Pesan Rahbar

Home » » Sungguh Kasihan NU dan KH Ma’ruf Amin. Gara-gara Keesaksian Palsu Ma’ruf Amin, NU Terbawa-bawa

Sungguh Kasihan NU dan KH Ma’ruf Amin. Gara-gara Keesaksian Palsu Ma’ruf Amin, NU Terbawa-bawa

Written By Unknown on Saturday, 4 February 2017 | 13:46:00


Ada baiknya NU harus memikirkan ulang keikutsertaannya dalam lembaga mulia yang “disucikan” yang disebut MUI. Ada baiknya ulama-ulama NU merenungkan kembali apa yang pernah Gus Dur katakan tentang lembaga mulia yang ‘disucikan; ini: “Jadi bubarkan Majelis Ulama Islam (MUI). Dia bukan satu-satunya lembaga ‘kok’. Masih banyak lembaga lain seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah. Jadi jangan gegabah keluarkan pendapat.”

Pada penglihatan Gus Dur, dulu, MUI sudah terbiasa mengeluarkan fatwa secara serampangan, memicu kesalahpahaman, menumbuhsuburkan radikalisme dan fundamentalisme. Ini dinyatakan Gus Dur pada tahun 2008. Sembilan tahun silam. Membuat Gus Dur semakin dibenci oleh lawan-lawan politiknya. Juga membuat benci kalangan agamawan (Islam) yang tak sejalan dengan pemikiran-pemikirannya.

Seandainya Gus Dur masih hidup, saya tidak yakin Prof Din Syamsudin akan berani berkata, “Sakit juga mendengar orang berteriak ingin membubarkan MUI.” Kata-kata Din Syamsudin memang tidak persis seperti itu, tetapi isi yang tersurat seperti itu. Itu dia katakan sewaktu heboh-hebohnya MUI hendak mengeluarkan pernyataan sikap keagamaan sekaitan dengan kasus Ahok. Wafatnya Gus Dur, di mata saya, seperti membuka kran bagi siapa saja kalangan agamawan untuk berpesta pora dalam merayakan pendapat dan keyakinannya masing-masing tanpa memedulikan nalar sehat dan adanya rahmat dalam perbedaan.

NU harus merenungkan kembali peran-perannya di MUI, merenungkan pula perkataan Gus Dur. Tak ada baiknya Gusdurian terjebak dalam romantisme mengenang kebesaran dan kebijaksanaan Gus Dur seolah-olah memanggil kembali Gus Dur agar hidup kembali! Mereka harus segera sadar bahwa “penghancuran” Gus Dur itu sudah dilakukan secara sistemik dari dulu dengan target agar pemikiran-pemikiran Gus Dur dianggap sesat dan menyimpang, dan target yang demikian ini, hari ini, semakin jelas tampak!

Apakah NU merasa bangga dan terhormat dengan prestasi yang didapatkannya berupa salah satu ulamanya yang bernama KH. Ma’ruf Amin terpilih sebagai ketua MUI? Apakah anda berpikir bahwa dengan bisa ‘merebut’ posisi sebagai ketua MUI, lantas pemikiran-pemikiran kegamaan NU akan menjadi warna bagi keputusan-keputusan, pernyataan-pernyataan sikap, dan atau fatwa-fatwa MUI?

Oalah, Gusti….

Jika NU merasa bangga dan terhormat dengan menempatkan ulama NU di kursi ketua MUI, dan berpikir bahwa dengan cara seperti itu MUI akan bisa “dikendalikan” agar kritik Gus Dur terhadap MUI tak lagi mencerminkan keadaan MUI, maka benarlah anggapan sebagian orang selama ini terhadap NU: NU itu tak lebih tak kurang hanyalah organisasi yang besar dan paling banyak pengikutnya, tetapi keropos dan rapuh di dalamnya!

Kalau besarnya otot itu hasil olah raga keras, teratur, plus rutin ke Gym, otot-otot NU itu semestinya tak akan kalah dengan otot-ototnya Agung Hercules “Barbel” Astuti! Ngomongin soal pengandaian: Seandainya era NU saat ini seperti NU era hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, maka cecunguk-cecunguk agamawan yang suka mengatasnamakan Islam akan berpikir seribut kali untuk tidak nyinyir dan kebanyakan bacot. NU rapuh dan keropos di dalamnya, tampak dalam ketidakberdayaannya menjauhkan diri dari konflik-konflik internal, terutama ketika dihadap-hadapkan pada persoalan politik.

Sungguh ironis NU. Di mata awam, NU membuat kebanggaan. Bagi ulama, NU menjadi rebutan. Dan dimata ‘musuh’, NU tak lebih dari organisasi besar yang akan mudah dimanfaatkan, diputarbalikkan, dipengengaruhi, digembosi, diprovokasi, hingga dicap sebagai ormas yang merusak akidah yang bertaburkan emas permata intan berlian khurafat, takhayul, dan bid’ah!!!!


Sungguh Kasihan KH Ma’ruf Amin

Renungkan saja: Ketika, hari ini, ulama-ulama NU menganggap selesai ‘kesalahpahaman’ yang terjadi antara Ahok dan tim pengacara dengan KH Ma’ruf Amin, bola panas masalah ini semakin panas menggelinding. Saya Tanya anda sebagai orang NU: Apakah anda pikir masalah benar-benar selesai dengan ‘perdamaian’ dan ‘saling memamaafkan’ antara pihak-pihak yang terlibat?

Omong kosong!

Iya, ente benar bila yang selesai itu antara Ahok dan Yai Ma’ruf. Tetapi penyelesain di tingkat pribadi ini sama sekali tidak menarik dan tidak diharapkan di tingkat politik. Selesai untuk Ahok dan Yai Ma’ruf, tetapi menggelinding liar, panas, dan ganas di ranah public. Iblis-iblis politik telah mencium aroma lezat dan nyala kompor yang sempat redup kini kembali disirami minyak.

Gara-gara Ahok dan tim pengacaranya terhadap Yai Ma’ruf, yang kemudian berkembang adalah “serangan-serangan berikutnya terhadap Islam dan ulama.” Asyuuu bukan?? Padahal, Ahok dan tim pengacara menempatkan diri selayaknya di dalam persidangan di satu sisi, sedang di sisi lain Yai Ma’ruf duduk sebagai saksi. Dalam konteks antara saksi vs terdakwa dan tim pengacara inilah relasi komunikasi terjadi. Tetapi apa yang berkembang liar ke public?

Yang berkembang liar adalah SBY bersuara, Demokrat berupaya mengegolkan hak angket, Bakhtiar Nasir yang sempat kehilangan sumbu karena bau busuk bantuan yang digalangnya atas nama kaum muslim Suriah yang terzalimi ternyata ada di sarang teroris kini menemukan sumbunya kembali hingga dengan gagah perkasasanya kembali mengatasnamakan ketua GNPF MUI mendatangi MUI, hingga suara-suara takfiri yang menyeret persoalan sederhana antara Ahok-tim pengacara dengan Yai Ma’ruf menjadi persoalan penistaan agama kembali.

Adalah Pengurus Besar Nahdhlatul Wathan (PBNW) memberikan pernyataan sikap atas perlakuan Kandidat Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terhadap Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat sidang kasus penistaan agama. Apa yang dilakukan tim pengacara Ahok dinilai bukti serangan sistemik terhadap Islam.

Ketua Umum Dewan Tanfiziyyah PBNW, Muhammad Zainul Majdi menyatakan, bahwa perlakuan tim pengacara Ahok terhadap Kiai Ma’ruf Amin dalam kapasitasnya sebagai saksi adalah penistaan yang berbahaya. “Perlakuan tidak senonoh mereka adalah penistaan yang berbahaya, mengingat KH Ma’ruf Amin adalah ulama Islam dan sekaligus Rais Aam Dewan Mustasyar Pengurus Besar Nahdhlatul Ulama (PBNU), hal itu merupakan salah satu bukti serangan sistemik terhadap Islam.”

Hai warga NU, masihkah anda berbangga hati seolah-olah NU yang besar tetap kuat, tak tergoyah oleh apa pun isu yang ingin mencabik-cabik NU? Padahal fakta menunjukkan hal yang sebaliknya. Apa yang dinyatakan oleh Muhammad Zainul Majdi hanyalah salah satu contoh saja dari apa yang sedang dan terus berkembang bagaimana mudahnya lidah agawaman membawa-bawa nama ulama, NU, dan Islam.

Sungguh kasihan Yai Ma’ruf Amin. 1000 % saya yakin akan kebesaran dan kemuliaan sang kiyai ini. Tetapi anda keliru hanya memandang KH Ma’ruf Amin seorang tanpa melihat dan memandang “ulama-ulama” dan atau “ustadz-ustadz” yang ada di sekelilingnya. Kalau di sekeliling KH Ma’ruf Amin itu adalah Yai Aqil Siraj, Mbah Yai Maimun Zubair, Yai Mustofa Bisri, Gus Nuril yang sehari-hari ada di MUI dan berkomunikasi dengannya, masalah Ahok-tim pengacara dengan Yai Ma’ruf sudah selesai.

Tetapi, ternyata yang ada di sekeliling Yai Ma’ruf Amin di MUI itu orang seperti Prof Din, Prof Didin Hafiduddin, dan para ustadz’ yang bergairah membuat pernyataan sikap keagamaan dalam kasus Ahok. Saya tiba-tiba menempatkan diri pada posisi Yai Ma’ruf di antara mereka ini. Senyaring apa pun suara hati nurani saya bahwa Ahok itu tak menista agama, pada akhirnya saya tetap akan kalah dikeroyok ramai-ramai!!!!

(Seword/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: