Pesan Rahbar

Home » » Nah Lo!? Ibnu Abdil Wahhab: Syi’ah Kafir Karena Menolak Khilafah Abu bakar! Ini Alasan! Berikut Pembahasannya

Nah Lo!? Ibnu Abdil Wahhab: Syi’ah Kafir Karena Menolak Khilafah Abu bakar! Ini Alasan! Berikut Pembahasannya

Written By Unknown on Tuesday 21 February 2017 | 05:25:00


Setelah mengklaim bahwa Imam Ali as. tidak pernah memprotes pembaiatan atas Abu Bakar dan setelah mengatakan bahwa hadis Ghadir sama sekali tidak menujukkan hak kewailan Ali, sebab jika demikian pastilah Ali mengklaimnya… dan setelah mengatakan bahwa jika Ali meyakininya namun ia membiarkan haknya dirampas maka itu artinya kaum Syi’ah menuduh Ali sebagai pengecut, bahkan berkhianat … Setelah itu semua, Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb menuduh kaum Syi’ah telah menganggap para sahabat yang telah membaiat Abu Bakar sebagai orang-oarng fasiq, sementara itu yang membaiat Abu Bakar adalah para sahabat termasuk Ali dan Ahlulbait as., dan mereka itu (para sahabat) adalah sebaik-baik generasi, khaira ummatin yang dipersembahkan untuk umat manusia…. Dan dari itu semua ia menyimpulkan bahwa Syi’ah telah kafir, sebab mereka meyakini sesuatu yang menyalahi Al Qur’an dan hadis-hadis shahih tentang kekhalifahan Abu Bakar serta ijmâ’ para sahabat! Kemudian ia menyebutkan berbagai hadis yang dalam hematnya merupakan bukti nyata kekhalifahan Abu Bakar.

Demikianlah Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb membangun pandangannya.


Perhatikan apa yang ditulis Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb dalam kaitan ini:

ومنها إنكارهم صحة خلافة الصدّيق رضي الله عنه، وإنكارها يستلزم تفسيق من بايعه واعتقد خلافته حقاً ، وقد بايعه الصحابة رضي الله عنهم حتى أهل البيت كعلي رضي الله عنه، وقد اعتقدها حقاً جمهور الأمة…

“Dan di antara kesesatan Syi’ah adalah mereka pengingkaran mereka atas kekhalifahan ash Shiddiq ra., dan pengingkaran mereka itu meniscayakan menuduh fasiq mereka yang membaiatnya dan meyakini keabsahan khilafahnya. Dan para sahabat ra. telah membaiatnya, bahkan Ahlulbait seperti Ali ra. telah membaiatnya pula dan jumhur umat telah meyakini kebenarannya…..”


Kemudian ia mulai berhujjah bahwa menuduh para sahabat telah fasiq itu meyalahi ayat yang menegaskan bahwa mereka adalah sebaik-baik generasi! Lalu bagaimana mereka itu dituduh telah merampas posisi paling agung dari Ahlulbait as. Hal demikian jelas-jelas meyalahi Kitab Allah. Kemudian ia menvonis dengan kata-katanya:

ومن إعتقد ما يخالف كتاب الله فقد كفر

“Dan barang siapa meyakini sesuatu yang menyalahi Kitab Allah maka ia telah kafir!”


Ibnu Jakfari berkata:

Pertama-tama perlu disadari bahwa menggunakan bahasa provokatif dalam menelaah masalah-masalah khilafiyah yang telah menjadi ajang perselisihan di antara ulama Islam tidak akan membawa manfa’at, sebab watak permasalahan tersebut tidak membutuhkan bahasa-bahasa seperti itu! Akan tetapi ia perlu dikaji dengan pikiran jernih dan dengan mengedepankan bukti-bukti otentik serta dalil-dalil yang memenuhi standar ilmiah.


Masalah Khilafah Adalah Bagian Dari Furû’uddîn

Sesuatu yang penting dihadirkan dalam setiap diskusi-diskusi seputar masalah Khilafah ialah bahwa dalam pandangan para teoloq Ahlusunnah telah disepakati bahwa masalah Khilafah adalah termasuk bagain Furû’uddin, ia bukan bagian Ushûluddîn yang harus diyakini oleh setiap Muslim!

Jadi, semestinya tidak perlu ada hiruk-pikuk di seputar masalah ini, apakah kelompok A atau B meyakini keabsahan kekhalifahan Abu Bakar atau kekhalifahan Yazid atau kekhalifahan Umar ibn Abdul Aziz atau kekhalifahan Harun ar Rasyîd atau kekhalifahan Sultan Hamid, dll atau tidak meyakininya!

