Suara penolakan terhadap penista agama terus menggema di Jakarta. Setelah sebelumnya demo besar-besaran di Jakarta beberapa waktu lalu, kini beredar spanduk ujaran kebencian di sejumlah masjid atau perkampungan warga.
Dalam spanduk itu tertulis mengharamkan menyalatkan jasad warga yang memberikan dukungan pada penista agama. Spanduk itu mulai terlihat sejak pekan lalu.
Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia bereaksi keras atas banyaknya spanduk demikian beredar. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengajak umat beragama untuk menjadikan rumah ibadah sebagai tempat saling merekatkan persaudaraan dan memperkokoh prikemanusiaan.
Ajakan ini disampaikan Menag dalam siaran pers di laman Kemenag.go.id, Sabtu (25/2), sehubungan adanya rumah ibadah yang memasang spanduk bertuliskan 'Masjid ini tidak mensalatkan jenazah pendukung dan pembela penista agama' yang juga viral di media sosial.
Di tempat berbeda, ada juga spanduk yang terpasang dengan tulisan 'Masjid ini serta seluruh jemaah masyarakat muslim yang patuh dan taat kepada Kitab Suci Alquran Surat At Taubah ayat 84 tentang orang munafiq tidak akan mensalatkan, mentahlilkan, dan membantu pengurusan jenazah orang-orang munafiq yang membela dan mendukung penista agama'.
Menag berharap semua pihak bisa menahan diri untuk tidak menyampaikan ujaran atau memasang spanduk atau selebaran yang justru bisa merusak persatuan umat dan bangsa.
"Marilah kita jadikan rumah ibadah sebagai tempat yang paling aman, dan karenanya tidak boleh justru menjadi tempat sumber munculnya keresahan dan pertikaian antarkita," pesan Menag, Sabtu (25/02).
Menurut Menag, dalam suasana dengan tensi politik yang kian meninggi, umat beragama harus dapat menempatkan ajaran agama sebagai faktor perekat ikatan persaudaraan sebangsa. Nilai-nilai kemanusiaan harus menjadi arah pengamalan ajaran agama sehingga persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga.
Untuk itu, Menag mengajak seluruh penanggungjawab, pengurus, dan pengelola rumah ibadah, untuk tidak menjadikan rumah ibadah sebagai tempat yang bisa memicu konflik antarsesama umat beragama.
"Janganlah perbedaan pilihan politik dan keyakinan paham keagamaan sampai memutus hubungan persaudaraan kita seagama, sebangsa, dan persaudaraan sesama umat manusia".
Seruan serupa juga disampaikan MUI. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi menegaskan, kewajiban umat Islam mensalatkan muslim yang meninggal. Tidak ada sangkut paut dengan munafik atau kafir.
"Kita tidak boleh menghukumi seseorang itu munafik atau kafir, yang berhak hanya Allah SWT," kata Zainut di Jakarta, seperti dilansir Antara, Sabtu (25/2).
Dia mengingatkan kepada umat Islam bahwa mengurus jenazah hukumnya fardhu kifayah. Maka umat Islam berkewajiban memandikan, mengkafani, mensalatkan dan menguburkan bagi seorang jenazah Muslim. Fardhu kifayah artinya jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, dalam konteks ini mengurusi jenazah, maka semua orang yang mukim atau bertempat tinggal di daerah tersebut berdosa.
Zainut mengisahkan, sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Umar bin Khattab RA yang pernah berkata, "Dulu ketika Rasulullah masih hidup untuk menilai apakah orang itu munafik atau tidak itu dijawab dengan turunnya wahyu Allah. Tetapi setelah Rasulullah wafat maka untuk menghukumi seseorang itu beriman atau tidak hanya bisa dilihat dari yang tampak lahirnya bukan batinnya".
Nabi SAW, bersabda "kita hanya menghukum apa yang tampak dan Allah SWT yang menghukum apa yang tersimpan di hati." Sabda itu menunjukkan tidak bolehnya memvonis keyakinan dan kepercayaan orang lain sepanjang orang tersebut masih memperlihatkan ke-Islamannya.
Pesan Zainut ini terkait kabar adanya masjid yang menolak jenazah Muslim yang menjadi pendukung terdakwa kasus dugaan penistaan agama Islam. "Memang secara resmi sampai saat ini MUI belum mendapatkan laporan dari masyarakat tentang kejadian ini. Semoga saja hal tersebut tidak benar," kata dia.
MUI mengimbau kepada semua umat Islam agar bersikap proporsional, tidak melampaui batas. Umat Islam harus tetap menjaga persaudaraan. Umat Islam harus saling membantu dan menolong saudara yang terkena musibah itu perbuatan yang sangat terpuji.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat melakukan Salat Jumat di Masjid Al-Waqfiyah, Salemba, Jakarta Pusat. Masjid ini merupakan tempat di mana beredar isu tidak akan mensalati dan tahlilkan pendukung pasangan calon tertentu.
Djarot saat menjadi khatib Salat Jumat sempat menyinggung isu tersebut di hadapan jemaah. Di mana ternyata isu tersebut merupakan informasi salah atau hoax.
"Ada satu pengumuman dari Masjid Al-Waqfiyah ini yang menyatakan bahwa kira-kira, bagi umat muslim yang memilih pasangan calon tertentu kalau meninggal dunia tidak akan disalati, tidak dibacakan tahlil," katanya, Jumat (24/2).
Mantan Wali Kota Blitar ini menambahkan, isu tersebut dari kerabatnya di Surabaya dan langsung mengklarifikasi bahwa informasi tersebut bohong. Pada informasi yang berkembang, mereka yang ingin bertaubat harus melakukan di hadapan lima pengurus masjid.
"Padahal saya tidak tahu ini benar atau enggak. Tetapi saya mau jangan sampai ada yang termakan isu itu," tegasnya.
Politisi Partai PDI Perjuangan ini mengaku, bersyukur karena beberapa hari kemudian mendengar pihak Masjid Al-Waqfiyah sudah membantah isu itu.
"Kami apresiasi dan beri penghargaan setingginya kepada pengurus masjid yang meluruskan berita itu bahwa itu tidak benar," tutup Djarot.
(Merdeka/Info-Teratas/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email