Kabar aksi mogok massal se-Amerika Serikat (AS) yang akan digelar pada 17 Februari – Jum’at sebelum President’s Day – muncul sebagai bentuk protes kepada pemerintahan baru. Sejumlah aktivis menyerukan kepada warga untuk berhenti bekerja dan tidak melakukan belanja apapun untuk sehari dalam rangka menolak Donald Trump sebagai orang nomor satu di Paman Sam.
Aksi ini bertujuan agar dapat membuat ‘gangguan’ bagi ekonomi-politik yang dipimpin presiden anyar AS hingga dapat membawa perubahan sistem kekuasaan. Di Twitter misalnya, para aktivis menyerukan agenda ini via hashtag #NationalStrike.
Pembuat serial film ‘The Wire’ David Simon misalnya, menggunakan hashtag ini untuk menyerukan warga Amerika “menolak kerja pada hari Jum’at sebelum President’s Day” telah di-retweet sebanyak tiga ribu kali di akunnya.
Para pendukung aksi di laman Facebook pun mengklaim bahwa mogok massal ini akan menjadi pola gerakan menuju politik AS yang baru. “Pada titik bahaya dalam sejarah kita, kita harus menerima kebenaran yang pahit: (Yaitu) sistem politik yang dapat meloloskan Donald Trump ke kursi kekuasaan bukanlah sistem yang layak dilestarikan,” kata salah satu akun di laman.
Di Guardian, Francine Prose berpendapat berbeda soal ini. Baginya aksi ini tidak akan cukup untuk menentang Trump. Orang-orang yang melakukan protes itu akan dengan mudah (dibuat) terabaikan dan terlupakan oleh mereka yang menginginkannya.
“Rintangan muncul, pawai, kembali normal lagi, lalu tiap orang pulang ke rumah dengan bahagia,” kata Prose.
Namun jika mereka dapat menentukan hari di mana tidak seorang pun pergi ke kerjanya, di sisi lain mereka tidak akan dipecat karena melakukan ini. Hari di mana tak seorang pun belanja atau menggunakan uangnya, sedemikian sehingga benar-benar mempengaruhi kekuatan ekonomi dan politik.
“Hari dimana kita membuat jelas: Berapa banyak dari kita (yang akan berada) di sana, seberapa kuat dan komit kita, dan sejauh mana kita dapat melakukannya,” katanya.
Apalagi, tambahnya, tak sedikit penyelenggaran kegiatan seperti ini diserukan via online minus dukungan dari lembaga perserikatan yang resmi.
Kembali ke laman pendukung aksi, mereka mengatakan, “Logika pemogokan massal ini sederhana.”
Dengan aksi kerjasama, setiap orang dari warga menolak untuk patuh pada aturan ekonomi penguasa yang diberikan kepada mereka.
“Kita keluar dari rumah masing-masing, dari tempat kerja kita, sekolah kita, dan kita ikut bersama warga di jalan-jalan, demikian juga di dunia maya, dengan performa perlawanan dan solidaritas yang damai,” katanya.
Ia melanjutkan, “Kita menolak belanja atau berpartisipasi dalam kecurangan sistem ekonomi yang dipimpin Trump atau yang terikat dengannya. Dengan cara ini, kita menentang bentuk kekuasaan dan membuka rekonstruksi”[]
(The-Independent/The-Guardian/Islam-Indoensia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email