Pesan Rahbar

Home » , » Orang-orang Besar Tanpa Nama Dalam Al-Qur’an

Orang-orang Besar Tanpa Nama Dalam Al-Qur’an

Written By Unknown on Sunday, 26 March 2017 | 23:38:00


Al-Qur’an menyimpan mutiara terpendam yang tidak terbatas. Ayat-ayatnya mengandung makna yang demikian mendalam bagi orang-orang yang ingin memahaminya.

Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt kerap menyembunyikan nama sejumlah tokoh besar. Seolah Allah ingin menunjukkan kepada kita bahwa amal-amal mereka tetap tercatat dan tidak pernah hilang, meski sejarah takkan pernah tahu persisnya nama mereka.

Dengan cara itu pula Allah Swt ingin memberikan contoh dalam hal keikhlasan: kita tidak perlu mencari kemashuran atau pengakuan dalam melakukan perbuatan baik.

Sebagai contoh adalah yang terekam di dalam surah Al-Kahf. Allah Swt berfirman:


Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (QS. al-Kahf [18]: 65)

Memang ada penjelasan dalam kitab-kitab tafsir tentang identitas hamba yang dimaksud, yakni Nabi Khidr. Tetapi tidak disebutkannya nama dan identitas hamba yang diberi rahmat dan ilmu yang demikian agung itu memang mengandung hikmah luarbiasa. Padahal hamba itu mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh seorang nabi besar ulul azmi, yakni Nabi Musa.

Selanjutnya, Allah Swt menyebutkan seseorang yang menyeru kaumnya untuk mengikuti para rasul Allah namun nama maupun identitas sang penyeru itu disamarkan. Allah Swt berfirman dalam surah Yasin,




Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas dia berkata, “Hai kaumku, ikutilah rasul-rasul itu.” (QS. Yasin [36]: 20)

Lebih dari itu, ada seseorang yang dikisahkan tanpa nama padahal dia telah mengalami pengalaman yang menakjubkan dan menyerupai sebuah mukjizat: dimatikan selama seratus tahun lalu dihidupkan kembali. Allah Swt berfirman,


Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?” Ia menjawab: “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari”. Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.” Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. al-Baqarah [2]: 259)

Ketiga ayat di atas dan beberapa ayat lain (seperti kisah Ashabul Kahfi) mengajarkan suatu prinsip Ilahi berikut ini: Allah tidak akan tidur dan melupakan amal-amal seseorang, betapapun orang itu tidak diketahui atau tidak diakui oleh masyarakat sekelilingnya sebagai orang hebat. Jangan pernah khawatir dengan hilangnya amal-amal baik kita. Semua itu akan dicatat di sisi Allah Swt. Meskipun orang tidak mengenal siapa kita, sesungguhnya Allah Swt Mahamengetahui seberapa besar kebaikan dan keikhlasan kita. Bahkan, adakalanya, orang-orang yang dianggap hebat dan terkenal di zamannya tidak memiliki nilai apa-apa di sisi-Nya, sehingga kematian mereka adalah akhir bagi perjelanan mereka. Wallahu A’lam bis-shawab.

(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: