Selamat sore Denny Siregar.......
Sebenarnya saya tidak pernah berniat menulis apapun tentang tokoh yang tidak saya kenal, saya kagumi atau saya anggap populer. Tapi apa boleh buat, sambil minum kopi tubruk pada sebuah sudut di kota Medan.
Saya meladeni postingan anda di facebook tentang dukungan pembangunan Semen di Rembang, jangan bangga pun perburuk sangka. Perkenalkan saya Anwar Saragih, penulis juga. Sama seperti anda, belum profesional, tapi juga tidak terlalu amatir untuk meladenimu.
Tapi, saya yakinkan anda, selama ini saya hanya pernah mendapatkan uang dari tulisan saya kirim ke redaksi dan belum pernah jadi bu**er politik. Soal berapa honornya bang Denny Siregar pasti tahulah, jika pernah mengirim ke redaksi media online/koran. Tapi rasanya berapapun honor dari menulis, itu adalah satu bentuk kebanggaan bagi seorang penulis.
Oke..pesan kopi anda, juga nyalakan rokok anda.
Sebenarnya hari ini saya tak berniat menulis. Anda (Denny Siregar) beruntung dan hebat karena mampu mengganggu waktu membaca saya. Tak banyak orang yang mampu melakukannya. Biasanya saya selalu memilih sore hari membaca buku, sambil meminum kopi tubruk.
Saat ini saya sedang membaca novelnya Djenar Maesa Ayu berjudul “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek”. Saya petik 4 helai daun sirih dan meletakkannya di antara cangkir kopi saya untuk hiasan agar bacanya lancar. Sebagai sama-sama orang batak pasti pahamlah dengan filosofi Sirih; “Meski dia menumpang pada tanaman lain, Ia tidak mengambil nutrisi yang ditumpanginya”.
Novel ini merupakan kumpulan tulisan-tulisan Djenar diberbagai media yang dibukukan. Buku ini secara eksplisit banyak berkisah tentang perempuan dan masalah-masalah yang dihadapinya. (Jika anda belum membaca)
Ijinkan saya sedikit bercerita.....
Baru saja, saya stalking facebook anda. Di medsos, anda ternyata sangat populer dan rutin membela semua hal tentang Jokowi dan Ahok. Ribuan like, ratusan komentar dan share status yang anda posting meyakinkan saya bahwa anda sangat populer untuk para Jokower dan Ahoker. Seperti anda, saya juga pendukung Jokowi pun pendukung Ahok, meski di Medsos.
Jadi jangan berprasangka dulu Denny, ini bukan pertarungan opini antara bu**er vs bu**er.
Namun opini anda di medsos sedikit menggelitik perut saya, sama seperti saya membaca postingan Jonru Ginting beberapa saat lalu.
Pertama, Menyamakan kasus Dolly dan Rembang dalam persfektif pembangunan adalah hal yang aneh pun ngawur. Secara garis besar anda menyamakan pekerjaan sebagai pelacur dan petani. Saya tidak mau bahas lebih lanjut soal pelacur, sebab tak ada yang salah dari pelacur dan saya yakin tidak ada satupun orang yang menulis di buku harian pun status medsos cita-cita sebagai pelacur.
Toh, jika dia tak lagi pelacur lagi masih bisa mencari pekerjaan lain. itu tak sama sekali bertentangan dengan nilai-nilai budaya adat istiadat mereka sebagai masyarakat di Surabaya jika pada akhirnya orang tersebut jadi pedagang atau seniman.
Tapi, ini soal masyarakat Samin. Ya Kaum Samin yang merupakan masyarakat lokal kawasan Kendeng pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan nilai-nilai sedulur sikep seperti kejujuran, tidak berpoligami, tidak berdagang hingga menolak pendidikan negara. Sebab, bagi mereka pendidikan akan membuat mereka menjadi pintar untuk menipu, mengibuli dan penuh kebohongan. Bagi mereka pekerjaan itu hanya bertani. Karena dengan bertani mereka berguna bagi sesama juga bagi lingkungan.
Itu sebabnya kelestarian lingkungan merupakan hal yang mutlak bagi kaum Samin sebagai sumber kehidupan, regenerasi dan jaminan keberlangsungan hidup anak-cucu mereka. Kerusakan alam akan mematikan segalanya. Bukan tanpa alasan, jika pembangunan pabrik semen di Rembang tetap dilanjutkan berpotensi merusak alam yang berujung pada hilangnya sumber mata air hingga kekeringan di sekitaran pegunungan kendeng. Tentunya jika alam sudah rusak irigasi di kawasan sawah bisa terhenti. Ketakutan inilah yang dirasakan petani Kendeng atas rencana pembangunan pabrik semen di Rembang.