Masalah Khilafah sama sekali bukan masalah serius dan urgen dalam hemat para ulama Ahlusunnah, sehingga harus dikategorikan masalah Ushûddîn/sendi-sendi agama yang pokok. Lalu mengapa dalam praktiknya mereka mempolitisir masalah ini sedemikian rupa sehingga dijadikan senjata pengkafiran?!

Bagi Anda yang sedikit gemar menelaah buku-buku Teoloqi Sunni pasti mengenal dengan baik sikap para ulama Ahlusunnah dalam masalah ini.

Di bawah ini saya bantu Anda untuk menulusurinya.

Al Ghazali berkata, “Ketahuilah, bahwa meneliti masalah Imamah bukanlah hal penting dan bukan permasalahan aqliah, ia adalah masalah fiqhiyah…”.[1]

Al Amidi berkata, “Ketahuilah bahwa persoalan imamah bukanlah termasuk Ushûluddîn, dan bukan pula perkara yang keharusan di mana seorang mukallaf tidak dibenarkan berpaling darinya dan tidak mengerti tentangnya… .“[2]

At Taftazâni berkata, “Imamah bukan termasuk Ushûluddîn dan masalah akidah, berbeda dengan Syi’ah. Akan tetapi ia menurut kita (Ahlusunnah) termasuk furû’ yang terkait dengan tindakan para mukallaf, sebab pengangkatan imamah menurut kami (Ahlusunnah) wajib atas umat berdasarkan dalil nagli… .”[3]

Ibnu Ruzbahân mengatakan dalam bantahannya terhadap Allamah al Hilli ra., ”Ketahuilah bahwa Imamah menurut kelompok al Asy’ariyah bukan termasuk Ushuludiyanât dan dasar akidah, akan tetapi ia menurut mereka adalah termasuk furû’ yang berkaitan dengan tindakan kaum mukallaf.”[4]

Jadi di sini Anda berhak terheran-heran dari sikap sebagian kalangan yang menjadikan keyakinan akan keabsahan kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Utsman sebagai penentu keimanan dan keislaman seorang atau sebuah komunitas! Hal itu bisa jadi dipicu oleh kejahilan mereka akan prinsip-prinsip dasar Mazhab Ahlusunnah sendiri. Atau jangan-jangan karena ada pesan sponsor!

Selain itu, data-data sejarah telah cukup membuktikan bahwa di antara para sahabat Nabi saw. tidak sedikit yang menentang kekahilfahan Abu Bakar dan tidak mengakui hasil pembaiatan yang berlangsung di pendopo, Saqifah bani Sâ’idah itu!

Seperti telah Anda baca bersama bagaimana Imam Ali as. menolak memberikan baiat dan mengakui hasil pembaiatan atas Abu Bakar! Demikian juga, dengan keluarga besar bani Hasyim dan para pengikut setia Imam Ali as. selama enam bulan[5], kendati pada akhirnya beliau berdamai dan memberikan baiat untuk Abu Bakar.

Akan tetapi sejarah mencatat bahwa di antara para sahabat Nabi saw. ada yang hingga wafat menjemputnya tetap bersikeras menolak untuk mengakui kekhalifahan Abu Bakar, seperti Sa’ad ibn Ubadah –pemimpin suku Khazraj-, seperti diakui oleh Ibnu Taimiyyah –panutan utama kaum Wahhabi- dalam Minhâj as Sunnah-nya[6]dan putra-putranya, dan putri tercinta Rasulullah saw.; sayyidatuna Fatimah az Zahrâ’ as….

Lalu apakah kita akan mengatakan bahwa putri tercinta Rasulullah saw. telah kafir dikarenakan tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar?! Lalu apakah Sa’ad ibn Ubadah divonis kafir kerena menentang kekhalifahan Abu Bakar dan Umar?!

Sepertinya kita perlu bersikap arif dan berhati-hati dalam melontarkan vonis-vonis berbahaya seperti itu!

Tidak Ada Ijmâ’ Dalam Pengangkatan Abu Bakar!

Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb berusaha mengatakan –walaupun harus mengabaikan data-data akurat sejarah- bahwa pembaiatan atas Abu Bakar telah meraih suara bulat dan ijmâ’ dari para sahabat!

Akan tetapi riwayat-riwayat para muhaddis Ahlusunnah, khususnya Bukhari dan Muslim telah membohongkan anggapan tersebut. Sebab terbukti bahwa Imam Ali as. dan banyak sabahat lainnya yang menentangnya dan tidak sudi memberikan baiat mereka untuk Abu Bakar!

Memang tidak sedikit mereka yang berusaha mengangkat ijmâ’sebagai bukti keabsahan kekhalifaha Abu Bakar, akan tetapi ijmâ’ fiktif tersebut tidak pernah terjadi, yang terjadi justru sebaliknya. Seperti sudah dan akan saya buktikan pada lembaran-lembaran akan datang insyaallah.

