Seorang pengajar hauzah dan peneliti Ulumul Quran dengan menegaskan kesucian suara al-Quran menegaskan, jika kita memperhatikan irama al-Quran, maka masyarakat tidak akan beranjak ke musik yang haram dan maktal-maktal kita juga tidak akan terimbas musik-musik tak patut dan atensi suara malakut ini adalah sebuah metode dakwah Rasulullah (Saw) yang memikat masyarakat untuk mencintai dirinya.
Menurut laporan IQNA dari Khorasan Razavi, Hujjatul Islam Mahdi Nakhavali, pengajar hauzah dan peneliti Ulumul Quran Kamis malam (9/3) di akhir pertemuan dewan para qori al-Quran Masyhad pada tahun ini, dengan mengisyaratkan urgensi bacaan al-Quran menjelaskan, para Imam suci (As) impresif membaca al-Quran dan dalam riwayat dituturkan saat tilawah al-Quran dilakukan oleh Imam Sajjad (As), masyarakat yang ada di gang dan jalan-jalan terpikat dengan suara suci beliau.
Ia melanjutkan, lafaz qori dalam riwayat kita berartikan membaca al-Quran disertai pemahaman dan tafsir, yang tentunya kita juga harus bergerak ke arah tersebut dengan sedemikian rupa, yang mana para pengajar terdahulu di Mesir, seperti al-Minshawi, dan Mustafa Ismail saat melantunkan al-Quran, yang bisa jadi tidak memiliki suara lebih baik dan terkemuka dibanding para qori al-Quran sekarang ini.
Tafakur dan Pemahaman Ayat, Diiringi Manifestasi Keajaiban Suara al-Quran
Hujjatul Islam Nakhavali dengan mengisyaratkan keajaiban suara al-Quran mengungkapkan, tafakur dan pemahaman ayat al-Quran berimbas pada suara qori dan hal ini menyebabkan hati sang pendengar dan audien terpengaruh dengan kalam suci Ilahi dan contoh dari pengaruh ini kita lihat pada suara Abdul Basit, dimana sekitar 120 orang memeluk Islam karena mendengarkan suara tilawah.
Ia mengisyaratkan suara indah para Imam suci dalam mentilawah al-Quran. Ia mengatakan, Imam Sajjad (As) orang yang tersohor dengan suara lembut dan beliau lewat tilawah indah ini, menggunakan metode terapi untuk psikis masyarakat, yang berada di bawah tekanan perilaku tidak patut Yazid dan ini sendiri merupakan jenis musik terapi.
Peneliti Ulumul Quran ini dengan mengisyaratkan suara suci al-Quran Imam Sajjad (As) menambahkan, masyarakat pada masa pemerintahan Yazid melihat banyak kerusakan moral dan asusila di tingkat sosial dan hal ini menyebabkan masyarakat menjadi lebih tertekan dan membutuhkan pengobatan dan Imam Sajjad (As) dengan suara suci al-Quran mengobati masyarakat dengan musik terapi.
Kita Lalai atas Musik Suci Al-Quran
Ia dengan menegaskan kesucian suara al-Quran melanjutkan, jika sejak dari awal revolusi Islam kita memperhatikan musik al-Quran sekarang ini masyarakat kita tidak akan mencari musik yang haram dan maktal kita juga tidak akan terkena musik-musik yang tidak patut dan atensi suara suci ini adalah sebuah metode dakwah Rasulullah (Saw) yang mengajak masyarakat untuk mencintai dirinya.
Hujjatul Islam Nakhavali di bagian lain mengisyaratkan ancaman al-Quran terhadap orang-orang kafir dan menentang untuk memaparkan sebuah surah seperti surah-surah al-Quran. Ia menjelaskan, seseorang yang hendak menjawab tantangan al-Quran memulai dari surah terkecil al-Quran dan sementara surah Al-Kautsar memiliki makna yang sangat tinggi dan simbol dari keajaiban al-Quran.
Penganugerahan Al-Kautsar kepada Rasulullah (Saw), bukan Inayah Biasa
Ia dengan mengisyaratkan surah Al-Kautsar yang sangat diminati para qori mengungkapan, anugerah Al-Kautsar bukanlah sebuah anugerah biasa di samping kenikmatan-kenikmatan lainnya, karena surah ini diiringi dengan banyak afirmasi dalam ayat awal, dan pemberian kepada Rasulullah (Saw) hanya dipaparkan dua kali dalam al-Quran dan satu-satunya tempat dimana Allah menyertakan keagungan-Nya dalam pemberian disertai dengan karunia untuk Rasulullah adalah masalah pemberian Al-Kautsar dan ini berarti nikmat tersebut lebih tinggi dari seluruh nikmat yang diperoleh oleh Rasulullah (Saw), seperti kenabian dan hikmah.
Hujjatul Islam Nakhavali dengan mengisyaratkan makna yang ada dalam ayat ketiga surah Al-Kautsar melanjutkan, jenis kalam dan nada yang ada dalam ayat ini diutarakan untuk audien sedemikian rupa, yang menjawab sebuah pertanyaan yang dimaksudkan dalam ayat ini dan seolah-olah pertanyaan ini juga dalam menjawab pertanyaan Rasulullah (Saw), dimana Kami lewat jalan ini telah memandulkan musuh kamu dan ini anugerah berharga Allah kepada Rasul (Saw).
Memandulkan Tujuan Para Musuh Islam Terealisasi dengan Pemberian Al-Kautsar pada Rasulullah (Saw)
Ia mengatakan, mandulnya para musuh Rasulullah (Saw) bukan berarti terputusnya keturunan Rasulullah (Saw), namun al-Quran mengingatkan Rasulullah (Saw) akan kebalikan hal ini dalam ayat-ayat al-Quran lainnya dan berbicara tentang banyaknya para musuh Islam dan kemandulan dituturkan di akhir ayat surah Al-Kautsar berartikan tidak terselesaikannya tujuan para musuh Nabi (Saw) dan Islam. Hujjatul Islam Nakhavali melanjutkan, musuh dalam permusuhannya dengan Islam, terkena dua tingkat kemandulan, tingkat pertama menginginkan pihak lawan untuk tidak sampai pada tujuannya, namun hal ini mengecewakan dan tingkat lebih tinggi kemandulan ketika terealisasikan dimana agama Allah dengan gamblang muncul dan universal dan ini terealisasi pada masa munculnya Imam Mahdi (ajf) dan pemberian kenikmatan ini kepada Rasulullah (Saw) dalam merealisasikan agama memiliki peran yang efektif.
(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email