Kedua, Pertanyaan siapa aktornya aksi ini ? Siapa yang cari makan di sini ? Kok caranya seperti ini ? pertanyaan-pertanyaan seperti itu sudah dari dulu hadir. Sampai hari ini saya telah menulis 3-4 artikel tentang penolakan pabrik semen di Rembang dan jujur tidak dibayar sepeserpun. Pertanyaannya, Anda di bayar berapa menjadi ? Siapa aktor yang mendanai anda menulis ?
Bayangkan jika pertanyaan ini yang menghampiri anda sebagai seorang penulis....
Saya ingin beritahu dari tahun 2014-2016 saya tinggal di Semarang, saat itu saya sedang kuliah dan sedikit banyak tahu dengan persoalan ini.
Memasung kaki dengan semen adalah upaya terakhir para petani Kendeng untuk berjuang menghentikan pembangunan pabrik semen. Sebab, kita menyaksikan puluhan kali mereka sudah melakukan aksi demonstrasi di depan kantor gubrnur Jawa Tengah. Namun, berbagai teror dan kekerasan mereka terima sebagai konsekuensi perlawanan. Pun dengan pemukulan Orang Tak Dikenal (OTK) yang tidak bertanggung jawab sering terjadi.
Puluhan kali pula mereka melakukan demonstrasi di PTUN dan MA. Hingga MA memenangkan gugatan para petani tersebut. Namun, “akrobatik hukum” gubernur Ganjar yang mengeluarkan izin baru pendirian pabrik semen membuat harapan para petani Rembang itu semakin hilang. Jadi, jika ada yang menyebutkan memasung kaki dengan semen adalah bentuk frustasi para petani Kendeng, itu karena mereka sudah tidak tahu berbuat apa lagi.
Ketiga, Bayangkan jika kaum Samin tidak didampingi oleh orang-orang yang pernah membaca AMDAL. Anda (Denny Siregar) pernah lihat dokumen AMDAL ? bisa bacanya yang jumlahnya ribuan ? bayangkan tanpa advokasi dari orang-orang yang punya nurani, apa mereka (kaum Samin) bisa membaca dokumen setebal itu.
Keempat, Pada tahun 2015 yang lalu dua dosen UGM Yogyakarta, Eko Haryono dan Heru Hendrayana terancam sanksi administrasi dari kampusnya. Keduanya diduga kuat memelintir fakta saat menjadi saksi ahli di pengadilan. Kasus bermula saat terjadi sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang terkait izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan yang akan dilakukan oleh perusahaan itu di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Dalam sidang ini, keduanya dihadirkan sebagai saksi ahli karena Eko merupakan pakar hidrologi dan Heru merupakan ahli geologi.
Kedua pakar itu menyatakan bahwa kawasan Rembang merupakan daerah karst muda yang tidak mengandung air tanah. Di sinilah muncul permasalahan sebab keduanya belum pernah melakukan penelitian sekalipun di lokasi tersebut. Alhasil, keduanya dilaporkan masyarakat Rembang kepada kampus UGM dan UGM membentuk tim kajian independen sebagai respon atas aduan itu. UGM akan memberikan sanksi administratif sesuai aturan yang berlaku. (sumber detik : http://news.detik.com/berita/2889013...di-pengadilan)
Cukup ini saja dulu Denny Siregar....
Semoga cukup menjelaskan soal rencana pembangunan pabrik Semen di Rembang. Aku tahu anda masih banyak postingan-postingan politik. Nanti kita lanjutkan lagi, ngomong-ngomong sudah berapa gelas yang kau habiskan untuk ceritaku ini ? 2 gelas ? 3 gelas ?
Tenang....
Aku saja yang bayar kopi sore ini, sebab 2 hari lalu aku baru dapat honor tulisan tentang sepak bola....
Sebelum kau kembali ke pekerjaamu...
Baca tulisan-tulisanku biar anda ...
"MENULIS ADALAH SOAL SIKAP, APAKAH KITA AKAN MENULIS KEBENARAN DENGAN AMAT BURUK ATAU MENULIS KEBOHONGAN DENGAN AMAT MENARIK. ITU SIKAP PENULIS"
(Kumparan/Info-Teratas/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email