Ketika menegakkan bukti keabsahan Khilafah Abu Bakar, al Qusyji mewakili pandangan Ahlusunnah mengatakan demikian, “Al Maqshad Keempat tentang Imam (Khalifah) yang haq sepeninggal Rasulullah saw.. menurut kami (Ahlusunnah) adalah Abu Bakar, sedangkan menurut Syi’ah adalah Ali ra.

Dalil kami adalah dua:

Pertama: Cara penunjukan seorang Imam (Khalifah) bisa dengan nash (penunjuan langsung) bisa dengan ijmâ’. Adapun nash sama sekali tidak ada,[7] seperti akan dijelaskan nanti, sedangankan ijmâ’ tidak terjadi untuk selain Abu Bakar secara aklamasi.

Kedua: Ijmâ’ terjadi atas kebenaran salah satu dari tiga calon, Abu Bakar, Ali atau Abbas, kemudian mereka berdua tidak menentang Abu Bakar, andai ia tidak berada di atas kebenaran pastilah keduanya menentangnya… “[8]

Akan tetapi klaim terjadinya Ijmâ’ sama sekali tidak mampu mereka buktikan, oleh karena itu mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ijmâ’atas Khilafah Abu Bakar tidak berarti seluruh sahabat bersepakat atasnya, akan tetapi yang dimaksud dengannya ialah bahwa Khilafah Abu Bakar sah dengan pembaiatan segelintir rekan-rekan Abu Bakar sendiri, bahkan ada yang mengatakan dengan hanya baiat yang diberikan Umar seorang!

Dari sini dapat dimengerti mengapa para Teoloq Ahlusunnah tidak mensyaratkan ijmâ’ dalam keabsahan kekhalifahan seorang. Dalam pembahasan, maqshad ketiga, Qadhi al Îji mengatakan, “Al Maqshad ketiga, tentang sistem yang dengannya kekhalifahan sah. Ia dapat sah dengan nash (penunjukan) oleh Rasulullah saw. atau Khalifah sebelumnya berdasarkan ijmâ’, dan juga dengan baiat oleh Ahlul Halli wa Al ‘Aqdi, berbeda dengan pendapat Syi’ah…

Maka jika telah terbukti Khilafah dapat ditegakkan dengan pemilihan dan baiat maka ketahuilah bahwa pemilihan dan baiat itu tidak membutuhkan ijmâ’/kesepakatan seluruh mereka, sebab tidak ada dalil yang menunjukan akan hal itu, baik dalil aqli maupun naqli. Bahkan para sahabat mencukupkan dengan baiat seorang atau dua orang saja dari anggota Ahlul Halli wa Al ‘Aqdi … seperti penetapan hak kekhalifahan Abu Bakar oleh Umar .“[9]

Jadi, dimanakah dapat kita temukan adanya ijmâ’ yang mereka klaim tersebut?!

Memang aneh anggapan mereka yang mangatakan bahwa urusan pengangkatan seorang Khalifah diserahkan kepada umat, kemudian mereka mempersempit pengertian umat hanya dengan Ahlul Halli wa Al ‘Aqdi saja (tentunya dengan berbagai kerancuan yang terdapat di dalamnya), kemudian mereka makin menyederhakannya dengan mengatakan bahwa baiat yang diberikan oleh seorang saja dari anggota Ahlul Halli wa Al ‘Aqdi sudah cukup melegalitas kekhalifahan seorang! Seperti yang terjadi pada kasus pengangkatan Abu Bakar oleh Umar seorang!

Lalu bagaimana sekarang mereka mewajibkan atas seluruh umat Islam untuk meyakini kekhalifahan seorang yang tidak pernah ditunjuk oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak juga disepakati oleh umat Islam… semua itu hanya karena ia (sang Khalifah itu) telah sah dengan dasar baiat yang diberikan oleh satu atau dua orang saja! Subhanallah! Renungkan poin ini baik-baik!!


Referensi:

[1] Al Mawaqif :395 .

[2] Ghayah al Maram Fi ‘Ilmi al- Kalam :363.

[3] Syarh al Mawaqif,8\344 .

[4] Ibthâl Nahjil Bathil (Lihat Dalâ’il ash Shidq, 2\8) .

[5] Târikh ath Thabari,3/208 dan al Kâmil fi at Târikh,2,331.

[6] Minhâj as Sunnah,4/121.

[7] Penegasan di atas penting untuk selalu diingat!

[8] Al Mawâqif Fi Ilmi al Kalâm; Qadhi ‘Adhududdîn Abdurahman ibn Ahmad al Îji:400. cet. ‘Alamul Kotob, Bairut.

[9] Ibid.

(Jakfari/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: