Pesan Rahbar

Home » » Inilah Kisah dan Riwayat Hadisnya, Abu Bakar dan Umar Di Bawah Pimpinan Usamah Bin Zaid. Ini Fakta Buktinya

Inilah Kisah dan Riwayat Hadisnya, Abu Bakar dan Umar Di Bawah Pimpinan Usamah Bin Zaid. Ini Fakta Buktinya

Written By Unknown on Thursday, 30 March 2017 | 22:57:00


Kami Copas Kisah Ini dari Sunni Sebagai Berikut:


"SEKILAS TENTANG ABU BAKAR ASH-SIDDIQ" 

Abu Bakar Ash-Siddiq adalah salah satu sahabat nabi yg bernama lengkap "Abu Bakar Abdullah, bin Abi Quhafah, bin Utsman, bin Amir, bin Mas'ud Taim, bin Murrah, bin Ka'ab, bin Lu'ay, bin Ghalib, bin Fihr At-Taiman Al-Quraisy. Dilahirkan pada tahun 573 (M, Tiga tahun lebih mudah dari Rasullullah SAW), Ayahnya bernama Utsman (Abu Kuhafah), bin Amir, bin Ka'ab, berasal dari suku Quraisy. Sedangkan ibunya bernama Ummu Al-Khair Salamah binti Sahr, bin Ka'ab, bin Sa'ad, bin Taym, bin Murrah. Garis keturunannya bertemu pada neneknya, yaitu Ka'ab bin Sa'ad. Pada masa jahiliyyah Abu Bakar Ash-Shiddiq barnama Abdul Ka'ab, lalu kemudian diganti oleh Nabi Muhammad SAW menjadi Abdullah Kuniyahya Abu Bakar, Beliau dijuluki kuniyah Abu Bakar kerena dipagi-pagi sekali beliau telah masuk Islam. Beliau diberi gelar Ash-Shiddiq (yang membenarkan) karena selalu dengan segera membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam hal dan peristiwa, terutama pada peristiwa Isra' Mi'raj yg pada saat itu banyak sekali orang yg tidak percaya pada peristiwa tersebut.

Perihal Segi Fisikal Abu Bakar Ash-Shiddiq, Menurut riwayat dari putrinya, Siti Aisyah R.A (Ummul Mukminin & Istri Rasulullah SAW) bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq berkulit putih, badannya kurus, pipinya tipis, mukanya kurus, matanya cekung, dan keningnya menjorok kedepan. Sedangkan perihal ahlaknya, menurut Ibnu Hisyam beliau terkenal sebagai seorang pemurah, ramah, dermawan, tegas, pandai bergaul dan suka menolong.

Abu Bakar merupakan salah satu dari golongan orang yang pertama masuk Islam ketika Islam mulai didakwahkan Rasulullah SAW. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal kepribadian, keagungan, dan akhlaqul karimah pada diri nabi Muhammad SAW. Setelah Abu Bakar masuk Islam, ia tidak segan2 untuk mempertaruhkan segenap jiwa, raga, dan harta bendanya untuk Islam. Tercatat dalam sejarah, dia pernah membela mati-matian nabi tatkala nabi disakiti oleh suku Quraisy, menemani Rasulullah SAW berhijrah, setia dan berani dalam setiap peperangan islam, juga membantu kaum yang lemah dan memerdekakannya (diantara budak yg dimerdekakannya adalah Bilal bin Rabah) dan masih banyak lagi akhlaq terpuji Abu Bakar yg lainnya yg tidak mungkin bisa dituliskan secara lengkap dalam artikel ini, karena sesuai dengan judulnya, ini hanya sejarah ringkasnya saja, hehehehe........ Okeee.... Kita lanjut lagi sob...!!??.

Abu Bakar juga mempunyai sifat sabar, berani, tegas, dan bijaksana. Sehingga karena kesabaran dan kebijaksanaannya inilah banyak sahabat lain yg masuk Islam karena ajakannya, seperti: Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, Abu Ubaidah bin Jarrah, Abdullah bin Mas'ud, dan Arqom bin Abil Arqom.

Pada saat peperangan di Ajnadain negeri syam berlangsung, Abu Bakar Ash-Shiddiq menderita sakit, Sehingga ia tidak bisa mengikuti peperangan tersebut. Sebelum Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat, Beliau telah berwasiat kepada para sahabatnya, bahwa khalifah (Pemimpin) pengganti setelah dirinya adalah Umar bin Khattab, hal ini dilakukan guna menghindari perpecahan diantara kaum muslimin. Beberapa saat setelah Abu Bakar wafat, para sahabat langsung mengadakan musyawarah untuk menentukan khalifah selanjutnya. telah disepakati dengan bulat oleh umat Islam bahwa Umar bin Khattab yang akan menjabat sebagai khalifah kedua setelah Abu Bakar, piagam penetapan itu ditulis oleh Abu Bakar sebelum wafat. Setelah pemerintahan 2 tahun 3 bulan 10 hari (632 – 634 M), Khalifah Abu Bakar wafat pada tanggal 21 jumadil Akhir tahun 13 H (22 Agustus 6034 M).


"PROSES PERALIHAN KHALIFAH / KEPEMIMPINAN ISLAM DARI ROSULULLAH SAW KEPADA ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ" 

Berita kewafatan Rasulullah SAW sangat menggemparkan umat islam saat itu, Sebagian besar dari mereka tidak mempercayai berita itu, Karena dalam shalat shubuh sebelum berita wafatnya Rasulullah SAW tersiar, beliau (Rasulullah SAW) masih hadir di masjid, Berita itu dianggap desas-desus untuk mengacaukan kaum muslimin. Umar bin Khattab sendiri termasuk salah seorang yang tidak mempercayai berita wafatnya Rasulullah SAW tersebut. Ketika Abu Bakar mendengar berita tersebut, Abu Bakar langsung datang kerumah Rasulullah SAW dan menyaksikan Sendiri Rasulullah telah terbujur ditunggui oleh Siti Aisyah, Ali bin Abi Thalib serta beberapa orang kerabat dekat beliau, ucapan Abu Bakar yg keluar ketika melihat jenazah Rasulullah SAW saat itu adalah:"Alangkah baiknya anda hidup dan alangkah baiknya pula ketika anda wafat ya Rasulullah". Pada saat itu terjadi sebuah peristiwa besar dimana umat islam dan para sahabat merasa kehilangan pegangan dan pemimpin, dan menganggap semua itu adalah bencana besar bagi dunia, bahkan Umar bin Khattab pun sempat berpikiran seperti itu, Salah satu diantara Sahabat yang masih terlihat sabar, menerima dengan penuh keikhlasan dan ketawakalan akan kenyataan ini adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah salah satu dari Sahabat Nabi SAW yg terhitung Sabar, tawakal, pandai, pintar, dan dalam dari segi keilmuannya, sehingga berkat nasihat Abu Bakar Ash-Shidiq pulalah, Kaum Muslimin dan para sahabat bisa ditenangkan dari peristiwa wafatnya Rasulullah SAW dengan ucapannya "Sesungguhnya Rasulullah SAW bukanlah meninggalkan umatnya melainkan lebih dahulu pergi menghadap Allah SWT, Rasulullah adalah seorang manusia biasa yg dikenakan beberapa hukum dan ketentuan Allah yg berlaku kepada setiap manusia, seperti: Lapar, haus, mengantuk, sakit, bahkan wapat / kematian". Begitulah nasihat singkat Abu Bakar Ash-Shiddiq yg bisa menenangkan hati, menghilangkan kecemasan para sahabat dan kaum muslimin saat itu, tentunya semua itu tidak tidak akan terjadi bila tidak ada izin, keridhoan, hidayah, taupik, dan pertolongan Allah SWT.

Abu Bakar Ash-Shiddiq dibai'at (dilantik / disyahkan) sebagai Khalifah pertama pada tahun 11 H (632 M). Sepak terjang dan pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar ketika dia diangkat menjadi Khalifah, yang Isi pidatonya antara lain sebagai berikut:

"Wahai manusia, sungguh aku telah memangku jabatan yang kamu percayakan, padahal aku bukan orang yang terbaik diantara kamu, Apabila aku melaksanakan tugasku dengan baik, bantulah aku, dan jika aku berbuat salah, luruskan aku. Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan kedustaan adalah suatu penghianatan. Orang yang lemah diantara kamu adalah orang yang kuat bagiku sampai aku memenuhi hak-haknya, dan orang kuat diantara kamu adalah lemah bagiku hingga aku mengambil haknya, Insya Allah, Janganlah salah seorang dari kamu meninggalkan jihad. Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi panggilan jihad maka Allah akan menimpakan atas mereka suatu kehinaan. Patuhlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku tidak mentaati Allah dan Rasulnya, sekali-kali janganlah kamu mentaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kamu."

Pidatonya diatas, menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan. Didalamya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat untuk berjihad, serta menjadikan shalat sebagai salah satu bentuk dari keta'atan terhadap Allah dan Rasulnya.


