumit," kata seorang diplomat Timur Tengah yang getol memangtau perkembangan di Yaman. "Bukan sekadar organisasi teroris tapi sebuah gerakan mengontrol wilayah dengan penduduk di dalamnya merasa senang."
Al-Qaidah juga berhasil memperluas pengaruhnya di Afrika. Kekerasan dan kebrutalan menjadi ciri kelompok Boko Haram di Nigeria kini telah memisahkan diri dari ISIS, dan ekspansi ISIS ke Mesir, Tunisia, dan Libya, telah membayangi usaha kurang spektakuler namun lebih efektif dilakukan kelompok-kelompok berafiliasi dengan Al-Qaidah di kawasan ini.
Di Somalia, Asy-Syabab tanpa belas kasih melenyapkan faksi-faksi pro-ISIS ingin menghapus lima tahun kesetiaan Asy-Syabab kepada Al-Qaidah. Kelompok sempalan terakhi sekarang tengah dikepung oleh pasukan Somalia di wilayah semiotonomi Puntland dan menghadapi kehancuran.
Di Sahel, meski satu faksi baru muncul untuk melancarkan serangan atas nama ISIS, ia merupakan koalisi faksi membentuk AQIM (Al-Qaidah di Arab Maghribi) yang dominan.
AQIM membangun hubungan mendalam dengan masyarakat lokal, sebagian lewat pernikahan, dan menafikan sengketa etnis untuk mendapat sokongan serta kemampuan di Mali, di mana Prancis dan pasukan internasional tidak mampu membasmi ekstremis di negara itu. "Al-Qaidah sedang berada di sebuah lintasan peluru untuk menjadi gerakan jihadis paling kuat di Afrika," ujar Gartenstein-Ross.
Suriah dan Irak akan tetap menjadi palagan terpenting. Walau ISIS masih kuat untuk beberapa tahun mendatang, Al-Qaidah bakal menjadi pemenang terbesar.
Kunci strateginya pada kelompok Jabhat Fatih asy-Syam, tadinya bernama Jabhat an-Nusrah. Jabhat Fatih, berubah nama Juli lalu, merupakan kekuatan tidak terkait perjuangan jihadis global tapi hanya bertujuan memerangi rezim Basyar al-Assad dan para sekutunya.
Para pejabat Barat cemas Jabhat Fatih tidak hanya menguasai arena jihad di wilayah Irak dan Suriah setelah ISIS takluk, tapi juga menjadi kendaraan bagi Al-Qaidah buat melancarkan serangan teror di Eropa. Zawahiri menekankan meski Jabhat Fatih masih menjadikan jihad lokal sebagai prioritas, kelompok ini berkomitmen melakukan serangan terhadap Barat pada jangka panjang.
Matthew Henman, peneliti di Jane's Terrorism and Insurgency Centre, bilang karena ISIS terus kehilangan wilayah kekuasaan dan terus menjadi sasaran gempuran udara pasukan koalisi, Jabhat Fatih akan menjadi sorotan. "Jabhat Fatih akan lebih kuat ketimbang ISIS dan menjadi ancaman lebih berbahaya untuk jangka panjang."
(The-Guardian/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Tiga tahun belakangan, sejak Abu Bakar al-Baghdadi mengumumkan berdirinya khilafah islamiyah dan mengangkat dirinya sebagai khalifah pada pertengahan Juni 2014 di Kota Mosul, Irak, milisi ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) menjadi sorotan masyarakat internasional.
Pada 2014 inilah kelompok bersenjata dikomandoi Baghdadi itu berada di puncak kejayaan: menguasai duapertiga Suriah dan setengah Irak. Banyak kelompok teror di beragam wilayah, mulai Asia Tengah dan Selatan hingga Eropa, Afrika, dan Asia Tenggara kesengsem, berbaiat kepada Baghdadi. Termasuk di Indonesia.
ISIS kian menjadi momok dunia setelah mulai mempertontonkan kekejamannya, bermula dengan menyembelih wartawan asal Amerika Serikat James Foley. Ketika itulah dunia sadar ISIS - berpusat di Raqqah, Suriah, dan Mosul - bukan sekadar ancaman bagi rezim Presiden Basyar al-Assad, namun juga bagi perdamaian dunia.
Setelah pasukan koalisi internasinal mulai menggempur basis-basis pertahanan mereka di Suriah dan Irak, pimpinan ISIS memerintahkan sel-sel tidur atau simpatisan mereka melancarkan teror di negara masing. Di Indonesia terjadi Bom Thamrin. Jelang perayaan Natal dan tahun baru, lebih dari selusin orang ditangkap di pelbagai wilayah di tanah air.
