Bicara mengenai Israel, segera terbayang konflik berkepanjangan dengan umat Islam Palestina serta pertikaian dengan sejumlah negara Islam di Timur Tengah. Akan tetapi, di dalam negeri Israel sendiri, sejatinya terdapat komunitas Muslim yang hidup di antara warga Yahudi. Umat Islam di Israel ini juga gencar menuntut persamaan hak.
Saat ini, warga Arab Israel mencakup 20 persen atau 1,2 juta jiwa dari populasi penduduk yang berjumlah sekitar 6,6 juta jiwa. Sekitar 85 persen dari warga Arab Israel itu adalah Muslim, selebihnya Kristen dan Arab Yahudi.
Dan, sekian lama, telah muncul pertanyaan penting, bagaimana eksistensi umat Muslim di sana, kini, dan masa depan?
Gaung pertanyaan kian kencang saat terjadi pergerakan politik, sosial, dan keagamaan yang lebih intens dari komunitas Muslim. Ini diawali pada era 80-an ketika berlangsung revolusi Islam di Iran.
Seiring situasi tersebut, muncul kesadaran politik dan agama pada warga Muslim di Israel. Mereka mulai berani mendirikan lembaga dan organisasi sosial kemasyarakatan.
Tak hanya itu, kesadaran sebagai bangsa Arab dan umat Islam juga tumbuh pesat. Ini lantas ditandai dengan penolakan mereka untuk mengibarkan bendera Israel, tidak berpartisipasi pada perayaan hari besar negara, dan sebagainya. Di sisi lain, rasa simpati dan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina justru kian berkembang.
Umat Islam Israel pun menuntut Israel agar pengungsi Palestina yang berada di sejumlah negara diperkenankan kembali ke Tanah Air-nya. Tentu saja, Pemerintah Israel menolak permintaan ini lantaran khawatir bahwa dalam hitungan beberapa tahun, hal itu bisa mengikis hegemoni Israel.
Adapun terhadap keberadaan warga Muslim di Israel sendiri, mereka gencar menyuarakan persamaan hak. "Israel haruslah negara yang mencakup segenap warga," demikian bunyi permintaan itu.
Dengan kata lain, Israel semestinya tidak diasosiasikan sebagai negara Yahudi, tapi juga negara yang dihuni warga Arab dengan hak-hak dan pengakuan setara. Mereka pun hendaknya diperkenankan memiliki sistem pendidikan dan budaya sendiri, demikian pula rumah sakit ataupun universitas.
Sungguh, hal itu merupakan perjuangan yang berat. Mengingat, penduduk Israel hanya menganggap warga Arab Israel sebagai warga negara dan bukan bagian dari bangsa Israel. Warga Arab Israel, termasuk yang beragama Islam, dinilai bukan sebagai partner dalam aspek nasional.
Karena itulah, sejak dua dekade terakhir, terbangun identitas nasional yang 'baru' bagi mereka. Sebagian besar penduduk Muslim Israel lantas mengidentifikasi diri sebagai 'warga Palestina di Israel'. Istilah ini lebih berasosiasi pada kedekatan wilayah. Adapun hubungan dengan Israel menjadi sebatas 'teknis semata'.
Sehingga, kondisi ini setidaknya bisa menjelaskan mengapa warga Muslim tidak bergabung dalam Israel Defence Force (IDF) ketika banyak warga minoritas yang ikut serta?
Meski begitu, mereka masih bisa aktif di bidang lain. Ini disebabkan warga Muslim sebagai warga negara yang memperoleh hak sipil, seperti memberikan suara pada pemilu lokal dan nasional, punya perwakilan di Knesset (parlemen), pendidikan gratis di tingkat sekolah dasar dan menengah, kebebasan berserikat dan berpendapat, serta penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa mereka.
Tapi, bagaimana dalam keseharian? Tetap saja warga Muslim termarjinalkan. Pada bidang ekonomi, mereka lebih banyak merupakan warga miskin, sedikit mendapat peluang bekerja di kantor pemerintahan dan swasta, diberikan standar penilaian tes yang berbeda di sekolah, dan sebagainya.
Tapi, mereka masih punya kesempatan, terutama lewat wakilnya di parlemen, mereka berusaha mewujudkan masa depan yang lebih cerah. Ini terlihat ketika berlangsung pemilu beberapa waktu lalu. Pada saat itu, sejumlah partai Arab bersatu menghadapi partai sayap kanan yang bersikap anti-Arab.
Warga Muslim pun memberikan dukungan penuh kepada Dr Ahmad Tibi, anggota Knesset (parlemen Israel) dan pemimpin gerakan orang Arab bagi perubahan di Israel, yang telah banyak berjuang bagi perubahan nasib warga minoritas.
Ia, misalnya, berperan meloloskan produk legislatif bagi pembangunan wilayah permukiman Arab di Israel yang sebagian besar miskin. Karena itu, peran Dr Tibi untuk mengangkat derajat warganya kembali diharapkan.
(Republika/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email