"MASALAH YANG DIHADAPI PADA MASA KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDiQ" 

Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa Islam mulai tersiar sesudah kesepakatan / perjanjian Al-Hudaibiyah, Jadi enam tahun setelah peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW, yakni setelah Hawazin dan Tsaqif dapat dikalahkan, mulailah banyak utusan berdatangan mengahadap Rasulullah SAW untuk menyatakan keIslaman mereka. Peristiwa ini terjadi pada tahun kesembilan Hijriyah. Fakta diatas dapat memberikan kesimpulan bahwa pada saat Nabi Muhammad SAW wafat, Agama Islam belum masuk mendalam dan merata pada penduduk Arab. Diantara mereka ada yang menyatakan masuk Islam tetapi belum mempelajari ajaran Islam dengan sepenuhnya, Adapula yang masuk islam hanya untuk menghindari peperangan hanya karena takut dengan kaum muslimin, ada pula yg karena hanya ingin mendapatkan harta rampasan perang atau kedudukan. Sehingga setelah Rasulullah SAW wafat bagi orang-orang yang demikian dan yang lemah imannya, menjadi kesempatan untuk menyatakan terus terang apa yang tersembunyi dalam hati mereka, lalu menjadi murtadlah mereka. Demikian juga pada sisi sukuisme orang Arab yang bergitu kental. Islam datang diturunkan supaya orang hidup dalam satu keluarga besar, yakni keluarga Islam. Banyak orang Arab yg malihat dan menganggap bahwa agama Islam telah menjadikan suku Quraisy diatas suku-suku yang lain. Hal tersebut terbukti dari suku Quraisy yg tetap mempertahankan kekuasaan, pada masa itu, sehingga menimbulkan bertambah kuatnya gerakan-gerakan orang yg ingin melepaskan diri dari Islam dan bermunculanlah diantara suku-suku bangsa Arab orang yang mengaku dirinya Nabi, Diantara orang-orang yang mengaku dirinya Nabi ialah: Musailimatul Kazzab dari Bani Hanifah, Al-Aswad al-Ansi', Thulaihah ibnu Khuwailid dari Bani Asad, Adapula golongan yang salah menafsirkan sejumlah ayat Al-Quran atau salah memahaminya, Diantaranya adalah:

(QS. At-Taubah 103)
"Ambillah sedekah daripada harta mereka, buat pembersihkannyapenghapuskan kesalahannya."

(QS al-Mi'raj 24-25)
"Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).

Meraka mengira bahwa hanya Nabi Muhammad SAW sajalah yang berhak memungut zakat, karena beliaulah yang disuruh mengambil zakat pada ayat tersebut. Maka pada situasi yang demikian Abu Bakar Ash-Shiddiq bersama para sahabat dan kaum muslimin bermusyawarah untuk menentukan tindakan apa yang harus diambil dalam mengatasi permasalahan dan kesulitan ini. Diantara kaum muslimin ada yang berpendapat bahwa tidak akan memerangi bangsa arab seluruhnya, Ada pula yang berpendapat bahwa tidak ada suatu alasan untuk memerangi orang yang tidak mau membayar zakat selama mereka masih tetap dalam keimanannya (masih percaya kepada Allah, Rasul dan lain-lain) dan ada pula yg berpendapat harus diperangi demi mendirikan syariat islam seperti yg telah dicontohkan Rasullah SAW. Dalam keadaan yang sulit inilah dituntut kebesaran jiwa, ketabahan hati, Kebijaksanaan, serta ketegasannya Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai Khalifah / Pemimpin. Hingga akhirnya dengan tegas Abu Bakar menyatakan bahwa beliau akan memerangi semua golongan yang menyeleweng dari kebenaran, baik yang murtad, yang mengaku menjadi Nabi ataupun yang tidak mau membayar zakat, sampai semuanya kembali pada kebenaran dan syariat islam atau beliau gugur sebagai syahid dalam memperjuangkan agama Allah. Dengan alasan beliau (Abu Bakar Ash-Shiddiq) tidak akan merubah suatu kebijakan / ketentuan yg telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW sebelumnya. Pada akhirnya Abu Bakar Ash-Shidiq menyerukan kepada kaum muslim untuk kembali kepada Ajaran Islam yang benar, bagi orang-orang yang tetap berpegang teguh dengan kesesatannya maka akan diperangi. Setelah semuanya selesai dan semua masalah teratasi, tanah Arab pun bersatu kembali dan bertambah kuatlah berpegang teguh kepada syari'at islam dan ajaran Allah SWT.

Pada saat terjadi pergolakan ditengah masyarakat arab karena terjadinya beberapa peperangan tersebut, Bangsa Persia dan Romawi kembali mempunyai harapan dan rencana untuk menghancurkan agama Islam yg kembali bangkit itu. Bangsa Romawi dan Persia mendalangi pergolakan ini, serta melindungi orang-orang yang mengadakan pemberontakan islam . Oleh karena itu, setelah tanah arab kembali berhasil disatukan, Persiapan pun dilakukan kaum muslimin untuk berangkat keutara guna menghadapi dua musuh besar yang sedang menunggu waktu yang baik untuk menghancurkan Islam.



"KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PADA MASA KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ" 

Sebelum Rasulullah SAW wafat, Sebenarnya beliau telah menyiapkan pasukan tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid untuk melawan dua musuh besar islam itu, Tetapi sebelum tentara Usamah bin Zaid jadi berangkat beliau Rasulullah wafat. Sebagian diantara para sahabat ada yang mengusulkan kepada Abu Bakar agar beliau membatalkan pemberangkatan pasukan tentara Usamah bin Zaid yang telah diperintahkan oleh Rasulullah SAW itu dan dikirim saja untuk memerangi orang-orang yang murtad. Tetapi pada saat itu, beliau (Abu Bakar Ash-Shiddiq) menjawab "Demi Allah" saya tidak akan menurunkan bendera yang telah dipasang didirikan oleh Rasulullah SAW dan membatalkan suatu perintah yg telah disuruhkan Rasulullah SAW. disamping itu ada pula sebagian dari sahabat yg mengusulkan agar melepas Usamah bin Zaid dari jabatannya atau menggantinya dengan orang lain yang lebih tua dari padanya. Abu Bakar sangat marah saat mendengar berita itu, Lalu beliau berkata "Saya tidak akan menurunkan / menggantinya diakarenakan Rasulullah SAW sudah mengangkat dia sebagai Pemimpin pasukan tentara tersebut". Maka setelah mendengar keputusan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, berangkatlah pasukan tentara itu menyerang benteng musuh dan kembali ke Madinah dengan membawa kemenangan dibawah pimpinan pasukan Usamah bin Zaid (Sesungguhnya Rasulullah SAW telah lebih dulu diberi tahu untuk sesuatu yg baik untuk agama islam dan umatnya). Dan berikut ini adalah diantara ringkasan pesan-pesan Abu Bakar Ash-Shidiq kepada para prajurit yg akan berangkat berperang yg diucapkan Abu Bakar Ash-Shiddiq dengan penuh kebijaksanaannya
"jangan kamu khianat, janganlah kamu durhaka, janganlah kamu aniaya, janganlah membunuh anak-anak kecil dan orang tua. jangan ,merusak pohon yang berbuah, membunuh binatang kambing, unta, dan lembu kecuali untuk dimakan dagingnya".

Setelah Rasulullah SAW wafat, muncullah beberapa kesulitan-kesulitan yang dihadapi umat islam yg pada saat itu dibawah kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq, diantara yg paling pentingnya adalah: Menghadapi orang-orang yang mengaku Nabi, menghadapi orang-orang Murtad, Menghadapi orang-orang yang ingin merusak dan memecah belah islam dan orang-orang yg tidak mau membayar Zakat.


"PENUMPASAN NABI PALSU PADA MASA KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ" 

Pada masa kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq, ada empat orang yang mengaku dirinya sebagai Nabi, Padahal islam mengajarkan dan menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Nabi Akhirul zaman, Jadi sangat mustahil akan ada nabi lagi setelah beliau, Keempat orang yang mengaku Nabi itu adalah nabi palsu, yaitu:

1. Musailamah Al-Kazab, dari bani hanifah di yamamah,
2. Sajah Tamimiyah dari bani tamim,
3. Al Aswad Al Anshi, dari yaman,
4. Tulaihah bin Khuwailid, dari bani saddi Nejed.

Adanya Nabi-Nabi palsu ini pasti akan membahayakan kehidupan agama dan syari'at islam, oleh karena itu Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq menugaskan pasukan islam untuk menumpas mereka dan pengikut-pengikutnya, Penumpasan itu berhasil dengan gemilang dibawah pimpinan panglima perang pasukan islam Khalid bin Walid. Musailamah dibunuh oleh Washy, Al Aswad dibunuh oleh istrinya sendiri, Tulaihah dan Sajad lari dan menyembunyikan diri.


"PEMBERANTASAN KAUM MURTAD PADA MASA KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ"

Berita kewafatan Rasulullah SAW, berakibat menggoyahkan iman bagi orang-orang islam yang masih tipis imannya, Banyak orang menyatakan dirinya keluar dari Islam (Murtad), Tidak mau lagi shalat dan tidak mau lagi membayar zakat, bahkan ada beberapa daerah yg memisahkan diri dengan pemerintahan pusat di Madinah, sedangkan daerah-daerah yang masih setia pada saat itu adalah Madinah, Mekah dan thaif. Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah pada saat itu berunding dengan para sahabat yang lain dalam menghadapi dan mencegah makin bertambah banyaknya kaum murtad, Mereka sepakat untuk menyeru kepada kaum murtad agar bertaubat, jika tidak mau sadar dan bertobat, maka mereka akan dihadapi dengan menggunakan kekerasan. Usaha lemah lembut untuk menyeru dan menyadarkan kaum murtad dari pemerintahan Islam di Madinah itu mereka abaikan dan tidak mereka hiraukan, Karena mereka kaum murtad merasa didukung oleh kekuatan besar kurang lebih 40.000 orang. Terjadilah sebuah peperangan yg ketika itu kaum muslimin pun menghadapi mereka dengan pasukan yang besar pula, Abu Bakar Ash-Shiddiq mengirim ekspedisi dibawah pimpinan Ikhrimah bin Abu Jahal, Syurahbil bin Hasnah, Amru bin Ash, dan khalid bin Walid. Tindakan tegas kaum muslimiin itu dapat melumpuhkan kekuatan kaum murtad, Sehingga mereka kembali mentaati perintah syariat Islam. Islam dibawah kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq berhasil dalam usaha pemberantasan kaum murtad ini, sehingga wilayah Islam utuh kembali.


"MENGHADAPI KAUM YANG INGKAR DAN TIDAK MAU MEMBAYAR ZAKAT PADA MASA KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ"

Pada saat itu banyak sekali diantara kaum muslimin yang pemahaman mereka terhadap hukum Islam belum mendalam dan imannya masih tipis, Mereka beanggapan bahwa kewajiban berzakat hanya semata-mata untuk Nabi Muhammad SAW, Karena nabi telah wafat, maka mereka menganggap bebaslah mereka dari kewajiban untuk membayar zakat, padahal zakat adalah salah satu rukun Islam yang harus ditegakkan. Abu Bakar Ash-Shiddiq bermusyawarah dengan para sahabat yg lain untuk menentukan cara menghadapi kaum ingkar dan yg enggan membayar zakat ini, Meskipun keputusan musyawarah itu tidak bulat, Abu Bakar tetap teguh pada pendiriannya bahwa kewajiban zakat harus dilaksanakan. mereka yang membangkang harus diperangi. Sebelum pasukan muslimin dikerahkan, Abu Bakar terlebih dahulu mengirimkan surat kepada para pembangkang agar kembali ke Islam. namun sebagian besar mereka tetap bersikeras dan menolaknya, Oleh karena itu, Pasukan muslimin pun dikerahkan kembali dan dalam waktu yang relatif singkat pasukan Abu Bakar telah berhasil dengan kemenangan gemilang, Dengan berhasilnya kaum muslimin ini, keadaan negara Arab kembali tenang, dan suasana umat Islam pun kembali damai, seluruh kabilah taat kembali membayar zakat sebagaimana pada masa Kepemimpinan Rasulullah SAW.


"MENGUMPULKAN AYAT-AYAT ALQUR'AN DIMULAI PADA MASA KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ" 

Akibat peperangan yang sering dialami oleh kaum muslimin pada saat itu, banyak dari para penghafal Al-Qur'an (haffidz) yang gugur sebagai syuhada dalam medan pertempuran, Jumlahnya tidak kurang dari 70 orang sahabat, Hal ini menimbulkan kekhawatiran dikalangan umat Islam serta kecemasan dihati Umar bin Khattab akan kehilangan ayat suci Al-Qur'an. Maka dinasehatkan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq agar ayat-ayat Al-Qur'an dikumpulkan, Atas saran dari Umar bin Khattab, Pada awal 13 H Abu Bakar Ash-Shiddiq memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an menjadi Mushaf. Mengingat dahulu berserakan dan terpisah-pisah karena tersimpan dalam dada para penghafal Al-Qur'an pada saat itu, Bahkan ada yang di tulis di atas batu, kain, tulang dan lain sebagainya.


"FAKTOR KEBERHASILAN MASA KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ" 

Bukti sejarah menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan dan kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq memang banyak menuai keberhasilan, baik keberhasilan internal maupun keberhasilan eksternal. pada sisi internal adalah, beliau telah berhasil meyelesaikan konflik (Permasalahan) antar umat Islam dan menjaga kesatuan islam. Pada sisi eksternalnya adalah, Beliau berhasil memperluas wilayah Islam sebagai wujud penyebarluasan ajaran Islam. keberhasilan ini diantaranya dilatar belakangi oleh faktor pembangunan penata ulang dibidang akhlaq, politik, pertahanan, dan keamanan. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari sikap keterbukaannya, yaitu memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada tokoh-tokoh sahabat lain untuk ikut berbicara dalam berbagai masalah sebelum mengambil keputusan melalui forum musyawarah. Hal ini yg mendorong para tokoh sahabat khususnya, dan umat Islam umumnya, untuk berpartisipasi aktif dan melaksanakan berbagai keputusan yang dibuat.


"DETIK-DETIK AKHIR KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ"

Abu Bakar Ash-Shiddiq hanya sebentar memegang kendali pemerintahan Islam atau menjadi Khalifah setelah Rasulullah SAW. Pada suatu hari beliau berniat untuk mandi, Udara amat dingin mencekam, Suhu tubuhnya tiba-tiba memanas, dan terlintaslah didalam pikirannya, jangan-jangan ajalnya sudah dekat??. Abu Bakar Ash-Shiddiq kemudian mempunyai niat untuk menetapkan pengganti setelahnya, sebelum ajal benar-benar menjemputnya. Lalu kemudian beliau meminta Abdurrahman bin Auf untuk datang menemuinya, Ketika Abdurrahman bin Auf datang menemui, kemudian Abu Bakar bertanya tentang pribadi Umar bin Khatab, Abdurrahman bin Auf menjawab, .............."Ya, Umar bin Khattab itu memang lebih tepat untuk menjadi khalifah setelah Abu Bakar, tetapi ia (Umar bin Khattab) terlalu keras............. "Kemudian Abu Bakar pun menjawab kembali pemaparan Abdurrahman bin Auf ...................... "Umar bin Khattab keras karena melihatku lunak, Kalau urusan ini sudah berada di tangannya, insya Alloh ia akan menjadi lunak", .................. Setelah itu, kemudian Abu Bakar pun memanggil beberapa sahabat yg lainnya, baik dari kaum Anshar maupun Muhajirin guna memusyawarahkan calon pengganti khalifah berikutnya (Setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq). Semua sahabat pun setuju untuk mengangkat Umar bin Khattab sebagai pengganti Abu Bakar kelak. Setelah semuanya bubar, Abu Bakar meminta Utsman bin Affan untuk menuliskan surat wasiat mengikuti apa yang diucapkannya. Abu Bakar berkata:
"Tuliskan Bismillahirrahman nirrahim, Inilah janji yang diminta Abu Bakar Ash-Shiddiq kepada umat Islam"
......tiba-tiba...... Abu Bakar pingsan, Namun Utsman bin Affan tetap meneruskan tulisannya:.......... "Sesungguhnya aku mengangkat Umar bin Khattab sebagai penggantiku atas kalian, dan aku tidak mengabaikan kebaikan untuk kalian..."................ Setelah beberapa saat kemudian, Abu Bakar tersadar kembali, lalu meminta Utsman untuk membacakan apa yang dia tulis. Mendengar apa yang dibaca Utsman bin Affan, Abu Bakar bertakbir dan kemudian berkata. "Wahai Sahabatku Utsman bin Affan, sepertinya Engkau menghawatirkan aku tadi, mungkin engkau mengira aku meninggal, sehingga engkau khawatir umat islam akan berselisih (kalau tidak ada nama yang tertulis) sehingga engkau melanjutkan penulisan walaupun aku belum mengucapkannya, benarkah itu wahai sahabatku?" tanya Abu Bakar, dan Utsman bin Affan pun mengiyakannya. Dari mulai saat itu panas Abu Bakar makin meningkat, badannya semakin lemah, dan sakitnya mulai terlihat mengkhawatirkan para sahabat.

Ketika Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A merasa ajalnya semakin dekat, Beliau memanggil putri tercintanya (Ummul Mukminin) Siti Aisyah R.A, dan berkata kepada putri tercintanya dengan ucapan yg penuh rasa kasih dan kebijaksanaan:

"Wahai Aisyah, Aku telah diserahi urusan oleh kaum mukminin dan saat ini sudah tidak ada yg tersisa sedikit pun dari harta kaum muslimin di tanganku, kami telah makan makanan yang sederhana dan yang keras-keras pada perut kami, dan kami memakai pakaian yang sederhana dan kasar pada punggung kami, Yang tersisa dari harta kaum muslimin pada diriku saat ini adalah unta untuk mengairi ladang, seorang pelayan (pembantu) rumah tangga, dan sehelai permadani yang usang. Kalau aku wafat, kirimkan semua itu kepada Umar bin Khattab karena aku tidak ingin menghadap Allah SWT padahal masih ada sedikit harta kaum muslimin di tanganku''

Tepatnya pada hari Senin 22 Jumadil Akhir 13 Hijriyah Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat, dan pada detik-detik terakhir hidupnya, Abu Bakar sempat menuliskan sebuah wasiat yang diabadikan sejarah, yg kurang lebih Demikian isinya:

"Bismillahir Rahman Nirrahim, Inilah pesan Abu Bakar bin Abu Quhafah, pada akhir hayatnya dengan keluarnya dari dunia ini, untuk memasuki akhirat dan tinggal di sana. Di tempat ini orang kafir akan percaya, orang durjana akan yakin, dan orang yang berdusta akan membenarkan. Aku menunjuk penggantiku yang akan memimpin kalian yaitu Umar bin Khatab. Patuhi dan taati dia. Aku tidak mengabaikan segala yang baik sebagai kewajibanku kepada Allah SWT, kepada Rasulullah SAW, kepada agama , kepada diriku, dan kepada kamu sekalian. Kalau dia berlaku adil, itulah harapanku, dan itu pula yang kuketahui tentang dia. Tetapi kalau dia berubah, maka setiap orang akan memetik hasil dari perbuatannya sendiri. Yang kuhendaki ialah setiap yang terbaik dan aku tidak mengetahui segala yang ghaib. Dan orang yang zalim akan mengetahui perubahan yang mereka alami."

