1. Dugaan penyadapan SBY tidak mempengaruhi elektabilitasnya secara langsung.
2. Agus menegaskan kalau itu merupakan tindakan yang ilegal.
3. “Kemudian dengan mudahnya (penyadapan) dialihkan isunya. Sekarang kita mencari keadilan di sini dan tentunya seluruh warga negara mendapat ancaman yang serupa dong, berarti bisa disadap, bisa dijatuhkan, bisa dihancurkan liberty kita atau pun hak-hak sipil kita,” papar dia.
4. Agus menambahkan, semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
5. “Dan di negara ini adalah negara hukum bukan negara kekuasaan politik sehingga tentunya kita semua berharap jangan sampai ini menjadi praktik yang menjadi norma di negeri kita, negeri yang demokratis, negeri yang panglimanya hukum,” beber dia.
6. “Ini akan menghancurkan kita semua dan bangsa ini tentunya tidak akan bisa maju ke depan jika dalam sehari-harinya kita selalu dilukai dengan praktik-praktik yang melanggar konstitusi yang kita yakini bahwa itu hanya akan menghancurkan seni-seni kehidupan kita,” tegas Agus.
Sumber: http://news.liputan6.com/read/2845780/agus-yudhoyono-warga-disadap-bisa-dihancurkan-liberty-kita?source=search
Agus Yudhoyono: Warga Disadap, Bisa Dihancurkan Liberty Kita
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ingin menjadikan pusat perbelanjaan dan pusat grosir sebagai tempat wisata.
Calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta nomor urut 1 Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY menilai dugaan penyadapan terhadap ayahnya Susilo Bambang Yudhoyoho atau SBY, tidak mempengaruhi secara langsung pencalonannya.
Ia menyebut dirinya tetap fokus pada kampanye dan strategi bersama dengan pasangannya calon Wakil Gubernur (Cawagub) Sylviana Murni. Meski begitu, Agus menegaskan jika dugaan penyadapan itu merupakan tindakan yang ilegal.
"Tetapi yang jelas, praktik penyadapan itu melanggar Undang-undang, konstitusi kita, dan itu pidana. Tegas sekali undang-undang kita menyatakan itu," ucap Agus usai berkampanye di kawasan Cidodol, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2017).
Dia meminta agar kasus dugaan penyadapan terhadap SBY menjadi koreksi bersama. Karena menurutnya, apa jadinya demokrasi di Indonesia jika praktik-praktik tersebut dilakukan secara ilegal.
"Kemudian dengan mudahnya (penyadapan) dialihkan isunya. Sekarang kita mencari keadilan di sini dan tentunya seluruh warga negara mendapat ancaman yang serupa dong, berarti bisa disadap, bisa dijatuhkan, bisa dihancurkan liberty kita atau pun hak-hak sipil kita," papar dia.
Agus menambahkan, semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
"Dan di negara ini adalah negara hukum bukan negara kekuasaan politik sehingga tentunya kita semua berharap jangan sampai ini menjadi praktik yang menjadi norma di negeri kita, negeri yang demokratis, negeri yang panglimanya hukum," beber dia.
Jika praktik penyadapan diteruskan, Agus menjelaskan, sama saja akan menghancurkan Indonesia.
"Ini akan menghancurkan kita semua dan bangsa ini tentunya tidak akan bisa maju ke depan jika dalam sehari-harinya kita selalu dilukai dengan praktik-praktik yang melanggar konstitusi yang kita yakini bahwa itu hanya akan menghancurkan seni-seni kehidupan kita," tegas Agus.
Sebelumnya, nama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ayahanda Agus, disebut dalam sidang dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Selasa 31 Januari ketika Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin menjadi saksi.
Kala itu, dalam sidang dikatakan, SBY menghubungi Ma'ruf pada 7 Oktober 2016 atau 4 hari sebelum dikeluarkannya fatwa MUI 11 Oktober 2016 soal perkataan Ahok di Pulau Seribu.
*****
DARI SOAL ELEKTABILITAS, SAMPAI HIMBAUAN PADA PARA HACKER
Ijinkan saya menuliskan ini. Saya tidak tahan lagi.
Agus mengatakan elektabilitasnya tidak terpengaruh dengan dugaan penyadapan pada sang Pepo SBY.
Pertama, Pepo-nya baper, ini hanya dugaan, belum ada bukti, jadi itu alasannya mengemis minta hak angket? Supaya dibantu cari bukti? Kasihan, gayung kurang bersambut. Kedua, bisa gak kasih Presiden untuk kerja sebagai Presiden? Tolong sampaikan ke Pepo. Urusan negara banyak, ini maunya kok diistimewakan terus, pusat perhatian terus. Jokowi juga harus urus begini?
Oke kembali ke Agus. Dia melanjutkan bahwa itu tindakan ilegal. Setuju. Menyadap itu ilegal, makanya tidak ada pernah ada orang minta surat ijin penyadapan. Titip pesan lagi untuk Pepo ya. Kalau mau mengatasi penyadapan, bukan dengan ‘ungkapan prihatin’ atau ‘saran’. “Saya sarankan/berharap tidak ada penyadapan,” gak akan mempan.
