Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, terbang ke Yogyakarta kemarin (2/3) untuk menyambangi tokoh senior Muhammadiyah, Ahmad Syafi’i Ma’arif. Di kediaman Ma’arif, Djarot menyampaikan berbagai hal terkait perkembangan provinsi yang dipimpinnya itu.
Pria yang kini mendampingi Basuki ‘Ahok’ Tajahja Purnama di Pilkada DKI 2017 ini tak lupa mengungkapkan soal spanduk yang menolak mengurus jenazah di sejumlah masjid di Jakarta. Menurut dia, pesan yang tertulis dalam spanduk itu tidak sesuai dengan iklim demokrasi yang ada.
“Saya tadi cerita ke Buya kalau saya akan salat di masjid-masjid yang memasang spanduk-spanduk seperti itu. Jangan kebablasan dong. Jangan begitulah, masak beda pilihan sampai segitunya,” kata Djarot seperti dilansir liputan6.com
Mantan Wali Kota Blitar itu menilai isu SARA yang terpampang dalam spanduk itu sebagai cara dangkal dan tak elegan. Persoalan Pilkada, kata dia, cukup selesai hingga 19 April dan tak perlu menggunakan isu SARA.
“Jangan nakut-nakutin warga lah dengan yang begituan. Jangan gertak-gertak warga pakai cara itu. Tentukan saja pilihannya pada 19 April mendatang,” terang Djarot.
Menanggapi pesan spanduk tersebut, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif mengatakan hal tersebut baiknya tidak perlu dilakukan. Perbuatan seperti itu justru sangat sia-sia.
“Itu pekerjaan orang-orang yang tak ada kerjaan. Jangan membajak Tuhan. Itu orang putus asa yang kemudian orang itu menjadi kalap. Janganlah seperti itu (di Pilkada DKI),” kata Syafii Maarif di kediamannya, Nogotirto, Sleman, DIY
Seperti diketahui, pada umumnya, spanduk yang terpasang bertuliskan ‘Masjid ini menolak menshalatkan jenazah pendukung dan pembela penista agama’. Dan satu-satunya calon gubernur yang statusnya terdakwa dalam kasus dugaan ‘penodaan agama’ ialah Ahok.
Dalam konteks ini, Buya Syafi’i senantiasa mengingatkan untuk tidak membenci seorang secara berlebihan. Karena itu, apapun hasil proses hukum yang dilalaui Ahok nanti, Buya berharap untuk diterima dengan lapang dada.
Ia juga menegaskan bahwa dirinya bukan orang dekat Ahok, jika pun kenal, ia kenal sekedarnya saja sebagaimana masyarakat umum mengenal Ahok. Meski telah menegaskan posisinya, Buya merasa selama ini tetap ‘dihantam kiri-kanan’
“Tapi ini resiko dari yang harus saya lakukan. Dan kebenaran itu tidak bisa dikalahkan oleh emosi,” katanya sembari menyebut ustadz yang marah karena tulisan Buya di sebuah media.
Kepada ustadz yang juga petinggi MUI itu, Buya mengajak diskusi soal pesan surat Al Maidah ayat 8. Guru besar sejarah ini lalu menyampaikan kepada sang ustadz tentang urgensi sikap adil seperti terkandung di dalam Al-Quran. Ayat itu, bagi Buya, menekankan bahwa setiap orang harus adil kepada orang yang dibenci sekalipun
“Jadi kalau ada orang yang mengatakan, tangkap Ahok dulu baru diproses hukum, ya ngga bisa, ini hukum rimba apa?” katanya mengutip Kapolri Tito yang berkisah soal pihak yang menuntut aparat agar Ahok ditangkap dulu baru dipriksa.[]
(Liputan-6/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email