Subhanallah, itulah Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A, Salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah SAW. Betapa indah dan agungnya akhlak beliau. Bahkan sebelum wafat, beliau periksa terlebih dahulu apakah masih ada yang tersisa harta umat yang diamanahkan kepadanya. Ketika masih tersisa beliau perintahkan kepada putri tercintanya Siti Aisyah R.A, "untuk diserahkannya kepada Sayyidina Umar bin Khattab (Sebagai penggantinya) agar dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya demi kepentingan umat". Hal itu dilakukan, karena beliau sangat khawatir jika wafat dan menghadap kepada Allah SWT, ternyata di tangannya masih ada harta umat yang belum diserahkan kembali kepada umat. Itulah sebabnya mengapa Islam sangat berjaya pada masa itu, pemimpinnya sedikit pun tidak punya niat dalam hati mereka untuk memanfaatkan jabatan yang diamanahkan kepadanya dalam rangka memperkaya diri sendiri, tidak ada niat sedikit pun untuk bertindak korupsi, tidak sedikit pun memiliki niat untuk menyalah gunakan kekuasaannya, yang salah dikatakan salah dan yang benar dikatakan benar. Tidak berlaku dzholim terhadap rakyat yang dipimpinnya. Justru rakyat sangat diperhatikan dengan penuh kasih sayang. Kebutuhan rakyat lebih didahulukan dibandingkan dengan kebutuhan pribadi.

"Semoga Amal Ibadah beliau diterima Allah SWT, dan ditempatkan ditempat terbaik disisi Allah SWT, Yaitu Surga yg penuh dengan kenikmatan" Amin Ya Robbal 'alamin...,
Baca Disini: http://yokiwahidin.blogspot.co.id/2014/12/sejarah-ringkas-sahabat-nabi-abu-bakar.html
*****

Kami Copas Kisah Ini dari Syiah Sebagai Berikut:



IMAM ALI AS. PRA WAFATNYA RASUL ALLAH S.A.W.

Pada hari-hari terakhir hayatnya Rasul Allah s.a.w., Imam Ali r.a. telah sampai pada puncak kematangannya, baik secara fisik, mental maupun pemikiran. Ketaqwaan dan imannya yang kuat telah teruji dalam pengalaman membela kebenaran Allah dan Rasul-Nya. Ilmu-ilmu Ilahiyah yang diterimanya langsung dari Nabi Muhammad s.a.w. telah cukup untuk menghadapi dan menanggulangi berbagai problem yang akan muncul di kalangan umat Islam. Tentang hal itu Nabi Muhammad s.a.w. sendiri telah menegaskan: "Aku ini adalah kotanya ilmu, sedang Ali adalah pintunya."

Penegasan Nabi Muhammad s.a.w. tentang kecerdasan dan kematangan fikiran Imam Ali r.a. kiranya cukup menjadi ukuran sejauh mana ilmu-ilmu pengetahuan yang telah dituangkan beliau kepada putera pamannya itu.


Pandangan Nubuwwah

Adalah wajar bila Rasul Allah s.a.w. bangga mempunyai seorang keluarga yang telah dibekali syarat-syarat untuk dapat meneruskan kepemimpinannya atas kaum muslimin. Berkat ketajaman pandangan nubuwwahnya, Nabi Muhammad s.a.w. telah melihat akan terjadinya hal-hal yang tidak menggembirakan sepeninggal beliau di masa mendatang.

Mengenai hal yang terakhir ini, Ibnu Abil Hadid dalam bukunya Syarh Nahjil Balaghah, jilid X halaman 182-183 mengatakan: "Pada malam hari setelah mempersiapkan pasukan untuk menghadapi rongrongan Romawi di Balqa --di bawah pimpinan Usamah bin Zaid-- Nabi Muhammad s.a.w. berziarah ke makam Buqai'. Setibanya di makam itu beliau mengucapkan:
'Assalamu 'alaikum, ya ahlal-qubur'. Semoga tempat di mana kalian berada ini lebih tenangdaripada yang akan dialami oleh orang-orang yang masih hidup. Suatu malapetaka bakal terjadi seperti datangnya malam yang gelap-gulita dari permulaan sampai akhir."

Setelah memohon pengampunan bagi para ahlil-qubur, beliau memberitahu para sahabat:
"Biasanya Jibril menghadapkan Al Qur'an kepadaku tiap tahun satu kali, tetapi tahun ini menghadapkan kepadaku sampai dua kali, kukira itu karena ajalku sudah dekat."

Keesokan harinya Rasul Allah s.a.w. mengucapkan khutbah di hadapan jema'ah para sahabat. Beliau berkata:
" Hai orang-orang, sudah tiba saatnya aku akan pergi dari tengah-tengah kalian. Barang siapa mempunyai titipan padaku hendaknya datang kepadaku untuk kuserahkan kembali kepadanya. Barang siapa mempunyai penagihan kepadaku hendaknya ia datang untuk segera kulunasi. Hai orang-orang, antara Allah dan seorang hamba, tidak ada keturunan atau urusan apa pun yang dapat mendatangkan kebajikan atau menolak keburukan, selain amal perbuatan.
Janganlah ada orang yang mengaku-aku dan janganlah ada orang yang mengharap-harap. Demi Allah yang mengutusku membawa kebenaran, tidak ada apa pun yang dapat menyelamatkan selain amal perbuatan disertai cinta-kasih. Seandainya aku berbuat durhaka aku pun pasti tergelincir. Ya Allah ..., amanat-Mu telah kusampaikan!"

Dari ucapan-ucapan Rasul Allah s.a.w. malam hari di makam Buqai' dan dari khutbah beliau yang diucapkan keesokan harinya, jelaslah bagi kaum muslimin kesukaran-kesukaran yang bakal dihadapi sepeninggal Rasul Allah s.a.w. Kesukaran-kesukaran yang hanya dapat ditanggulangi dengan amal perbuatan yang disertai cinta-kasih, sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya.

Secara tidak langsung pun beliau memperingatkan, bahwa barang siapa berbuat durhaka, ia pasti akan tergelincir ke jalan yang tidak diridhoi Allah s.w.t.


Jatuh sakit

Canang dan peringatan Rasul Allah s.a.w. kepada ummatnya itu diucapkan di kala kaum muslimin di seluruh jazirah Arab sudah dalam keadaan mantap. Hanya dalam waktu 10 tahun, jazirah yang seluas itu telah bernaung di bawah kibaran panji-panji agama Allah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, jazirah yang dihuni oleh qabilah-qabilah, suku-suku dan puak-puak yang saling bertentangan, bersaingan dan bercerai-berai itu, kini telah berhasil dipersatukan dalam satu agama, satu aqidah dan satu pimpinan. Agama Islam aqidahnya ialah tauhid dan pimpinannya ialah Rasul Allah s.a.w.

Atas kehendak Allah s.w.t. dan rakhmat-Nya serta berkat kebijaksanaan Rasul-Nya, perjuangan mengakhiri paganisme (agama keberhalaan) telah mencapai prestasi yang luar biasa besarnya. Missi suci menyebarkan agama Islam, praktis telah diselesaikan dengan sukses oleh Nabi Muhammad s.a.w.

Sekembalinya dari ibadah haji wada', Rasul Allah s.a.w. mengangkat Usamah bin Zaid bin Haritsah sebagai panglima pasukan muslimin untuk menghadapi rongrongan Romawi di Balqa, sebelah utara jazirah Arab. Pengangkatan Usamah yang baru berusia 22 tahun itu, menimbulkan kekhawatiran di kalangan para sahabat terkemuka. Sebab, selain Usamah masih terdapat panglima-panglima yang telah banyak makan garam peperangan dan pantas untuk jabatan itu. Namun Rasul Allah s.a.w. tetap berpegang teguh pada kebijaksanaan yang telah ditetapkan.

Secara psikologis pengangkatan Usamah bin Zaid adalah tepat. Ia seorang tokoh muda yang cerdas dan penuh inisiatif. Lagi pula ayahnya, Zaid bin Haritsah, bukan nama yang kecil dalam jajaran pahlawan-pahlawan Islam. Ia gugur di Mu'tah sebagai pahlawan syahid dalam pertempuran melawan pasukan Romawi.

Karena itu diharapkan Usamah akan mendapat kesempatan baik untuk menuntut balas atas kematian ayahnya. Pada waktu Usamah bin Zaid dan pasukannya yang besar itu sudah dalam keadaan siaga, tiba-tiba Rasul Allah s.a.w. jatuh sakit. Baru kali ini beliau mengeluh tentang penyakitnya. Beliau menderita penyakit demam tinggi. Tubuh yang selama hayatnya diabdikan kepada perjuangan di jalan Allah s.w.t., kini tiba-tiba hampir tak bertenaga. Kaum muslimin sangat resah melihat penyakit beliau yang tampak gawat.

Meskipun demikian, banyak juga para sahabat yang tidak percaya, bahwa jasmani seorang manusia utusan Allah yang kekar dan kuat itu bisa dibuat tidak berdaya oleh penyakit. Lebih-lebih karena di masa sakit itu, beliau masih sibuk mengatasi keresahan fikiran sementara sahabat yang kurang bisa menerima pengangkatan Usamah.

Mengenai Usamah ini, Nabi Muhammad s.a.w. cukup tegas. Putusan yang telah beliau ambil tak dapat ditawar-tawar lagi. Usamah beliau perintahkan agar bertindak sebagai pemimpin ekspedisi ke utara. Ketetapan yang beliau ambil itu besar artinya bagi kaum muda. Muhammad Husein Haikal dalam bukunya "Hayat Muhammad" tentang hal itu mengatakan: "Timbul keyakinan di kalangan kaum muda bahwa mereka pun mampu mengemban tugas berat.

Kebijaksanaan beliau itu juga merupakan pendidikan bagi mereka agar membiasakan diri memikul beban tanggung jawab yang besar dan berat."

Makin hari penyakit yang diderita-Rasul Allah s.a.w. makin gawat. Semula beliau tetap berusaha agar dapat melaksanakan tugas sehari-hari, seperti mengimami shalat jama'ah. Akan tetapi ketika dirasa penyakitnya bertambah berat, beliau memerintahkan Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. menggantikan beliau melaksanakan tugas yang amat mulia itu. Perintah Nabi Muhammad s.a.w. kepada Abu Bakar Ash Shiddiq ra. itulah yang kemudian diartikan orang sebagai petunjuk, bahwa Abu Bakar r.a. adalah orang yang layak menduduki kepemimpinan ummat Islam sepeninggal Rasul Allah s.a.w.


Wasiyat

Dalam keadaan menderita sakit yang sedang gawat-gawatnya, Rasul Allah s.a.w. menyampaikan pesan kepada para sahabatnya kaum Muhajirin, agar memelihara persaudaraan dan menjaga hubungan baik dengan kaum Anshar. "Mereka itu", yakni kaum Anshar, kata Nabi Muhammad s.a.w., "adalah orang-orang tempat aku menyimpan rahasiaku dan yang telah memberi perlindungan kepadaku. Hendaknya kalian berbuat baik atas kebaikan mereka itu dan memaafkan mereka bila ada yang berbuat salah."

Imam Al Bukhari dalam shahihnya mengetengahkan sebuah hadits, dengan sanad Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah dan berasal dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Rasul Allah s.a.w. sedang mendekati ajal, berkata kepada para sahabat yang berada di sekelilingnya. Di antara mereka itu terdapat Umar Ibnul Khattab r.a. Nabi Muhammad s.a.w. berkata:
"Marilah…, akan kutuliskan untuk kalian suatu kitab (secarik surat wasyiat) dengan mana kalian tidak akan sesat sepeninggalku."

Mendengar itu Umar bin Ibnul Khattab r.a. berkata kepada sahabat-sahabat lainnya: "Nabi dalam keadaan sangat payah dan kalian telah mempunyai Al-Qur'an. Cukuplah Kitab Allah itu bagi kita."

Menanggapi perkataan Umar r.a. itu para sahabat berselisih pendapat. Ada yang minta supaya segera disediakan alat tulis agar Rasul Allah s.a.w. menuliskan wasiyatnya yang terakhir. Ada pula yang sependapat dengan Umar r.a. Terjadilah pertengkaran mulut, sehingga Rasul Allah s.a.w. akhirnya menghardik: "Nyahlah kalian!"

Hadits itu tidak perlu lagi dipersoalkan kebenarannya. Sebab Al-Bukhari sendiri meriwayatkan hadits tersebut di berbagai tempat dalam Shaihnya. Juga Muslim dalam Shahihnya pada bagian "Wasiyat terakhir" meriwayatkan hadits tersebut dari Sa'ad bin Zubair yang berasal dari Ibnu Abbas pula.

At-Thabrani dalam "Al-Ausath" mengemukakan: "Pada waktu Rasul Allah s.a.w. menghadapi ajal, beliau berkata: "Bawalah kepadaku lembaran dan tinta. Akan kutuliskan untuk kalian yang dengan itu kalian tidak akan sesat selama-lamanya."

Mendengar ucapan Nabi Muhammd s.a.w. itu, para wanita yang menunggu di belakang tabir (hijab) berkata kepada para sahabat Nabi yang berada di tempat itu: "Tidakkah kalian mendengar apa yang dikatakan oleh Rasul Allah ?"

Umar Ibnul Khattab r.a. segera menyahut: "Kukatakan, kalian itu sama dengan wanita-wanita yang mengelilingi Nabi Yusuf. Jika Rasul Allah sakit kalian mencucurkan air mata dan jika beliau sehat kalian menunggangi lehernya!"

Mendengar ucapan Umar r.a. itu Rasul Allah s.a.w. kemudian berkata mengingatkan: "Biarkan mereka itu, mereka itu lebih baik daripada kalian." Hadist yang diketengahkan oleh At-Thabrani itu terdapat dalam "Kanzul 'Ummal", jilid III, hlm 138.

Penyakit Rasul Allah s.a.w. mencapai puncaknya ketika beliau berada di kediaman Sitti Maimunah r.a., salah seorang isteri beliau. Atas kesepakatan semua isterinya beliau meminta supaya dibawa ke tempat kediaman Sitti Aisyah r.a. Dengan berikat kepala, beliau keluar dan berjalan sambil bertopang pada Imam Ali r.a. dan pamannya, Abbas. Beliau tiba di tempat kediaman Sitti Aisyah r.a. dalam keadaan lemah sekali.

Beberapa hari kemudian, di saat banyak orang sedang menunaikan shalat jama'ah yang diimami oleh Abu Bakar r.a., tiba-tiba Nabi Muhammad s.a.w. muncul di tengah-tengah mereka dengan bertopang pada Imam Ali r.a. serta Al Fadhl bin Abbas. Shalat subuh berjama'ah itu hampir saja tertunda karena hal yang mengejutkan itu. Hal itu tak sampai terjadi, karena Rasul Allah s.a.w. memerintahkan supaya shalat dilanjutkan.

Abu Bakar r.a. sendiri merasa rikuh, berniat mundur dan hendak menyerahkan imam shalat kepada beliau, tetapi Nabi Muhammad s.a.w. mendorongnya dari belakang sambil berucap setengah berbisik: "Teruskan mengimami shalat". Beliau kemudian mengambil tempat di samping kanan Abu Bakar r.a. dan menunaikan shalat sambil duduk.

Seusai shalat Nabi Muhammad s.a.w. berbalik menghadap kebelakang dan bertatap-muka dengan jama'ah yang memenuhi masjid. Semua bergembira melihat Rasul Allah s.a.w. berangsur sehat. Lebih tertegun lagi tatkala beliau berkata: " Hai kaum muslimin, api neraka sudah bertiup dan fitnahpun akan datang seperti malam gelap-gulita. Demi Allah, aku tidak akan menghalalkan sesuatu selain yang dihalalkan oleh Al Qur'an. Aku pun tidak akan mengharamkan sesuatu selain yang diharamkan oleh Al Qur'an. Terkutuklah orang yang menggunakan pekuburan sebagai tempat bersujud (Masjid)."

Kesehatan Rasul Allah s.a.w. yang secara tiba-tiba tampak pulih kembali dengan cepat tersiar luas dan disambut gembira sekali oleh seluruh kaum muslimin. Usamah bin Zaid, yang semula sudah siap untuk membubarkan pasukan, karena Rasul Allah s.a.w. sakit keras, kemudian menghadap beliau untuk minta izin menggerakkan pasukannya ke Syam. Bahkan Abu Bakar r.a. sendiri pun yakin benar bahwa beliau sudah bisa kembali menjalankan tugas sehari-hari. Begitu pula Umar Ibnul Khattab r.a. dan para sahabat dekat lainnya, sekarang sudah beranjak meninggalkan masjid guna menyelesaikan keperluan masing-masing.


Wafat

Akan tetapi kondisi kesehatan beliau yang seperti itu ternyata hanya semu belaka. Beberapa saat kemudian penyakitnya berubah menjadi gawat kembali. Detik-detik terakhir hayatnya tiba dikala beliau berbaring di pangkuan isterinya, Sitti Aisyah r.a.

Agak lain dari itu, menurut Imam Ahmad bin Hanbal dalam Masnadnya jilid II, halaman 300, dan menurut At-Thabariy dalam Dzakha'irul'Uqba' halaman 73, beliau wafat di atas pangkuan Imam Ali r.a. Ucapan terakhir yang keluar pada detik kemangkatan beliau ialah "Ar Rafiqul A'laa. minal jannah…"

Ada yang mengatakan beliau wafat pada bagian akhir bulan shafar tahun 11 hijriyah. Ada pula sejarawan yang menyebut permulaan Rabi'ul Awwal sebagai hari wafat beliau. Kaum Syi'ah, misalnya, mengatakan bahwa beliau wafat dua hari terakhir bulan shafar. Tetapi banyak penulis sejarah lainnya mengatakan pada permulaan bulan Rabi'ul Awwal tahun 11 Hijriyah, atau tanggal 8 Juni tahun 632 Masehi.