Agus melanjutkan bahwa itu melanggar Undang-undang. Jelas. Ilegal berarti bukan legal. Bukan legal berarti tidak dinaungi prinsip legalitas. Prinsip legalitas adalah prinsip hukum yang penjabarannya ada di Undang-undang. Maka, kalau ilegal pasti di luar Undang-undang atau disebut juga melanggar Undang-undang.
Agus lalu meminta itu menjadi koreksi bersama. Like father like son. Kalau bukan menghimbau ya meminta atau prihatin. Contoh dalam kalimat fiktif saja ini, “Kami menghimbau untuk para penyadap dan hacker untuk tidak lagi menyadap atau meng-hack informasi pribadi milik orang lain. Sekian dan terima kasih.” Lucu gak? Lalu himbauan itu akan dituruti? Do something! Kalau memang Pepo merasa kurang nyaman, ya cari tahu siapa. Bukannya ada 15 Milyar dari gaji Mayor dan tabungan istri? Cukup lah untuk bayar ahli.
Negara ini, menurut Agus, adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan politik. Betul, maka kita semua memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Tentang negara kita hukum tapi bukan negara kekuasaan politik, saya nyerah dan gagal paham. Hanya dia yang tahu maksudnya. Khas, mengulur kalimat sih, tidak menambah informasi.
“Kemudian dengan mudahnya (penyadapan) dialihkan isunya. Sekarang kita mencari keadilan di sini dan tentunya seluruh warga negara mendapat ancaman yang serupa dong, berarti bisa disadap, bisa dijatuhkan, bisa dihancurkan liberty kita atau pun hak-hak sipil kita,” papar Agus. Ini saya copy bulat-bulat.
Like father like son, lagi-lagi. Pernyataan ini provokatif. Agus jelas mengatakan kalau penyadapan Pepo-nya diabaikan dan dilakukan pengalihan isu. Kasus yang mana yang jadi pengalihan isu? Sepenting itukah untuk Indonesia fokus pada urusan Pepo? Serius? Oh-em-ji.
Ingat diri, bilang Pepo, dia sudah menjadi warganegara biasa. Yang hobi mengalihkan isu bukannya Pepo ya? Lupa ya? Lebaran Kuda? Juru hoax? Prihatin? Bukankah Pepo itu yang kadang gak tahan lihat masyarakat adem ayem, lalu lempar bola panas.
Tambahan saja, kalau mau bilang ‘kebebasan dihancurkan’ gak usah pakai istilah liberty, pakai saja ‘kebebasan’ gitu. Takutnya ada orang salah arti, dikira Monas sudah ganti nama saat ini. Saya banyak menemukan orang menggunakan bahasa asing untuk membuat makna semakin spesifik karena mungkin kosa kata Indonesia kurang ada yang pas. Nah, Agus ini jarang demikian. Bahasa asing sifatnya mempercantik saja. Sudah ada artinya, tapi biar cantik, tetap bahasa asing saja.
Bangsa tidak akan maju ke depan bila sehari-hari kita dilukai oleh praktik yang melanggar konstitusi, katanya. Betul, bila praktik sehari-hari itu seperti demo tak berkesudahan yang anarkis atau politisasi agama tanpa habis. Tapi, bila yang dimaksud adalah penyadapan, hmmmppfff. Tanyakan Russia, Amerika, Australia, apakah mereka terluka? Setiap hari mereka dibombardir usaha untuk meretas, menyadap, dan mengambil informasi dari cracker seluruh dunia.
Penyadapan itu memang tindakan tidak benar, memang, tapi tidak usah lah jadi terluka. Sensitif sekali hati Anda. Karena terluka lalu dengan menghimbau para hacker/cracker Anda jadi tidak mungkin diretas? Janganlah terluka, usaha saja untuk melawan dan jalan terus. Hidup kok hitam putih. Kalau dilukai, maka tidak maju. Coba belajar lagi sama Jokowi dan Ahok soal terluka dan dilukai, mereka lebih ahlinya. Manja.
PENUTUP
Saya sangat sadar banyak penulis seword.com mulai stop menulis sepak terjang Agus. Saya sendiri demikian. Karakter sudah semakin permanen dan topik tulisan menjadi semakin kurang tantangan. Logika yang dulu tersembunyi, sekarang secara kontinyu kelihatan setiap kali dia berbicara. Namun untuk kali ini, saya tidak bisa tahan lagi. Ini harus dikeluarkan sebagai ganti potensi munculnya jerawat hasil pikiran.
Agus sudah resmi 100% manusia retoris. Setiap perkataan yang dipakai untuk menjawab adalah kalimat kurang efektif. Hanya dua hal membuat orang menjadi retoris semacam itu, tidak menguasai bahan atau tidak tahu cara merangkai kalimat di locus bahasa dalam otak. Alasan kedua saya rasa kurang relevan.
Bila Anies retoris-puitis, Agus ini retoris-miris. Sama-sama doyan kalimat tidak efektif, bedanya yang satu memasukkan kalimat puitis, yang satunya lagi memasukan agenda curhat-yang-miris. Sudahlah, mau sampai kapan? Bahaya kalau terlalu sering membiasakan diri menganggap kemampuan berbahasa manusia Indonesia tidak lebih pintar dari lulusan Hogwarts, eh…Harvard.
(Seword/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email