Peneliti terorisme di Asia Tenggara sekaligus Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sydney Jones bilang ISIS bahkan sudah membentuk basis di Filipina Selatan untuk wilayah Asia Tenggara. Mantan pemimpin Abu Sayyaf Isnilon Totoni Hapilon alias Abu Abdullah al-Filipini diangkat sebagai amir ISIS untuk Asia Tenggara.
Pengangkatan lelaki setengah abad ini sebagai pemimpin ISIS di Asia Tenggara dilansir surat kabar mingguan terbitan ISIS, An-Naba, April lalu.
Sydney menjelaskan beberapa orang Indonesia dan Malaysia juga sudah berbaiat kepada Hapilon. Karena itu, dia memperkirakan di tahun-tahun mendatang bakal ada kerja sama lebih luas antara kelompok-kelompok pro-ISIS di Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
Dia membantah pengangkatan Hapilon sebagai emir ISIS bakal membikin iri pentolan dan para pendukung ISIS di Indonesia. "Kalau kita lihat propaganda dari ISIS dan tulisan muncul di majalah dan video ISIS, justru yang dikasih posisi lebih tinggi orang Filipina dan Bangladesh di ISIS, bukan Indonesia. Karena tidak ada satu tempat di Indonesia di mana orang-orang pro-ISIS menguasai tanah," kata Sydney saat dihubungi Albalad.co melalui telepon selulernya dua hari lalu.
Dia meminta pemerintah dan aparat keamanan Indonesia jangan hanya terpaku pada ISIS. Dia mengatakan Jamaah Islamiyah merupakan pendukung Al-Qaidah tidak boleh diabaikan. Apalagi dia mendengar puluhan bahkan lebih anggta Jamaah Islamiyah asal Indonesia telah pulang dari Suriah pada 2014, setelah berlatih tiga bulan bareng kelompok Jabhat an-Nusrah.
Jamaah Islamiyah sejak awal 2000-an diyakini menjadi dalang serangan teror di Indonesia. Terbesar adalah Bom Bali I pada 2002. Pentolan Jamaah Islamiyah dari Indonesia, Hambali, hingga kini masih mendekam di penjara militer Amerika Serikat di Guantanamo.
Al-Qaidah dan afiliasinya sengaja menghindari cara kekerasan dilakoni ISIS untuk membangun dukungan di dunia Islam melalui para pemimpin suku, calo kekuasaan, dan kadang masyarakat lebih luas, ketimbang lewat cara-cara menakutkan dan paksaan.
Kelompok bikinan mendiang Usamah Bin Ladin itu tidak ingin diberitakan. "Pengalaman strategis Al-Qaidah adalah jika mempersoalkan penguasaan wilayah, bakal menarik sumber-sumber kontraterorisme, jadi Al-Qaidah tidak ingin terlalu memusingkan hal itu," ujar Daveed Gartenstein-Ross, ahli terorisme di lembaga kajian the Foundation for Defense of Democracy.
Tiga lokasi serangan udara Amerika Serikat dua bulan lalu benar-benar penting. Afghanistan, Yaman, dan Suriah merupakan wilayah strategis dan kunci di mana ISIS gagal berkembang attau bahkan mengalami kemunduran.
Januari tahun lalu, ISIS secara resmi mengumumkan berdirinhya Provinsi Khorasan di Afghanistan dan wilayah barat Pakistan. Langkah itu bareng upaya ekspansi di Bangladesh untuk masuk ke selatan Asia, namun ISIS hanya berhasil sedikit.
"Meski dengan segala usaha terbaik...ISIS cuma menguasai sedikit daerah di selatan Asia, hanya melancarkan sedikit serangan, gagal memperoleh dukungan sebagian besar masyarakat setempat, dan kepemimpinannya lemah," tulis Seth Jones, mantan penasihat pasukan Amerika di Afghanistan.
Hambatan terbesar bagi ISIS untuk berkembang di sana adalah penolakan dari mayoritas kelompok militan lokal, terutama Taliban.
Al-Qaidah, masih memeliharan hubungan erat dengan Taliban dan kelompok militan lainnya, masih ada di Afghanistan. Oktober tahun lalu, pasukan Amerika dan Afghanistan menyerbu sebuah kompleks pelatihan di selatan negara itu, menewaskan lebih dari 200 militan.