Tentang hari dan tanggal wafatnya Rasul Allah s.a.w. bukanlah suatu masalah yang perlu dipersoalkan. Yang penting dan yang sangat perlu ditekankan, bahwa pada saat-saat terakhir hayatnya, beliau tidak mengatakan siapa yang akan meneruskan kepemimpinan atas ummatnya. Hal ini di belakang hari akan menjadi titik perbedaan pendapat tentang kepemimpinan ummat di kalangan kaum muslimin.

Rasul Allah s.a.w pulang keharibaan Allah Rabbul'alamin hanya meninggalkan Kitab Allah yang berisi firman-firman-Nya, dan ajaran serta tauladan beliau yang kemudian dikenal sebagai

Sunnah Rasul Allah s.a.w. Beliau mangkat meninggalkan Islam sebagai buah risalah suci dalam keadaan lengkap dan sempurna, yang kehadirannya di permukaan bumi akan melahirkan peradaban baru dalam kehidupan manusia.

Nabi Muhammad s.a.w. wafat meninggalkan keluarga dan para sahabat, yang ketangguhan Iman dan kesetiaannya kepada Islam bisa diandalkan untuk menjamin kelestarian agama Allah dan mengembang-luaskan manusia pemeluknya. Kebenaran telah tiba dan kebatilan pasti lenyap.

Itulah motto perjuangan ummat Islam yang mau tidak mau harus diperhitungkan oleh kekuatan-kekuatan kuffar di Barat dan kekuatan-kekuatan musyrikin di Timur.

Kemangkatan Rasul Allah s.a.w. merupakan peristiwa yang tidak diduga akan secepat itu. Kejadian yang terasa sangat mengejutkan itu, mengakibatkan banyak kaum muslimin terombang-ambing antara percaya dan tidak. Bahkan sahabat terdekat beliau sendiri, yaitu Umar Ibnul Khattab r.a. masih juga tidak mau percaya mendengar berita tentang wafatnya

Rasul Allah s.a.w. Hingga saat ia sendiri menyaksikan jenazah suci terbaring di rumah Sitti Aisyah r.a., masih tetap berseru kepada semua orang: "Rasul Allah tidak wafat! Beliau hanya menghilang dan akan kembali lagi!"

Umar Ibnul Khattab r.a. tetap membantah, bahkan mengancam-ancam setiap orang yang mengatakan bahwa Rasul Allah telah wafat. Apa yang diperlihatkan oleh Umar Ibnul Khattab r.a. itu hanya menunjukkan betapa hebatnya goncangan kaum muslimin mendengar berita tentang wafatnya Nabi Muhammad s.a.w.

Seorang sahabat lainnya, Al-Mughirah, berusaha meyakinkan Umar r.a. bahwa Rasul Allah s.a.w. benar-benar wafat. Dengan geram Umar r.a. menuduhnya sebagai pembohong. Umar r.a. menjawab: "Beliau hanya pergi menghadap Allah, sama seperti Musa bin Imran yang menghilang dari tengah-tengah kaumnya selama 40 hari dan akhirnya kembali lagi kepada mereka."

Banyak orang yang dituduh oleh Umar r.a. sebagai munafik, hanya karena memberitakan kemangkatan Rasul Allah s.a:w. Kepada orang-orang yang sedang berkerumun di masjid Nabawi, Umar r.a. meneriakkan ancaman: "Barang siapa berani mengatakan Rasul Allah telah wafat, akan kupotong kaki dan tangannya!" Ancaman Umar r.a. yang seperti itu cukup menambah bingungnya kaum muslimnin yang sedang dirundung duka cita.

Abu Bakar r.a. yang baru saja datang dari Sunh, ketika mendengar Umar r.a. melontarkan kata-kata sekeras itu, berusaha meyakinkan dengan mensitir ayat 144 Surah Ali Imran, yang dalam bahasa Indonesianya: "Muhammad itu tiada lain hanya seorang Rasul, sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau terbunuh kamu berbalik ke belakang? Barangsiapa yang berbalik ke belakang ia tak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur."

Mendengar itu sadarlah Umar Ibnul Khattab atas kekhilafannya.


Pemakaman

Pada saat wafatnya Rasul Allah s.a.w. Imam Ali r.a. adalah orang pertama yang segera turun tangan untuk merawat dan mempersiapkan pemakaman jenazah manusia terbesar di dunia, yang paling dicintai dan dikaguminya. Untuk pertama kali kaum muslimin menghadapi cara pemakaman jenazah orang yang paling mereka hormati dan mereka cintai sebagai pemimpin agung.

Seorang manusia pilihan Allah, Nabi dan Rasul-Nya. Seorang besar yang tak akan pernah ada bandingannya dalam sejarah. Seorang arif bijaksana yang telah berhasil mengubah tatakehidupan bangsanya. Seorang yang telah menunjukkan kesanggupan merombak secara menyeluruh nilai-nilai lama dan menggantinya dengan nilai-nilai baru yang mulia dan luhur, yaitu Islam. Seorang manusia agung yang jauh lebih mulia dibanding dengan kepala-kepala qabilah, pemimpin-pemimpin golongan, bahkan raja-raja sekalipun. Seorang yang hanya dalam waktu kurang lebih dua dasawarsa sanggup mengubah wajah dunia Arab dan mengangkat derajat satu bangsa yang tadinya dipandang rendah menjadi sangat disegani oleh kekutan-kekuatan raksasa seperti Romawi dan Persia. Jauh lebih besar lagi, karena Nabi Muhammad s.a.w. datang ke tengah-tengah ummat manusia membawa agama besar untuk menegakkan kebenaran dan keadilan di permukaan bumi.

Tata-cara yang direncanakan untuk memakamkan jenazah suci itu ternyata banyak menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan kaum muslimin, terutama mengenai problema: siapa yang berhak memandikan, siapa yang berhak menurunkan ke liang lahad dan lain sebagainya.

Tentang di mana jenazah suci akan dikebumikan juga menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan para sahabat. Sebagian menuntut supaya jenazah Rasul Allah s.a.w. dimakamkan di Makkah. Sebagai alasan dikatakan, di kota itulah beliau dilahirkan. Sebagian lain menuntut supaya jenazah beliau dimakamkan di Madinah, di pemakaman Buqai', dengan alasan agar beliau bersemayam bersama-sama pahlawan syahid yang gugur dalam perang Uhud. Akhirnya perbedaan pendapat ini dapat disudahi, setelah Abu Bakar r.a. mengumumkan, bahwa ia mendengar sendiri penegasan Rasul Allah s.a.w.: "Semua Nabi dimakamkan di tempat mereka wafat". Berdasarkan itu bulatlah mereka memakamkan jenazah Nabi Muhammad s.a.w. dirumah beliau di Madinah.

Tentang masalah siapa yang akan mengimami shalat jenazah secara berjama'ah juga terdapat pertikaian. Pertikaian itu terjadi karena hal itu dipandang suatu kehormatan yang sangat tinggi bagi seorang yang bertindak selaku Imam shalat jenazah bagi manusia agung seperti Nabi Muhammad s.a.w. Karena tidak tercapai kesepakatan, akhirnya tiap orang melakukan shalat jenazah sendiri-sendiri. Sementara itu terdapat riwayat lain yang mengatakan, bahwa di kala itu Imam Ali r.a. mengusulkan shalat jenazah secara berjema'ah. Usul tersebut diterima oleh kaum muslimin, bahkan disepakati ia bertindak sebagai imam.

Begitu pula, tentang siapa yang akan mendapat kehormatan menurunkan jenazah suci ke liang lahad. Abbas bin Abdul Mutthalib, paman Rasul Allah s.a.w. mengusulkan supaya Abu Ubaidah bin Al Jarrah saja yang menurunkan ke liang lahad. Sebagai alasan dikemukakan, bahwa dia sudah biasa menggali lahad dan mengembumikan orang-orang Makkah. Imam Ali r.a. berpendirian lain. Ia mengusulkan agar Abu Thalhah Al-Anshariy saja yang turun ke liang lahad.

Alasannya senada dengan paman Rasul Allah s.a.w. di atas, hanya kotanya lain: "Ia sudah biasa menggali lahad dan memakamkan orang-orang Madinah."

Setelah melalui pertukaran pendapat beberapa lamanya, akhirnya terdapat saling pengertian dan Abu Thalhah mendapat kehormatan menggali liang lahad. Kemudian timbul pula problema baru. Siapa yang akan menyertai Abu Thalhah dalam melaksanakan tugas terhormat itu?

Problema-problema seperti di atas timbul, karena tidak ada seorang pun yang diakui otoritasnya untuk mengatur dan menentukan tata-cara pemakaman. Juga karena tidak ada wasiyat apa pun dari Rasul Allah s.a.w. tentang sesuatu yang perlu dilakukan kaum muslimin pada saat beliau wafat. Soal-soal yang bagi orang zaman sekarang dianggap kurang penting, pada masa itu benar-benar dipandang sebagai satu soal yang besar. Lebih-lebih karena yang dihadapi kaum muslimin ialah jenazah Rasul Allah s.a.w. Hal itu wajar. Rasanya tidak ada kehormatan yang lebih tinggi dari pada memperoleh kesempatan memberikan pelayanan terakhir kepada jenazah suci itu.

