Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah tidak risau dengan pendapat ahli yang memandang merosotnya ekonomi Arab Saudi belakangan ini akibat tingginya defisit sejak 2015. Bagi Fahri, dasar ekonomi Saudi sejauh ini sangat kuat.
“Saudi itu susah runtuh ekonominya, susah mundur, karena pasokan-pasokan dasar ekonominya itu kuat sekali,” kata pria yang juga politikus PKS ini menjelang kunjungan Raja Salman bin Abdilaziz di DPR, 1/3.
Ia menyebut, sampai hari ini Saudi masih memompa 12 juta barel per hari, sedangkan konsumsinya kurang dari satu juta barel per hari. Artinya, menurut Fahri, banyak yang bisa dijual oleh negara kerajaan itu.
“Jadi gede ekonominya, selain mereka adalah investor di banyak negara,” jelasnya.
Sebelumnya, di penghujung 2016, sejumlah perusahaan lokal di Saudi kesulitan membayar upah buruh migran sehingga terjadi pemecatan massal. Hal ini membuat para buruh migran, termasuk dari India, sempat tak bisa membeli makanan, bahkan tiket untuk pulang kampung.
Dan hingga hari ini, Saudi tak kunjung mencairkan ganti rugi korban ‘tragedi crane’ yang terjadi pada musim haji 2015. Menurut sejumlah pengamat, defisit anggaran, krisis likuiditas, anjloknya bursa saham dan secara keseluruhan masalah finansial yang dihadapi sektor perbankan Arab Saudi belakangan ini merupakan imbas dari kebijakan menurunkan harga minyak dunia.
Mahalnya ongkos perang atas tetangganya, Yaman, semakin memperburuk ekonomi Saudi. Ketika anggaran belanja 2015 disahkan, Riyadh mematok harga minyaknya 75 dollar per barel. Namun sejak Juni lalu, Saudi bermain dengan harga minyak sehingga memicu anjloknya harga minyak dunia hingga 50% dari 75 dollar per barel. Saat itu, Saudi percaya diri mengingat persediaan cadangan devisa 765 miliar dollar untuk beberapa bulan ke depan.
Yang menjadi masalah, menurut laporan situs Al Iqtishadiah, pendapat Arab Saudi tahun fiskal 2015 sebesar 715 miliar Riyal (US$ 190.700 miliar). Adapun belanja pemerintahan sebesar 860 miliar riyal (US$ 229.300 miliar). Dengan demikian, sesuai pengunguman Raja Salman, bahwa defisit anggara sebesar 145 miliar Riyal (US$38,6 miliar). Inilah defisit anggaran terbesar yang menjadikan badai bagi istana kerajaan semakin menakutkan. Riyadh tentunya tidak bisa membiarkan situasi ini mengingat anggarannya hanya bertumpu pada minyak.
Menyikapi situasi yang semakin memburuk ini, Raja Salman menarik dana US$ 70 miliar yang ada di luar negeri. Pada 28 September 2015, sang raja mengintruksikan jajarannya untuk menghentikan semua proyek baru, menghapus pembayaran kompensasi bagi properti, menghentikan pembelian mobil, furnitur dan sejumlah barang baru lainnya termasuk perjanjian penyewaan. “Saudi belum kehabisan dana saat ini. Mereka hanya belanja amat boros lebih dari pendapatan mereka miliki,” kata Steffen Hertog, pengamat ekonomi-politik di London.[]
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email