Kap itu dipakai oleh AQIS (Al-Qaidah di Subkontinen India), kelompok afiliasi Al-Qaidah dibentuk pada 2014. Para pejabat Asia Selatan menekankan AQIS sejauh ini tidak berhasil melancarkan serangan teror berskala besar atau menggaet banyak anggota baru. Meski begitu, Al-Qaidah hidup di sana.
"Tekanan terus menerus dilakukan atas Al-Qaidah, terutama pimpinannya selama 15 tahun terakhir, dan mereka masih bisa selamat," tutur seorang pejabat menolak ditulis identitasnya.
Palagan kunci lainnya adalah Yaman. Konsekuensi tidak terduga dan menarik akibat intervensi militer Arab Saudi sejak Maret 2015 adalah bangkitnya kembali Al-Qaidah. Bahkan mereka sempat menjalankan negara mini di kota pelabuhan Mukalla berbulan-bulan.
Di Mukalla, Al-Qaidah meraup pendapatan sekitar US$ 2 juta sehari. Sebuah laporan pemerintah Amerika pada 2015 menyebutkan AQAP (Al-Qaidah di Semenanjung Arab) bia merekrut empat ribu orang, empat kali lipat dibanding tahun sebelumnya. AQAP juga berhasil membangun hubungan erat dengan rakyat di selatan Yaman, selama bertahun-tahun merasa dipinggirkan oleh kaum elite di wilayah utara.
"Kita barangkali sedang menghadapi Al-Qaidah lebih rumit," kata seorang diplomat Timur Tengah yang getol memangtau perkembangan di Yaman. "Bukan sekadar organisasi teroris tapi sebuah gerakan mengontrol wilayah dengan penduduk di dalamnya merasa senang."
Al-Qaidah juga berhasil memperluas pengaruhnya di Afrika. Kekerasan dan kebrutalan menjadi ciri kelompok Boko Haram di Nigeria kini telah memisahkan diri dari ISIS, dan ekspansi ISIS ke Mesir, Tunisia, dan Libya, telah membayangi usaha kurang spektakuler namun lebih efektif dilakukan kelompok-kelompok berafiliasi dengan Al-Qaidah di kawasan ini.
Di Somalia, Asy-Syabab tanpa belas kasih melenyapkan faksi-faksi pro-ISIS ingin menghapus lima tahun kesetiaan Asy-Syabab kepada Al-Qaidah. Kelompok sempalan terakhi sekarang tengah dikepung oleh pasukan Somalia di wilayah semiotonomi Puntland dan menghadapi kehancuran.
Di Sahel, meski satu faksi baru muncul untuk melancarkan serangan atas nama ISIS, ia merupakan koalisi faksi membentuk AQIM (Al-Qaidah di Arab Maghribi) yang dominan.
AQIM membangun hubungan mendalam dengan masyarakat lokal, sebagian lewat pernikahan, dan menafikan sengketa etnis untuk mendapat sokongan serta kemampuan di Mali, di mana Prancis dan pasukan internasional tidak mampu membasmi ekstremis di negara itu. "Al-Qaidah sedang berada di sebuah lintasan peluru untuk menjadi gerakan jihadis paling kuat di Afrika," ujar Gartenstein-Ross.
Suriah dan Irak akan tetap menjadi palagan terpenting. Walau ISIS masih kuat untuk beberapa tahun mendatang, Al-Qaidah bakal menjadi pemenang terbesar.
Kunci strateginya pada kelompok Jabhat Fatih asy-Syam, tadinya bernama Jabhat an-Nusrah. Jabhat Fatih, berubah nama Juli lalu, merupakan kekuatan tidak terkait perjuangan jihadis global tapi hanya bertujuan memerangi rezim Basyar al-Assad dan para sekutunya.
Para pejabat Barat cemas Jabhat Fatih tidak hanya menguasai arena jihad di wilayah Irak dan Suriah setelah ISIS takluk, tapi juga menjadi kendaraan bagi Al-Qaidah buat melancarkan serangan teror di Eropa. Zawahiri menekankan meski Jabhat Fatih masih menjadikan jihad lokal sebagai prioritas, kelompok ini berkomitmen melakukan serangan terhadap Barat pada jangka panjang.
Matthew Henman, peneliti di Jane's Terrorism and Insurgency Centre, bilang karena ISIS terus kehilangan wilayah kekuasaan dan terus menjadi sasaran gempuran udara pasukan koalisi, Jabhat Fatih akan menjadi sorotan. "Jabhat Fatih akan lebih kuat ketimbang ISIS dan menjadi ancaman lebih berbahaya untuk jangka panjang."
(The-Guardian/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email