Akhirnya Imam Ali r.a. dengan terus terang dan tegas berkata: "Tidak ada orang yang boleh turun ke liang lahad bersama Abu Thalhah selain aku sendiri dan Abbas."

Sungguh pun sudah ada ketegasan seperti itu dari Imam Ali r.a., namun dalam praktek ia membolehkan juga Al-Fadhl bin Abbas dan Usamah bin Zaid turun ke liang lahad. Hal itu menimbulkan rasa kurang enak di kalangan kaum Anshar. Mereka menuntut agar ada seorang dari kaum Anshar yang ikut. Tuntutan yang adil itu akhirnya disepakati dan ditunjuklah orangnya, Aus bin Khauliy. Aus dulu pernah ikut aktif dalam perang Badr melawan kaum musyrikin Qureiys.

Dalam semua kegiatan membenahi pemakaman jenazah Rasul Allah s.a.w., Imam Ali r.a. benarbenar memainkan peranan yang sangat dominan. Bahkan waktu memandikan jenazah beliau, Imam Ali r.a.lah satu-satunya orang yang menjamah jasad manusia agung itu. Hal itu dimungkinkan karena sebelumnya banyak orang yang sudah mendengar, bahwa Rasul Allah s.a.w. sendiri pernah menyatakan, hanya Imam Ali r.a. saja yang boleh melihat aurat beliau.

Kesan Imam Ali r.a. yang sangat mendalam dan selalu terkenang dari peristiwa memandikan jenazah suci itu ialah: "…kubalikkan sedikit saja, jasad beliau sudah menurut. Sama sekali tidak kurasakan berat. Seolah-olah ada tangan lain yang membantuku, bukan lain pasti tangan Malaikat."

Riwayat lain mengatakan, bahwa yang memandikan jenazah Rasul Allah s.a.w. bukan hanya Imam Ali r.a., tetapi juga Abbas bin Abdul Mutthalib serta dibantu oleh dua orang puteranya yang bernama Al-Fadhl dan Qutsam, di samping Usamah bin Zaid. Usamah bin Zaid dan Syukran, yang sampai saat terakhir menjadi pembantu Rasul Allah s.a.w., dua-duanya menuangkan air. Jasad jenazah suci dimandikan tetap dalam mengenakan pakaian. Di saat memandikan Imam Ali r.a. tertegun oleh keharuman bau semerbak dan sambil bergumam mengucapkan: "Demi Allah, alangkah harumnya engka.u di waktu hidup dan setelah meninggal!"

Sementara riwayat mengatakan pula, hahwa pemakaman jenazah suci itu dilakukan pada malam hari di bawah cahaya gemerlapan bintang-bintang di langit hening. Di tengah keheningan malam itu terdengar detak-denting suara orang menggali lahad, bercampur suara saling berbisik, seolah-olah jangan sampai mengusik ketenangan jenazah agung yang sedang menuju ke pembaringan terakhir. Tidak jauh dari tempat pamakaman terdengar suara haru para wanita tertahan mengendap-endap rintihan duka. Innaa Lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun…

Baca Disini: http://balaghah.net/old/nahj-htm/id/id/bio-imam/09.htm
*****

Kami Copas Kisah Ini dari Riwayat Hadis Sebagai Berikut:

Abu Bakar dan Umar Di Bawah Pimpinan Usamah Bin Zaid

Menjelang akhir hayat Rasulullah SAW, Beliau mengangkat Usamah bin Zaid memimpin pasukan untuk menuju tanah Balqa di Syam persis tempat terbunuhnya Zaid bin Haritsah RA, Ja’far RA dan Ibnu Rawahah RA. Telah dinyatakan oleh banyak ulama bahwa Abu Bakar dan Umar termasuk mereka yang ikut dalam Sariyyah Usamah. Saat itu usia Usamah bin Zaid masih muda, anehnya kepemimpinan Usamah ini dikecam oleh sebagian sahabat Nabi dan kabar kecaman ini sampai ke telinga Rasulullah SAW:

عن بن عمر ان النبي صلى الله عليه و سلم بعث بعثا وأمر عليهم أسامة بن زيد فطعن بعض الناس في أمرته فقام رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال ان تطعنوا في أمرته فقد تطعنون في إمرة أبيه من قبل وأيم الله ان كان لخليقا للأمارة وان كان لمن أحب الناس إلى وان هذا لمن أحب الناس إلى بعده

Dari Ibnu Umar bahwa Nabi SAW mengutus pasukan dengan mengangkat Usamah bin Zaid sebagai panglima. Kemudian orang-orang [para sahabat] mencela kepemimpinannya tersebut. Lalu Rasulullah SAW berdiri dan berkata “Jika kalian mencela kepemimpinannya maka kalian mencela kepemimpinan Ayahnya sebelumnya. Demi Allah, dia (Zaid) memang layak memimpin pasukan dan dia termasuk orang yang paling aku cintai, dan anaknya ini termasuk orang yang paling aku cintai setelahnya. [Shahih Muslim 4/1884 no 2426, Shahih Bukhari 5/23 no 3730, Musnad Ahmad 2/20 no 4701 dan 2/110 no 5888 dan dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth]

Sukar dibayangkan kalau para sahabat berani mengecam apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW tetapi memang begitulah kenyataannya. Diriwayatkan Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat 4/66 yang berkata:

أخبرنا عبد الوهاب بن عطاء قال أخبرنا العمري عن نافع عن بن عمر أن النبي صلى الله عليه وسلم بعث سرية فيهم أبو بكر وعمر فاستعمل عليهم أسامة بن زيد

Telah mengabarkan kepada kami Abdul Wahab bin Atha’ yang berkata telah mengabarkan kepada kami Al Umari dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa Nabi SAW mengutus pasukan yang didalamnya terdapat Abu Bakar dan Umar dan mengangkat Usamah bin Zaid sebagai panglima mereka…

Riwayat ini sanadnya hasan, telah diriwayatkan oleh para perawi tsiqat kecuali Al Umari, dia seorang yang hadisnya hasan. Abdul Wahab bin Atha’ adalah seorang perawi yang tsiqat. Dalam At Tahdzib juz 6 no 838 disebutkan bahwa ia adalah perawi yang dijadikan hujjah oleh Muslim dan telah dinyatakan tsiqat oleh Ahmad bin Hanbal, Yahya Al Qattan, Ibnu Ma’in, Ibnu Hibban, Ibnu Syahin, Daruquthni dan Hasan bin Sufyan. Ibnu Ady dan Nasa’i berkata “tidak ada masalah dengannya”. Nafi’ maula Ibnu Umar adalah seorang yang tsiqat tsabit sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/239.

Al Umari adalah Abdullah bin Umar bin Hafsh bin Ashim bin Umar bin Khattab Al Umari, ia adalah perawi Muslim dan Ashabus Sunan yang diperselisihkan dan pendapat terkuat adalah ia seorang yang hadisnya hasan. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 5 no 564 bahwa ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Yaqub bin Syaibah, Ahmad bin Yunus dan Al Khalili. Ahmad bin Hanbal menghasankan hadisnya, terkadang berkata “ tidak ada masalah dengannya”, terkadang pula berkata “dia termasuk perawi yang shalih”. Ibnu Ady mengatakan tidak ada masalah dengannya dan shaduq. Al Ajli memasukkannya ke dalam perawi tsiqat dalam Ma’rifat Ats Tsiqat no 937 dan berkata:

عبد الله بن عمر بن حفص بن عاصم بن عمر بن الخطاب أخو عبيد الله لا بأس به مديني

Abdullah bin Umar bin Hafsh bin Ashim bin Umar bin Khattab saudara Ubaidillah ‘tidak ada masalah dengannya’, orang Madinah.

Memang terdapat sebagian ulama yang mencacatnya dan mereka ini dapat dikelompokkan menjadi
Ulama yang mencacat Al Umari tanpa menyebutkan alasannya. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 5 no 564 diantaranya Yahya bin Sa’id, Ali bin Madini, Bukhari dimana ia hanya mengikuti pencacatan Yahya bin Sa’id
Ulama yang mencacat Al Umari bukan dengan jarh yang keras seperti Salih Al Jazarah yang berkata “layyin”(lemah), An Nasa’i dan Al Hakim yang berkata “laisa bi qawiy” (tidak kuat). Dimana pencacatan dengan predikat “laisa bi qawy” bisa berarti seorang yang hadisnya hasan apalagi jika telah dinyatakan tsiqah oleh ulama-ulama lain.

Ulama yang mencacat Al Umari tetapi juga memberikan predikat ta’dil padanya diantaranya At Tirmidzi, pencacatan Tirmidzi hanyalah mengikuti gurunya Bukhari yang mengikuti Yahya bin Sa’id. Dalam kitab Sunan-nya Tirmidzi telah membawakan hadis-hadis Al Umari, terkadang ia menyatakan “laisa bi qawy” dan terkadang ia mengatakan shaduq (Sunan Tirmidzi 1/321 hadis no 172).

Pencacatan terhadap Al Umari tanpa menyebutkan alasannya tidak bisa dijadikan hujjah sebagaimana yang ma’ruf dalam Ulumul hadis jika seorang perawi telah dinyatakan tsiqat oleh ulama-ulama lain maka pencacatan terhadapnya hendaknya bersifat mufassar atau dijelaskan. Satu-satunya alasan pencacatan Al Umari mungkin karena hafalannya seperti yang diisyaratkan Adz Dzahabi dalam Mizan Al ‘Itidal no 4472 dimana Dzahabi juga menyatakan ia shaduq (jujur) dan Adz Dzahabi juga memasukkan Al Umari dalam kitabnya Asma Man Tukullima Fihi Wa huwa Muwatstsaq 1/112 no 190.


Riwayat Al Umari ini juga dikuatkan oleh riwayat lain yang juga menyatakan Abu Bakar dan Umar ikut dalam Sariyyah Usamah. Riwayat tersebut terdapat dalam Al Mushannaf 6/392 no 32305:

حدثنا عبد الرحيم بن سليمان عن هشام بن عروة عن ابيه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان قطع بعثا قبل مؤتة وأمر عليهم اسامة بن زيد وفي ذلك البعث أبو بكر وعمر

Telah menceritakan kepada kami Abdurrahim bin Sulaiman dari Hisyam bin Urwah dari Ayahnya bahwa Rasulullah SAW sebelum wafatnya mengutus pasukan dan mengangkat pemimpin diantara mereka Usamah bin Zaid, didalamnya juga terdapat Abu Bakar dan Umar…

Atsar ini diriwayatkan oleh para perawi tsiqat tetapi mursal. Abdurrahim bin Sulaiman dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/598, Hisyam bin Urwah juga dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/267 dan ayahnya Urwah bin Zubair adalah seorang tabiin yang tsiqat dalam At Taqrib 1/671. Riwayat Urwah dan Riwayat Ibnu Umar saling menguatkan sehingga bisa dijadikan hujjah.

Kemudian diriwayatkan dengan sanad yang shahih dalam Tarikh Dimasyq Ibnu Asakir 8/60:

أخبرنا أبو بكر وجيه بن طاهر أنا أبو حامد الأزهري أنا أبو محمد المخلدي أنا المؤمل بن الحسن نا أحمد بن منصور نا أبو النضر هاشم بن القاسم نا عاصم بن محمد عن عبيد الله بن عمر عن نافع عن ابن عمر أن رسول الله (صلى الله عليه وسلم) استعمل أسامة بن زيد على جيش فيهم أبو بكر وعمر فطعن الناس في عمله فخطب النبي (صلى الله عليه وسلم) الناس ثم قال قد بلغني أنكم قد طعنتم في عمل أسامة وفي عمل أبيه قبله وإن أباه لخليق للإمارة وإنه لخليق للأمرة يعني أسامة وإنه لمن أحب الناس إلي فأوصيكم به

Telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar Wajih bin Thahir yang berkata menceritakan kepada kami Abu Hamid Al Azhari yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad Al Makhlad yang berkata telah menceritakan kepada kami Muammal bin Hasan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Manshur yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Nadhr Hasyim bin Qasim yang berkata telah menceritakan kepada kami Ashim bin Muhammad dari Ubaidillah bin Umar dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW mengangkat Usamah bin Zaid sebagai panglima pasukan yang di dalamnya terdapat Abu Bakar dan Umar. Kemudian orang-orang [para sahabat] mencela pengangkatannya. Nabi SAW kemudian berkhutbah kepada orang-orang “telah sampai kepadaKu bahwa kalian mencela pengangkatan Usamah dan begitu pula pengangkatan Ayahnya sebelumnya. Sesungguhnya Ayahnya memang layak memimpin dan ia yakni Usamah juga layak untuk memimpin dan sesungguhnya ia termasuk orang yang paling aku cintai maka kuwasiatkan kalian untuk taat kepadanya”.

Atsar ini diriwayatkan oleh para perawi yang terpercaya sehingga sanadnya jayyid (baik). Berikut keterangan mengenai para perawinya.
1. Abu Bakar Wajih bin Thahir, Adz Dzahabi dalam Siyar ‘Alam An Nubala 20/109 menyebutnya sebagai seorang Syaikh Alim Adil Musnid Khurasan. Ibnu Jauzi dalam Al Muntazam Fi Tarikh 18/54 menyebutkan bahwa ia seorang Syaikh yang shalih shaduq (jujur).
2. Abu Hamid Al Azhari, Adz Dzahabi dalam As Siyar 18/254 menyebutnya sebagai seorang syaikh yang adil dan shaduq. Disebutkan pula biografinya dalam Syadzrat Adz Dzahab Ibnu ‘Imad Al Hanbali 3/311 bahwa ia seorang yang tsiqah.
3. Abu Muhammad Al Makhlad, Adz Dzahabi dalam As Siyar 16/539 menyebutnya sebagai seorang Syaikh, Adil, Imam dan shaduq (jujur). Ibnu ‘Imad Al Hanbali dalam Syadzrat Adz Dzahab 3/131 juga menyebutnya seorang Syaikh Muhaddis yang Adil.
4. Muammal bin Hasan, Adz Dzahabi dalam Siyar ‘Alam An Nubala 15/21-22 menyebutnya sebagai seorang Imam Muhaddis Mutqin. Dalam Tarikh Al Islam 23/592 Adz Dzahabi menyebutnya sebagai Syaikh Naisabur termasuk dari kalangan syaik-syaikh yang mulia.
5. Ahmad bin Manshur Ar Ramadi. Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam At Tahdzib juz 1 no 143 bahwa ia telah dinyatakan tsiqat oleh Daruquthni, Abu Hatim, Maslamah bin Qasim, Al Khalili dan Ibnu Hibban. Dalam At Taqrib 1/47 ia dinyatakan tsiqat.
6. Abu Nadhr Hasyim bin Qasim, Ibnu Hajar memuat keterangan tentangnya dalam At Tahdzib juz 11 no 39 dan ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Ali bin Madini, Ibnu Sa’ad, Abu Hatim dan Ibnu Qani’. Dalam At Taqrib 2/261 ia dinyatakan tsiqat tsabit.
7. Ashim bin Muhammad bin Zaid bin Abdullah bin Umar bin Khattab, Ibnu Hajar menyebutkannya dalam At Tahdzib juz 5 no 92 dan ia dinyatakan tsiqat oleh Ahmad, Ibnu Ma’in, Abu Daud, Abu Hatim dan Ibnu Hibban. Dalam At Taqrib 1/459 ia dinyatakan tsiqat.
8. Ubaidillah bin Umar bin Hafsh bin Ashim bin Umar bin Khattab, Ibnu Hajar memuat biografinya dalam At Tahdzib juz 7 no 71, ia adalah perawi Bukhari Muslim yang telah dinyatakan tsiqat oleh banyak ulama diantaranya An Nasa’i, Abu Hatim, Ibnu Ma’in, Ibnu Hibban, Ahmad bin Shalih dan Ibnu Sa’ad. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/637 menyatakan ia tsiqat.
9. Nafi’ maula Ibnu Umar, Ibnu Hajar menyebutkan keterangannya dalam At Tahdzib juz 10 no 743, ia seorang perawi Bukhari dan Muslim yang dikenal tsiqat. Ibnu Sa’ad, Al Ajli, Ibnu Kharrasy, An Nasa’i, Ibnu Hibban, Ibnu Syahin dan yang lainnya menyatakan bahwa ia tsiqat. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/239 menyatakan Nafi’ tsiqat tsabit.

Semua Atsar di atas menunjukkan dengan jelas bahwa Abu Bakar dan Umar ikut dalam pasukan Usamah bin Zaid di bawah pimpinan Usamah RA. Hal ini juga telah ditegaskan oleh banyak ulama di antaranya:
1. Ibnu Sa’ad dalam kitabnya At Thabaqat 2/190
2. Al Baladzuri dalam kitabnya Ansab Al Asyraf 2/115
3. Ibnu Atsir dalam Al Kamil Fi Tarikh 2/317
4. Ibnu Hajar dalam Tahdzib At Tahdzib juz 1 no 391 biografi Usamah bin Zaid dan dalam Fath Al Bari 8/190
5. Al Hafiz Ibnu Zaky Al Mizzi dalam Tahdzib Al Kamal 2/340 biografi Usamah bin Zaid no 316
6. As Suyuthi dalam Is’af Al Mubatta 1/5 biografi Usamah bin Zaid
8. Ibnu Jauzi dalam kitabnya Al Muntazam 2/405
9. Muhammad bin Yusuf Shalih Asy Syami dalam kitabnya Subul Al Huda Wa Rasyad 11/341
10. Al Qasthalani dalam Irsyad As Sari Syarh Shahih Bukhari 9/423
11. Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 8/46 biografi Usamah bin Zaid
12. Ibnu Manzur dalam Mukhtasar Tarikh Dimasyq 4/248
13. Ibnu Sayyidin Nas dalam kitabnya ‘Uyun Al Atsar 2/352

Keterangan bahwa Abu Bakar dan Umar di bawah pimpinan Usamah telah diriwayatkan melalui kabar yang shahih dan hal ini juga ditegaskan oleh banyak ulama. Oleh karena itu pengingkaran terhadap hal ini hanyalah usaha yang lemah dan tidak berdasar. Wallahu’alam

Salam Damai

(Secondprince/Syiah-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: